1
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Setiap individu memiliki gagasan dan pendapat yang ingin disampaikan kepada orang lain. Gagasan dan pendapat tersebut diungkapkan dengan menyusun kata-kata sesuai dengan struktur gramatikal suatu bahasa sehingga pesan yang disampaikan dapat diterima dan dimengerti oleh lawan bicara. Oleh karena itu, diperlukan banyak kosakata agar dapat menyampaikan gagasan dan pendapat tersebut (Dewi, 2013). Kehadiran suatu kata sangat penting dalam sebuah bahasa karena semakin tua sebuah bahasa akan semakin banyak pula kosakata yang ada di dalamnya. Hal yang sama berlaku pula pada bahasa Mandarin yang menjadi objek dalam penelitian ini. Bahasa Mandarin, disebut juga bahasa Tiongkok, merupakan bahasa resmi di negara Republik Rakyat Tiongkok (RRT). Bahasa Mandarin yang dikaji dalam penelitian ini adalah bahasa Mandarin modern, tidak mencakup bahasa Mandarin kuno dan bahasa Mandarin yang dipakai di Daerah Istimewa Hongkong, Makau, dan Taiwan. Bahasa Mandarin ditulis tidak dengan huruf Latin, tetapi memakai aksara hanzi. Hanzi, disebut juga karakter Tiongkok, adalah salah satu karakter tulisan tertua di dunia yang digunakan untuk mencatat peristiwa. Dalam bahasa Mandarin terdapat kecenderungan yang sangat kuat untuk mencocokkan antara
2
satuan fonologi (silabel), satuan makna, dan satuan tulisan (aksara) sehingga aksara Tiongkok menyatukan gambar, suara, dan makna. Kosakata dalam bahasa Mandarin terdiri dari beberapa jenis, misalnya: kata, frase, kata majemuk, kata penyukat, separable words (selanjutnya disingkat SW), dan lain-lain. Penelitian mengenai kata, frase, kata majemuk, dan kata penyukat dalam bahasa Mandarin sudah banyak dilakukan, baik oleh linguis Tiongkok maupun Indonesia, misalnya, tesis Lvhua (2013) yang meneliti tentang kata majemuk dalam bahasa Mandarin, tesis Yanyan (2011) yang meneliti tentang kata penyukat dalam bahasa Mandarin, dan lain-lain. Namun, masih sedikit linguis Indonesia yang melakukan penelitian mengenai SW dalam bahasa Mandarin. Tentu saja, orang Indonesia masih merasa asing dengan istilah SW dalam bahasa Mandarin. SW disebut lí hé cí dalam bahasa Mandarin, lí ‗terpisah‘, hé ‗tergabung‘, dan cí ‗kata/ kata-kata‘, maka lí hé cí adalah kata yang dapat dipakai secara terpisah atau tergabung berdasarkan penerjemahan kata-perkata, misalnya: (1) ān xīn = ān ‗tenang‘ + xīn ‗hati‘ = tenang ān le xīn = ān ‗tenang‘ + le ‗Pasp (telah)‘ + xīn ‗hati‘ = sudah tenang ān bù le xīn = ān ‗tenang‘ + bù ‗tidak‘ + le ‗Pasp (telah)‘ + xīn ‗hati‘ = sudah tidak tenang Dalam contoh di atas, SW ān xīn ‗tenang‘ merupakan bentuk gramatikal. Kata le ‗Pasp (telah)‘ disisipkan ke SW ān xīn ‗tenang‘ menjadi ān le xīn ‗sudah tenang‘. Makna ān xīn ‗tenang‘ masih tetap bertahan walaupun sudah dipisahkan
3
