1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Bagi sebagian masyarakat Indonesia, Abdurahman Wahid (selanjutnya disebut Gus Dur),1 merupakan sosok kontroversial. Namun mengapa Gus Dur masih banyak mendapat simpatik dan perhatian besar masyarakat luas?. Hal tersebutlah yang sering mengundang pertanyaan di benak masyarakat luas. Karena sikap dan pemikiran Gus Dur, kadang-kadang di luar batas kesadaran, kebiasaan dan kemampuan manusia biasa sehingga apa yang difikirkan, dikatakan dan diimplementasikan oleh Gus Dur selalu menjadi kontroversi di kalangan masyarakat Indonesia khususnya warga NU sendiri.2 Gus Dur adalah salah satu sosok cendikiawan muslim yang secara aktif sangat berpengaruh dalam dunia politik. Pengaruh itu bisa diraih oleh Gus Dur karena pengetahuannya yang luas terhadap persoalan masyarakat dan pengetahuan
agamanya
yang
mendalam
serta
kemampuanya
untuk
memodifikasi pengetahuan tentang masyarakat dan agama itu menjadi pengetahuan baru yang menjadi kunci pembuka untuk memahami dinamika
1 Gus adalah sebutan bagi anak kiai, khususnya di Jawa Timur dan Jawa Tengah. Kata “Gus Dur” merupakan akronim dari kata “bagus”, sebuah harapan si ayah kepada anak agar kelak menjadi bagus. Panggilan ini diberikan kepada si anak sebelum menjadi kiai. Selain itu, panggilan “Gus” biasanya diletakkan kepada anak kiai yang “nakal”, “bandel”. Lihat Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur (Analisis Wacana Kritis), Yogyakarta: LKiS, 2010, hal. 2. 2 Abdurrahman Wahid, Tabayun Gus Dur (Pribumisasi Islam, Hak Minoritas, Reformasi Kultural), (penyunting) Saleh Isre, Yogyakarta, LKiS, 2010, hal. X.
1
2
masyarakat dan solusi atas persoalannya sehingga dalam dunia politik Gus Dur selalu memainkan manuver politik yang santun,3 damai dan selalu menjaga hubungan yang baik kepada semua kalangan. Bagi Gus Dur politik adalah silaturahim.4 Meskipun lawan politiknya selalu melakukan tindakan manuver politik yang curang dan tidak adil dalam dunia politik. Banyak hal yang dilakukan oleh Gus Dur ketika dia kembali ke Indonesia setelah mengeyam pendidikan di dunia Barat di antaranya mengabdi di Pesantren. Perjuangan tersebut dilanjutkan dengan mempromosikan / mengenalkan dunia pesantren kepada masyarakat kota, sehingga masyarakat tidak berasumsi bahwa cendikiawan pesantren tidak kolot dan pemikirannya tidak tekstual.5 Di samping itu Gus Dur melakukan hubungan yang sangat baik kepada kalangan terdidik di kota Jakarta dan LSM
dalam hal ini
organisasi Pengkajian, Pengetahuan, Pendidikan, Ekonomi, dan Sosial (LP3ES).6
3
Gus Dur melakukan kunjungan atau silaturrahmi politik kepada beberapa tokoh nasional senior, termasuk yang tidak mendukungnya. Yang pertama Gus Dur mengunjungi Menko Polkam non aktif Jenderal Wiranto, lalu mantan Presiden BJ. Habibie dan mantan Presiden Soeharto. Dia juga mengunjungi mantan wakil Presiden Soedarmono, Jenderal Besar Abdul Haris Nasution dan berkunjung ke rumah tokoh Petisi 50 Ali Sadikin dan kelompok Barisan Nasional. Lihat Muhammad Zakki, Gus Dur Presiden Republik Akhirat, WaruSidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2010, hal. 32. 4
Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gusdur, Yogyakarta: LKiS, 2010, hal. XVI.
