BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Karya tulis ilmiah banyak diyakini merupakan karya tulis yang menyampaikan informasi secara langsung, akurat dan objektif. Tidak sedikit ditemukan buku panduan penulisan karya ilmiah baik untuk mahasiswa maupun ilmuwan yang bermaksud untuk menulis karya ilmiah dan mempublikasikannya dalam jurnal ilmiah yang mendukung pandangan tersebut (lihat, mis., Alley, 1987; Bolsky, 1988; Hacker, 2008; Hedge, 1994; Lipson, 2005; Manser, 2006; Strunk & White, 2000; Taylor, 2005). Sebagai contoh, Hedge (1994: 92) menegaskan bahwa karya tulis ilmiah memiliki ciri-ciri pokok di antaranya langsung, akurat dan objektif seperti telah disebutkan di atas, sedangkan Alley (1987: 28) memandang presisi sebagai tujuan utama karya tulis ilmiah dan oleh karena itu kekaburan dan ketidakjelasan harus dihindari. Ini mengimplikasikan bahwa bentuk-bentuk lingual seperti, misalnya, about, appear, may, perhaps dan suggest, yang mengungkapkan kemungkinan dan ketidakpastian, yang sering juga disebut sebagai hedging devices atau peranti pembentengan, bukanlah ciri khas karya tulis ilmiah. Booth (1985: 11) berargumentasi bahwa karya tulis yang banyak dihiasi dengan peranti pembentengan menunjukkan bahwa karya tulis tersebut belum layak untuk diterbitkan. Oleh sebab itu, seperti halnya Alley (op. cit.), Bolsky (1988: 61-62) juga menganjurkan agar
BAB I: PENDAHULUAN | 1
BAB I: PENDAHULUAN | 2
ungkapan-ungkapan seperti itu dihindari dan sebagai gantinya digunakan ungkapanungkapan langsung yang menunjukkan secara eksplisit bahwa apa yang disampaikan tidak akurat. Dengan kata lain, banyak pakar beranggapan bahwa karya tulis ilmiah merupakan karya tulis yang menyampaikan informasi secara akurat, impersonal, dan objektif. Oleh sebab itu, pemakaian peranti pembentengan yang sering dikaitkan dengan kekaburan yang tidak ilmiah (Salager-Meyer, 1994) dan berkonotasi negatif (Skelton, 1988a) harus dihindari dan bukanlah strategi yang berguna bagi penulis karya ilmiah. Anggapan tersebut agaknya merefleksikan pandangan tradisional tentang karya tulis ilmiah, yang oleh Bazerman (1984: 163-164) telah diidentifikasi memiliki ciri-ciri sebagai berikut: (a) ilmuwan harus menjauhkan diri dari laporanlaporan mengenai hasil karyanya sendiri dan oleh karenanya menghindari semua pemakaian pronomina persona pertama, (b) karya tulis ilmiah harus objektif dan akurat, mengikuti matematika sebagai model, (c) karya tulis ilmiah harus menghindari pemakaian metafora dan segala macam bentuk fantasi retoris untuk menemukan hubungan yang jelas antara kata dan objek, dan (d) karya tulis ilmiah harus mendukung klaim-klaim yang dikemukakan di dalamnya dengan bukti empiris dari alam, terutama bukti eksperimental.
Namun demikian, menarik untuk dicatat bahwa tidak semua pakar dan buku panduan penulisan karya ilmiah (lihat, mis., Hyland, 1998; Jordan, 1997; Master, 1986; Myers, 1989; Salager-Meyer, 1994; Skelton, 1988a) mengikuti pandangan yang ‘miring’ tentang peranti pembentengan seperti tersebut di atas. Bagi Skelton (1988a: 39), ungkapan-ungkapan yang menunjukkan kemungkinan, ketidaktepatan
BAB I: PENDAHULUAN | 3
dan kekaburan seperti itu bukan saja boleh digunakan melainkan juga pantas digunakan dalam karya tulis ilmiah.
Banyaknya pemakaian peranti pembentengan dalam karya tulis ilmiah sebenarnya telah lama diakui. Bahkan, sebagaimana dilaporkan oleh Shapin (1984), ilmuwan terkemuka abad ke-17 Robert Boyle pun memanfaatkan ungkapanungkapan yang demikian itu. Menurut Hyland (1998), Boyle dapat dianggap sebagai tokoh yang membantu menciptakan retorika yang menjadi fondasi bagi komunikasi ilmiah. Salah satu peranti kebahasaan yang paling penting dari retorika ilmiah ini adalah apa yang sekarang kita sebut sebagai bentuk-bentuk lingual pembentengan. Sebagaimana dikutip oleh Shapin (op. cit.: 495), Boyle mengatakan bahwa “in almost every one of the following essays I (…) speak so doubtingly, and use so often, perhaps, it seems, it is not improbable, and such other expressions, as argue a diffidence of the truth of the opinions I incline to (…)” ‘dalam hampir semua esai berikut saya (…) berbicara dengan penuh keraguan, dan menggunakan dengan begitu sering, mungkin, tampaknya, bukan tidak mungkin, dan ungkapan-ungkapan lain semacam itu, karena tidak yakin akan kebenaran gagasan-gagasan yang saya miliki (…)’. Yang dapat disampaikan secara pasti, menurut Boyle, hanya fakta yang ditemukan, bukan yang diciptakan. Boyle menegaskan: “I dare speak confidently and positively of very few things, except of matters of fact” (ibid.: 496) ‘Saya berani berbicara dengan penuh keyakinan dan secara positif hanya mengenai sangat sedikit hal, kecuali hal-hal yang faktual sifatnya’.
BAB I: PENDAHULUAN | 4
Satu paragraf contoh di bawah ini, yang dikutip dari bagian Pembahasan dari sebuah artikel penelitian yang merupakan bagian dari korpus penelitian ini, memberikan ilustrasi pemakaian pembentengan yang banyak ditemukan dalam karya tulis ilmiah. Untuk memudahkan penyebutan dan pembahasan, masing-masing kalimat dalam contoh ini diberi nomor. (Informasi mengenai pemakaian kode dalam tanda kurung setelah contoh dapat dilihat pada bagian Metode di bawah.)
(1)
(1) This leads to another question concerning the function of subtitles in a more general sense. (2) Hatim and Mason (2000) claim that subtitles merely serve as a guide to what is going on in the original language, and given the practical limitations involved, providing a guide may be the only realistic option. (3) Furthermore, considering the fact that reductions are inevitable, it would be naive to think that certain pragmatic aspects of the dialogue would not have to be sacrificed. (4) In fact, among a series of recommendations for subtitling, Karamitroglou (1998) includes the category of altering syntactic structures. (5) According to the author, due to the limitations of the medium, simpler and shorter structures are preferred over more complex ones, as long as the modifications achieve a balance between syntax, pragmatics and stylistics. (6) One of the proposed suggestions for this category provided by Karamitroglou is to change indirect requests to direct imperatives. (7) If in fact this type of syntactic alteration toward more directness is commonplace, as the corpus for this study indicates, and even recommended, as Karamitroglou (1998) proposes, one might posit the following question: With subtitles showing a general trend toward more directness or abruptness, what are the risks of undermining or compromising the original artistic creation? (HE04D) “(1) Hal ini mengarah ke satu pertanyaan lain mengenai fungsi teks film dalam arti yang lebih umum. (2) Hatim dan Mason (2000) mendaku bahwa teks film hanyalah berfungsi sebagai panduan mengenai apa yang sedang terjadi dalam bahasa aslinya, dan mengingat keterbatasanketerbatasan praktis yang ada, sebuah panduan mungkin merupakan satusatunya pilihan yang realistis. (3) Lagi pula, mengingat bahwa reduksi tidak dapat dihindari, naif agaknya untuk berpikiran bahwa aspek-aspek pragmatik tertentu tidak perlu harus dikorbankan. (4) Sesungguhnya, di antara sekian rekomendasi tentang penulisan teks film, Karamitroglou (1998) mencantumkan kategori mengubah struktur sintaktis. (5) Menurut pengarang tersebut, karena keterbatasan medium, struktur yang lebih sederhana dan lebih pendek lebih disukai daripada struktur yang lebih
BAB I: PENDAHULUAN | 5
kompleks, sepanjang modifikasi tersebut memenuhi keseimbangan antara sintaksis, pragmatik dan stilistika. (6) Salah satu saran yang diusulkan untuk kategori ini yang diberikan oleh Karamitroglou adalah mengubah permintaan tidak langsung menjadi perintah langsung. (7) Apabila perubahan sintaktis ke arah struktur langsung semacam itu ternyata banyak dijumpai, sebagaimana diindikasikan oleh korpus penelitian ini, dan bahkan direkomendasikan, seperti yang diusulkan oleh Karamitroglou (1998), maka kita mungkin dapat menyampaikan pertanyaan berikut: Mengingat teks film secara umum cenderung langsung dan kasar, risiko-risiko apa yang mengurangi atau merusak kreasi artistik aslinya?”
Contoh di atas memperlihatkan bahwa di dalam paragraf yang ringkas tersebut ditemukan cukup banyak pemakaian bentuk lingual pembentengan, baik yang leksikal maupun yang non-leksikal. Beberapa di antaranya berupa nomina epistemis (suggestion), verba bantu modal epistemis (may, would dan might), verba leksikal modal epistemis (claim, think, indicate, propose dan posit), konstruksi impersonal (It would be naïve to think that, the corpus for this study indicates that), konstruksi interogatif (With subtitles (…), what are the risks (…)?), konstruksi kondisional (If in fact (…), one might posit the following question: (…)) dan konstruksi pasif (would not have to be sacrificed dan are prefered).
Dapat diamati dari contoh di atas bahwa di dalam hampir semua kalimat dalam paragraf di atas ditemukan bentuk-bentuk lingual pembentengan. Dalam kalimat (2), verba leksikal claim digunakan untuk menjauhkan penulis artikel dari tanggung jawab atas kebenaran pernyataan subtitles merely serve as a guide to what is going on in the original language; tanggung jawab sebaliknya seolah dibebankan kepada subjek kalimatnya yang disitat oleh penulis artikel, yaitu Hatim and Mason. Dalam kalimat yang sama, dalam klausa bebas yang kedua ditemukan verba bantu may yang
BAB I: PENDAHULUAN | 6
mengungkapkan kehati-hatian penulis artikel dalam menyampaikan informasi yang terkandung dalam klausa tersebut.