dengan kata yang lain. Selanjutnya, kata le ‗Pasp (telah)‘ dan bù ‗tidak‘, juga dapat disisipkan ke dalam ān xīn menjadi ān bù le xīn ‗sudah tidak tenang‘, maka tidak hanya satu unsur kata yang dapat disisipkan ke SW, tetapi juga dapat disisipkan dua unsur kata atau lebih ke SW secara sekaligus. (2) bào qiàn = bào ‗minta‘ + qiàn ‗maaf‘ = minta maaf *bào le qiàn = bào ‗minta‘ + le ‗Pasp (telah)‘ + qiàn ‗maaf‘ = minta sudah maaf Dalam contoh di atas, kata bào qiàn ‗minta maaf‘ merupakan bentuk gramatikal. Jika kata le disisipkan ke kata bào qiàn menjadi bào le qiàn ‗minta sudah maaf‘, maka susunan tersebut tidak gramatikal dalam bahasa Mandarin. Oleh karena itu, bào qiàn tidak dapat digolongkan dalam SW, tetapi digolongkan dalam kata majemuk. Wangdao (1940), orang pertama yang memperhatikan SW dalam bahasa Mandarin, di dalam buku berjudul Huí gù zhōng wén de guī fàn huà (Tinjauan Kembali dan Pandangan di dalam Bahasa dan Tulisan Formal Tionghoa) menyatakan bahwa dirinya pernah membaca buku mengenai fraseologi Mandarin yang dikoleksi oleh seorang wisatawan asing. Salah satu fenomena bahasa yang tidak pernah diperhatikan oleh ahli linguistik Tiongkok dapat digambarkan dalam tabel berikut:
4
Tabel 1. Fenomena Bahasa yang Tidak Pernah Diperhatikan SW
Kata Sisipan
Contoh
shàng dàng ‗dibohongi‘
tā de ‗dia‘
shàng tā de dàng ‗dibohongi dia‘
dǎo luàn ‗bercanda‘
wǒ de ‗saya‘
dǎo wǒ de luàn ‗mencandaiku‘
shēng qì ‗marah‘
wǒ de ‗saya‘
shēng wǒ de qì ‗saya dimarahi‘
suí biàn ‗terserah‘
nǐ de ‗kamu‘
suí nǐ de biàn ‗terserah kamu‘
Dalam tabel di atas, SW shàng dàng ‗dibohongi‘, dǎo luàn ‗bercanda‘, shēng qì ‗marah‘, dan suí biàn ‗terserah‘, disisipi objek tā de ‗dia‘, wǒ de ‗saya‘, dan nǐ de ‗kamu‘ sehingga menjadi shàng tā de dàng ‗dibohongi dia‘, dǎo wǒ de luàn ‗mencandaiku‘, shēng wǒ de qì ‗saya dimarahi‘, dan suí nǐ de biàn ‗terserah kamu. Hu (2012) berpendapat bahwa SW adalah sebuah kata yang terdiri dari 2 morfem, yaitu morfem A + morfem B, unsur kata sisipan X dapat disisipkan di antara morfem A dan morfem B dengan makna AB tidak berubah. Sebagai contoh, berikut SW bāng máng digunakan untuk menjelaskan dengan lebih mendalam. (3a) bāng máng = bāng ‗tolong‘ + máng ‗sibuk‘ = menolong Suǒyǒu rén
dōu
guòlái bāngmáng
zuòshì
le.
semua orang semua ke sini tolong sibuk kegiatan Pasp (telah) ‗Semua orang ke sini menolongnya.‘ (3b) bāng máng = bāng ‗tolong‘ + máng ‗sibuk‘ = menolong
5
bāng guo máng = bāng ‗tolong‘ + guo ‗Pasp (pernah)‘ + máng ‗sibuk‘ = pernah minta tolong Wǒ céngjīng
qǐng
saya
minta dia
pernah
tā
bāng guo
máng.
tolong Pasp (telah) sibuk
‗Saya pernah minta tolong kepadanya.‘ (3c) bāng máng = bāng ‗tolong‘ + máng ‗sibuk‘ = menolong bāng dé shàng máng = bāng ‗tolong‘ + dé shàng ‗mampu‘ + máng ‗sibuk‘ = mampu menolong Zhǐ yǒu wáng cái néng bāng dé shàng máng. hanya
Wang bisa
tolong mampu sibuk
‗Hanya Wang mampu memberi bantuan.‘ (3d) bāng máng = bāng ‗tolong‘ + máng ‗sibuk‘ = menolong bāng yī gè máng = bāng ‗tolong‘ + yī gè ‗1 kali‘ + máng ‗sibuk‘ = minta tolong satu kali Qǐng nǐ
bāng yīgè
máng,
hǎo ma?
