BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Partai politik adalah suatu keniscayaan dalam sebuah Negara demokrasi. Karena partai politik merupakan prasyarat utama di dalam sebuah Negara yang mengaku menggunakan sistem demokrasi. Jika suatu Negara mengaku sebagai Negara demokrasi maka suatu keharusan bahwa dalam sistem kenegaraannya terdapat partai politik. Dimana partai politik berfungsi sebagai penyangga bekerjanya sistem demokrasi di suatu Negara. Namun bila hal ini diabaikan, akan sangat sulit mengakuinya sebagai sebuah Negara demokrasi. Bahkan tidak semua Negara yang terdapat partai politik di dalamnya dapat dengan mudah di katakan sebagai Negara demokrasi. Dalam konteks perjalanan Negara Indonesia menjadi sebuah Negara demokrasi yang di akui oleh hampir seluruh bangsa di dunia, maka Indonesia adalah contoh nyata dari bekerjanya sebuah sistem demokrasi di dalam Negara yang di topang oleh bekerjanya fungsi partai politik. Kejatuhan rezim orde baru di tahun 1998 yang selama ini dianggap merepresi kehidupan politik di Indonesia seakan menjadi jalan bagi kehidupan demokrasi dengan melahirkan banyak partai politik sebagai salah satu instrumen pendukung bekerjanya sistem demokrasi. Karena jatuhnya rezim orde baru yang diikuti dengan era reformasi membawa angin segar bagi banyak kalangan untuk memperjuangkan kehidupan yang lebih sejahtera dan bermartabat, salah satunya melalui partai politik.
1
Kehadiran era reformasi yang diikuti oleh munculnya banyak partai politik memberikan banyak peluang bagi rakyat untuk dapat menyampaikan aspirasi dan keinginannya melalui partai politik agar dapat didengar dan direalisasikan oleh pemerintah. Salah satunya adalah kelahiran Partai Amanat Nasional ( PAN). PAN sebagai sebuah partai politik yang lahir di era reformasi dibidani oleh beberapa tokoh – tokoh reformasi yang tergabung dalam majelis amanat rakyat (Litbang Kompas,2007). Majelis amanat rakyat (MARA) di deklarasikan pada tanggal 14 mei 1998 di Jakarta dengan tujuan untuk mewadahi kerjasama antar organisasi dan perorangan yang memiliki komitmen terhadap gerakan reformasi. Dalam perjalanannya, terbentuknya MARA menjadi cikal bakal berdirinya organisasi partai politik bernama Partai Amanat Bangsa (PAB) yang kemudian berganti nama menjadi Partai Amanat Nasional yang di deklarasikan pada tanggal 23 Agustus 1998. Tujuan dibentuknya Partai Amanat Nasional yakni menciptakan Indonesia baru yang menjunjung tinggi dan menegakan nilai – nilai Iman dan Taqwa,
kedaulatan
rakyat,
keadilan
merealisasikan tujuan partai, PAN
dan
kesejahteraan
sosial.
Untuk
mulai melebarkan sayap organisasi
kepartaiannya ke seluruh wilayah republik Indonesia dengan membentuk kepengurusan partai di tingkat propinsi dan kabupaten /kota. Setelah merasa mantap dengan struktur organisasi partai yang telah tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia, PAN memantapkan langkahnya dengan mengikuti pemilu di tahun 1999. Keikutsertaannya dalam pemilu, ternyata mengantarkan PAN meraih 7,4 persen suara sah secara nasional. Sehingga dapat menempatkan wakilnya di
2
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Sebuah lembaga tinggi Negara yang bertugas menjadi ujung tombak perjuangan aspirasi rakyat. Keberhasilan perolehan suara PAN secara nasional di pemilu 1999 tidak hanya sebatas di tingkat nasional. Akan tetapi PAN juga mampu memperoleh dukungan dari rakyat untuk dapat menempatkan wakilnya di DPRD propinsi dan kabupaten/kota. Salah satunya adalah di Kabupaten Banjarnegara. Sebagai partai baru di kancah perpolitikan Kabupaten Banjarnegara yang telah lama di dominasi oleh Golkar, PDI dan PPP, PAN mencoba untuk menggeser dominasi ketiga partai tersebut dengan berbagai strategi marketing politik yang di usungnya. Terutama untuk menyongsong tujuan partai menjadi salah satu partai terbesar di Kabupaten Banjarnegara. Hasilnya terlihat di pemilu 2009, dimana PAN mampu menjadi partai pemenang pemilu di Banjarnegara dengan menggeser dominasi Golkar, PDI-P dan PPP. Keberhasilannya menjadi partai pemenang pemilu telah menunjukan bahwa sebagai partai baru ternyata PAN mampu untuk meruntuhkan dinding kokoh kemapanan partai lama. Padahal jika melihat sistem pemilu legislatif yang digunakan seharusnya malah menguntungkan partai lama. Karena sistem pemilunya fokus pada pemilihan partai. Sehingga partai lama diuntungkan dengan jejaring dan sumber daya partai yang sudah dimiliki. Akan tetapi PAN sebagai partai baru justru mampu memperoleh 4 kursi anggota DPRD. Begitupun di tahun 2004 yang sistem pemilunya masih mengutamakan banyaknya perolehan suara partai, PAN tetap bisa memperoleh 5 kursi anggota legislatif. Puncaknya di tahun 2009 dengan sistem pemilu baru yang mengutamakan perolehan suara terbanyak calon anggota 3
