BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Banyak orang terutama kaum awam (karena tidak tahu) bahwa pers memiliki sesuatu kekhususan dalam menjalankan Profesi nya yaitu memiliki suatu Kemerdekaan dan Kebebasan Pers . Seperti yang sering dikemukakan, bahwa kebebasan bukanlah semata-mata untuk kepentingan wartawan dan pengelola media pers, melainkan demi kepentingan dan bagian dari hak masyarakat maka dari itu , Pers bukan hanya sekedar menjalankan Profesi nya tetapi seorang wartawan harus memiliki rasa tanggung jawab moral terhadap Profesi nya serta masyarakat dalam hal ini adalah sebagai pihak yang dilayani .dan
media pers
sesungguhnya merupakan kepanjangan tangan dari hak-hak sipil publik, masyarakat umum, atau dalam bahasa politik disebut rakyat. Dalam sebuah negara yang demokratis, di mana kekuasaan berada di tangan rakyat, publik punya hak kontrol terhadap kekuasaan agar tidak terjadi penyalahgunaan kekuasaan. Persoalan yang muncul sebagai kendala-kendala yang dihadapi oleh insan Pers dari kebebasan dan kemerdekaan Pers yang di implementasikan dalam karya jurnalistik dapat dan perlu diselesaikan secara hukum. Namun , masalahnya sekarang terdapat wartawan yang bertugas untuk menyelidiki suatu pemberitaan mengenai kejahatan yang sedang marak terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Penyembunyian identitas pelaku kejahatan oleh insan Pers dalam melakukan wawancara didasarkan pada hak tolak. Akan tetapi di dalam Kode Etik Jurnalistik dan UU Pers yang menjadi pedoman bagi insan Pers dalam melakukan tugas jurnalistiknya tidak mengatur mengenai penggunaan hak tolak untuk narasumber yang adalah pelaku kejahatan. Hak tolak dalam UU Pers dinyatakan secara luas dan tidak dibatasi.
Perbuatan insan Pers yang menyembunyikan identitas pelaku kejahatan akan menimbulkan suatu permasalahan apabila tidak dilanjuti dengan memberitahukan kejahatan tersebut kepada kepolisian, karena di satu sisi Pasal 165 KUHP mewajibkan bagi setiap orang yang mengetahui tentang adanya suatu kejahatan yang termasuk dalam Bab VII KUHP untuk memberitahukan kejahatan tersebut kepada pejabat kehakiman atau kepolisian. Oleh karena adanya pertentangan antara Pasal 4 ayat (4) UU Pers tentang Hak Tolak dengan Pasal 165 KUHP maka menimbulkan suatu permasalahan apakah perbuatan insan Pers yang demikian dapat dikategorikan melanggar Pasal 165 KUHP. Untuk itu perlu diketahui kriteria-kriteria yang dapat dikategorikan sebagai tindak pidana terhadap pelaku (insan Pers) yang menyembunyikan identitas pelaku kejahatan, serta penyelesaian perkara tindak pidana kepada insan Pers tersebut. Hal ini sebenarnya kembali lagi pada UU Pers yang sebaiknya memberikan pengaturan yang lengkap dan jelas agar dapat memberikan kepastian hukum bagi insan Pers Pasal 4 ayat (4) UU Pers dan Pasal 7 Kode Etik Jurnalistik. Kode Etik Jurnalistik memegang peranan yang sangat penting dalam dunia pers. sebagai pedoman nilai-nilai profesi kewartawanan, Kode Etik Jurnalistik wajib dipahami dan dilaksanakan oleh wartawan. Pentaatan dan pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik sekaligus juga merupakan salah satu wujud dari profesionlitas pers. Tanpa memahami dan menaati Kode Etik Jurnalistik bukan tidak mungkin pers dapat cenderung terjerumus kedalam sikap otoriterisme yang justru selama ini tidak sesuai dengan sifat dan hakekat pers sendiri. dan dalam pasal 4 ayat (4) Undang-Undang Pers sebagai pengaturan yang lex specialis menyatakan bahwa dalam mempertanggungjawabkan pemberitaan di depan hukum, wartawan mempunyai hak tolak. Hak tolak adalah hak wartawan karena profesinya untuk menolak mengungkapkan nama atau identitas lainnya dari sumber berita yang dirahasiakannya.1
1
http://www.lawskripsi.com/index.