minta kamu tolong 1 kali kali sibuk,
boleh
‗Boleh minta tolong 1 kali sama kamu?‘ (3e) bāng máng = bāng ‗tolong‘ + máng ‗sibuk‘ = menolong
6
bāng liǎng tiān máng = bāng ‗tolong‘ + liǎng tiān ‗2 hari‘+ máng ‗sibuk‘ = menolong selama 2 hari Wáng guò lái bāng liǎng tiān máng. Wang ke sini tolong 2 hari sibuk ‗Wang membantu di sini selama 2 hari.‘ (3f) bāng máng = bāng ‗tolong‘ + máng ‗sibuk‘ = menolong bāng shén me máng=bāng‗tolong‘ +shén me‗apa‘ + máng ‗sibuk‘= menolong apa Yào wǒ mau
bāng shén me máng?
saya tolong apa sibuk
‗Apa yang bisa saya bantu?‘ (3g) bāng máng = bāng ‗tolong‘ + máng ‗sibuk‘ = menolong bāng wǒ de máng=bāng ‗tolong‘ + wǒ de ‗saya‘ + máng ‗sibuk‘ = menolong saya Nǐ
kě yǐ
Kamu mau
bāng
wǒ de máng ma?
tolong
saya sibuk
‗Bisa atau tidak kamu membantu saya?‘
7
Dalam contah di atas, dapat dilihat bahwa makna polisilabel bāng máng ‗bantu/tolong‘ bukan makna gabungan morfem bebas bāng ‗tolong‘ dan morfem terikat máng ‗sibuk‘, melainkan makna baru yang didasarkan pada morfem bāng dan morfem máng. Dalam penggunaa kata bāng máng sehari-hari, terkandung unsur bāng dan máng membentuk satu kesatuan yang erat (yang maknanya berasal dari bentuk asalnya), misalnya pada contoh (3a). Namun, dalam situasi tertentu, unsur kata lain harus disisipkan ke dalam kata bāng máng, menjadi struktur terpisah ―bāng X máng‖, misalnya contoh (3b) – (3g). Dalam bahasa Mandarin, kata seperti bāng máng, yang terdiri dari dua morfem, dapat dipakai secara terpisah (3b-3g) dan dapat dipakai secara tergabung (3a), tetapi makna keseluruhannya masih tetap bertahan, hal inilah yang disebut SW. Yanxi (2001) mengatakan bahwa dalam bahasa Inggris juga terdapat SW, misalnya, take off yang menjadi take it off atau take me off. Akan tetapi, jumlah SW dalam bahasa Inggris tidak sebanyak dan serumit dalam bahasa Mandarin. Peneliti pernah mengajar bahasa Mandarin di Doremi International School (Bali) dan Jurusan Mandarin di Sekolah Vokasi Universitas Gadjah Mada selama setahun lebih. Peneliti menemukan bahwa pembelajar bahasa Mandarin mengalami kesulitan dalam menggunakan SW dalam bahasa Mandarin, misalnya: (4) Mā mā fā
shāo
le
liǎng tiān.
Ibu membakar panas Paps(telah) 2 hari
8
Dalam contoh di atas, fā shāo ‗demam‘ terdiri dari fā ‗membakar‘ dan shāo ‗panas‘ merupakan sebuah SW, unsur keterangan kalimat le ‗Pasp (telah)‘ dan liǎng tiān ‗2 hari‘ harus disisipkan ke dalam unsur predikat kalimat fā shāo sehingga menjadi Māmā fā le liǎng tiān shāo. ‗Ibu telah demam selama 2 hari.‘. Kesalahan tersebut sering terjadi pada pembelajar bahasa Mandarin di Indonesia. (5) * Tā
xuǎn zé
liú
le
xué.
Dia memutuskan di luar negeri Pasp(telah) belajar Dalam contoh di atas, liú xué ‗belajar di luar negeri‘ terdiri dari liú ‗di luar negeri‘ dan xué ‗belajar‘ merupakan sebuah SW. Kata aspek le ‗Pasp (telah)‘ untuk menerangkan xuǎn zé ‗memutuskan‘ dengan makna dia sudah memutuskan sesuatu, tidak untuk menerangkan liú xué ‗belajar di luar negeri‘ dengan makna dia sudah selesai belajar di luar negeri. Maka, le tidak dapat disisipkan ke SW liú xué. Kesalahan tersebut juga sering terjadi bagi pembelajar bahasa Mandarin di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti ingin meneliti SW secara lebih mendalam agar dapat memberikan manfaat bagi pembelajar asal Indonesia yang belajar bahasa Mandarin.