legislatif justru membuat PAN memperoleh tambahan kursi legislatif yang cukup siginfikan. Yakni tambahan 3 kursi DPRD yang menjadikan PAN sebagai partai pemenang pemilu di tahun 2009. Dengan perolehan 8 kursi legislatif di DPRD membuat PAN dapat menempatkan anggotanya sebagai pimpinan DPRD Banjarnegara. Padahal di pemilu legislatif tahun 2009 yang terjadi bukan hanya persaingan antar partai untuk mendapatkan suara pemilih, tapi juga persaingan internal antar calon anggota legislatif di satu partai yang sama untuk memperoleh suara pemilih sebanyak mungkin agar mampu menjadi anggota legislatif. Hal ini terjadi karena di pemilu 2009 sistem nomer urut partai sebagai dasar penentuan anggota legislatif terpilih dihapuskan dan diganti dengan sistem suara terbanyak tanpa memandang nomer urut calon anggota. Apakah ini memberikan pengaruh bagi peningkatan perolehan suara PAN di Banjarnegara, hal itu masih belum bisa di jelaskan dan mungkin malah ada faktor lain yang memberikan pengaruh atas meningkatnya suara PAN di Banjarnegara. Namun dari pengertian partai politik yang dikemukakan oleh Carl J. Friedrich bahwa partai politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan kekuasaan bagi pemimpin partainya dan memberikan kemanfaatan yang bersifat ideal maupun materil (budiardjo,2008). Maka kemenangan PAN di tahun 2009 dapat dikatakan sebagai pergerakan terorganisir yang secara agresif dan terstruktur berusaha menggapai tujuannya merebut penguasaan kursi terbanyak DPRD di Kabupaten Banjarnegara. Dengan menjadi partai pemenang pemilu, PAN berharap dapat 4
mengarahkan kebijakan – kebijakan publik yang secara langsung dapat dirasakan manfaatnya oleh rakyat sekaligus dapat terus memelihara dan mempertahankan komitmen pendukungnya di Banjarnegara agar tidak berpaling ke partai lain. Karena bagaimanapun sebagai partai politik PAN memiliki beberapa fungsi yang harus dijalankan yakni artikulasi, agregasi, rekruitmen dan kontrol terhadap berjalannya pemerintahan. Akan tetapi yang terpenting untuk partai politik adalah bagaimana mempertahankan suara pemilih yang sudah dalam genggaman, serta bagaimana untuk menambah suara pemilih baru melalui rekruitmen politik agar regenerasi dan kesinambungan kekuasaan partai dapat terjaga dengan baik. Oleh sebab itu penulis melihat bahwa pemilihan terhadap studi kasus strategi marketing politik yang dijalankan PAN di Banjarnegara dalam memenangkan pemilu sangat menarik untuk diangkat sebagai tema skripsi. Karena perjuangan PAN untuk menjadi partai pemenang pemilu legislatif di Banjarnegara di tahun 2009 bukanlah sesuatu yang didapatkan secara instan. Akan tetapi merupakan sebuah proses panjang yang harus dijalani demi menggapai tujuannya memperoleh kemenangan di pemilu. Harapannya dengan mempelajari strategi marketing politik partai di tingkat lokal untuk memenangkan pemilu legislatif mampu memberikan pembelajaran tentang cara kerja partai dalam mereproduksi dan mempertahankan kekuasaan. Karena bagaimanapun juga kontestasi partai politik akan selalu berjalan dan bekerja di sebuah Negara yang menganut sistem demokrasi seperti Indonesia demi mendapatkan kekuasaan.
5
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah saya uraikan, maka saya memiliki rumusan masalah sebagai berikut : Bagaimana strategi marketing politik Partai Amanat Nasional Kabupaten Banjarnegara dalam memenangkan pemilu legislatif 2009? C. Tujuan Penelitian :
Mengetahui
perkembangan
Partai
Amanat
Nasional
di
Kabupaten
Banjarnegara sampai tahun 2009 hingga mampu menjadi partai pemenang pemilu di tahun 2009.
Mengetahui strategi marketing politik yang dipilih dan dijalankan PAN dalam pemilu legislatif 1999, 2004 dan 2009 untuk merebut simpati dan suara rakyat Banjarnegara.