5
Muhammad Rifai, Gus Dur (KH. Abdurahman Wahid Biografi Singkat 1940-2009), Yogyakarta: Garasi House Of Book, 2012, hal. 42. 6
Salah satu prestasi penting dari organisasi ini adalah dengan menerbitkan jurnal Prisma, yang selama bertahun-tahun merupakan jurnal ilmu sosial utama Indonesia. Gus Dur pun menjadi salah seorang penulis utama dalam jurnal tersebut, dengan menulis di jurnal tersebut Gus Dur dapat mengeksploitasikan pemikiran-pemikiran briliannya. Penulisan tersebut dimaksudkan untuk memberikan pemahaman terhadap masyarakat kota mengenai dunia pesantren dan Islam tradisional. Lihat Ibid., hal. 67.
3
Melalui organisasi Nahdatul Ulama (NU), Gus Dur banyak belajar pergerakan Orde Baru. Selain belajar dari cara kerja mengelola sebuah organisasi, ia juga mengetahui pengaruh politik pemerintah dalam tubuh organisasi pada masa itu, yang mana pada masa itu organisasi NU merupakan sebuah tameng politik bagi Suharto. Selama memimpin NU, Gus Dur mampu menjaga ormas ini agar tetap moderat sebagaimana yang dicontohkan oleh para pendiri dan pendahulunya. Ini tentu merupakan sesuatu yang sangat berbeda dengan NU di bawah kepemimpinan K.H. Hasyim Muzadi, yang cenderung dekat dengan kelompok Islam kanan, suatu kecenderungan yang lebih disebabkan oleh motif politik dan kekuasaan para pemimpin NU sendiri.7 Selama kepemimpinan Gus Dur, NU tidak pernah mengambil keputusan hukum yang bersifat final dan kaku. Semua hukum dan keputusan bisa berubah sesuai dengan alasan yang kuat dalam rangka menyikapi perubahan kondisi dan kebutuhan manusia yang bersifat dinamis. Watak dinamis dan moderat seperti itulah yang selalu dipertahankan dan dipegang teguh oleh Gus Dur selama menjadi ketua NU.8 Selain berjuang untuk kemaslahatan NU, Gus Dur juga berjuang untuk semua kalangan, terutama kalangan tertindas minoritas. Semenjak ia menjadi
7
Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gusdur…, hal. 73.
8
Ibid., hal. 78.
4
ketua PBNU, perjuangannya untuk humanisme sangatlah kuat dan melekat serta konsistensi tinggi.9 Gus Dur sebagai seorang tokoh politik yang dianggap fenomenal dalam sejarah pemikiran politik Indonesia. Dalam diri Gus Dur terangkum berbagai predikat: kiai, politisi, intelektual muslim, budayawan dan aktivitas kemanusian. Kiprah politiknya sendiri semakin menjulang ketika secara tegas ia terjun dalam dunia politik praktis dengan mendirikan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)10, hingga mencapai puncaknya pada 1999-2001, saat ia menjadi Presiden Indonesia ke-4.11 Selama kurang lebih 2 tahun Gus Dur menjabat sebagai presiden RI ke-4 yaitu mulai diangkat pada tanggal 20 Oktober 1999 dan berakhir pada tanggal 20 Juli 2001.12 Dalam waktu yang singkat tersebut Gus Dur mampu melakukan
pembaruan13
birokrasi
pemerintahan
meskipun
memicu
kontroversi di tengah masyarakat khusunya di dalam pemerintahan. 9 Sebagai tindakan kongkrit dari perjuangan dan pembelaan Gus Dur terhadap kalangan minoritas yang tertindas dapat kita lihat ketika terjadi peristiwa gugatan pasangan Kong Hu Cu ke PTUN Surabaya, karena tidak di akui perkawinan mereka berdasarkan kepercayaan yang dianut. Dalam hal ini bukti dukungan Gus Dur adalalah dengan menghadiri setiap sidang-sidang pengadilan dengan memberikan dukungan moral terhadap kedua pasangan tersebut. Muhammad Rifa’I, Gus Dur…, hal. 45. 10 Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) adalah sebuah partai politik di Indonesia. Partai ini didirikan di Jakarta pada tanggal 29 Rabi’ul Awal 1419 Hijriyah/23 Juli 1998 yang dideklarasikan oleh para kiai-kiai Nahdlatul Ulama (Munasir Ali, Ilyas Ruchiyat, Abdurrahman Wahid, A. Mustafa Bisri dan A. Muchith Muzadi). Lihad.,Ibid., hal. 69. 11
Ibid., hal. 74.