1.2. Rumusan Masalah 1.2.1. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut.
9
(1) Bagaimana tipe konstruksi SW dalam bahasa Mandarin? (2) Bagaimana tipe kata yang dapat disisipkan ke dalam SW bahasa Mandarin? (3) Bagaimana fungsi sintaksis SW dalam bahasa Mandarin? 1.2.2. Ruang Lingkup Masalah Penelitian ini dibatasi pada masalah SW dalam bahasa Mandarin modern, tidak mencakup SW dalam tataran dialek, yaitu bahasa Mandarin yang dipakai di Daerah Istimewa Hongkong, Makau, Taiwan, serta bahasa Mandarin kuno. Penelitian ini berkonsentrasi pada pembahasan semantik dan sintaksis SW dalam bahasa Mandarin karena SW tidak hanya dapat dipakai pada bentuk asalnya, tetapi juga dapat dipakai secara terpisah.
1.3. Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah dirumuskan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut. (1) Mendeskripsikan tipe konstruksi SW dalam bahasa Mandarin. (2) Mendeskripsikan tipe kata yang dapat disisipkan ke dalam SW dalam bahasa Mandarin. (3) Mendeskripsikan fungsi sintaksis SW dalam bahasa Mandarin.
10
1.4. Manfaat Penelitian 1.4.1. Manfaat Teoretis Seperti yang kita ketahui, dunia berkembang setiap harinya. Untuk memenuhi perkembangan sosial, seperti perkembangan ilmu pengetahuan, kebudayaan, ekonomi, dan lain-lain, kosakata bahasa yang terkait juga mengalami perkembangan, baik tambahan kosakata yang diperlukan maupun inovasi kosakata, dari tataran rumit menjadi lebih sederhana. Terdapat 3.284 SW yang sudah diresmikan dalam Xiàn dài hàn yǔ cí diǎn (Kamus Besar Bahasa Mandarin Modern)—selanjutnya disingkat KBBM—edisi kelima. Dalam KBBM, SW ditandai dengan ‗//‘, misalnya, lí // hūn ‗cerai‘. Sebagai penutur asli bahasa Mandarin, peneliti menemukan bahwa ada beberapa kata yang belum dicatat dalam KBBM, termasuk SW dalam bahasa lisan dan bahasa tulis on-line. Secara
teoretis,
penelitian
ini
akan
memberikan
kontribusi
dalam
perkembangan ilmu bahasa Mandarin, khususnya di bidang SW. Lebih lanjut, penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada peneliti lain yang ingin mengembangkan penelitian tentang SW dalam bahasa Mandarin. 1.4.2. Manfaat Praktis Secara praktis, penelitian ini dapat bermanfaat bagi penutur asli bahasa Mandarin dan orang Indonesia yang ingin belajar atau mempelajari bahasa Mandarin. Penelitian ini akan membantu pembelajar mengatasi kesulitan menggunakan SW dalam bahasa Mandarin. Dengan membaca penelitian ini,
11
pembelajar dapat memahami pengertian baru terhadap SW dalam bahasa Mandarin. Selain itu, dosen atau guru bahasa Mandarin juga akan mendapatkan metode pengajaran gramatikal yang baru. Penelitian ini diharapkan memiliki manfaat untuk menarik perhatian para penutur asli (WNT) dan orang asing pada perkembangan SW. Penelitian ini juga dapat mengingatkan orang yang sudah berumur dan rakyat umum (WNT) agar jangan hanya memperhatikan dan merasa puas dengan kata-kata yang sudah ada pada saat ini, tetapi juga memperhatikan dan mendorong perkembangan bahasa baru yang muncul. Misalnya, SW yang belum diresmikan tetapi sudah dipakai dan diakui oleh rakyat umum.