D. Landasan Teori : Untuk membahas dan menganalisa rumusan masalah di atas secara lebih komprehensif dan mendalam, penggunaan dasar - dasar teori yang mencukupi sebagai rujukan diperlukan untuk mempermudah menemukan jawaban dari rumusan masalah. Karena itulah digunakan dasar – dasar teori yang relevan untuk mengetahui rahasia kemenangan partai agar dapat menjadi partai pemenang pemilu yakni dengan melihat : Marketing politik, pemetaan pemilih, memahami tipologi partai politik, dan memahami sistem pemilihan umum. Penggunaan strategi marketing dalam politik di era sekarang merupakan sebuah keniscayaan. Dimana dalam konteks perpolitikan sekarang ini,
6
penggunakan ilmu marketing yang selama ini identik dengan disiplin ilmu ekonomi yang menghubungkan antara produsen dengan konsumen dianggap sudah saatnya diterapkan dalam dunia politik. Penerapan ilmu marketing terutama digunakan untuk membantu partai politik mengenal masyarakat yang diwakilinya atau yang menjadi target pendekatan (Firmanzah,2008). Untuk itulah penggunaan metode marketing sangatlah diperlukan dalam menyusun dan merancang strategi politik agar dapat meyakinkan konsumen politik bahwa produk politiknya lebih unggul dibandingkan dengan pesaing. Penggunaan metode marketing dalam dunia politik dianggap sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat yang telah mengalami transformasi perubahan seiring dengan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Dimana mulai terlihat tuntutan dari masyarakat agar dunia politik dapat mulai menerapkan prinsip – prinsip demokrasi secara nyata. Terutama bagi partai politik agar dapat lebih terbuka dan transparan dalam mengelola partainya. Keadaan ini menyebabkan partai politik dituntut agar dapat mengembangkan program kerja sesuai dengan aspirasi rakyat yang sebenarnya. Apalagi didukung oleh kondisi sistem perpolitikan di Indonesia yang menganut sistem multipartai membuat persaingan politik menjadi semakin keras untuk meyakinkan dan memperebutkan hati rakyat. Seperti ungkapan jenderal Sun tzu yang menyatakan bahwa : Strategi adalah salah satu cara untuk dengan mudah menaklukkan lawan, kalau perlu tanpa pertempuran ( Battle) atau dengan kata lain strategi baru di perlukan jika ada lawan ( Adam, 2006: 9)
7
Sesuai dengan ungkapan tersebut, siapapun yang ingin menang dalam persaingan harus dapat secara cerdas memilih strategi terbaik untuk dapat mengalahkan lawannya. Dalam konteks politik, pemilu sebagai arena politik yang membebaskan semua orang, kelompok atau organisasi berkompetisi di dalamnya, penggunaan strategi merupakan komponen utama untuk meraih dan mewujudkan tujuan – tujuan politik yang telah di rumuskan dan disusun secara matang. Dimana dalam tulisan ini akan dibahas mengenai strategi marketing politik dan penggunaannya dalam dunia politik untuk mencapai tujuan yang ingin di capai. Berkaitan dengan pemilu, penggunaan strategi dimaksudkan untuk dapat memenangkan pemilu dan menjadi penguasa dengan merebut kekuasaan atau mempertahankan kekuasaan yang telah di genggam. Seperti yang diungkapkan oleh Peter Schroder bahwa Strategi dalam politik adalah strategi yang digunakan untuk mewujudkan cita – cita politik (Schroder, 2004: 7). Begitu pentingnya penggunaan strategi dalam politik, membuat semua aktor yang terlibat dalam politik harus mampu bersaing menjadi yang terkuat dan terbaik dengan menggunakan sebuah strategi yang disusun secara sistematis agar mampu memberikan kemenangan dan kekuasaan bagi penggunanya.
Jadi
dapat
dikatakan
politik
tanpa
strategi
sama
saja
membayangkan memperoleh kekuasaan tapi tidak tahu jalan untuk mencapainya. Dalam konteks penggunaannya di pemilu, penggunaan strategi diutamakan untuk memperoleh kekuasaan dengan cara memperoleh hasil yang baik dalam pemilu. Sehingga tujuan politik dapat di wujudkan dan membuka kesempatan akan adanya perubahan yang ingin di capai.
8
Berkaitan dengan tujuan untuk memperoleh dukungan dari pemilih dalam pemilu, maka memperhitungkan adanya kontestasi politik antar partai sangatlah di perlukan. Karena masing – masing partai pasti akan mempunyai strategi tersendiri yang menurutnya tepat untuk memenangkan sebuah kompetisi dalam pemilu. Sehingga nantinya diharapkan strategi yang disusun untuk menjaring pemilih akan berjalan efektif dan efisien. Karena jika pemetaan pemilih diabaikan, akan membuat strategi yang disusun akan kontra produktif dengan tujuan yang ingin dicapai. Untuk itulah pendekatan yang menggunakan kerangka berpikir marketing politik diperlukan sebagai langkah awal melihat pemetaan pemilih yang potensial atau mengambang. Pendekatan marketing politik yang digunakan antara lain adalah D.1 Pemetaan Pemilih Langkah awal dalam menyusun strategi marketing politik yakni melakukan pemetaan pemilih. Melalui pemetaan pemilih, maka pondasi awal dalam mendesain kampanye untuk ikut berkompetisi di pemilihan umum dapat berjalan efektif dan efisien. Efektif dalam arti tepat sasaran, tepat guna dan dapat memperoleh hasil maksimal. Sedangkan efisien dalam arti penggunaan sumber daya sesuai dengan yang dibutuhkan. Ini terkait dengan pengalokasian uang, penggunaan tim kampanye serta pemanfaatan waktu dan tenaga sesuai peruntukannya dalam kampanye. Pada prinsipnya pemetaan pemilih diperlukan hanya untuk bertindak secukupnya dengan memperoleh hasil yang maksimal. Dengan pemetaan pemilih yang baik, diharapkan model - model kampanye yang selama ini digunakan melalui penghamburan sumber daya secara frontal tidak 9
perlu lagi dilakukan. Karena yang terpenting dalam kampanye adalah mampu mengutarakan maksud secara tepat dan memperoleh manfaat yang dapat di ukur tingkat keberhasilannya. Terdapat beberapa langkah untuk mempermudah dalam memetakan pemilih yang potensial bagi partai atau kandidat. Alur Pemetaan Pemilih : Identifikasi posisi awal partai/kandidat
Segmentasi pasar pemilih
Targeting pasar pemilih
Strategi kampanye
Positioning partai/kandidat
Klasifikasi tipe pemilih dan perilaku pemilih
Sumber: Pamungkas (2010:71) D.2 Identifikasi Posisi Awal Partai Langkah awal dalam melakukan pemetaan pemilih adalah dengan mengidentifikasikan posisi awal dari partai/kandidat dalam pasar pemilih dan partai – partai pesaing. Pilihan untuk menempatkan identifikasi awal partai/kandidat di posisi awal di maksudkan karena biasanya ketertarikan pemilih pada partai/kandidat cenderung dimulai dari kesamaan dan kedekatan sistem nilai dan keyakinan antara keduanya. Hubungan ini dapat dijelaskan dengan meggunakan model spasial seperti berikut:
10
Gambar : Model Spasial posisi partai dan Pemilih di pemilu 2004. L
c
E V E L P E M I L I H
d e
b
f
a
g
1
7
Nasionalis
Religius
Sumber : Pamungkas (2010:72) Dari model spasial di atas, partai dan politisi di Indonesia secara ekstrim dapat di letakkan dalam spektrum kelompok nasionalis dan kelompok religius (Pamungkas,2009). Letak garis – garis lurus spektrum yang di pisah oleh titik – titik bergaris menjelaskan bahwa semakin menuju ke tengah mendekati titik bergaris maka pandangan politiknya akan
semakin moderat. Ukuran tingkat
pembilahan moderatisasi pembilahan partai dilihat dari tingkat komitmen ideologi yang dianut dan penerimaan kelompok lain di luar mereka. Merujuk pada hasil pemilu tahun 2004 dari tujuh partai yang lolos electoral threshold, PDIP menjadi titik simpul pertama sebagai partai yang dianggap paling nasionalis. Sedangkan yang menempati titik simpul ketujuh yang di anggap sebagai partai paling islamis masih diduduki oleh PKS. Untuk partai Golkar, Demokrat, PAN, PPP, PKB
11
secara
berurutan
menempati
spektrum
garis
setelah
PDIP.