Persoalan pemberitaan identitas anak nakal oleh pers di media massa cetak merupakan pelanggaran terhadap anak yang menyebabkan kerugian secara fisik dan mental. Anak nakal tidak akan tumbuh dan berkembang secara wajar dan menjadi warga negara yang baik bila identitasnya disebarkan ke khalayak umum atau masyarakat. Perlindungan terhadap pemberitaan identitas anak nakal oleh pers, mutlak dilakukan mengingat anak adalah individu yang masih labil secara emosi belum menjadi subyek hukum, maka penanganannya perlu mendapat perhatian khusus, karena tubuh dan jiwa si anak sedang mengalami masa pertumbuhan dan perkembangan atau sedang dalam keadaan labil, dan situasi ini masuk kelompok rawan yang harus diproteksi sejak awal.2
Sering terjadi pula wartawan-wartawan yang ada di kota Cirebon maupun di Kabupaten Cirebon yang tidak menjalankan profesinya dengan baik , banyak yang melakukan kelalaian , juga tidak mengerti sepenuhnya dengan Kode Etik Jurnalistik dikarenakan tidak ada nya pelatihan-pelatihan khusus dalam sebuah media ataupun organisasi ketika mengambil seorang wartawan sebagai anggotanya . dan banyaknya wartawan yang hanya bisa memamerkan KTA (Kartu Tanda Anggota ) nya tapi dalam kenyataan di lapangan nya , wartawan ini tidak mengerti bagaimana cara memuat berita yang akan di muat di sebuah media ,termasuk dalam kewajiban profesi nya yaitu menyembunyikan suatu identitas pelaku kejahatan , terlebih pelaku anak . Hal itulah yang menyebabkan adanya pembedaan perlakuan terhadap anak. Latar belakang itulah yang membuat penulis tertarik melakukan penulisan hukum mengenai perlindungan hukum terhadap pers dalam pemberitaan yang berkaitan dengan identitas oleh pers di media massa cetak. Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin melakukan penelitian yang membahas mengenai realitas pemberitaan terhadap identitas anak oleh pers di media massa cetak, dan kendala apa saja yang dialami oleh pers ketika mempertahankan hak tolak yang dimiliki oleh pers .
2
Citra Sakamuli , Skripsi Hukum : Perlindungan Hukum Terhadap Pemberitaan identitas Anak Nakal Oleh Pers di Media Massa Cetak, Perpustakaan UMM, 2008
B.
Identifikasi Masalah 1. Bagaimanakah Perlindungan Hukum bagi Pers atas kerahasiaan identitas pelaku Kejahatan di Kota Cirebon? 2. Bagaimanakah kendala-kendala oleh Pers terkait Kerahasiaan Identitas Pelaku?
C. Maksud Dan Tujuan 1. Untuk mengetahui gambaran umum terkait kerahasiaan identitas pelaku tindak pidana yang dilakukan oleh pers. 2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja yang dialami oleh pers dalam membuka suatu identitas pelaku ataupun memberikan perlindungan identitas terhadap pelaku kejahatan.
D. Kegunaan Penelitian 1. Kegunaan Teoretik Penelitian ini merupakan bagian dari proses belajar dalam menerapkan pengetahuan teoritis secara praktis dalam menanggapi masalah praktis dalam kehidupan sehari-hari, dengan adanya penelitian ini dapat dirasakan penulis sebagai pengalaman yang bermanfaat dan merupakan suatu penjagaan dan pengenalan lapangan berdasarkan metode penelitian. Dengan demikian diharapkan penulis dapat memiliki cukup kemampuan penalaran dikemudian hari dalam bermasyarakat. 2. Kegunaan Praktik Pada dasarnya skripsi ini di dasarkan pada hasil penelitian secara obyektif, kemudian dikaji lebih lanjut untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi terwujudnya pembinaan yang berdaya guna dan berhasil guna dalam meningkatkan kesadaran dalam kehidupan bermasyarakat dengan harapan baik secara langsung dapat
dirasakan manfaatnya bagi masyarakat luas, dan juga diharapkan dapat dijadikan sebagai masukan bagi pihak-pihak yang ada hubungannya dengan perbuatan kejahatan ini, tentunya tim Pembina baik yang ada di Departemen Dalam negeri, Departemen Sosial khususnya bagi Departemen Kehakiman, Lembaga Kejaksaan serta Kepolisian.