Kalimat (3) memperlihatkan pemakaian bentuk pembentengan yang lebih rumit. Ungkapan it would be naive to think dapat dianggap mencakup tiga bentuk sekaligus: bentuk pertama adalah verba bantu would yang menunjukkan bahwa proposisi yang terdapat dalam klausa terikat that certain pragmatic aspects of the dialogue would not have to be sacrificed bersifat hipotetis; bentuk kedua adalah verba leksikal epistemis think yang mengungkapkan bahwa proposisi dalam klausa terikat tersebut berstatus tentatif dan subjektif; dan bentuk terakhir adalah bentuk konstruksi impersonal it would be naive yang dalam hal ini digunakan untuk menurunkan tingkat komitmen penulis artikel terhadap kebenaran proposisi yang terkandung dalam klausa terikat yang telah disebut di atas. Selanjutnya, masih dalam kalimat yang sama, proposisi yang terdapat dalam klausa terikat tersebut dibentengi oleh dua bentuk sekaligus: bentuk pertama adalah verba bantu would yang memiliki fungsi yang sama dengan would dalam klausa utama it would be naive to think; bentuk kedua adalah konstruksi pasif be sacrificed yang fungsinya tidak jauh berbeda dengan konstruksi impersonal it would be naive, yaitu untuk menjauhkan penulis artikel dari tanggung jawab atas kebenaran proposisi yang terkandung dalam klausa terikat tersebut.
Hal serupa berlaku untuk bentuk pasif are preferred yang ditemukan dalam kalimat (5). Selanjutnya, dalam kalimat (6) ditemukan dua bentuk pembentengan yaitu, verba leksikal epistemis proposed yang secara sintaktis berfungsi sebagai modifikator dan nomina epistemis suggestion. Kedua bentuk ini mengungkapkan
BAB I: PENDAHULUAN | 7
bahwa penulis artikel tidak ingin berkomitmen terhadap kebenaran proposisi yang dikemukakan oleh Karamitroglou yang telah dikutip sebelumnya. Artinya, proposisi yang dikemukakan oleh Karamitroglou tersebut masih terbuka kebenarannya: proposisi tersebut mungkin benar, mungkin juga keliru.
Akhirnya, paragraf contoh di atas diakhiri dengan kalimat (7) yang sangat rumit apabila dilihat dari segi pemakaian bentuk pembentengan. Tidak kurang dari enam bentuk lingual digunakan untuk membentengi kalimat tersebut. Bentuk pertama adalah konstruksi kondisional riil yang diawali dengan konjungsi if. Konstruksi kondisional di sini digunakan untuk mengungkapkan bahwa informasi yang terkandung di dalamnya masih terbuka kebenarannya. Dengan menggunakan konstruksi kondisional, penulis artikel ingin berdialog dengan pembaca: klaim yang disampaikan oleh penulis hanyalah sekedar satu kemungkinan yang dapat diterima atau ditolak oleh pembaca. Bentuk pembetengan selanjutnya adalah konstruksi impersonal dalam bentuk personifikasi the corpus for this study indicates. Konstruksi ini berfungsi untuk mengalihkan tanggung jawab atas proposisi yang terkandung dalam this type of syntactic alteration toward more directness is commonplace pada subjek klausa, yaitu the corpus of the study, bukan penulis artikel. Apabila kelak terbukti bahwa pernyataan itu tidak benar, maka penulis dapat menghindar dari tanggung jawab: korpus penelitiannyalah yang keliru, bukan penelitinya. Hal yang sama berlaku untuk verba propose dalam klausa as Karamitroglou (1998) proposes, di mana tanggung jawab dibebankan kepada Karamitroglou. Bentuk pembentengan keempat dalam kalimat ini adalah verba bantu modal might yang menyatakan kemungkinan. Penulis artikel di sini beranggapan bahwa pengajuan pertanyaan yang
BAB I: PENDAHULUAN | 8
disebutkan pada akhir kalimat masih merupakan kemungkinan. Oleh sebab itu, pengajuan pertanyaan ini masih bersifat tentatif. Yang lebih menarik lagi adalah pemakaian verba modal posit setelah might. Penulis sebenarnya dapat saja menggunakan verba ask sebagai ganti dari posit. Namun, penulis artikel agaknya ingin menekankan tentatifitas pertanyaan dengan memilih verba posit yang hampir sama maknanya dengan suggest. Dengan demikian, pertanyaan yang diajukan hanyalah merupakan saran yang sudah barang tentu boleh diterima, boleh juga tidak. Bentuk terakhir adalah pertanyaan itu sendiri, yang disampaikan dalam bentuk interogatif: With subtitles showing a general trend toward more directness or abruptness, what are the risks of undermining or compromising the original artistic creation? Pertanyaan semacam ini dapat dianggap sebagai bentuk pembentengan karena pertanyaan dapat ditafsirkan sebagai upaya penulis artikel untuk melibatkan pembaca dalam proses deduksi dan argumentasi. Dalam hal ini pertanyaan tersebut mengindikasikan bahwa jawaban-jawaban penulis artikel atas pertanyaan tersebut, yang memang diberikan dalam paragraf setelahnya, dapat dianggap masih bersifat tentatif dan oleh karenanya kebenarannya pun masih terbuka.
Tidak dapat dipungkiri bahwa meskipun terkadang dianggap tidak berguna dan dipandang sebelah mata, peranti pembentengan seperti tersebut di atas terbukti memiliki peran penting dalam komunikasi pada umumnya, baik lisan maupun tulis. Skelton (1988a: 38) mengemukakan bahwa “[w]ithout hedging, the world is purely propositional, a rigid (and rather dull) place where things either are the case or are not. With a hedging system, language is rendered more flexible and the world more subtle” ‘tanpa pembentengan, dunia hanya berisi proposisi, sebuah tempat yang kaku
BAB I: PENDAHULUAN | 9
(dan agak membosankan) di mana hal-hal benar adanya atau tidak. Dengan sistem pembentengan, bahasa dibuat menjadi lebih fleksibel dan dunia pun menjadi lebih lembut.’ Dengan kata lain, menurut Skelton (ibid.), “[l]anguage without hedging is language without life” ‘bahasa tanpa pembentengan adalah bahasa tanpa kehidupan’. Lebih lanjut, Prince, Frader & Bosk (1982: 96) berpendapat bahwa pemakaian peranti pembentengan dalam percakapan antardokter anak di Unit Gawat Darurat anak-anak memperlihatkan keteraturan ilmiah dalam presentasi mereka mengenai pengetahuan.
Dalam karya tulis ilmiah pun pembentengan banyak ditemukan dan memegang peranan sangat penting (Crismore dan Farnsworth, 1990; Hyland, 1996ab, 1998; Myers, 1989; Salager-Meyer, 1994; Swales, 1990; Varttala, 2001). Menurut Hyland (1996b: 433), “[h]edging is the expression of tentativeness and possibility and it is central in academic writing where the need to present unproven propositions with caution and precision is essential” ‘pembentengan merupakan ungkapan tentatifitas dan kemungkinan dan berperan sangat penting dalam karya tulis akademis di mana kebutuhan untuk menyajikan proposisi yang belum terbukti kebenarannya dengan hati-hati dan presisi sangat penting artinya’. Adapun Crismore dan Farnsworth (1990: 135) berpendapat bahwa “hedging is the mark of a professional scientist, one who acknowledges the caution with which he or she does science and writes on science” ‘pembentengan merupakan tanda seorang ilmuwan yang profesional, seseorang yang mengakui kehatian-hatian yang digunakannya dalam melakukan sains dan menulis tentang sains’. Di samping untuk menandai profesionalisme seorang ilmuwan, pembentengan juga dapat dimanfaatkan untuk mengungkapkan “honesty, modesty and proper caution in self-reports and for diplomatically creating space in areas
BAB I: PENDAHULUAN | 10
heavily populated by other researchers” (Swales, 1990: 175) ‘kejujuran, kerendahan hati dan kehati-hatian yang semestinya dalam laporan sendiri, maupun untuk menciptakan secara diplomatis ruang penelitian di wilayah-wilayah yang sudah padat dihuni oleh peneliti-peneliti lain’.
Salah satu peran terpenting dari pembentengan barangkali adalah sebagai penanda knowledge claim atau klaim pengetahuan, yang oleh Gilbert (1976: 282) didefinisikan secara ringkas sebagai “[t]he statement of a research finding” ‘pernyataan tentang hasil penelitian’. Dalam hal ini, Myers (1989: 13) berargumentasi bahwa “a sentence that looks like a claim but has no hedging is probably not a statement of new knowledge” ‘sebuah kalimat yang kelihatan seperti sebuah klaim tetapi tidak ada penanda pembentengan di dalamnya barangkali bukan sebuah pernyataan pengetahuan baru’. Di samping itu, Hyland (1998: 245) menyatakan bahwa sebagai peranti pengungkap pembentengan, “hedges are among the main pragmatic features which shape the research article as the principle vehicle for new knowledge and which distinguish it from other forms of academic discourse” ‘bentukbentuk pembentengan merupakan salah satu ciri pokok pragmatik yang membentuk artikel penelitian sebagai wahana utama untuk pengetahuan baru dan yang membedakannya dengan bentuk-bentuk lain wacana akademis’. Dengan kata lain, pembentengan memiliki peran sangat penting dalam produksi pengetahuan ilmiah.
Pembentengan mengacu pada strategi komunikasi yang direalisasikan oleh berbagai peranti kebahasaan yang dipergunakan untuk mengungkapkan tentatifitas, ketidakpastian, atau kadar komitmen atau tanggung jawab penutur terhadap
BAB I: PENDAHULUAN | 11
kebenaran proposisi yang dikemukakannya. Artinya, penutur tidak sepenuhnya mengungkapkan komitmen atau tanggung jawab terhadap apa yang disampaikannya. Pembentengan, pada hakikatnya, berkaitan dengan penilaian penutur atau penulis terhadap penyataan-pernyataan yang disampaikannya dan pengaruh pernyataan itu terhadap pendengar atau pembaca (Hyland, 1998).
Bentuk-bentuk kebahasaan pengungkap pembentengan dalam bahasa Inggris pada umumnya disebut hedges atau benteng, yang konsep awalnya diperkenalkan oleh George Lakoff (1973: 471) sebagai “words whose job is to make things fuzzier or less fuzzy” ‘kata-kata yang tugasnya adalah membuat sesuatu lebih kabur atau berkurang kekaburannya’. Mengingat penilaian terhadap kebenaran dan ketidakbenaran, kepastian dan keraguan, dan kemungkinan dan ketidakmungkinan berperan sangat penting dalam kehidupan kita, maka tidak mengherankan bila kita temukan banyak sekali bentuk kebahasaan pengungkap pembentengan, baik yang leksikal maupun yang non-leksikal. Menurut Brown dan Levinson (1987: 146), secara semantis, potensi pengungkap pembentengan itu tidak terbatas jumlah bentuk lahirnya.
Kendatipun telah banyak penelitian dilakukan untuk mengkaji pembentengan, terutama dalam bahasa Inggris, belum ditemukan adanya kesepakatan tentang bentukbentuk apa saja yang dapat dikategorisasikan sebagai pengungkap pembentengan. Bagi sebagian peneliti (misalnya, Crompton, 1997; Hyland, 1994, 1998; Myers, 1989; Salager-Meyer, 1994, 1997; Skelton, 1988b; Varttala, 1999, 2001), bentuk-bentuk lingual pembentengan mencakup:
BAB I: PENDAHULUAN | 12
1.
Verba bantu modal epistemis:
(2)
It may be that consolidation and retrenchment strategies will play a more important role during such periods. (EE01D) “Barangkali strategi konsolidasi dan pengurangan akan memiliki peran lebih penting dalam periode-periode seperti itu.”