Dengan
pengidentifikasian ini, posisi partai dan kandidat akan menjadi lebih mudah di petakan sehingga dapat terlihat pemilih potensial dari masing – masing partai politik yang ada. Gambar : Model Spasial Posisi Partai dan Pemilih di Tahun 2009. L
Y
e
E
F
d
V E L
G
c
H
b a
P E M I L I H
1
9
Nasionalis
X
Religius
Sumber : Modifikasi dari Sigit Pamungkas (2010) Dari model spasial di atas, terdapat penambahan sebanyak dua partai dalam penggambaran letak partai dan politisi di Indonesia dalam spektrum kelompok ideologi nasionalis dan religius. Letak garis – garis lurus spektrum yang di pisah oleh titik – titik bergaris menjelaskan bahwa semakin menuju ke tengah mendekati titik bergaris maka pandangan politiknya akan
semakin moderat.
Ukuran tingkat pembilahan moderatisasi partai dilihat dari tingkat komitmen ideologi yang dianut dan penerimaan kelompok lain di luar mereka. Merujuk pada hasil pemilu tahun 2009 dari sembilan partai yang lolos electoral threshold, PDIP 12
masih menjadi titik simpul pertama sebagai partai yang dianggap paling nasionalis. Sedangkan yang menempati titik simpul ke sembilan yang dianggap sebagai partai paling islamis masih diduduki oleh PKS. Selanjutnya bagi partai Gerindra, Hanura, Golkar, Demokrat, PAN, PPP, PKB secara berurutan menempati spektrum garis setelah PDIP. Dengan pengidentifikasian ini, posisi partai dan kandidat akan menjadi lebih mudah di petakan sehingga dapat terlihat pemilih potensial dari masing – masing partai politik yang ada. D.3 Segmentasi Pemilih Selanjutnya
setelah
identifikasi
partai/kandidat
adalah
melakukan
segmentasi pemilih. Segmentasi pemilih dilakukan untuk memudahkan pemilahan terhadap tanggapan masyarakat pada partai/kandidat tertentu sehingga membuat partai/kandidat dapat mengklasifikasikan pemilih sesuai dengan kategori tertentu berdasarkan spektrum posisi partai/kandidat. Paling tidak terdapat 4 cara dalam melakukan segmentasi pemilih yakni : 1. Segmentasi geografi, yaitu pembagian pemilih berdasarkan persebaran penduduk yang tinggal di kota dan desa. 2. Segmentasi demografi, yaitu pemilih dibedakan berdasarkan variabel jenis kelamin, pendapatan, pendidikan, dan pekerjaan. 3. Segmentasi sosial – budaya, yaitu pembagian pemilih berdasarkan perbedaan suku, ras, etnik dan agama. 4. Segmentasi usia, yaitu pemilahan pemilih berdasarkan perbedaan usia dari pemilih pemula,anak muda hingga pemilih dewasa.
