BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi dalam lima wilayah Kabupaten/Kota yaitu Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunung Kidul, Kabupaten Kulon Progo, dan Kota Yogyakarta. Keadaan geografis suatu wilayah selalu diikuti jumlah penduduk yang tinggal. Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dengan wilayah cukup luas dibagi menjadi lima keadaan geografis yang berbeda seperti ditunjukkan dalam tabel 1.1 berikut ini: Tabel 1.1 Keadaan Geografis Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Luas Jarak No Kabupaten/Kota Ibu Kota Wilayah % Ketinggian Lurus (Km2) (Km) Wates 50 22 1 Kulon Progo 586,27 18,40 2
Bantul
Bantul
3
Gunung Kidul
Wonosari
4
Sleman
Sleman
5
Yogyakarta
Yogyakarta
506,85
15,91
45
12
1.485,36
46,63
185
30
574,82
18,04
145
9
32,50
1,02
75
2
Total 3.185,80 100,00 Sumber: Badan Pusat Statistik Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Keadaan Geografis, 2016 Tabel 1.1 menunjukkan bahwa hampir 50 persen (46,63 persen) luas wilayah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Kabupaten Gunung Kidul yaitu seluas 1.485,36 Km2, sedangkan Kabupaten Kulon Progo dan Kabupaten Sleman memiliki luas wilayah yang hanya berselisih 11,45 Km2 yaitu 586,27 Km2 (18,40 persen) untuk Kabupaten Kulon Progo dan 574,82 Km2 (18,04 persen)
1
untuk Kabupaten Sleman, untuk Kabupaten Bantul wilayahnya seluas 506,85 Km2 (15,91 persen) dan wilayah paling kecil di Daerah Istimewa Yogyakarta berada di Kota Yogyakarta seluas 32,50 Km2 (1,02 persen). Sebagai tabungan masa depan, wilayah di perkotaan dengan penduduk mayoritas bermata pencaharian sebagai pegawai atau wirausaha akan lebih memilih properti (seperti rumah, atau ruko), sedangkan daerah pedesaan dengan penduduk bermata pencaharian sebagai petani akan lebih memilih bentuk lahan atau sawah yang dapat diolah sendiri. Alasan tersebut menuntut penduduk untuk lebih jeli dalam memilih tempat tinggalnya. Pada tabel 1.2 akan diberikan data jumlah penduduk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menurut jenis kelamin tiap kabupaten/kota tahun 2015. Tabel 1.2 Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Kabupaten/Kota di D.I. Yogyakarta, 2015 No
Kabupaten/Kota
Jumlah Penduduk (jiwa) Laki-laki
Perempuan
Jumlah
% 11.16
1
Kulon Progo
202,746
209,303
412,049
2
Bantul
486,976
494,188
981,164
3
Gunung Kidul
344,481
369,097
713,579
4
Sleman
590,176
582,789
1,172,965
5
Yogyakarta
200350
211,090
411,440
DIY
1,120,477
1,866,467
3,691,196
26.58 19.33 31.78 11.15 100.00
Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Istimewa Yogyakarta dengan Kepadatan Penduduk, 2015 Pada tabel 1.2 dapat dijabarkan jumlah penduduk tetinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta berada di Kabupaten Sleman dengan 1,172,965 jiwa, selisih 191,801 jiwa dari Kabupaten Sleman berada di Kabupaten Bantul dengan 981,164
2
jiwa, kemudian Kabupaten Gunung Kidul berjumlah 713,579 jiwa selisih 267,585 jiwa dari Kabupaten Bantul, serta dua daerah lainnya yaitu Kabupaten Kulon Progo dan Kota Yogyakarta masing-masing jumlah penduduknya 412,049 jiwa dan 411,440 jiwa dengan selisih hanya 609 jiwa. Persentase jumlah penduduk tiap kabupaten/kota di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta akan diberikan dalam diagram 2.
Persentase Jumlah Penduduk Provinsi D.I. Yogyakarta Tahun 2015
11% 11%
1. Kulonprogo 2. Bantul 27%
32%
3. Gunungkidul 4. Sleman
19%
5. Yogyakarta
Diagram 1.1 Persentase Jumlah Penduduk di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menurut Jenis Kelamin, 2015 Pada diagram 1.1 memberikan gambaran bahwa Kabupaten Sleman menjadi wilayah strategis yang dipilih untuk ditempati pada tahun 2015. Jumlah penduduk Kabupaten Sleman sebanyak 1,172,965 jiwa atau 31.78 persen dari keseluruhan jumlah penduduk Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Daya tarik sektor pendidikan, budaya dan pariwisata Daerah Istimewa Yogyakarta sebagian besar berada di Kabupaten Sleman sehingga sebagian besar penduduk memilih tinggal di kabupaten ini. Alasan yang ada menyebabkan Daerah Istimewa Yogyakarta harus siap dengan pertambahan penduduk setiap tahunnya.
3
14 kota besar di Indonesia yaitu Jabodetabek dan Banten, Bandung, Surabaya, Semarang, Daerah Istimewa Yogyakarta, Manado, Makasar, Denpasar, Pontianak, Banjarmasin, Bandar Lampung, Palembang, Padang, dan Medan telah disurvey secara triwulanan untuk penentuan indeks dan pertumbuhan harga properti residensial. Dari 14 kota besar didapatkan data mengenai perkembangan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) yang tertuang dalam grafik 1 dan telah dirilis oleh Bank Indonesia.