(3)
It would seem that physicians were responding judiciously in integrating the published evidence into their practices. (KE02D) “Tampaknya para dokter merespons secara bijaksana dalam mengintegrasikan bukti yang telah dipublikasikan itu ke dalam praktek mereka.”
2.
Verba leksikal epistemis:
(4)
In contrast, Bardovi-Harlig and Mahan-Taylor (2003) argue that the best way to teach pragmatics is through awareness activities at the beginning of chapters (…). (HE05I) “Sebaliknya, Bardovi-Harlig dan Mahan-Taylor (2003) berargumentasi bahwa cara terbaik untuk mengajarkan pragmatik adalah melalui latihanlatihan kesadaran pada permulaan bab-bab (…).”
(5)
These results indicate that fathers are more important for the transmission of the German identity, while mothers appear to transmit the home identity more strongly. (EE14R) “Hasil-hasil ini mengindikasikan bahwa ayah lebih penting bagi transmisi identitas Jerman, sedang ibu tampaknya mentransmisikan identitas rumah secara lebih kuat.”
3.
Verba kopulatif selain be: (6)
Thus, PYE appears to play some role in iron homeostasis under ironsufficient conditions. (ME11D) “Dengan demikian, PYE tampaknya memiliki peran dalam homeostasis zat besi dalam kondisi zat besi mencukupi.”
BAB I: PENDAHULUAN | 13
(7)
But it seems quite likely that many households around the world share such experiences and family lore about dialects and marriage. (HE08I) “Akan tetapi, mungkin sekali kelihatannya bahwa banyak rumah tangga di seluruh dunia sama-sama memiliki pengalaman dan pengetahuan keluarga seperti itu tentang dialek dan pernikahan.”
4.
Adverbia, ajektiva dan nomina epistemis: (8)
Perhaps the most significant changes in the field of politeness have been triggered by the proponents of the discursive approach (Eelen 2001; Mills 2003; Watts 2003, 2008; Locher and Watts 2005) (…). (HE02I) “Barangkali perubahan paling penting dalam bidang kesopanan telah dipicu oleh para pendukung pendekatan diskursif (Eelen 2001; Mills 2003; Watts 2003, 2008; Locher and Watts 2005) (…).”
(9)
Thus, auditors are likely to be more cautious (…). (EE09I) “Dengan demikian, para auditor mungkin akan lebih berhati-hati (…).”
(10) The argument that individuals possess or display oppositional identities has been an important theme in attempting to explain racial differences in school performance in the US (…). (EE15D) “Argumentasi bahwa individu memiliki atau memperlihatkan identitas yang bertentangan telah menjadi tema penting dalam upaya untuk menjelaskan perbedaan-perbedaan rasial dalam prestasi sekolah di A.S. (...).”
Di samping kategori-kategori yang telah cukup banyak disepakati oleh para peneliti di atas, kategori-kategori lain pengungkap pembentengan meliputi kontruksi pasif tanpa agen (misalnya, Hyland, 1998; Lachowicz, 1981; Zuck dan Zuck, 1985), satuan-satuan lingual yang menyatakan vagueness atau kekaburan dan imprecision atau ketidaktepatan (misalnya, Dubois, 1987; Channell, 1994, 1999), konstruksi
BAB I: PENDAHULUAN | 14
impersonal (Holmes, 1982, 1988; Hyland, 1996a, 1998), bentuk pengandaian dan pertanyaan (Hyland, 1994, 1998).
Mengingat banyaknya ditemukan fenomena pembentengan, banyak bukan hanya dalam arti jumlah pemakaiannya, melainkan juga dalam arti beragam bentuk dan fungsinya, dan pentingnya strategi pembentengan dalam penyampaian klaim khususnya dan dalam penulisan karya tulis ilmiah pada umumnya serta belum adanya kesepakatan tentang bentuk-bentuk umum pengungkap pembentengan, maka strategi pembentengan yang direalisasikan oleh berbagai peranti pembentengan itu perlu dikaji secara lebih mendalam bukan hanya untuk mengindentifkasi serta mengkategorisasikan
bentuk-bentuk
lingual
yang
dapat
digunakan
untuk
mengungkapkannya, melainkan juga untuk memahami fungsi-fungsi pemakaiannya dan yang lebih penting lagi untuk memahami motivasi yang melandasi pemakaian strategi tersebut dalam karya tulis ilmiah dalam bahasa Inggris serta perannya dalam pengembangan ilmu pengetahuan. Oleh karena itu, dalam penelitian ini ditelaah ciriciri formal maupun fungsional pembentengan dalam karya tulis ilmiah dalam bahasa Inggris serta variasi pemakaiannya baik dalam berbagai bidang ilmu maupun dalam bagian-bagian artikel penelitian ilmiah.
1.2
Rumusan Masalah
Di atas telah disebutkan bahwa secara umum penelitian ini mencoba mempelajari ciri-ciri formal maupun fungsional pembentengan yang digunakan
BAB I: PENDAHULUAN | 15
dalam karya tulis ilmiah dalam bahasa Inggris. Secara lebih khusus, penelitian ini mencoba menjawab pertanyaan-tanyaan berikut:
1.
Bentuk-bentuk lingual apakah yang digunakan untuk mengungkapkan strategi pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris, dan bagaimanakah bentuk-bentuk tersebut dapat dikategorisasikan, dideskripsikan dan dijelaskan? Bentuk-bentuk apa sajakah yang paling sering digunakan? Dari segi bentuknya apa ciri khas pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris?
2.
Adakah perbedaan pemakaian strategi pembentengan dalam berbagai bidang keilmuan? Faktor-faktor apakah yang menyebabkan perbedaan pemakaian strategi tersebut?
3.
Artikel penelitian ilmiah pada umumnya terbagi secara retoris menjadi empat bagian: Introduction (I) atau Pendahuluan, Method (M) atau Metode, Results (R) atau Hasil, dan Discussion (D) atau Pembahasan. Bagaimanakah perbedaan pemakaian strategi pembentengan di dalam keempat bagian artikel penelitian ilmiah seperti tersebut di atas dalam bahasa Inggris? Faktor-faktor apakah yang menyebabkan variasi pemakaian strategi tersebut?
4.
Fungsi-fungsi pemakaian strategi pembentengan apa saja yang digunakan dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris, dan bagaimanakah fungsi-fungsi tersebut dapat diklasifikasikan, dideskripsikan dan dijelaskan? Motivasi apa yang melandasi pemakaian pembentengan dalam karya tulis yang demikian itu?
BAB I: PENDAHULUAN | 16
1.3
Tujuan Penelitian
Sebagaimana disebutkan di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji strategi pembentengan yang dipergunakan dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris. Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut di atas, secara lebih khusus, penelitian ini bertujuan untuk:
1.
menginventarisasikan, mengklasifikasikan, mendeskripsikan dan menjelaskan berbagai bentuk lingual pengungkap strategi pembentengan yang digunakan dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris, dan menunjukkan bentukbentuk yang paling sering dipakai dan kekhasan bentuk yang menjadi ciri pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah;
2.
mendeskripsikan dan menjelaskan kemungkinan adanya perbedaan pemakaian startegi pembentengan dalam bidang ekonomi, linguistik, kedokteran, MIPA dan teknik dan faktor-faktor penyebabnya;
3.
mendeskripsikan dan menjelaskan perbedaan pemakaian strategi pembentengan dalam keempat bagian dari artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris serta faktor-faktor penyebabnya.
4.
mengidentifikasikan, mengklasifikasikan, mendeskripsikan dan menjelaskan fungsi-fungsi dan motivasi-motivasi yang melandasi pemakaian strategi pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris.
BAB I: PENDAHULUAN | 17
1.4
Lingkup Penelitian
Dalam karya tulis ilmiah, pembentengan berkaitan erat dengan sikap penulis terhadap kebenaran pernyataan yang disampaikannya serta pengaruhnya pada pembaca. Namun demikian, sebagaimana telah disebutkan di atas, penelitian ini menyoroti pembentengan dari segi bentuk dan fungsinya. Oleh sebab itu, di dalam penelitian ini tidak ada upaya untuk menelaah pengaruh pembentengan terhadap pembaca (lihat, mis., Crismore & Vande Kopple, 1988; Crismore & Vande Kopple, 1997ab; Vande Kopple & Crismore, 1990). Tidak ada upaya pula dalam penelitian ini untuk mengkaji bagaimana pembaca dan penulis artikel mengidentifikasi bentukbentuk lingual pembentengan yang digunakan oleh penulis artikel dalam artikel yang mereka publikasikan (lihat, mis., Lewin, 2005).
Di samping terkait erat dengan sikap penulis, pemakaian pembentengan juga terkait erat dengan pembaca dalam suatu konteks komunikasi. Dengan kata lain, pembentengan digunakan dalam suatu konteks interaksi yang melibatkan penulis dan pembaca. Oleh karena itu, penelitian tentang pembentengan ini berorientasi lebih pada bidang pragmatik daripada bidang-bidang yang lain seperti, misalnya, semantik, sosiolinguistik atau filsafat bahasa. Analisis pragmatik, oleh karenanya, menduduki prioritas
utama,
khususnya
untuk
mengidentifikasi,
mengelompokkan
dan
menjelaskan berbagai fungsi dan motivasi yang melandasi pemakaian strategi pembentengan dalam karya tulis ilmiah dalam bahasa Inggris.
Di samping itu, karena kaitan eratnya dengan sikap penulis terhadap proposisi yang disampaikannya, pembentengan juga menempatkan modalitas epistemik pada
BAB I: PENDAHULUAN | 18
posisi penting. Hal ini, pada gilirannya, mengarahkan pemakaian analisis semantik dalam penelitian ini. Dengan kata lain, analisis terhadap berbagai bentuk kebahasaan pengungkap pembentengan yang berkaitan dengan modalitas epistemik akan dilakukan secara semantis maupun pragmatis. Akhirnya, di samping dapat diungkapkan melalui bentuk-bentuk leksikal, pembentengan juga dapat diungkapkan melalui pemakaian bentuk-bentuk gramatikal. Oleh karena itu, analisis sintaktis juga akan dilakukan untuk mengidentikasikan pembentengan yang diungkapkan melalui pemakaian bentuk-bentuk gramatikal.
Mengingat karya tulis ilmiah dapat memiliki berbagai bentuk seperti, misalnya, laporan penelitian, makalah ilmiah, artikel penelitian ilmiah, buku teks, tesis, dan disertasi (bdk., Hyland, 2006), maka untuk membatasi lingkup kajian, penelitian ini hanya menyoroti salah satu bentuk karya tulis ilmiah tersebut, yaitu artikel penelitian ilmiah yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah international dalam bahasa Inggris. Lebih lanjut, sebagaimana telah disebutkan dalam tujuan penelitian di atas, untuk memperoleh informasi tentang ada-tidaknya variasi antarbidang ilmu dalam hal pemakaian pembentengan, penelitian ini mengkaji secara lebih khusus lagi pembentengan yang digunakan dalam artikel penelitian ilmiah dalam lima bidang ilmu, yaitu bidang ekonomi dan linguistik yang mewakili klaster sosial-humaniora, bidang kedokteran yang mewakili klaster kesehatan, dan bidang MIPA dan teknik yang mewakili klaster sains dan teknik.