13
Segmentasi terhadap pemilih yang dilakukan dengan 3 asumsi bahwa (Firmanzah, dalam Pamungkas,2009: 73). Pertama, pemilih terdiri atas komponen – komponen yang tidak sama (heterogen). Kedua heterogenitas pemilih akan mempengaruhi tingkat dan jenis pilihan pemilih. Ketiga, masing – masing segmentasi pemilih dapat dipisahkan satu dengan yang lain dan juga dapat di bedakan dengan karakteristik pemilih secara keseluruhan. D.4 Target Pemilih
Setelah membuat segmentasi pemilih dan mengetahui secara lengkap karakter dari masing – masing masyarakat yang akan menjadi sasaran. Selanjutnya adalah memilih target dari segmentasi pemilih yang telah di ketahui untuk menjadi target kampanye partai/kandidat. Targeting dilakukan dengan alasan bahwa tidak mungkin untuk merangkul semua segmentasi
pemilih
kedalam program kampanye yang akan di implementasikan di lapangan. Karena memang terdapat keterbatasan sumberdaya yang dapat dikerahkan. Selain itu harus benar – benar memilih segmentasi yang akan dimasuki dengan melihat peluang dan jumlah pemilih yang signifikan dengan terlebih dahulu menganalisa persebaran pemilih berdasarkan segmentasi geografis. Sehingga pendekatan yang di gunakan terhadap pemilih dapat bekerja secara efektif dan efisien. Dalam konteks targetting yang dilakukan oleh partai politik dalam menghadapi pemilu, sudah seharusnya partai politik mempunyai data persebaran pendukung partai dari pemilu sebelumnya. Hal ini diperlukan agar partai dapat memprioritaskan masyarakat atau kelompok masyarakat tertentu di suatu daerah
14
untuk digarap yang diharapkan nantinya akan menjadi pendukung utama partai dalam pemilihan umum. Yang pada akhirnya partai politik dapat mempergunakan sumber daya yang dimilikinya seperlunya dengan harapan memperoleh suara pemilih di pemilu dengan hasil yang maksimal. Di sisi lain, partai juga dapat secara efektif mengkomunikasikan program –program partai terhadap pemilih. D.5 Tipe Pemilih Setelah melakukan targeting pemilih, langkah selanjutnya adalah memetakan tipe pemilih di tiap – tiap target pemilih yang akan di masuki berdasarkan segmentasi pemilih yang telah dilakukan. Tipe – tipe pemilih dalam suatu wilayah target yang telah ditentukan biasanya dapat di bagi ke dalam 3 level. Pertama, pemilih yang merupakan konstituen partai karena secara ideologi dan tujuan selaras dengan partai politik. Kedua pemilih yang masih mengalami kebimbangan untuk menentukan pilihan terhadap salah satu partai, dengan asumsi banyaknya ideologi dan tujuan partai yang hampir mirip satu sama lain. Biasanya ini terjadi pada para pemilih pemula yang baru pertama kali mengikuti pemilihan umum. Ketiga, pemilih yang pada pemilu sebelumnya adalah pendukung partai lain, namun membuka kesempatan bagi partai baru yang mempunyai program serta janji – janji partai yang lebih baik dari partai yang sebelumnya dia pilih.
15
Gambar : Pelapisan Pemilih dalam pemilu
Pemilih Pemula
Konstituen
Pendukung PartaiLain
Sumber : Pamungkas, (2010:74) Berdasarkan pemetaan tipe pemilih setelah di klasifikasikan ke dalam 3 level pemilih, selanjutnya harus mempelajari secara cermat pola perilaku ketiga tipe pemilih yang ada. Secara teoritik terdapat 3 penjelasan dalam memahami perilaku memilih(Pamungkas, 2009:74). Pertama, party identification yakni perilaku para pemilih dalam memilih partai/kandidat berdasarkan pada sejumlah nilai – nilai yang di anggap sama dengan pemilih. Misalnya pemilih yang abangan mempunyai kecenderungan untuk memilih partai yang identik dengan nilai nasionalis, sedangkan pemilih santri akan memilih partai berbasis agama. Kedua, secara sosiologis perilaku pemilih dalam memilih di dorong oleh faktor - faktor yang bersifat sosiologis seperti kesamaan – kesamaan kelas sosial, sex, geografis dan agama. Ketiga, selalu di hitung menggunakan pilihan rasional dimana perilaku memilihnya di dorong oleh kalkulasi untung – rugi. Pemilih yang seperti ini biasanya sangat sensitif terhadap isu – isu kebijakan yang mempunyai dampak pada dirinya atau tidak. Selain itu juga terdapat perilaku memilih yang sangat tergantung dengan perilaku elit yang menjadi panutan (patron – client).
16
D.6 Positioning Politik Langkah terakhir adalah melakukan positioning politik. Positioning dilakukan guna menyampaikan pesan politik dengan menanamkan pencitraan dan pesan politik yang baik terhadap pemilih, baik yang konstituen atau calon kontituen. Bila di kaitkan dengan partai politik, positioning di maksudkan untuk memposisikan citra partai politik ke dalam posisi yang lebih baik daripada partai politik lain. Secara lebih tegas, positioning adalah turunan dari visi dan misi politik partai yang di padukan dengan keunggulan kompetitif yang di miliki oleh partai dan di buat dalam bentuk program partai yang simpel, memikat, dan nendang ( Wasesa, 2011:208). Dengan di dukung oleh visualisasi penyampaian program partai, pemilih di harapkan dapat langsung memahami apa yang ingin di sampaikan oleh partai. Visualisasi dapat berupa gambar atau video tentang partai yang di dukung oleh simbol atau jargon partai yang mudah di ingat dan di tiru oleh pemilih. Penggunaan simbol atau jargon bertujuan untuk menarik simpati pemilih dengan mengasumsikan partai sebagai pembela masyarakat ekonomi kelas bawah atau sejenisnya. Yang akan membuat pemilih berpikir untuk menjadi salah satu pendukung partai. Melalui positioning yang seperti ini, maka partai secara efektif telah memperlihatkan keunggulan partainya di banding partai lain dengan meyakinkan bahwa program partai akan di jalankan sesuai dengan visualisasi yang telah disampaikan. Secara tidak langsung pemilih akan melihat bahwa tawaran yang di sampaikan oleh partai akan dapat terealisasi dengan mudah dibanding tawaran dari partai lain. Karena yang terpenting partai mampu untuk memperlihatkan 17