1.5. Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai SW telah banyak dilakukan oleh para peneliti sebelumnya. Lom Jim Mim (2013), seorang penutur bahasa Indonesia yang belajar bahasa Mandarin di Tianjian Foreign University, melakukan penelitian mengenai kesalahan dan kesulitan SW yang dihadapi oleh penutur bahasa Indonesia, menunjukkan bahwa penutur bahasa Indonesia sangat sulit memahami cara menggunakan SW dalam bahasa Mandarin. Misalnya, SW bāng máng ‗minta tolong‘, jika hendak menyampaikan ‗saya mau minta tolong‘ sering terjadi kesalahan penggunan kalimat: Bāng máng wǒ. Kalimat yang benar adalah: Bāng wǒ máng. Kata wǒ ‗saya‘ itu harus disisipkan ke bāng máng ‗minta tolong‘. Mim juga menjelaskan bahwa terdapat SW dalam bahasa Mandarin yang digolongkan ke dalam rumpun bahasa Indo-Tibet, sedangkan tidak terdapat SW dalam bahasa
12
Indonesia yang digolongkan ke rumpun bahasa Austronesia. Li Muyao (2013) dalam penelitian berjudul Analysis of the Acquisition of the Verba-object Cluth Verba with Complement of Indonesia Students menemukan kesulitan SW bertipe verba-komplemen yang disisipi oleh pelengkap dan memberikan solusi untuk mengatasi kesulitan tersebut agar penutur bahasa Indonesia dapat mengatasi kesulitan yang sedang dihadapi ketika mempelajari bahasa Mandarin. Qin Si Hong (2011) dari Universitas Sumatera Utara menemukan kesalahan penggunaan SW bahasa Mandarin bagi penutur Indonesia dalam 3 jenis. Pertama, penggunaan SW disamakan dengan kata majemuk yang tidak dapat dipakai secara terpisah; kedua, kata majemuk disalahgunakan sebagai SW; ketiga, kesalahan penggunaan SW, yaitu SW yang harus dipakai secara terpisah atau dipakai secara tergabung. Hong juga mengajukan solusi untuk mengatasi tiga kesalahan tersebut. Siauphing dan Lihui (2006) dalam The Analysis on Errors and Causes for Indonesia Students Misuse of Seperable Word menyampaikan bahwa pembelajar penutur Indonesia sulit membedakan antara SW berbentuk asal (dipakai secara tergabung) dengan kata majemuk. Zhao dan Zhang (1996) dalam buku berjudul Penentuan Sifat Separable Words menerangkan acuan cara penentuan SW secara sistematis sebagai berikut. Pertama, kata yang komposisinya terdiri dari morfem pasangan disebut dengan SW, sedangkan kolokasi kata menjadi sangat terbatas, yaitu satu komposisi bersifat verba hanya bisa digabungkan dengan satu komposisi bersifat nomina atau satu komposisi bersifat nomina digabungkan dengan satu komposisi bersifat
13
verba; kedua, kata berstruktur verba-nomina yang tidak bersifat verba-predikat, tetapi digunakan dengan sifat verba-predikat, kata itulah yang disebut SW; ketiga, kata yang dapat dipakai secara terpisah dan bersifat nomina atau adjektiva, kata itulah yang disebut SW. Shuxiang (1979) dalam buku berjudul Fēn xī hàn yǔ yǔ fǎ wèn tí (Menganalisis Persoalan Mengenai Gramatikal dalam Bahasa Mandarin) menunjukkan bahwa kata yang disebut SW hanya dapat memiliki arti yang tunggal, sedangkan morfem tidak dapat memerankan arti kata sebenarnya. Wangdao (1940), orang pertama yang memperhatikan SW dalam bahasa Mandarin, di dalam buku berjudul Huí gù zhōng wén de guī fàn huà (Tinjauan Kembali dan Pandangan di dalam Bahasa dan Tulisan Formal Tionghoa) menyatakan bahwa pernah membaca buku mengenai fraseologi Mandarin yang dikoleksi oleh seorang wisatawan asing. Penelitian-penelitian yang telah disebutkan di atas merupakan kajian mengenai SW dalam bahasa Mandarin oleh peneliti WNT dan WNI. Bila dibandingkan dengan SW yang akan peneliti kaji terdapat perbedaan dalam hal cara mengkaji dan objek kajiannya. Dengan demikian, kajian pustaka ini dapat sedikit memberikan gambaran bahwa penelitian ini berbeda dengan penelitianpenelitian sebelumnya tentang SW dalam bahasa Mandarin.