BAB I: PENDAHULUAN | 19
1.5
Manfaat Penelitian
Penelitian ini dimaksudkan untuk memerikan berbagai bentuk lingual yang digunakan untuk merealisasikan strategi pembentengan serta fungsi-fungsi wacana yang dapat ditafsirkan dari pemakaian bentuk-bentuk tersebut dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan ilmu pengetahuan, pengajaran dan pembelajaran bahasa Inggris terutama
dalam
hal
pemakaian
pembentengan,
dan
praktek
penggunaan
pembentengan dalam karya tulis ilmiah pada umumnya dan khususnya artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris.
Secara teoretis, kajian ini diharapkan mampu memberikan manfaat bagi pengembangan bidang pragmatik dan sosiolinguistik, sebagaimana yang ditekankan oleh Holmes (1984: 364) berikut:
“Identifying and describing the linguistic devices which may be used to modify illocutionary force constitutes a rich field for those interested in pragmatics. And for the sociolinguist there is the challenge of investigating the differential use made of such pragmatic resources by different categories of speakers, to different addressees, in different social contexts.” ‘Mengidentifikasi dan mendeskripsikan peranti kebahasaan yang mungkin digunakan untuk memodifikasi daya ilokusi merupakan sebuah bidang yang kaya bagi mereka yang tertarik dalam bidang pragmatik. Dan bagi sosiolinguis ada tantangan untuk mengkaji beragam pemakaian sumber daya pragmatik yang demikian itu oleh beragam penutur, kepada beragam mitra tutur, dalam beragam konteks.’
BAB I: PENDAHULUAN | 20
Model pembentengan yang diusulkan dalam penelitian ini juga diharapkan dapat
memberikan
manfaat
dalam
penelitian-penelitian
lanjutan
tentang
pembentengan dalam karya ilmiah baik yang ditulis oleh penutur asli bahasa Inggris maupun non-penutur asli.
Di samping itu, kendatipun penelitian tentang pembentengan, baik secara konseptual maupun empiris, telah banyak dilakukan, namun sebagian besar dilakukan terhadap bahasa Inggris. Belum banyak ditemukan penelitian tentang pembentengan dalam bahasa-bahasa lain. Di antara yang sedikit tersebut adalah penelitian tentang pembentengan oleh Clyne (1991), Kreutz (1997) dan Kreutz dan Harres (1997) dalam artikel berbahasa Jerman, Luukka & Markkanen (1997) dalam artikel berbahasa Finlandia, Namsaraev (1997) dalam artikel berbahasa Rusia, Vassileva (1997, 2001) dalam artikel berbahasa Bulgaria, dan Djunaidi (2002), Safnil (2003) dan Sanjaya (2013) dalam artikel berbahasa Indonesia. Mengingat masih sangat terbatasnya penelitian tentang pembentengan, khususnya, dalam bahasa Indonesia, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam memberikan dorongan untuk dilakukannya penelitian-penelitian lanjutan tentang pembentengan dalam bahasabahasa lain, khususnya bahasa Indonesia.
Akhirnya, penelitian ini juga diharapkan mampu memberikan manfaat dalam bidang linguistik terapan pada umumnya dan bidang pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa asing khususnya. Pengetahuan yang lebih luas dan pemahaman yang lebih baik sudah barang tentu akan bermanfaat bagi penyusunan bahan ajar yang dibuat berdasarkan keputusan yang cerdas, dan oleh karenanya, diharapkan dapat
BAB I: PENDAHULUAN | 21
membantu para ilmuwan-peneliti Indonesia untuk dapat menulis artikel ilmiah dalam bahasa Inggris berstandar Internasional sehingga mereka tidak lagi menjadi peneliti pinggiran (Canagarajah, 1996), melainkan menjadi anggota yang secara aktif memberikan kontribusi pada pengembangan ilmu pengetahuan, dan oleh karenanya juga membawa dampak pada visibilitas ilmuwan Indonesia di mata dunia Internasional serta sekaligus pada kemajuan profesi, reputasi dan kesejahteraan pribadi ilmuwan Indonesia.
1.6
Metode Penelitian
Penelitian ini dapat digolongkan sebagai penelitian deskriptif komparatif (Schreiber & Asner-Self, 2011), terutama karena penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menjelaskan secara objektif fenomena pembentengan yang ditemukan dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris, dan selanjutnya perbandingan dilakukan terhadap pemakaian pembentengan tersebut dalam lima bidang ilmu yang diteliti. Untuk mencapai tujuan ini, baik metode analisis kuantitatif maupun kualitatif digunakan untuk memerikan dan menjelaskan segala bentuk dan fungsi pembentengan yang ditemukan dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris. Metode kuantitatif di sini penting peranannya untuk memperoleh hasil yang dapat digeneralisasikan (Biber & Jones, 2009), dan diterapkan untuk menelaah bentuk-bentuk lingual pembentengan dan untuk mendeteksi frekuensi maupun distribusi pemakaiannya dalam lima bidang yang diteliti maupun dalam empat bagian artikel penelitian. Adapun metode kualitatif diperlukan dalam penelitian ini terutama
BAB I: PENDAHULUAN | 22
untuk menggali lebih dalam informasi mengenai fungsi-fungsi serta motivasi pemakaian pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah secara umum. Berikut ini akan dibeberkan secara berturut-turut korpus yang digunakan dalam penelitian ini, metode penyediaan data dan metode analisis data.
1.6.1
Korpus Penelitian
Penelitian ini pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai penelitian berbasis korpus (bdk., Lee, 2008). Kajian dengan bantuan komputer berdasarkan korpus dengan ukuran yang cukup besar ini dilakukan dengan prinsip bahwa semakin banyak bahan penelitian yang digunakan sebagai dasar analisis, maka semakin aman pula kesimpulan yang dapat diambil dan hasilnya pun semakin dapat digeneralisasikan (Ädel, 2006). Di samping itu, sebagaimana ditegaskan oleh Hyland (1998: 94), analisis terhadap korpus yang cukup besar ukurannya dapat mengidentifikasi ciri-ciri paling umum sistem linguistik yang kita gunakan dengan pengertian bahwa frekuensi dipahami sebagai ukuran signifikansi. Adapun korpus dalam penelitian ini dipahami sebagai “a collection of texts or parts of texts upon which some general linguistic analysis can be conducted” (Meyer, 2004: xi) ‘sekumpulan teks atau bagian dari teks yang dapat diteliti dengan suatu analisis linguistik umum’.
Untuk mencapai tujuan penelitian sebagaimana dikemukakan di atas, data dalam penelitian ini diperoleh dari korpus yang terdiri dari 75 artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris dalam bidang ekonomi, linguistik, kedokteran, MIPA
BAB I: PENDAHULUAN | 23
dan teknik yang ditulis oleh penutur asli bahasa Inggris dan diterbitkan dalam berbagai jurnal ilmiah internasional. Motivasi utama yang melandasi pemilihan bidang ekonomi, linguistik, kedokteran, MIPA dan teknik tersebut adalah upaya untuk
memperoleh
informasi
mengenai
ada-tidaknya
variasi
pemakaian
pembentengan dalam kelima bidang tersebut dengan pertimbangan bahwa sementara bidang ekonomi dan linguistik dapat dianggap mewakili soft science atau sains lunak, bidang MIPA dan teknik mewakili hard science atau sains keras, sedangkan bidang kedokteran mewakili sains kesehatan.
Adapun identitas penulis-penutur asli bahasa Inggris dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan pada nama penulis dan afiliasi institusi tempat penulis tersebut bekerja. Dalam hal artikel yang ditulis oleh lebih dari satu penulis, penentuan dilakukan berdasarkan nama dan afiliasi institusi penulis utama (pertama). Kriteria ini memungkinkan dipilihnya penutur asli yang bekerja di Amerika Serikat, Australia, Britania Raya, Kanada dan negara-negara yang mempergunakan bahasa Inggris sebagai bahasa ibu. Selanjutnya, untuk memudahkan penyebutan, korpus penelitian ini diberi nama KARPING, yang merupakan kependekan dari Korpus Artikel Penelitian dalam bahasa Inggris.
Dalam penelitian ini, mengikuti Swales (1990: 93), yang dimaksud dengan artikel penelitian atau research article (sering disingkat RA) adalah
“a written text (although often containing non-verbal elements), usually limited to a few thousand words, that reports on some investigation carried out by its author or authors. In addition the RA will usually relate the findings within it to those of others, and may also examine issues of
BAB I: PENDAHULUAN | 24
theory and/or methodology. It is to appear or has appeared in a research journal or, less typically, in an edited book-length collection of papers.” ‘sebuah teks tertulis (meskipun kadang-kadang mengandung unsur nonverbal), biasanya terbatas pada beberapa ribu kata, yang melaporkan penelitian yang dilakukan oleh penulis atau para penulisnya. Di samping itu, artikel penelitian biasanya akan mengkaitkan temuan-temuan di dalamnya dengan temuan-temuan penelitian terdahulu, dan mungkin juga menelaah persoalan-persoalan teoretis dan/atau metodologis. Artikel penelitian akan diterbitkan atau telah diterbitkan dalam sebuah jurnal penelitian atau, meskipun agak jarang, dalam sebuah buku suntingan yang berisi sekumpulan artikel.’
Artikel penelitian ilmiah dipilih sebagai sumber data penelitian ini karena dua alasan berikut. Pertama, dari sisi kuantitas, artikel penelitian ilmiah telah menjelma menjadi genre raksasa atau “gargantuan genre” (Swales, 1990: 95). Genre disini dipahami sebagai “a class of communicative events, the members of which share some set of communicative purposes” (ibid.: 58) ‘satu kelas peristiwa komunikatif, yang anggotaanggotanya
memiliki
kesamaan
tujuan
komunikatif’.
Swales
(ibid.:
95)
memperkirakan lebih dari lima juta artikel diterbitkan setiap tahun. Sekarang ini jumlah tersebut dapat diperkirakan berkali-kali lipat mengingat suatu penelitian belum dapat dianggap lengkap sebelum diterbitkan dan dapat diakses oleh masyarakat ilmiah yang lebih luas dan juga karena publikasi karya ilmiah merupakan gerbang untuk memperoleh kedudukan, promosi, dana penelitian dan masih banyak lagi insentif lainnya. Oleh sebab itu, artikel penelitian telah menjadi produk baku industri yang memproduksi pengetahuan (Knorr-Cetina, 1981).
Kedua, artikel penelitian merupakan unsur pokok dari jurnal ilmiah, dan oleh karenanya menjadi sarana penting komunikasi antar-ilmuwan, yang bertujuan bukan
BAB I: PENDAHULUAN | 25
hanya untuk penemuan pengetahuan ilmiah dan verifikasinya semata (DeBakey, 1976: 1), melainkan juga demi kemajuan, reputasi dan promosi profesi ilmuwan itu sendiri. Atau menurut Swales (1983: 189), artikel penelitian merupakan “rites de passage astride the road to professional advancement and promotion” ‘ritus peralihan di jalan menuju kemajuan profesional dan promosi’.