kejelasan posisinya sehingga memudahkan pemilih untuk lebih mengenal dan memahami maksud dari tujuan perjuangan partai yang di sampaikan dengan visualisasi yang memikat. Setelah melakukan pemetaan pemilih, langkah selanjutnya adalah mulai untuk menyusun strategi kampanye yang di nilai tepat dan mampu untuk merebut simpati rakyat di saat pemilihan umum
agar dapat memperoleh suara yang
signifikan untuk mempertahankan / merebut kekuasaan. Penentuan terhadap strategi kampanye yang akan digunakan harus selalu mengacu pada ketertarikan pemilih pada partai, melihat heterogenitas pemilih dalam pemilu, serta tipe pemilih yang akan di rangkul guna menjadi pendukung partai di pemilu dalam arti menjadi pemilih dari partai yang bersangkutan ketika berada di bilik suara. Semua ini di lakukan guna mencapai tujuan menjadi partai pemenang pemilu ataupun kalau tidak mampu mencapainya, minimal dapat menjadi salah satu partai mayoritas di parlemen. Karena harus disadari bahwa sumber daya yang dimiliki partai politik sangatlah terbatas. Untuk itulah harus di manfaatkan secara efektif dan seefisien mungkin guna mencapai tujuan partai tersebut. D.7 Sistem Pemilihan umum Karena penelitian ini berusaha untuk melihat strategi marketing politik PAN dalam proses pemenangan pemilu di tahun 2009, maka sangat perlu untuk memahami dan mengetahui tentang sistem pemilu yang berlaku. Sistem pemilu legislatif tahun 2009 menerapkan prinsip keterpilihan calon anggota legislatif. Sehingga siapapun yang mampu memperoleh suara terbanyak tanpa melihat
18
nomer urut dalam daftar pencalonan akan ditentukan sebagai anggota legislatif. Ketentuan ini menjadikan siapapun yang memperoleh suara terbanyak dalam pencalonan anggota DPR/DPRD akan ditetapkan sebagai calon jadi sesuai dengan keputusan Mahkamah Konstitusi No. 22 – 24/PUU-IV/2008 yang membatalkan ketentuan pasal 214 huruf a sampai e Undang – Undang Nomer 10 tahun 2008 tentang pemilu DPR, DPD dan DPRD. Dengan keputusan MK membuat strategi marketing politik partai berubah sangat drastis. Dari yang sebelumnya berfokus mengkampanyekan partai politik berubah menjadi mengkampanyekan calon anggota legislatif. Sehingga tidaklah mengherankan bahwa di pemilu legislatif tahun 2009, baliho, poster dan alat peraga kampanye lainnya di dominasi oleh gambar calon anggota legislatif dengan tetap menyisipkan sedikit gambar partai politik pengusungnya. Hal ini terjadi karena adanya perubahan peraturan pemilu yang sebelumnya berfokus pada pemilihan partai politik menjadi fokus pada pemilihan figur yang dicalonkan oleh partai politik. E. Definisi Konseptual Marketing politik adalah pendekatan yang mengedepankan metode marketing untuk membantu politikus dan partai politik agar lebih efisien dan efektif dalam membangun hubungan dua arah dengan konstituen dan masyarakat. Bagi partai politik sendiri, penggunaan metode marketing dalam politik adalah cara untuk membantu partai politik agar dapat lebih baik dalam mengenal masyarakat yang diwakilinya atau yang menjadi target pendekatannya. Sehingga diharapkan partai dapat mengembangkan program kerja atau isu politik yang 19
sesuai dengan aspirasi masyarakat. Pada akhirnya tujuan utamanya adalah untuk membuat komunikasi dengan masyarakat berjalan secara efektif dan dapat membuka kesempatan bagi partai politik untuk merebut atau mempertahankan kekuasaan melalui pemilu. Untuk itulah setiap partai politik mempunyai pilihan strategi tersendiri yang di gunakan untuk mencapai tujuan politiknya. Karena partai politik sebagai organisasi formal yang diakui oleh negara dalam suatu negara yang demokratis mempunyai legitimasi dalam mengerahkan semua sumber daya yang dimilikinya dalam menghadapi pemilu. Sehingga dapat menjalankan fungsinya secara periodik / simultan dalam rangka memenangkan pemilu yang disesuaikan dengan kebijakan partai yang bersangkutan. Strategi marketing politik yang diterapkan oleh partai politik juga harus menyesuaikan dengan sistem pemilu yang berlaku dalam setiap penyelenggaraan pemilu. Karena di Indonesia terdapat kecenderungan untuk merubah sistem pemilu yang coba di sesuaikan dengan kepentingan – kepentingan peserta pemilu. Karenanya penyesuaian strategi marketing politik harus senantiasa dilakukan agar nantinya produk politik yang dihasilkan berupa program kerja dan turunannya dapat lebih meyakinkan publik. Disisi lain juga untuk menunjukan bahwa produk politiknya jauh lebih unggul dibandingkan dengan pesaing. Maka dari itu terdapat beberapa indikator untuk melihatnya : 1. Partai poltik adalah organisasi politik yang bersifat nasional dan di bentuk oleh sekelompok warga negara Indonesia secara sukarela atas dasar kesamaan kehendak dan cita – cita untuk memperjuangkan dan membela kepentingan politik anggota, masyarakat, bangsa dan negara, serta 20