14
1.6. Landasan Teori 1.6.1. Morfem dan Kata dalam Bahasa Mandarin Chaer (2007) mengemukakan bahwa morfem biasanya dilambangkan dengan mengapitnya di antara tanda kurung kurawal. Misalnya, kata Masjid dalam bahasa Indonesia dilambangkan sebagai {masjid}; kata kedua dilambangkan menjadi {ke}+{dua}. Ramlan (2012) memaparkan setiap bentuk tunggal, baik termasuk golongan satuan bebas maupun satuan terikat, merupakan satu morfem. Satuan bersepeda, terdiri dari dua morfem, yaitu morfem {ber-} dan morfem {sepeda}. Morfem adalah satuan bahasa terkecil yang mengandung makna atau arti yang relatif stabil dan tidak dapat dibagi lagi atas beberapa bagian yang bermakna lebih kecil (Lvhua, 2013), misalnya: (6) Wǒ zài xué xí. —— 4 morfem saya sedang belajar-melatih ‗Saya sedang belajar.‘ (7) pú táo ‗anggur‘——1 morfem Linguis Wang Sumei (1999) mengatakan bahwa dalam bahasa Mandarin terdapat 2 morfem, yaitu morfem bebas dan morfem terikat. Morfem bebas dapat langsung menjadi kata dan dapat langsung digunakan dalam kalimat, sedangkan morfem terikat tidak dapat langsung menjadi kata, tetapi harus digabungkan
15
dengan morfem lain terlebih dahulu agar dapat digunakan dalam kalimat, misalnya: (8) wǒ = ‗saya‘ Wǒ hé tā
shì
hǎo péng yǒu.
saya dan dia adalah baik sahabat ‗Saya dan dia adalah sahabat baik.‘ Dalam contoh di atas, morfem bebas wǒ ‗saya‘ dapat langsung digunakan dalam kalimat. (9) men = ‗digunakan di belakang pronomina dan nomina yang mengacu pada orang untuk menyatakan jamak‘ tā men = tā ‗dia‘ + men ‗digunakan di belakang pronomina dan nomina yang mengacu pada orang untuk menyatakan jamak‘ = mereka Tā men shì hǎo péng yǒu. mereka adalah baik sahabat ‗Mereka adalah sahabat baik.‘ Dalam contoh di atas, morfem terikat men tidak dapat digunakan dalam kalimat, tetapi harus digabung dengan morfem lain lebih dahulu agar dapat digunakan untuk menyampaikan sesuatu.
16
Kata merupakan bentuk bebas yang paling kecil, atau dengan kata lain, setiap satu bentuk bebas merupakan kata (Ramlan, 1978:12), misalnya: (10) wǒ men shì xué shēng——3 kata kami adalah siswa Dalam contoh di atas, wǒ men ‗kita‘, shì ‗adalah‘, dan xué shēng ‗siswa‘ adalah kata. Kata wǒ men ‗kita‘ terdiri dari dua morfem, yaitu morfem bebas wǒ ‗saya‘ dan morfem terikat men. Kata shì ‗adalah‘ terdiri dari satu morfem, berarti morfem bebas yang dapat langsung menjadi kata. 1.6.2. SW dalam Bahasa Mandarin Sifat SW dalam bahasa Mandarin sampai saat ini masih belum disepakati, ada yang menganggap SW sama dengan kata, ada yang menganggap SW sama dengan frase, juga ada yang menganggap SW bukan hanya kata, melainkan juga frase. Wu Daoqing dan Li Zhongchu (dalam Hua Yushan, 2001) berpendapat bahwa SW adalah kata dengan dua alasan berikut: pertama, SW dipakai secara terpisah, kedua morfem tersebut masing-masing tidak bermakna mandiri di dalam kalimatnya; kedua, SW dipakai secara terpisah dengan makna keseluruhannya masih tetap dipertahankan. Alasan kedua tersebut justru menjadi dasar untuk mendefinisikan sifat kata dalam bahasa Mandarin. Banyak pula linguis yang senada dengan pendapat kedua linguis tersebut, di antaranya Lin Handa (1979), Zhao Yuanren (2004), dan Yu Jingjing (2005).