Artikel penelitian ilmiah yang dimasukkan ke dalam korpus penelitian ini ditentukan berdasarkan kriteria berikut: (a) sebuah artikel penelitian ilmiah dipilih apabila artikel tersebut merupakan artikel primer yang melaporkan hasil penelitian empiris, bukan artikel teoretis atau pun artikel tinjauan pustaka (review article); (b) artikel dipilih dari lima bidang keilmuan, yaitu bidang ekonomi, linguistik, kedokteran, matematika dan ilmu pengetahuan alam, dan teknik; (c) semua artikel yang dipilih diterbitkan dalam jurnal ilmiah internasional antara tahun 2009-2011.
Selanjutnya, semua jurnal internasional dalam masing-masing bidang ilmu tersebut di atas dipilih berdasarkan kriteria berikut: (a) jurnal yang dipilih harus tercantum dalam Science Citation Index Expanded (2010), Social Science Citation Index (2010) atau Arts and Humanities Citation Index (2010), yang semuanya dipublikasikan
secara
daring
(online)
oleh
Thomson
Reuters
(http://ip-
science.thomson-reuters.com/mjl/); (b) semua jurnal yang dipilih tersedia secara daring dan dapat diakses dan diunduh dari berbagai pangkalan data journal elektronik yang dilanggan oleh Perpustakaan Universitas Gadjah Mada seperti, misalnya, EBSCOhost, SpringerLink.
IEEE,
JSTOR,
ProQuest,
ScienceDirect,
ScienceOnline
dan
BAB I: PENDAHULUAN | 26
Pemilihan sampel baik untuk jurnal maupun artikel tersebut di atas dilakukan dengan mengikuti prosedur convenient sampling, di mana anggota dari populasi target dipilih apabila memenuhi kriteria-kriteria praktis tertentu seperti kedekatan tempat, ketersediaan waktu, kemudahan akses dan kemauan untuk berpartisipasi (Dӧrnyei, 2007: 98-99). Berdasarkan kriteria-kriteria tersebut di atas, dipilih sebanyak 75 artikel penelitian ilmiah, masing-masing 15 artikel dari kelima bidang yang diteliti. Ke-75 artikel tersebut diterbitkan dalam jurnal ilmiah internasional yang terangkum dalam Tabel 1.1 di bawah—Daftar rujukan dari ke-75 artikel penelitian ini dapat dilihat dalam Lampiran I. Tabel ini memuat informasi mengenai bidang ilmu, nama jurnal, faktor dampak, rincian jumlah artikel yang dipilih dari masing-masing jurnal dan jumlah kata. Faktor dampak atau impact factor, menurut Thomson Reuters (http://wokinfo.com/essays/impact-factor/), adalah angka yang menunjukkan berapa kali rata-rata artikel-artikel mutakhir yang diterbitkan dalam sebuah jurnal dikutip. Angka-angka faktor dampak dalam tabel ini diperoleh dari laman muka situs web dari masing-masing jurnal yang bersangkutan.
Tabel 1.1. Bidang, nama jurnal, faktor dampak, jumlah artikel dan jumlah kata artikel-artikel dalam KARPING Bidang
Nama Jurnal
Ekonomi British Journal of Management Health Economics Journal of Accounting Research Journal of Cultural Economics The Economic Journal
Faktor Jumlah Dampak Artikel 15 1,584 3 2,227 3 2,384 3 0,758 3 2,336 3
Jumlah Kata 106.800 25.864 15.990 19.870 26.739 18.337
BAB I: PENDAHULUAN | 27
15
11,800 1,704
3 3
120.509 40.418 24.836 26.703 28.552 57.814 7.994 10.625 15.838 10.144 13.213 75.078 12.623 7.473
1,231
3
12.127
10,529
3
27.339
9,674
3
15.516
Linguistik Intercultural Pragmatics Journal of Sociolinguistics Language and Speech Language Variation and Change
0,800 0,917 1,040 1,433
5 3 4 3
Kedokteran
15 The American Journal of Medicine American Journal of Public Health British Medical Journal The Lancet The British Journal of Nutrition
5,003 4,552 2,271 45,217 3,453
3 3 3 3 3
MIPA
15 Advanced Functional Materials Applied Physics A The Canadian Journal of Chemical Engineering Plant Cell Proceedings of the National Academy of Sciences
Teknik
15 ACI Materials Journal ACI Structural Journal Advanced Engineering Materials International Journal of Pavement Engineering Journal of Interior Design Macromolecular Materials and Engineering
Total
1,123 1,089 1,750
3 3 1
83.541 16.476 14.384 6.299
0,706
4
22.519
0,000
2
12.791
2,781
2
11.072 75
443.742
Tabel di atas memperlihatkan bahwa secara keseluruhan KARPING terdiri dari 443.742 kata. Namun demikian, perlu dicatat bahwa jumlah tersebut tidak mencakup jumlah kata dalam intisari dari masing-masing artikel. Intisari artikel tidak ikut dihitung jumlah katanya karena intisari tidak dianggap sebagai bagian integral dari artikel penelitian, melainkan sebagai genre mandiri (Gillaerts & Van de Velde, 2010;
BAB I: PENDAHULUAN | 28
Lorés, 2004) yang merupakan saringan dari artikel penelitian (Bhatia, 1993), atau “stand-alone mini-texts” (Huckin, 2001: 93; penekanan asli) ‘teks pendek yang mandiri’. Di samping itu, berbagai keterangan yang menyertai diagram, gambar atau tabel juga tidak ikut serta dihitung, termasuk rumus-rumus. Dengan demikian, jumlah total kata tersebut diperoleh dari hasil penghitungan running text atau teks yang terdapat dalam tubuh artikel penelitian.
Selanjutnya, setelah semua soft-file atau berkas komputer dari artikel-artikel tersebut berhasil diunduh, berkas-berkas tersebut, yang semula berupa berkas dengan format dokumen portabel dengan ekstensi “.pdf”, dikonversi menjadi plain text, berkas teks tanpa format dengan ekstensi “.txt”. Hal ini dilakukan karena software atau peranti lunak yang digunakan, WordSmith Tools Versi 5 (Scott, 2008), hanya dapat memproses file semacam itu. Ke-15 berkas artikel dalam masing-masing bidang diberi nomor urut 1 sampai dengan 15 (01-15), sedangkan masing-masing bidang diberi kode sebagai berikut: EE untuk bidang ekonomi, HE untuk linguistik, KE untuk kedokteran, ME untuk MIPA dan TE untuk teknik. Dengan demikian, kode berkas artikel dalam kelima bidang tersebut adalah sebagai berikut: EE01-EE15 untuk bidang ekonomi, HE01-HE15 untuk bidang linguistik, KE01-KE15 untuk bidang kedokteran, ME01-ME15 untuk bidang MIPA dan TE01-TE15 untuk bidang teknik.
Kemudian, setiap berkas dalam masing-masing bidang dipecah-pecah menjadi empat berkas yang berbeda. Pembagian berkas artikel menjadi empat bagian tersebut didasarkan pada pembagian umum secara retoris artikel empiris-eksperimental
BAB I: PENDAHULUAN | 29
menjadi empat bagian yaitu bagian Pengantar, Metode, Hasil dan Pembahasan. Pembagian ini dilakukan untuk memudahkan identifikasi dan pencatatan bentukbentuk pembentengan yang digunakan dalam masing-masing bagian tersebut. Masing-masing bagian diberi kode I untuk bagian pengantar, M untuk bagian metode, R untuk bagian Hasil dan D untuk bagian Pembahasan. Masing berkas selanjutnya diberi nama sesuai dengan kode bidang, nomor berkas dan kode bagian artikelnya. Sebagai contoh, kode EE01I.txt berarti berkas bagian Pengantar dari artikel pertama dalam bidang ekonomi; kode EE01M.txt berarti berkas bagian Metode dari artikel pertama dalam bidang ekonomi, dan seterusnya. Dengan demikian, dengan 15 artikel untuk masing-masing bidang dan empat bagian untuk masing-masing artikel diperoleh sebanyak 300 berkas. Berkas-berkas tersebut selanjutnya menjadi bahan atau sumber data penelitian ini. (Informasi lebih lanjut mengenai kriteria untuk mengidentifikasi masing-masing bagian dapat dilihat pada Bab III, Bagian 3.3.) Di samping itu, kode-kode tersebut juga digunakan untuk menandai kalimat, kelompok kalimat atau paragraf yang diambilkan dari KARPING dan ditampilkan dalam disertasi ini sebagai contoh. Contoh (1) di atas, misalnya, ditandai dengan kode HE04D yang dituliskan dalam tanda kurung “()”. Kode ini berarti bahwa contoh tersebut diambilkan dari bagian Pembahasan dalam artikel nomor 4 dalam bidang linguistik.
Mengingat artikel penelitian merupakan salah satu jenis teks yang penerbitan per tahunnya mencapai jutaan jumlahnya, sampel sebanyak 75 artikel dengan jumlah total 443.742 kata dapat dikatakan sangat kecil. Oleh karena itu, temuan dan generalisasi yang dihasilkannya pun harus diperlakukan secara hati-hati. Namun
BAB I: PENDAHULUAN | 30
demikian, menurut Swales (1981: 9), jumlah tersebut “lies somewhere between accidental exemplification and a justifiable basis from which to propose adequatelysupported generalizations” ‘terletak di antara percontoh yang kebetulan dan dasar yang dapat dibenarkan untuk mengemukakan generalisasi yang memadai’. Di samping itu, bila dibandingkan dengan penelitian-penelitian terdahulu, jumlah tersebut relatif cukup besar. Sebagai perbandingan, Tabel 1.2 di bawah memperlihatkan korpus penelitian yang digunakan dalam penelitian-penelitian terdahulu tentang pembentengan dalam karya tulis ilmiah. (Kecuali disebutkan secara khusus, semua artikel ditulis dalam bahasa Inggris.)
1.6.2
Metode Penyediaan Data
Dalam penelitian ini, pembentengan didefinisikan sebagai strategi retoriskomunikatif yang digunakan untuk mengungkapkan bahwa proposisi yang dikemukakan oleh penulis artikel masih berstatus tentatif dan/atau tidak pasti, atau penulis artikel tidak ingin berkomitmen secara penuh terhadap isi proposisi yang disampaikannya (bdk., Hyland, 1998; Myers, 1989). Istilah “pembentengan” di sini digunakan sebagai padanan dari istilah hedging dalam bahasa Inggris. Istilah ini lebih dipilih daripada istilah “pemagaran” (lihat, mis., Djunaidi, 2002; Supriyati, 2002), karena dalam artikel penelitian ilmiah strategi ini cenderung digunakan sebagai strategi
defensif-protektif,
bukan
sekedar
sebagai
pembatas
sebagaimana
diimplikasikan oleh istilah “pemagaran”. Strategi ini dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk leksikal maupun bentuk sintaktis/gramatikal. Istilah “benteng” dalam
BAB I: PENDAHULUAN | 31
penelitian adakalanya digunakan untuk mengacu pada bentuk-bentuk lingual pembentengan, baik yang leksikal atau pun yang non-leksikal. Dalam bahasa Inggris, kata-kata atau ungkapan seperti believe, may, perhaps, possible, seem, dan sebagainya, dapat dipakai sebagai peranti untuk merealisasikan strategi tersebut. Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan benteng atau bentuk lingual pembentengan dapat berupa kata (11), frasa (12), klausa (13) atau bahkan kalimat (14).