12
Arief Mudatsir Mandan, Jejak Langkah Guru Bangsa, Jakarta: Pustaka Indonesia Satu, 2010, hal. 126. 13 Kebijakan yang dilakukan oleh Gus Dur diantaranya dengan melakukan penutupan terhadap Departemen Penerangan (Deppen). Karena menurut Gus Dur Deppen tersebut telah banyak melakukan kesalahan dan kekeliruan seperti sarang pemerasan terhadap kebebasan pers. Sementara, Depsos dilikuidasi, karena departemen ini beranggapan bahwa masalah
5
Jabatan presiden
tersebutlah yang menjadi parameter untuk melihat
prestasi yang diraih oleh Gus Dur dalam dunia politik. Posisi seperti itu bisa diraih karena bahasa dan gaya politik Gus Dur merupakan akumulasi dari pengetahuan yang bersifat menyeluruh tentang berbagai bidang kehidupan masyarakat. Pengetahuan dan kepeduliannya tentang berbagai bidang kehidupan masyarakat itu mempunyai tempat sendiri-sendiri dalam totalitas keyakinannya, namun saling menunjang dan saling melengkapi. Pengetahuan dan kepedulian tentang suatu hal yang tidak menjadi faktor tandingan terhadap hal yang lain. Karena itu Gus Dur bisa mengayomi berbagai aspirasi keagamaan dan keyakinan sekaligus menjadikan kehidupan bersama sebagai wahana pematangan dan dinamisasi pemikiran. 14 Kelihaian Gus Dur melakukan gerakan politik memang diakui kawan maupun lawan. Bagi sebagian orang pemikiran dan perilaku politik Gus Dur dinilai dapat menjadi khasanah dalam dinamika pemikiran politik di Indonesia. Gaya politik yang “nyeleneh” dari sosok Gus Dur menunjukan adanya tipikal pemikiran politik yang khas ketika melakukan interaksi dan advokasi politik. Salah satunya yang patut diperhitungkan dalam sejarah dalam pemikiran politik adalah kemampuannya membangun intelektualisme dan aktivisme sekaligus, yang jarang dilakukan oleh para kiai di lingkungannya. Berjuang melalui politik praktis diiringi dengan perlawanan sosial yang terjadi dalam masyarakat, itu merupakan tanggung jawab dan harus dipecahakan oleh masyarakat sendiri. Artinya masalah itu biarlah diurus oleh masyarakat. Kekhawatiran inilah menurut Gus Dur, yang nantinya akan menjadi sebuah lembaga yang akan memperpanjang tali birokrasi yang tidak perlu. Lihat Ibid., hal. 121. 14
Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 74.
6
terhadap “kebodohan” politik itu sendiri dengan intelektualismenya, merupakan gaya Gus Dur. 15 Sebagai seorang pemikir, Gus Dur mampu merepresentasikan ide-idenya secara produktif melalui salah satunya
teks pidato kenegaraan. Dalam
menuangkan idenya, Gus Dur dipandang sebagai penulis yang komunikatif. Dari segi bahasa, tulisan Gus Dur yang dimanifestasikan melalui teks-teks pidato kenegaraan enak dibaca, karena menggunakan bahasa yang enak, sederhana dan lancar bahkan komunikatif. Sementara dari segi materi, tulisan Gus Dur dalam teks-teks pidato kenegaraan memosisikan Gus Dur sebagai fungsi korektif, yaitu perimbangan yang resiprokal antara keyakinan keagamaan dan rasionalitasnya dalam proses berbangsa dan bernegara. Dengan kata lain materi dalam teks-teks pidato kenegaraan pembaca diajak untuk berfikir seimbang, karena argumen-argumen yang diajukannya berasal dari dua kutub, yaitu unsur agama dan unsur sekuler. Hal tersebut menjadi bukti bahwa posisi teks-teks pidato kenegaraan Gus Dur dalam membangun pemikiran politik Indonesia dipandang cukup dominan mempengaruhi proses nasionalisme, liberalisme, pluralisme dan demokrasi. Meskipun diakui bahwa Gus Dur bukanlah ilmuan politik. Pemikiran dan ijtihadnya telah mempengaruhi perkembangan proses nasionalisme, liberalisme, pluralisme dan demokrasi di Indonesia. Islam sebagai basis ideologi dan pemikiran kritis di sisi lain. Karakter tersebut sebagai implementasi dari maqashid al- syariah (tujuan syariat), yaitu suatu 15
Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 3.