memelihara keutuhan negara kesatuan republik Indonesia berdasarkan pancasila dan Undang – Undang dasar negara republik Indonesia tahun 1945 melalui keikutsertaannya dalam pemilihan umum. 2. Pemilihan umum adalah sarana demokratis formal yang di selenggarakan menurut peraturan perundang – undangan yang bertujuan untuk memilih orang – orang yang untuk duduk sebagai wakil rakyat di lembaga eksekutif maupun legislatif guna menjalankan pemerintahan. 3. Strategi pemenangan partai politik adalah segala upaya sebuah partai politik untuk mendapatkan simpati dan dukungan dari rakyat melalui pengerahkan
segala
sumber
daya
yang
dimiliki
dengan
tujuan
memenangkan suara dalam pemilu. 4. Strategi marketing politik adalah strategi yang disusun secara terperinci, cermat, teratur guna membantu partai politik menghasilkan produk politik yang dapat dijalankan secara sistematis guna mencapai tujuan/ cita – cita politik yang diinginkan. 5. Sistem pemilu adalah instrument yang digunakan oleh sebuah Negara untuk memberikan jaminan saluran politik bagi rakyat memilih wakil wakilnya untuk duduk di pemerintahan. F. Definisi Operasional Digunakan untuk mempermudah dan memperjelas terhadap hasil penelitian yang di lakukan yang didasarkan pada strategi marketing politik Partai Amanat Nasional dalam memenangkan pemilu legislatif di tahun 2009. Dengan melihat beberapa indikator yakni :
21
1. Marketing politik adalah pendekatan yang dilakukan oleh partai politik atau kandidat dengan menggunakan metode marketing untuk meyakinkan konstituen dan masyarakat bahwa produk politik yang dimilikinya jauh lebih baik dibanding pesaing. 2. Pemetaan pemilih yang dilakukan oleh partai politik sebagai cara untuk mempermudah partai menerapkan strategi pendekatan politik terbaik dengan melihat karakteristik dan kesempatan memperoleh dukungan suara dari beberapa daerah pemilihan dalam pemilu legislatif. Dalam melakukan pemetaan pemilih melalui beberapa tahapan yakni : identifikasi posisi partai, segmentasi pemilih, targeting pemilih, tipe pemilih dan melakukan positioning politik. 3. Strategi pendekatan politik yang mengadopsi pendekatan marketing politik untuk membantu partai dalam memahami dan mengenali rakyat yang akan menjadi target pendekatan. G. Metode Penelitian G.1 Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif untuk melihat strategi marketing politik Partai Amanat Nasional dalam memenangkan pemilu legislatif di Kabupaten Banjarnegara pada tahun 2009. Metode penelitian Kualitatif adalah prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata – kata tertulis atau lisan dari orang – orang dan perilaku yang diamati (Lexi J. Moleong, 1994). Fokus penelitian akan melihat bagaimana PAN mampu secara bertahap membangun pondasi politiknya dari tahun 1999, 2004 hingga pada
22
akhirnya di tahun 2009 mampu menjadi partai pemenang pemilu di Banjarnegara. Karena menggunakan penelitian kualitatif, diharapkan hasil dari penelitian ini mampu menggambarkan secara terperinci tentang bagaimana strategi politik yang sebenarnya dijalankan oleh PAN. Untuk mengetahui hal tersebut penelitian dimulai dari mengetahui awal berdirinya PAN di Banjarnegara, pertama kali ikut pemilu hingga fakta tersembunyi tentang rahasia menjadi partai pemenang pemilu di tahun 2009. Dalam
pilihan
penggunaan
metode
penelitian
kualitatif,
saya
menggunakan teknik studi kasus. Karena dengan menggunakan teknik studi kasus, saya dapat mengikuti dan memahami alur perkembangan Partai Amanat Nasional di Banjarnegara. Terutama memahami jalan pikiran orang – orang yang berada di dalam lingkup internal partai sehingga dapat memahami bagaimana cara mereka untuk terus memperbaharui teknik – teknik strategi pemenangan dalam menghadapi pemilu. Penggunaan teknik studi kasus juga dengan pertimbangan bahwa nantinya akan mempermudah peneliti dalam mengeksplorasi data – data yang diperoleh yakni dengan mengaitkannya satu sama lain jawaban yang nantinya di dapatkan menjadi sebuah hasil penelitian yang mampu dipahami secara mudah oleh saya dan pembaca. Karena dengan menggunakan teknik studi kasus yag mengacu pada serangkaian prosedur yang ada dalam teknik tersebut, saya akan dimudahkan memperoleh data yang nantinya diarahkan untuk merumuskan sejumlah pertanyaan penelitian yang sifatnya menggunakan kata tanya “ mengapa dan bagaimana”. Penggunaan kata – kata tanya tersebut, akan
23
mengarahkan saya untuk dapat mengungkapkan fakta tersembunyi yang berkaitan dengan strategi politik yang digunakan oleh partai. Selain itu penggunaan teknik studi kasus dalam penelitian ini juga akan mempermudah saya memilah – milah data yang di peroleh. Hal ini karena dengan menggunakan teknik study kasus memberikan kebebasan bagi penulis untuk secara fleksibel menggunakan semua strategi pengumpulan data mulai dari wawancara, observasi dan dokumentasi yang sekiranya dapat membantu peneliti mendapatkan data yang ingin di peroleh, sehingga nantinya dapat memilah dari semua data yang di dapatkan, sumber data manakah yang benar – benar relevan untuk di gunakan. G.2 Jenis dan sumber data Penelitian ini akan menggunakan sumber data dari : 1. Person Merupakan data yang diperoleh dari orang yang benar – benar mengetahui tentang seluk -beluk partai. Sehingga sumber data yang di gunakan di dapatkan dari kader partai, simpatisan partai, anggota DPRD PAN, seluruh pengurus DPD PAN Banjarnegara. 2. Tempat Tempat di perolehnya data adalah di kantor DPD PAN Banjarnegara, Rumah
konstituen
partai,
rumah
anggota
DPRD
PAN,
Banjarnegara, dan Badan Pusat Statistik Kabupaten Banjarnegara. 3. Paper