Tabel 1.2. Korpus penelitian dalam penelitian-penelitian terdahulu Peneliti
Korpus
Falahati (2006)
12 artikel
Hyland (1996a; 1998)
26 artikel
Kreutz & Harres (1997)
12 artikel
Myers (1989) Salager-Meyer (1994) Sanjaya (2013)
60 artikel 15 artikel 104 artikel
Skelton (1988b)
40 artikel
Varttala (2001)
30 artikel
Vassileva (2001)
180 halaman
Bidang Kedokteran, kimia dan psikologi Biologi molekuler dan sel Tidak disebutkan: 6 bahasa Inggris, 6 bahasa Jerman Genetika molekuler Kedokteran 26 kimia, 26 linguistik (bahasa Indonesia); 26 kimia, 26 linguistik (bahasa Inggris) 20 sains, 20 humaniora 10 ekonomi, 10 kedokteran, 10 teknologi Linguistik: 60 bahasa Bulgaria, 60 bahasa Inggris, 60 bahasa Inggris-Bulgaria
Jumlah kata 25.983 75.000 Tidak disebutkan
Tidak disebutkan 25.829 407.848
Tidak disebutkan 175.121
Tidak disebutkan
BAB I: PENDAHULUAN | 32
(11) It seems fitting to conclude a study on translating advice in subtitles with a few words of advice for the subtitling industry. (HE04D) “Tampaknya cocok untuk mengambil kesimpulan dari sebuah studi tentang penerjemahan nasihat dalam subtitle dengan beberapa kata nasihat bagi industri pembuatan subtitle.” (12) With the inclusion of such a message, the non-native audience would be reminded that the written text should not be taken as a literal equivalent of the original dialogue. (HE04D) “Dengan menyertakan pesan seperti itu, audiens non-penutur asli akan diingatkan bahwa teks tertulis tersebut tidak seharusnya dianggap sebagai padanan literal dialog aslinya.” (13) (…) while providing a guide might be the most subtitle translators can aspire to achieve, it is possible that the expectations of movie viewers do not coincide. (HE04D) “(…) sementara memberikan panduan barangkali merupakan capaian yang paling banyak dapat diperoleh oleh penerjemah subtitle, ada kemungkinan bahwa harapan para penonton film tidak sama.” (14) But why is it also the most important category of all for the Turkish data? (HE01D) “Tetapi mengapa hal itu juga merupakan kategori terpenting untuk data Turki.”
Data dalam penelitian ini ditentukan minimal berupa kalimat yang diduga mengandung ungkapan pembentengan di dalamnya. Yang dimaksud dengan data dalam penelitian ini adalah “objek plus segmen atau plus potongan atau unsur sisanya. Unsur sisa atau potongan sisa yang segmental itu dapat disebut KONTEKS (context). Dengan demikian, data (D) sebenarnya adalah objek penelitian (Op) plus konteksnya (K). D = Op + K” (Sudaryanto, 1990: 14). Adapun kalimat di sini dipahami sebagai
BAB I: PENDAHULUAN | 33
“satuan bahasa terkecil, dalam wujud lisan atau tulisan, yang mengungkapkan pikiran yang utuh. (…) Dalam wujud tulisan berhuruf Latin, kalimat dimulai dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda titik (.), tanda tanya (?), atau tanda seru (!); sementara itu di dalamnya disertakan pula berbagai tanda baca seperti koma (,), titik dua (:), tanda pisah (—), dan spasi” (Alwi dkk., 1993: 349).
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara manual maupun dengan bantuan komputer. Metode yang digunakan untuk penyediaan data secara manual adalah metode simak (Sudaryanto, 1993) atau metode non-participant observation (Crowley, 2007). Adapun prosedurnya adalah sebagai berikut. Pertamatama, sebanyak lima atau sepertiga dari jumlah artikel dalam masing-masing bidang dipilih secara acak dengan program yang tersedia secara bebas di internet (www.randomnumbergenerator.com) dari ke-75 artikel yang terdapat dalam korpus sehingga diperoleh 25 artikel. Selanjutnya ke-25 artikel ini dibaca secara teliti untuk mengidentifikasi bentuk-bentuk lingual pembentengan yang digunakan di dalamnya. Ungkapan-ungkapan yang diduga sebagai bentuk-bentuk pembentengan yang diperoleh dari pembacaan tersebut kemudian dicocokkan dengan daftar bentuk pembentengan yang telah diidentifikasi oleh Holmes (1988), Hyland (2000; 2005b), Kennedy (1987) dan Varttala (2001) sehingga diperoleh daftar bentuk leksikal pembentengan yang merupakan gabungan dari berbagai daftar tersebut. Daftar gabungan inilah yang kemudian digunakan sebagai kata kunci untuk pencarian bentuk pembentengan dalam korpus dengan bantuan sebuah program komputer, yaitu WordSmith Tools Versi 5 (Scott, 2008). Daftar bentuk lingual pengungkap pembentengan ini dapat dilihat dalam Lampiran III. Perlu ditekankan di sini bahwa
BAB I: PENDAHULUAN | 34
tujuan utama pencarian bentuk pengungkap pembentengan di sini bukanlah penemuan semua bentuk pembentengan secara tuntas, melainkan penemuan bentukbentuk utama pembentengan yang digunakan relatif secara produktif dalam artikel penelitian ilmiah. Ketidaktuntasan ini tak terhindarkan mengingat, seperti telah disebutkan sebelumnya, pembentengan dapat direalisasikan oleh bentuk lahir yang tak terbatas jumlahnya. Lagi pula, menurut Markkanen & Schrӧder (1997: 11), pembentengan bukanlah ciri yang melekat pada sebuah teks, melainkan produk dari interaksi antara penulis dan pembaca.
Sebagai contoh, pencarian kata may sebagai salah satu bentuk pembentengan yang terdapat dalam daftar tersebut dengan menggunakan program komputer yang telah disebutkan di atas menghasilkan concordance atau konkordansi seperti terlihat dalam Diagram 1.1 di bawah. Yang dimaksud dengan konkordansi di sini adalah “a collection of the occurrences of a word-form, each in its own textual environment” (Sinclair, 1991: 32) ‘sekumpulan kemunculan bentuk kata, masing-masing dalam lingkungan tektualnya sendiri’. Dalam bentuknya yang paling sederhana, konkordansi merupakan sebuah indeks. Masing-masing bentuk kata terindeks dan rujukan diberikan ke tempat masing-masing bentuk kata tersebut muncul dalam teks (ibid.). Konkordansi kata may ini memperlihatkan bahwa may digunakan sebanyak 783 kali dalam KARPING sebagaimana tertera pada pojok kiri bawah dalam Diagram 1.1 di bawah. Namun demikian, karena may tidak selalu digunakan sebagai pengungkap pembentengan, maka masing-masing pemakaian kata tersebut harus terlebih dahulu dicek secara manual apakah memenuhi syarat sebagai bentuk pembentengan atau tidak. Kata may yang tidak memenuhi syarat sebagai bentuk pembentengan kemudian
BAB I: PENDAHULUAN | 35
dibuang dan tidak dihitung. Metode pemilihan kata-kata kunci pencarian yang memberikan banyak hasil, dan kemudian secara manual menyisihkan kata-kata yang tidak relevan seperti ini oleh Ädel (2006) disebut metode sifting atau metode penyaringan data.
Diagram 1.1. Hasil pencarian kata may dalam KARPING yang ditampilkan dalam bentuk konkordansi
Akhirnya, mengingat sebagai peneliti, saya bukan penutur asli bahasa Inggris, maka bantuan penutur asli bahasa Inggris sangat diperlukan sebagai informan bahasa atau pembantu bahasa (lihat, mis., Crowley, 2007; Sudaryanto, 1990) untuk memberikan bantuan dalam memverifikasi data yang terkumpul, terutama untuk mengungkap makna peranti pembentengan serta fungsinya yang dianggap
BAB I: PENDAHULUAN | 36
membingungkan. Informan bahasa tidak sembarang dipilih, melainkan ditentukan berdasarkan kriteria berikut: (a) fasih berbahasa Inggris (penutur asli bahasa Inggris), (b) memiliki kualifikasi pendidikan tinggi sehingga diasumsikan memiliki latar belakang pengetahuan dan pengalaman yang cukup luas tentang penulisan artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris, dan mampu mengungkapkan gagasan, perasaan dan pengalaman mereka. Berdasarkan kriteria tersebut, beberapa penutur asli dari Oberlin College, Amerika Serikat, yang menjadi relawan dan ditugaskan di Jurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada, pada periode 2009-2013 dipilih untuk membantu penelitian ini.
Namun demikian, perlu ditekankan di sini bahwa dalam penelitian ini, berbeda dengan Hyland (1996ab, 1998) dan Varttala (2001), bantuan informan ahli, yang sekaligus juga merupakan penutur asli, dalam masing-masing bidang yang diteliti baik dalam pemilihan bahan penelitian, kategorisasi bentuk dan fungsi pembentengan maupun dalam penafsiran makna-makna, fungsi, motivasi pembentengan dalam karya tulis ilmiah, tidak diupayakan karena alasan-alasan berikut. Pertama, meskipun secara sekilas menjanjikan untuk mengungkapkan pandangan “orang dalam”, bekerja sama dengan informan ahli dapat dianggap mahal baik dari segi waktu, dana dan tenaga (bdk, Huckin & Olsen, 1983), apalagi apabila melibatkan informan ahli dari lebih dari satu disiplin ilmu. Kedua, pendapat antarpenutur asli dan antarinforman ahli dapat berbeda dan bahkan saling bertentangan, terutama mengenai penafsiran terhadap motivasi-motivasi yang melandasi pemakaian pembentengan dalam karya tulis ilmiah seperti artikel penelitian sehingga tugas analisis dapat menjadi lebih panjang, lebih mahal, lebih rumit dan lebih berat. Satu contoh menarik mengenai perbedaan
BAB I: PENDAHULUAN | 37
pandangan antarinforman ahli diberikan oleh Varttala (2001) yang dalam penelitiannya menggunakan kuesioner untuk memperoleh informasi dari informan ahli yang notabene merupakan para penulis artikel yang artikelnya terpilih sebagai bagian dari korpus penelitiannya mengenai peranti kebahasaan apa saja yang mereka identifikasi sebagai ungkapan ketidakpastian, ketidaktepatan dan tentatifitas dan untuk alasan apa saja bentuk-bentuk tersebut mereka gunakan. Varttala (ibid.: 284) melaporkan bahwa bahkan dua orang ilmuwan yang bekerja sama mempublikasikan hasil penelitian mereka dalam satu artikel penelitian memberikan jawaban yang sangat berbeda baik dalam hal identifikasi bentuk maupun dalam hal alasan pemakaian bentuk pembentengan yang mereka gunakan dalam artikel yang mereka publikasikan bersama tersebut. Bukti lain diberikan oleh Lewin (2005) yang melaporkan bahwa para penulis artikel memiliki pandangan yang sangat berbeda dengan pembaca artikel dalam hal identifikasi bentuk-bentuk pembentengan maupun jumlah pemakaiannya.