17
Wangli (dalam Jiang Huo, 2002) berpendapat bahwa SW adalah frase dengan alasan SW itu dapat dipakai secara terpisah, penggunaannya sama dengan frase dalam bahasa Mandarin. Ma Penggju (2001) menganalisis SW melalui pengetahuan psikologi dan menemukan bahwa kebanyakan masyarakat Tiongkok menggunakan SW pada tataran dan fungsi yang sama dengan frase. Banyak pula linguis yang senada dengan pendapat kedua linguis tersebut, di antaranya Lv Shuxiang (1979) dan Wang Huan (1995). Zhu Dexi (dalam Lu Zhiwei, 2003) berpendapat jika SW dipakai secara tergabung, maka dianggap sebagai kata, jika dipakai secara terpisah, maka dianggap sebagai frase. Senada dengan itu Zhao Jinge (1984), Zhao Shuhua (1996), dan Zhou Zhishang (1998), juga berpendapat demikin. Sampai sekarang, pendapat mengenai SW dalam bahasa Mandarin masih belum diseragamkan, tetapi pendapat yang paling banyak diakui oleh para linguis adalah pendapat Yu. Yu Shumin (2001) dalam Karakter dan Definisi Separable Words dalam Bahasa Mandarin mengatakan bahwa apa yang dapat disebut SW harus memenuhi persyaratan berikut. Pertama, harus bersilabel 2 berdasarkan fonologi; kedua, harus berasal dari kelompok kata gabungan berdasarkan struktur; ketiga, terdiri dari 2 morfem; keempat, penggunaan dapat dipakai secara terpisah dan tergabung dengan makna keseluruhannya tetap. 1.6.3. Hubungan Semantik dalam SW Kambartel (1979:195) berpendapat bahwa semantik adalah studi tentang makna. Menurutnya, semantik mengasumsikan bahwa bahasa terdiri dari struktur
18
yang memaparkan makna apabila dihubungkan dengan objek dalam pengalaman dunia manusia. Verhaar (1983:124) mengatakan bahwa semantik berarti teori makna atau teori arti. Abdul Chaer (1994:89) menunjukkan bahwa semantik adalah ilmu tentang makna atau arti, yaitu salah satu dari tiga tataran analisis bahasa (fonologi, gramatikal, dan semantik). Makna keseluruhan SW tidak ditunjukkan oleh makna morfem ketika dipakai secara terpisah, tetapi maknanya menjadi lebih luas ketika ada sisipan di tengahnya. SW terdiri dari 2 morfem, makna kedua morfem itu harus tetap bertahan meskipun ada kata sisipan di tengahnya, contohnya kamar kecil dengan kamar yang kecil. Kata kamar kecil tidak dapat disebut SW karena makna kata kamar kecil sudah berubah ketika partikel yang disisipkan ke tengahnya. Dengan demikian, kata sisipan X dapat disisipkan di antara morfem A dan morfem B. Perhatikan bagan berikut ini: Morfem A ↕
→
Makna C
Morfem B Morfem A + Sisipan D + Morfem B
= Makna C + Makna D
1.6.4. Penggolongan Kata Menurut Zhu (dalam Lvhua, 2013:13) kriteria utama untuk menggolongkan kata-kata dalam bahasa Mandarin adalah perbedaan fungsi gramatikal dengan
19
mempertimbangkan maknanya. Berdasarkan fungsi gramatikalnya, kata-kata bahasa Mandarin dapat dibagi menjadi kata penuh dan partikel. Kata penuh umumnya mempunyai makna dan dapat menjadi unsur kalimat. Kata penuh dapat dibagi menjadi nomina, verba, adjektiva, numeralia, kata penyukat, pronomina, dan kata keterangan. Partikel umumnya tidak dapat menjadi unsur kalimat, tetapi dapat dipakai untuk mengungkapkan makna gramatikal, modus, dan corak emosional. Partikel meliputi preposisi, konjungsi, kata bantu, kata peniru bunyi, dan kata seru.
1.7. Metode Penelitian Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif karena menggunakan kata-kata atau kalimat dalam suatu struktur yang logis untuk menjelaskan konsep-konsep dalam hubungan satu sama lain (Danandjaja, 1990:96). Penerapan metode kualitatif dilakukan secara deskriptif, dalam konteks penelitian ini data yang dianalisis dan hasil analisis berbentuk deskriptif fenomena, tidak berupa angka-angka atau koefisien tentang hubungan antarvariabel (Aminuddin, 1990:16). Penelitian ini dilakukan dengan menerapkan 3 tahapan kerja, yaitu: penyediaan data, analisis data, dan penyajian hasil analisis data. Setiap tahapan dalam penelitian ini menggunakan metode dan teknik tertentu.