24
KPUD
Dengan melakukan studi kepustakaan untuk memperoleh berbagai literatur dan dokumen yang mempunyai kaitan dengan tema yang sedang diteliti. Dari ketiga sumber data tersebut, nantinya akan diperoleh 2 jenis data, yakni : 1. Data primer Data yang di peroleh secara langsung oleh langsung dari kegiatan pengamatan di lapangan. Data ini biasanya berupa data observasi dan wawancara dengan responden. Dimana data yang di dapatkan dari wawancara dengan
responden
cenderung
lebih subyektif karena
merupakan persepsi dari pribadinya sendiri. 2. Data Sekunder Merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung oleh peneliti di lapangan, yakni berupa berbagai macam literatur dan dokumen yang berkaitan dengan tema penelitian. Penggunaan data sekunder akan sangat membantu bagi peneliti , karena sifat datanya yang berasal dari literatur dan dokumentasi yang relatif lebih obyektif. G.3 Teknik Pengumpulan Data: 1. Wawancara : Wawancara di lakukan secara mendalam terhadap aktor – aktor politik yang terlibat secara langsung dalam proses pemenangan PAN. Proses wawancara dilakukan dengan cara tatap muka langsung dengan pihak yang akan di wawancarai. Pertanyaan yang di ajukan di susun secara terstruktur yang mencakup semua pokok permasalahan yang berhubungan dengan tujuan penelitian. Aktor – aktor yang di wawancarai adalah Bapak 25
Djuwahir Anom Wijaya, Bapak Gunadi, Bapak Wahyu Kristianto dan Bapak Sigit Dwi Antoro. Semua aktor – aktor politik tersebut adalah orang – orang yang secara langsung terlibat dalam kepengurusan DPD PAN Banjarnegara mulai dari periode awal berdirinya hingga di tahun 2009. Mereka semua di anggap mengetahui usaha PAN dalam membangun pondasi dan jejaring politiknya di Banjarnegara. 2. Dokumentasi Pengumpulan data melalui teknik ini di lakukan dengan jalan mengumpulkan semua hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian, terutama dokumen – dokumen partai, literatur – literatur yang membahas tentang partai, dan juga berbagai laporan dari media yang berkaitan yang dapat menjadi data pendukung penelitian. G.4 Teknik Analisa Data Analisa data pada intinya adalah proses untuk memahami dan membaca semua data yang di peroleh, baik itu data primer /sekunder. Kegiatan ini dilakukan untuk menyederhanakan data yang diperoleh agar lebih mudah di runut secara terstruktur sesuai dengan urutan keutamaan data yang paling relevan untuk digunakan sebagai data penelitian. Materi data yang terkumpul di kumpulkan satu – persatu sesuai dengan keutamaan data mulai dari yang primer hingga sekunder. Analisis data primer dimulai dengan mengumpulkan semua data wawancara yang selanjutnya di buatkan transkip wawancara secara utuh dan mudah dipahami, dengan tidak melupakan latar belakang responden yang di wawancarai. Latar belakang responden akan sangat berpengaruh karena berkaitan 26
dengan mengapa responden berani mengatakan seperti itu, posisi apakah yang sedang dia emban dalam partai, dan kewenangan apakah yang dia punyai sesuai dengan struktur jabatan di dalam partai. Lalu di cross check dengan data observasi yang diperoleh. Sehingga nantinya dapat di kategorisasikan data primer yang ada menjadi data primer utama dan biasa. Selanjutnya melakukan analisis data sekunder yang pada intinya untuk menguatkan analisis data primer yang telah dilakukan. Yakni dengan mengkategorisasikan
semua dokumen, litaratur dan laporan media yang
diperoleh. Di mulai dari yang paling berkaitan dengan tujuan penelitian hingga yang paling tidak berkaitan. Untuk memperkuat analisis juga dilakukan konfirmasi dengan pengurus partainya, apakah data yang ada benar – benar merupakan sesuatu yang terjadi di dalam tubuh partai. Terakhir melakukan cross check antara data primer dan sekunder apakah sesuai dan secara rasional dapat di terima. Pada tahap akhir dilakukan penafsiran secara komprehensif oleh peneliti dengan mengkaitkan dan menghubungkan semua data yang diperoleh untuk menuntun pada kesimpulan dari penelitian yang dilakukan. H. Sistematika Penulisan Penulisan hasil penelitian akan di bagi ke dalam lima bab penulisan. Bab pertama memuat latar belakang, rumusan masalah, tujuan, landasan teori dan metode penelitian yang digunakan. Pada Bab pertama ini peneliti akan mengungkapkan arti pentingnya strategi marketing politik partai dalam menghadapi
pemilu
yang
terlebih
dahulu
memperhatikan
gambaran
keaneragaman pemilih yang berasal dari berbagai latar belakang golongan dan 27
keyakinan. Sehingga menjadikan strategi marketing politik yang dijalankan dapat mengantarkan PAN untuk memenangkan pemilu. Bab kedua akan melihat profil Kabupaten Banjarnegara dan Partai Amanat Nasional di era sekarang ini. Untuk profil kabupaten Banjarnegara akan di fokuskan pada kondisi geografis, demografis, ekonomi dan sosial budaya serta kondisi politik pemerintahannya. Untuk profil Partai Amanat Nasional akan melihat kondisi umum partai, dan sejarah perkembangan Partai Amanat Nasional di Kabupaten Banjarnegara. Bab ketiga akan fokus pada bagaimana Partai Amanat Nasional di Banjarnegara
merumuskan
strategi
marketing
politiknya
dan
mengimplementasikannya pada rakyat. Bab keempat difokuskan pada melihat strategi marketing politik yang di implementasikan Partai Amanat Nasional di tahun 2009 sehingga mampu menjadi partai pemenang pemilu di Kabupaten Banjarnegara Bab kelima berisi Kesimpulan.
28