E.
Kerangka Pemikiran Dalam UU No. 40 tahun 1999 tentang pers, pers adalah lembaga sosial dan wahana
komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik yang meliputi mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi baik dalam bentuk tulisan, suara, gambar, suara dan gambar, serta data dan grafik maupun dalam bentuk lainnya dengan menggunakan media cetak, media elektronik, dan segala jenis saluran yang tersedia. 3 Demikian juga pada Undang-Undang No.32 tahun 2003 tentang Penyiaran , Pada intinya menetapkan bahwa Kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga Negara dan Pers Nasional mempunyai hak mencari, memperoleh dan menyebar luaskan gagasan dan informasi .4 Kebebasan Pers tidak banyak berarti tanpa dibarengi dengan Perbaikan atau reformasi dibidang lain , seperti Politik dan Hukum . Kebebasan Pers tidak bisa berjalan baik jika hanya berkembang dikalangan Pers tanpa dukungan para Pemimpin masyarakat atau elite Politik. Lebih dari itu kebebasan Pers membutuhkan dukungan hukum yang adil.5 Tetapi Kebebasan Pers ini tidak hanya di dukung para pemimpin masyarakat atau elite Politik saja tetapi masyarakat juga sebagai kontrol pemerintahan wajib mengontrol keberadaan pers, khususnya bagi yang melakukan penyimpangan dengan penyalahgunaan 3
http://mkholilblog.blogspot.com Undang – Undang No. 32 Tahun 2003 Tentang Penyiaran 5 Editor: Lukas Luwarso. Menjaga Kebebasan Pers 70 tahun Atmakusumah Astraadmaja . Cetakan Pertama. Jakarta : Diterbitkan oleh Lembaga Pers Dr.Soetomo .Desember 2008. halaman 157 4
profesi seperti yang tercantum pada Bab VII Pasal 17 Undang – Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers yaitu : 1.
Masyarakat dapat melakukan kegiatan untuk mengembangkan kemerdekaan pers dan menjamin hak memperoleh informasi yang diperlukan.
2.
Kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa : a. Memantau dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers. b. menyampaikan usulan dan saran kepada Dewan Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers nasional.6 Banyak orang yang berpendapat, profesi wartawan adalah mulia. Pendapat itu dikaitkan
dengan salah satu tujuan dari tugas wartawan itu sendiri, yaitu menyebarkan informasi kepada Masyarakat. Mencari data dan mengungkapkan dalam bentuk berita. Dengan tugas tersebut, seorang jurnalis akan menyampaikan kebenaran kepada masyarakat melalui informasi yang dipublikasikannya.sama halnya profesi-profesi lain seperti dokter atau advokat, wartawan juga wajib mematuhi kode etik jurnalistik seperti ditentukan dalam pasal 7 UU Pers. Meski bergabung dengan organisasi wartawan bukan suatu kewajiban, wartawan yang tidak tergabung dalam organisasi, tetap terikat pada Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) yang ditetapkan oleh Dewan Pers agar dalam menjalankan profesinya tidak melakukan penyimpangan – penyimpangan yang pada gilirannya nanti selain akan merugikan pers itu sendiri, juga akan merugikan kepentingan masyarakat sebagai pihak yang dilayaninya .karena bagaimanapun kewajiban sebagai seorang wartawan yang menyampaikan kebenaran kepada masyarakat dan bersikap profesional idealis. Kode etik itu sendiri adalah tatanan moral yang dibuat sendiri oleh kelompok profesi tertentu khusus bagi anggotanya. Tatanan tersebut mengikat intern anggotanya. Didalamnya ada larangan-larangan moral profesi.