7
pemikiran yang mempertimbangkan teks ilahiah (nash) dengan konteks kekinian (‘urf).16 Hukum dan keputusan yang diambil juga harus mempertimbangkan secara seksama terhadap manfaat dan maslahatnya bagi manusia.17 Watak dinamis dan moderat seperti itulah yang selalu dipertahankan dan dipegang teguh oleh Gus Dur selama ia menjadi Presiden Republik Indonesia ke-4. Secara umum apa yang hendak didedahkan oleh Gus Dur adalah suatu hubungan seimbang dan timbal balik antara keyakinan sekuler dalam berbagai wujud manifestasinya dalam proses terus-menerus berbangsa dan bernegara.18 Teks merupakan bagian dari wacana, mengutip pendapat Van Dijk dalam Munawar Ahmad bahwa teks tidak hanya berdiri sendiri, tetapi merupakan simple an ordered sequence of proposition. Terdapat serangkaian proposisi yang membentuk dan memberi makna terhadap teks19. Teks memiliki bangunan konstruksi, yakni teksture. Dalam hal ini, untuk mengungkap dari suatu teks pidato Presiden Abduraman Wahid. Latar
belakang
itulah
mengundang
penulis
untuk
mengetahui
komunikasi politik yang diterapkan dan dimaikan oleh presiden dalam hal ini Gus Dur, sehingga penulis merasa tertarik untuk meneliti secara fokus mengenai komunikasi politik dalam teks pidato yang disampaikan oleh 16
Ibid., hal. 8.
17
Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gusdur…, hal. 79.
18
Greg Barton dan Hairus Salim, Prisma Pemikiran Gus Dur, Yogyakarta: LKiS, 2010, hal. xvii. 19
Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur …, hal. 31.
8
Abdurrahman Wahid (Gus Dur) selama ia menjadi presiden RI ke-4. Dengan judul “Komunikasi Politik Gus Dur” (Analisis Wacana Kritis Teks Pidato Kenegaraan Presiden Abdurrahman Wahid yang Disampaikan di Depan Sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000 ) B. Rumusan Masalah Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penulisan ini adalah bagaimana komunikasi politik Presiden Abdurrahman Wahid dalam teks pidato kenegaraan yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000 . C. Tujuan Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan ini untuk mengetahui komunikasi politik Presiden Abdurrahman Wahid dalam teks pidato kenegaraan yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000. D. Manfaat Penelitian a. Teoritis (1) Memperluas wawasan tentang komunikasi politik yang dimainkan oleh presiden khususnya mengenai komunikasi politik Abdurrahman Wahid. (2) Menambah kesadaran untuk selalu bersikap kritis dan analisis ketika melihat sejumlah argumen yang membentang di depan kita. Sehingga kita tidak mudah terprakarsai oleh pihak dan golongan tertentu.
9
(3) Menjadi bahan acuan tambahan untuk penelitian sejenis selanjutnya. Sehingga memberikan kemudahan untuk hunting bahan-bahan penelitian khususnya berkaitan dengan politik Presiden Abdurrahman Wahid b. Praktis (1) Bagi mahasiswa dapat memahami hal-hal yang berkaitan dengan politik karena kemuktahiran ini selalu diasumsikan oleh masyarakat luas bahwa politik itu identik dengan kecurangan dan penuh dengan daya tipu belaka untuk mendapatkan sebuah tujuan yang bersifat matearilistis dan prakmatis. (2) Dapat membantu peranan politikus. sehingga mudah dalam menentukan metode komunikasi yang baik kepada pimpinan dalam hal ini presiden dalam rangka untuk membangun sebuah presefsi yang sama. Untuk mewujudkan Negara yang demokratis sesuai dengan yang telah diamanatkan oleh UUD, demi mencapai sebuah tatanan kehidupan yang madani.