20
1.7.1. Penyediaan Data Sudaryanto (1993:132) menyebutkan 2 macam metode dalam penyediaan data, yaitu metode simak dan metode introspeksi. Penyediaan data dalam penelitian ini menggunakan kedua metode tersebut. Aktivitas metode simak dalam penelitian ini dilakukan dengan menyimak dan mencatat penggunaan bahasa tertulis. Data pustaka diambil dari A Dictionary the Usage of Common Chinese Separable Words, Tata Bahasa Mandarin Modern, dan KBBM. Data tersebut kemudian diambil dan diklasifikasikan sesuai dengan tipenya, termasuk tipe verba-objek atau tipe lainnya. Setelah itu, data digolongkan lagi berdasarkan tipe kata yang dapat disisipkan ke SW dan dibahas fungsi sintaksis SW dalam bahasa Mandarin. Aktivitas metode introspeksi digunakan dengan memanfaatkan intuisi bahasa peneliti yang meneliti bahasa yang dikuasainya (bahasa ibu) untuk menyediakan data yang diperlukan bagi analisis sesuai dengan tujuan penelitiannya. Peneliti mengumpulkan kalimat yang mengandung SW yang sering digunakan oleh WNT melalui pengalaman peneliti sebagai penutur asli bahasa Mandarin. 1.7.2. Analisis Data Dalam penelitian ini, analisis data meliputi beberapa tahapan sebagai berikut. 1. Mengklasifikasikan tipe konstruksi SW dalam bahasa Mandarin. 2. Mengklasifikasikan tipe kata yang dapat disisipkan ke SW dalam bahasa Mandarin.
21
3. Mendeskripsikan fungsi sintaksis SW dalam bahasa Mandarin. Peneliti menggunakan data pustaka dan intuisi kebahasaannya dalam menjelaskan kemungkinan-kemungkinan kesulitan yang dihadapi pelajar dalam mempelajari SW dalam bahasa Mandarin berdasarkan pengalaman pengajaran bahasa Mandarin di Indonesia. 1.7.3. Penyajian Data Penyajian hasil analisis penelitian dilakukan dengan menggunakan metode informal dan formal. Metode informal adalah metode yang menyajikan hasil analisis data dengan menggunakan kata-kata biasa, sedangkan metode formal adalah metode yang menyajikan hasil analisis data dengan menggunakan tanda atau lambang-lambang tertentu. Tanda yang dimaksud di antaranya: tanda tambah (+), tanda minus (-), tanda bintang (*), tanda kurung biasa (()), tanda kurung kurawal ({}), dan tanda kurung siku ([]). Adapun lambang yang dimaksud di antaranya: lambang huruf sebagai singkatan nama (S, P, O, V, K), lambang sigma (∑) untuk satuan kalimat, dan berbagi diagram (Sudaryanto, 1993:145). Penelitian ini menggunakan banyak data dan contoh untuk menjelaskan makna yang peneliti ingin sampaikan, juga menggunakan banyak tabel dan gambar yang cukup jelas untuk mendeskripsikan makna semantik kata-kata yang disebutkan. Contoh dan data yang diambil sedapat mungkin dari pustaka formal.
22
1.8. Sistematika Penyajian Penelitian ini terdiri dari lima bab, dengan sistematika sebagai berikut. Bab I:
Pendahuluan
Bab II:
Tipe konstruksi SW dalam bahasa Mandarin dapat dibagi menjadi 4, yaitu tipe verba-objek, tipe verba-komplemen, tipe koordinatif, dan tipe subjek-predikat
Bab III:
Tipe kata yang dapat disisipkan ke dalam SW dalam bahasa Mandarin dapat dibagi menjadi lima, yaitu tipe kata aspek, tipe frase penyukat, tipe pronomina, tipe kata penjelas bertingkat dan tipe preposisi
Bab IV:
Fungsi sintaksis SW dalam bahasa Mandarin
Bab V:
Kesimpulan