*) Angka perkiraan Sumber: Bank Indonesia, Diolah Grafik 1.1 Pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial TW II-2016 Pada grafik 1.1 pertumbuhan Indeks Harga Properti Residensial sesuai dengan hasil survey pada triwulan II-2016 melambat baik secara triwulanan yaitu pada level 193.13 atau meningkat 0.64 persen (qtq), namun melambat dibanding triwulan sebelumnya (0.99 persen, qtq). Perlambatan kenaikan harga rumah diperkirakan masih akan berlanjut pada triwulan III-2016. Kenaikan harga bahan bangunan (34.43 persen) dan upah pekerja (24.63 persen) masih menjadi faktor utama penyebab kenaikan harga properti residensial dalam periode laporan. Sedangkan hasil survey di Provinsi Daerah Yogyakarta memberikan data
4
pertumbuhan harga properti residensial triwulan II-2016 yang dirilis oleh Bank Indonesia tertuang dalam tabel 1.3 sebagai berikut: Tabel 1.3 Pertumbuhan Harga Properti Residensial TW II-2016 Daerah Istimewa Yogyakarta Kota
Tipe
Yogyakarta Kecil Menengah Besar Total
Tw I 0.94 0.55 0.43 0.64
% Pertumbuhan Triwulanan (Q-t-Q) 2015 2016 Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II 1.11 0.87 0.84 0.01 0.12 0.33 0.34 0.64 0.49 0.21 0.34 0.34 0.38 0.33 0.44 0.6 0.51 0.62 0.28 0.18
Tw III* 0.66 0.82 0.9 0.79
*) Angka perkiraan Sumber: Bank Indonesia, Diolah Tabel 1.3 menunjukkan harga properti residensial TW II-2016 Daerah Istimewa Yogyakarta selama dua tahun mengalami pertumbuhan fluktuatif pada triwulanan (qtq). Tahun 2015 rata-rata pertumbuhannya untuk semua tipe sebesar 0.59 persen tetapi pada tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 0.18 persen sehingga rata-rata pertumbuhannya untuk semua tipe sebesar 0.41 persen. Pada triwulan pertama dan kedua tahun 2016 mengalami penurunan sebesar 0.34 persen dan 0.1 persen, namun diperkirakan pada triwulan ketiga tahun 2016 mengalami kenaikan sebesar 0.61 persen menjadi 0.79 persen. Menurut pendapat Harjanto dan Hidayati (2014:20), salah satu faktor yang mempengaruhi
nilai
properti
pada
permintaan
dan
penawaran
adalah
kependudukan. Penawaran properti dipasaran tidak bertambah seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, maka hal ini akan menyebabkan kenaikan nilai properti diberbagai sektor. Padatnya jumlah penduduk di Kabupaten Sleman sesuai dengan pendapat tersebut yakni terjadinya kenaikan permintaan akan tanah dan bangunan tempat tinggal. Bangunan tempat tinggal atau rumah yang
5
merupakan kebutuhan primer ini tentu menjadi sangat penting bagi kehidupan. Keberadaan rumah tinggal tentunya tak lepas dari ketersediaan lahan atau tanah. Namun tanah yang dikehendaki masih kurang. Hal inilah yang menyebabkan kenaikan harga properti akan tanah sesuai dalam Tabel 1.3. Keadaan tersebut mengharuskan penilaian akan properti, sehingga membutuhkan penilai untuk mengetahui indikasi nilai properti yang akan diperjual belikan. Indikasi nilai yang diberikan penilai digunakan untuk acuan oleh penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi, agar penjual tidak menjual asetnya dengan harga terlalu tinggi yang dapat merugikan pembeli atau menyebabkan aset yang dijual membutuhkan waktu yang lama untuk laku dan penjual tidak menjual dengan harga terlalu rendah yang dapat merugikan penjual itu sendiri sehingga tidak ada salah satu pihak yang merasa dirugikan dari hasil transaksi tersebut. Harga yang ditentukan oleh penilai merupakan harga pasar yang mengacu pada kondisi pasar sekitar aset tersebut. Penilaian terhadap properti yang dimiliki sebelum melakukan transaksi jual beli sangatlah penting karena untuk mengetahui Nilai Pasar dari properti tersebut, sehingga bisa menentukan nilai yang wajar sesuai dengan kondisi pasar properti dalam kepentingan jual beli. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, rumusan masalah dalam Penilaian ini adalah belum adanya standar Nilai Pasar untuk penetapan harga jual beli rumah tinggal di Randusari Gang 03 No 189 Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman.
6
1.3 Tujuan Penelitian Sejalan dengan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, tujuan dari Penilaian ini yaitu untuk menentukan Nilai Pasar rumah tinggal yang beralamat di Randusari Gang 03 No 189 Desa Argomulyo Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman
untuk tujuan jual beli. 1.4 Kerangka Penulisan
Latar Belakang 1. Meningkatnya kebutuhan masyarakat akan rumah tinggal 2. Penetapan harga jual rumah tinggal yang belum sesuai dengan harga pasar
Rumusan Masalah Belum adanya standar Nilai Pasar untuk penetapan harga jual properti rumah tinggal tipe sederhana Pengumpulan Data 1. Wawancara 2. Inspeksi Lapangan 3. Studi Kepustakaan
Data Umum 1. Lokasional 2. Ekonomi
Data Khusus 1. Data Properti Objek 2. Data Pembanding
Alat Analisis HBU dan Pendekatan Biaya Kesimpulan Nilai Pasar Gambar 1. 1 Kerangka Penulisan Tugas Akhir
7