6
Undang – Undang No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers
Pelanggaran atasnya, akan dikenai sanksi organisasi profesi tersebut setelah melalui persidangan yang diadakan khusus untuk itu. Seorang wartawan diwajibkan memiliki integritas atau kepribadian yang baik, baik integritas dari segi moral maupun intelektual. Wartawan dituntut untuk tanggap terhadap gejala sosial di masyarakat. Mengingat fungsi pers sendiri adalah sebagai kontrol sosial, sehingga seorang wartawan memiliki kepedulian terhadap gejala sosial. Mengenai tanggung jawab apabila ada insan pers yang terbukti melakukan perbuatan melawan hukum, misalnya melakukan tindakan pencemaran nama baik, suap, dan lain-lain., maka sudah tentu akan dimintai pertanggungjawaban personal sesuai asas hukum pidana yang berlaku, yaitu tentang pelanggaran – pelanggaran dan kejahatan – kejahatan terhadap kepentingan umum diancam dengan hukuman yang merupakan suatu penderitaan atau siksaan, dan oleh karena kepada yang bersangkutan dapat dijatuhkan pidana penjara, sedangkan kerugian materiilnya akan dibebankan kepada perusahaan bagi wartawan yang memiliki surat kabar.7 Menurut penulis, kiranya kemerdekaan pers yang berlaku di Indonesia khususnya di Wilayah Cirebon bukan tanpa batas, melainkan dibatasi oleh peraturan perundang-undangan khusus pers dan kode etik jurnalistik. untuk itu, seharusnya wartawan sebagai Pers Pancasila dilahirkan oleh bangsa Indonesia karena falsafah negaranya adalah Pancasila. Sampai sekarang belum ditemukan definisi yang tepat dari sebutan pers Pancasila ini. Tetapi pendapat dari beberapa tokoh pers, memberi ancar-ancar sifat dari Pers Pancasila itu adalah pers yang melihat segala sesuatunya secara proporsional. Pers tulisannya demi kepentingan semua pihak sesuai dengan konsensus demokrasi Pancasila 8. para insan pers seharusnya dapat memegang fungsi control social dalam mendukung kemajuan masyarakat lingkungannya, bertugas dan bertanggungjawab atas penyebarluasan pesan-pesan kepada 7 8
.Kansil. 1986, Pengantar Ilmu Hukum Dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka, Hal.257 Totok Juroto, Manajemen Penerbitan Pers, PT. Remaja Rosdakarya , Bandung 2000, Hlm 6
masyarakat, harus mampu berfikir positif dan menahan diri untuk tidak terjebak pada pemikiran negative yang akan menjebak pada perbuatan melawan hukum, demi terciptanya ketentraman dalam masyarakat. Lain halnya dengan para wartawan yang sudah menjalankan tugasnya dengan baik tetapi tidak mendapatkan keadilan dari pemerintah terkait hak kebebasan pers , sampai saat ini pun kebebasan yang dimiliki oleh pers belum diterapkan sepenuhnya oleh pemerintahan kita .
F. Metode Penelitian Penelitian ini menyangkut tentang Perlindungan Hukum Bagi Pers atas Kerahasiaan Identitas Pelaku Kejahatan di Kota Cirebon . Penulis ini menggunakan metode yuridis normative artinya dapat memadukan dan atau mengabungkan data-data yang diperoleh dengan ketentuan Undang-undang, adapun langkahlangkah yang diambil penulis dalam memperoleh data, adalah sebagai berikut : 1. Metode Pendekatan Pendekatan yang dilakukan secara yuridis formal, hal ini berfungsi untuk memudahkan dalam penelitian ini dengan meneliti data sekunder, yaitu penelitian secara langsung kepada narasumber terkait seperti Dewan Pers ataupun para ahli sarjana tertentu dan dapat dipadukan antara teori dan praktek sehingga mencari solusi penyelesaian. 2. Objek Penelitian Objek ini adalah mengenai Perlindungan Hukum Pers Atas Kerahasiaan Identitas Pelaku. 3. Spesifikasi Penelitian Guna memperjelas konsep operasional diperlukan keterangan mengenai spesifikasi penelitian yang dipilih, agar sasaran dan metode pendekatan penelitian yang
digunakan menjadi jelas. Penulisan ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif dengan metode pendekatan kualitatif yang umumnya berbentuk studi dokumen atau kepustakaan. Penelitian deskriptif, adalah jika penelitian bertujuan untuk menggambarkan secara cermat karakteristik dan fakta-fakta (individu kelompok atau keadaan), dan untuk menentukan frekuensi sesuatu yang terjadi. Lebih lanjut dikatakan, bahwa penelitian ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi yang seteliti mungkin tentang sesuatu keadaan.9 Penelitian yang dilakukan termasuk penelitian deskriptif analisis, yaitu dengan maksud memberikan data seteliti mungkin dan menggambarkan sesuatu hal upaya lebih jelas dan mantap melalui peraturan-peraturan atau perundang-undangan yang berlaku dikaitkan dengan hukum positif yang ada kaitannya dengan masalah penelitian ini. 4. Jenis dan Sumber Data Jenis dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini lebih menekankan pada data sekunder. Sedangkan data primer hanya bersifat menunjang. a.