Ketiga, Swales (1990) berargumentasi bahwa diskusi bersama para informan ahli dapat terjebak dalam apa yang oleh Gilbert & Mulkay (1984: 56-57) disebut contingent repertoire atau “wacana informal”, yang dipandu oleh prinsip bahwa tindakan-tindakan dan keyakinan-keyakinan profesional para ilmuwan banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor di luar jagat fenomena empiris seperti, misalnya, pandangan-pandangan spekulatif, komitmen intelektual yang telah ada sebelumnya, karakteristik-karakteristik pribadi, ikatan-ikatan sosial dan keikutsertaan mereka sebagai anggota dalam kelompok-kelompok tertentu—repertoire ini merupakan tandingan dari empiricist repertoire atau “wacana formal”, yang dilandasi oleh
BAB I: PENDAHULUAN | 38
prinsip bahwa para penutur/penulis dalam wacana formal ini melukiskan tindakan dan keyakinan mereka sebagai suatu medium netral yang menonjolkan fenomena empiris. Oleh sebab itu, diskusi-diskusi bersama informan ahli tersebut kemungkinan besar akan terpengaruh oleh ciri-ciri subjektif seperti kepribadian, status, keterikatan atau allegiance dan lain sebagainya sebagaimana ditunjukkan oleh prinsip contingent repertoire tersebut di atas.
Mengingat peran informan ahli dalam penelitian-
penelitian seperti ini masih dapat dianggap kontroversial serta karena alasan-alasan tersebut di atas, bantuan informan ahli sengaja tidak diupayakan dalam penelitian ini.
1.6.3
Metode Analisis Data
Peneliti-peneliti terdahulu kebanyakan tidak memberikan secara eksplisit kriteria untuk mengidentifikasi bentuk lingual pembentengan dalam kajian mereka (lihat, mis. Hyland, 1996a, 1998; Myers, 1989; Salager-Meyer, 1994; Varttala, 2001). Mereka kebanyakan mengandalkan intuisi dan definisi pembentengan yang mereka anut untuk menentukan bentuk-bentuk tersebut sehingga sulit untuk diterapkan pada penelitian lain. Akan tetapi, berbeda dengan peneliti-peneliti lainnya, Crompton (1997: 282) mencoba menawarkan kriteria berikut untuk menguji kehadiran pembentengan dalam sebuah proposisi:
“Can the proposition be restated in such a way that it is not changed but that the author’s commitment to it is greater than at present? If “yes” then the proposition is hedged. (The hedges are any language items in the original which would need to be changed to increase commitment.)”
BAB I: PENDAHULUAN | 39
‘Dapatkah proposisi tersebut dinyatakan ulang sedemikian rupa sehingga isinya tidak berubah tetapi komitmen penulis terhadap proposisi itu menjadi lebih tinggi tingkatannya? Jika “ya” maka proposisi tersebut dibentengi. (Bentengnya adalah sembarang bentuk bahasa dalam aslinya yang harus diubah untuk meningkatkan komitmen.)’
Kriteria ini menonjolkan komitmen penulis sebagai unsur utama untuk menentukan ada-tidaknya bentuk lingual pembentengan di dalam sebuah kalimat. Hal ini wajar mengingat Crompton (1997), sejalan dengan Hyland (1996a), menganggap pembentengan sebagai bagian dari modalitas epistemis sebagaimana didefinisikan oleh Lyons (1977: 797). Crompton (ibid.: 281) mendefinisikan bentuk pembentengan sebagai “an item of language which a speaker uses to explicitly qualify his/her lack of commitment to the truth of the proposition he/she utters” ‘suatu butir bahasa yang digunakan oleh seorang penutur untuk menyatakan kurangnya komitmen penutur terhadap kebenaran proposisi yang diucapkannya’. Kriteria di atas tidak sepenuhnya dapat diterapkan dalam penelitian ini karena pembentengan dalam penelitian ini dianggap sebagai strategi untuk mengungkapkan bukan hanya tingkat komitmen penulis melainkan juga tentatifitas dan/atau ketidakpastian proposisi yang disampaikan oleh penulis. Oleh sebab itu, diperlukan kriteria tersendiri untuk menentukan kehadiran sebuah bentuk pembentengan dalam sebuah proposisi. Pendekatan
semantis-pragmatis
digunakan
dalam
penelitian
ini
untuk
mengidentifikasi apakah sebuah ungkapan dapat dikategorikan sebagai bentuk pembentengan atau tidak. Artinya, sebuah ungkapan yang berpotensi digunakan sebagai bentuk pembentengan ditentukan berdasarkan isi semantis dan pragmatis proposisi di mana ungkapan tersebut ditemukan yang dapat ditafsirkan dari konteks
BAB I: PENDAHULUAN | 40
pemakaian kalimat tersebut. Dengan kata lain, dalam penelitian ini sebuah ungkapan dalam suatu proposisi dianggap sebagai bentuk pembentengan apabila parafrasa atas proposisi tersebut tidak mengubah isinya, namun tingkat komitmen penulis terhadap proposisi tersebut menjadi lebih tinggi, atau tingkat tentatifitas dan/atau ketidakpastian informasi tersebut berkurang atau bahkan menjadi tidak ada sama sekali. Untuk lebih jelasnya, berikut ini disajikan beberapa contoh identifikasi bentuk pembentengan.
(15) (…) but our results may not be generalizable to samples of large firms with a rich information environment or small, neglected firms. (EE07D) “(…) tetapi hasil-hasil penelitian kami mungkin tidak dapat digeneralisasikan pada sampel firma-firma besar dengan lingkungan informasi yang kaya atau firma-firma kecil yang terabaikan.” (16) DeCapua and Huber (1995: 128) argue that “advice is perhaps one of the most ubiquitous speech acts precisely because it is often an integral part of normal conversational interaction.” (HE04I) “DeCapua dan Huber (1995: 128) berargumentasi bahwa “nasihat mungkin merupakan salah satu tindak tutur yang paling banyak ditemukan di mana tepatnya karena seringkali nasihat merupakan bagian tak terpisahkan dari interaksi percakapan pada umumnya.” (17) Finally, we suggest that understanding organizational change requires closer investigation of OI, OL, leadership, organizational culture and their interplays. (EE02D) “Akhirnya, kami menunjukkan bahwa memahami perubahan organisasi membutuhkan penelitian lebih mendalam mengenai OI, OL, kepemimpinan, budaya organisasi dan keterkaitannya.”
Dalam contoh (15) di atas, pemakaian kata may dalam klausa tersebut mengungkapkan ketidakpastian penulis tentang mungkin-tidaknya hasil penelitian mereka digeneralisasikan di luar sampel yang mereka teliti. Penggantian ungkapan
BAB I: PENDAHULUAN | 41
may (…) be dengan kata are akan meninggikan tingkat kepastian penulis terhadap proposisi yang terdapat dalam klausa tersebut. Oleh karena itu, may dalam contoh (15) dapat dikategorikan sebagai bentuk pembentengan. Dalam contoh (16), pemilihan verba argue oleh penulis artikel untuk melaporkan pernyataan DeCapua dan Huber mengungkapkan bahwa penulis tidak ingin berkomitmen terhadap kebenaran pernyataan DeCapua dan Huber tersebut. Apabila sebagai ganti argue, penulis menggunakan verba state, maka penulis dapat ditafsirkan setuju dengan kedua peneliti tersebut dan oleh karenanya dapat dianggap berkomitmen terhadap kebenaran proposisi yang terdapat dalam klausa terikat that “advice is perhaps one of the most ubiquitous speech acts precisely because it is often an integral part of normal conversational interaction.” Dengan demikian, verba argue dalam kalimat-kalimat seperti contoh (16) di atas dalam penelitian ini dapat digolongkan sebagai bentuk pembentengan meskipun beberapa peneliti tidak menganggapnya sebagai bentuk pembentengan (lihat, mis., Crompton, 1997; Sanjaya, 2013). Berbeda dengan argue dalam (16), verba suggest bersama-sama dengan pronomina persona pertama jamak we yang mengisi fungsi subjek dalam contoh (17) digunakan oleh penulis artikel untuk menandai bahwa proposisi yang terkandung dalam klausa terikat that lack of health insurance is associated with more use of informal services merupakan pandangan pribadi dan oleh karenanya masih berstatus tentatif. Penggantian verba tersebut dengan verba show bukan hanya akan meningkatkan komitmen penulis terhadap kebenaran proposisi yang terdapat dalam klausa terikat tersebut, melainkan juga akan menurunkan tingkat tentatifitas proposisi tersebut. Oleh sebab itu, seperti
BAB I: PENDAHULUAN | 42
halnya argue, verba suggest di sini juga dapat dianggap sebagai bentuk pembentengan.
Untuk memperoleh pemahaman yang mendalam mengenai pemakaian pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah dua lapis analisis perlu dilakukan terhadap data yang telah ditemukan. Dalam lapis pertama, data dianalisis berdasarkan ciri-ciri formal-lahiriah dari bentuk-bentuk pembentengan yang digunakan dalam artikel penelitian. Analisis ini dapat memberikan bukti empiris bagi sebuah kerangka pemikiran untuk menyingkirkan gagasan-gagasan impresionistik tentang kehadiran bentuk-bentuk tertentu yang kemungkinan ditemukan dalam karya tulis ilmiah. Selanjutnya dalam lapis kedua, data dianalisis secara pragmatis berdasarkan fungsifungsi serta motivasi pemakaian pembentengan dalam artikel penelitian. Analisis ini dapat menunjukkan bahwa bentuk-bentuk kebahasaan memiliki makna yang terbatas dalam konteks tertentu dan sekaligus mengungkapkan adanya berbagai pilihan pragmatis maupun retoris yang dapat digunakan oleh penulis artikel (bdk. Hyland, 1998: 98-99). Untuk memahami pandangan “orang dalam” mengenai bagaimana mereka menggunakan dan menafsirkan bentuk-bentuk pengungkap pembentengan, Hyland (ibid.) menyarankan lapis ketiga, yaitu wawancara lisan bersama informan ahli mengenai penggalan-penggalan artikel terkait dengan pemakaian bentuk-bentuk pembentengan serta kemungkinan alasan-alasan yang melandasinya. Seperti telah di sebutkan sebelumnya, analisis data lapis ketiga ini tidak dilakukan dalam penelitian ini.
BAB I: PENDAHULUAN | 43
Selanjutnya, kalimat-kalimat yang telah memenuhi kriteria sebagaimana telah disebutkan di atas kemudian dianalisis dan diklasifikasikan pertama-tama berdasarkan bentuk leksikal maupun bentuk sintaktis-gramatikal pengungkap pembentengan yang terdapat di dalamnya, baik yang berupa kata, frasa, klausa maupun kalimat. Seperti terlihat dalam uraian dan contoh-contoh di atas, analisis data di sini dilakukan dengan menggunakan metode agih atau metode distribusi (Sudaryanto, 1993) beserta teknik-tekniknya seperti teknik lesap, teknik ganti dan teknik parafrasa. Selanjutnya, data diklasifikasikan berdasarkan fungsi bentuk pembentengan yang ditemukan di dalamnya. Analisis fungsi bentuk pembentengan dilakukan dengan menggunakan model pembentengan yang dibangun berdasarkan model Hyland (1996ab, 1998) dan Myers (1989).
Untuk memahami variasi pemakaian pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah yang ditulis dalam bahasa Inggris, data dianalisis berdasarkan frekuensi pemakaian bentuk dan fungsi pembentengan yang ditemukan di dalamnya. Di samping itu, analisis akan dilakukan pula untuk mengkaji kemungkinan adanya variasi pemakaian pembentengan dalam berbagai bidang ilmu. Selanjutnya, data juga dianalisis untuk mengetahui distribusi pemakaian pembentengan dalam keempat bagian (pendahuluan, metode, hasil dan pembahasan) dari artikel penelitian ilmiah.
Untuk menguji sejauh mana variasi pemakaian bentuk pembentengan dalam kelima bidang ilmu yang diteliti digunakan uji signifikansi chi-kuadrat, yaitu metode yang digunakan untuk membandingkan perbedaan antara frekuensi hasil pengamatan (frekuensi observasi) dan frekuensi yang diharapkan terjadi (frekuensi harapan).
BAB I: PENDAHULUAN | 44
Semakin kecil selisih antara frekuensi harapan dan frekuensi observasi, maka semakin besar kemungkinannya bahwa frekuensi observasi itu terjadi karena kebetulan. Sebaliknya, semakin besar selisih di antara keduanya, maka semakin besar pula kemungkinannya bahwa frekuensi observasinya tidaklah terjadi karena kebetulan melainkan karena faktor-faktor lain. Metode ini dipilih terutama karena telah banyak digunakan dalam linguistik korpus dan, menurut McEnery & Wilson (2001: 84), memiliki keunggulan sebagai berikut: (a) lebih sensitif dibandingkan, misalnya, uji-t; (b) tidak mengasumsikan datanya memiliki distribusi normal; dan tidak terlalu rumit untuk menghitungnya. Dalam penelitian ini penghitungan nilai chikuadrat maupun nilai probabilitas (nilai p atau nilai α) dilakukan dengan bantuan paket program Minitab 17. Nilai p di sini ditetapkan pada level p = 0,05, nilai yang umum digunakan dalam bidang linguistik (Gomez, 2002: 244; McEnery & Wilson, 2001: 85) maupun ilmu sosial (Sanjaya, 2013: 95). Nilai p, menurut Larson-Hall (2010: 48), adalah “the probability that we would find a statistic as large as the one we found if the null hypothesis were true” ‘probabilitas bahwa kita akan mendapatkan nilai statistik yang sama besarnya dengan nilai yang kita peroleh andaikata hipotesis nolnya benar’. Ini berarti bahwa nilai p di bawah 0,05 menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan, sedangkan nilai p di atas 0,05 tidak.
Mengingat panjang artikel dalam masing-masing bidang ilmu yang diteliti berbeda-beda dalam hal hitungan jumlah kata, maka penghitungan jumlah token bentuk pembentengan yang digunakan dalam artikel penelitian dilakukan bukan berdasarkan frekuensi mentah atau absolut bentuk pembentengan yang ditemukan dalam artikel, melainkan berdasarkan frekuensi yang telah di‘normalisasi’kan agar
BAB I: PENDAHULUAN | 45
jumlah hasil penghitungannya dapat diperbandingkan. Yang dimaksudkan dengan normalisasi di sini adalah “a way to convert raw counts into rates of occurences, so that the scores from texts of different lengths can be compared” (Biber & Jones, 2009: 1299) ‘suatu cara untuk mengkonversi jumlah hitungan mentah menjadi angka kemunculan sehingga nilai dari teks dengan panjang yang berlain-lainan dapat dibandingkan’. Normalisasi jumlah bentuk pembentengan yang ditemukan dalam KARPING dilakukan per 10.000 kata dengan menggunakan formula berikut:
Frekuensi mentah x 10.000 Frekuensi normal = Jumlah kata
Sebagai contoh, apabila dalam sebuah artikel dalam bidang ekonomi yang terdiri dari 7.818 kata (EE01) ditemukan sebanyak 150 bentuk pembentengan, maka frekuensi normalnya adalah 150 dikalikan 10.000 dibagi 7.818 sama dengan 191.9 (dengan pembulatan sampai satu desimal). Seperti halnya dalam Pho (2013), nilai konstan 10.000, bukan 1.000 (lihat, mis., Hyland, 1998; Varttala, 2001), dipilih dalam penelitian ini terutama untuk menghindari frekuensi harapan yang terlalu rendah sehingga uji chi-kuadratnya menjadi tidak andal. McEnery & Wilson (2001: 83-4) berpendapat bahwa tidaklah begitu penting berapa nilai konstan yang kita pilih. Yang lebih penting adalah menunjukkan berapa nilai konstan yang ditentukan.
BAB I: PENDAHULUAN | 46
1.7
Sistematika Penulisan Disertasi
Disertasi ini disusun dengan sistematika sebagai berikut. Setelah Bab I ini, yang membeberkan latar belakang yang melandasi pemilihan pembentengan sebagai objek penelitian ini, permasalahan-permasalahan dan perumusannya terkait dengan pembentengan dalam karya tulis ilmiah dalam bahasa Inggris, tujuan pokok serta tujuan-tujuan khusus yang hendak dicapai dalam penelitian ini, ruang lingkup, manfaat serta metode-metode yang digunakan untuk mencapai tujuan tersebut, Bab II menyoroti konsep pembentengan dan perkembangan konsep tersebut hingga saat ini. Bab ini mengulas bagaimana konsep pembentengan yang bermula sebagai konsep semantik kemudian meluas cakupannya hingga menjadi konsep pragmatik. Di samping itu, bab ini juga meninjau berbagai macam perspektif, kerangka pemikiran, model serta teori yang dapat dimanfaatkan untuk membantu mengidentifikasi maupun memahami pemakaian pembentengan secara umum maupun secara khusus dalam artikel penelitian ilmiah, di antaranya teori-teori tentang modalitas, teori tentang tindak tutur, model interaksi sosial, teori tentang kesopanan dan teori tentang register.
Selanjutnya, Bab III melaporkan hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan ciri-ciri formal pembentengan dalam artikel penelitian. Bab ini dibagi menjadi tiga bagian utama. Bagian pertama meninjau ulang berbagai macam kategorisasi bentuk lingual pembentengan yang telah diusulkan peneliti-peneliti terdahulu seperti Crompton (1997), Hyland (1996ab, 1998), Myers (1989), Salager-Meyer (1994) dan Skelton (1988b). Bagian berikutnya menyajikan dan membeberkan secara ringkas kategorisasi yang digunakan dalam penelitian ini. Di dalam taksonomi ini, bentuk
BAB I: PENDAHULUAN | 47
lingual pembentengan pertama-tama dibagi menjadi dua, yaitu bentuk leksikal dan bentuk non-leksikal. Selanjutnya, berdasarkan kategori sintaktisnya, bentuk leksikal dibagi menjadi empat kelompok: adverbia epistemis, ajektiva epistemis, nomina epistemis, dan verba epistemis. Bentuk non-leksikal juga dibagi menjadi empat kelompok: konstruksi impersonal, konstruksi interogatif, konstruksi kondisional, dan konstruksi pasif. Akhirnya, bagian ketiga dalam bab ini menyajikan dan membahas hasil-hasil penelitian yang berkaitan dengan frekuensi dan distribusi pemakaian bentuk-bentuk lingual pembentengan dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris, frekuensi dan distribusi pemakaian bentuk-bentuk tersebut dalam kelima bidang yang diteliti, yakni ekonomi, linguistik, kedokteran, MIPA dan teknik, dan frekuensi dan distribusi pemakaiannya dalam keempat bagian artikel penelitian.
Setelah penyajian dan pembahasan hasil-hasil analisis data secara kuantitatif yang berkaitan dengan bentuk-bentuk lingual pembentengan dalam Bab III, Bab IV menyajikan dan membahas hasil-hasil analisis data secara kualitatif mengenai fungsifungsi serta motivasi-motivasi yang melandasi pemakaian bentuk-bentuk tersebut dalam artikel penelitian. Seperti halnya Bab III, bab ini juga dibagi menjadi tiga bagian. Mengingat pembentengan tidak akan dapat dipahami dengan baik fungsi dan motivasi pemakaiannya tanpa mengetahui konteks penggunaannya, maka bagian pertama dirancang untuk memberikan pemaparan tentang konteks secara umum, baik mengenai apa yang dimaksud dengan konteks dalam penelitian ini maupun unsurunsur yang membangun konteks secara keseluruhan. Berikutnya disajikan pula sebagai bagian dari konteks non-linguistik uraian mengenai bagaimana ilmu pengetahuan dibangun dan dikomunikasikan secara sosial oleh masyrakat ilmiahnya.
BAB I: PENDAHULUAN | 48
Bagian terakhir bab ini diawali dengan meninjau ulang model-model pembentengan yang diusulkan oleh Myers (1989) dan Hyland (1996ab, 1998). Berdasarkan kedua model tersebut, diusulkan dalam penelitian ini sebuah model yang memandang pembentengan sebagai sebuah strategi komunikasi yang digunakan untuk tujuan persuasif,
yaitu
untuk
membujuk
pembaca
yang
notabene
merupakan
ilmuwan/peneliti seminat agar dapat menerima dan meratifikasi klaim-klaim yang disampaikan dalam artikel penelitian.
Disertasi ini diakhiri dengan Bab V. Sebagai penutup, bab ini diawali dengan ringkasan dan kesimpulan-kesimpulan yang dapat ditarik dari pembahasan mengenai bentuk-bentuk lingual pembentengan dan fungsi-fungsi serta motivasi-motivasi pemakaiannya dalam artikel penelitian ilmiah dalam bahasa Inggris. Di samping itu, diuraikan pula beberapa implikasi yang lahir dari hasil-hasil penelitian ini. Akhirnya, disertasi ini diakhiri dengan pemaparan beberapa persoalan yang masih tersisa serta beberapa saran untuk penelitian-penelitian lanjutan mengenai pembentengan dalam karya tulis ilmiah pada umumnya dan khususnya artikel penelitian ilmiah, baik dalam bahasa Inggris maupun dalam bahasa-bahasa lain, terutama dalam bahasa Indonesia.