Data Sekunder Undang – Undang No.40 Tahun 1999, Undang – Undang No. 32 Tahun 2003 Tentang Penyiaran dan study kepustakaan lainnya.
b.
Data Primer Melakukan beberapa wawancara kepada Dewan Pers maupun Orang-orang yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan.
9
Adi Rianto, Metodologi Penelitian Sosial Dan Hukum, Edisi Pertama, (Jakarta, Granit, 2004), hlm. 58
5. Teknik Pengumpulan Data a. Penelitian Kepustakaan. Data yang diperoleh dari data kepustakaan untuk mencari konsepsi-konsepsi, teori-teori, maupun pendapat-pendapat para sarjana yang ada hubungannya dengan pokok permasalahan. Tujuannya yaitu untuk memperoleh data yang bersifat sekunder yang meliputi : Peraturan perundang-undangan, karya ilmiah para sarjana, dan sumber-sumber lainnya berupa dokumentasi
melalui
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mempelajari dokumen-dokumen yang ada hubungannya dengan permasalahan yang dibahas ini; b. Penelitian Lapangan. Data yang diperoleh dari studi lapangan, yaitu penulis mengadakan penelitian secara langsung pada lokasi yang menjadi obyek penelitian, sesuai dengan pokok permasalahan yang dibahas pada proposal ini, tujuannya ialah untuk memperoleh data yang bersifat primer, berupa wawancara/interview. Penulis berharap mendapatkan fakta-fakta yang mendukung kebenaran hipotesa yang diperoleh dari pengamatan lapangan. 6. Metode Analisa Data Analisa data yang dapat dipergunakan oleh penulis adalah data kualitatif yang dapat dipertanggungjawabkan atas kebenarannya berdasarkan Hasil wawancara dengan beberapa Orang di wilayah Cirebon.
G. Lokasi Penelitian Lokasi penelitian dalam pembuatan proposal ini adalah : 1. Rakyat Cirebon 2. Kabar Cirebon 3. Kantor PWI Daerah Cirebon
F. Sistematika Penulisan Agar Skripsi ini dapat tersusun secara teratur dan berurutan sesuai apa yang hendak dituju dan dimaksud dengan judul skripsi, maka dalam sub bab ini Penulis akan membuat sistematika sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN dimana Bab ini Penulis akan mengemukakan
latar
belakang masalah, identifikasi masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II
: TINJAUAN PUSTAKA yang menguraikan Gambaran Umum tentang Pers, Asas, Tujuan, dan Fungsi dan Peranan Pers di Indonesia , Gambaran Umum Tentang Wartawan ,Dewan Pers , dan tentang sejarah dari kebebasan Pers.
BAB III
: TINJAUAN LAPANGAN memuat antara lain deskripsi atau gambarangambaran dari beberapa obyek penelitian.
BAB IV
: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN memuat tentang pelaksanaan wartawan dalam menjalankan tugas profesinya dalam merahasiakan identitas pelaku kejahatan anak .
BAB V
: KESIMPULAN DAN SARAN