BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Ketika penulis belajar bahasa Jepang di tahun pertama memasuki jurusan Sastra Jepang, dapat dikatakan bahwa pengetahuan penulis terhadap bahasa Jepang adalah nol besar. Oleh karena itu, penulis sama sekali tidak mengetahui jika di Jepang juga terdapat bahasa daerah atau dialek. Pada awalnya penulis hanya mengetahui bahwa yang disebut dengan bahasa Jepang hanyalah bahasa yang sedang penulis pelajari di dalam perkuliahan. Pada akhir tahun pertama belajar bahasa Jepang di UGM, penulis pertama kali mendapatkan perkuliahan mengenai ragam hormat dalam bahasa Jepang. Melalui perkuliahan tersebut, penulis mengetahui adanya ragam hormat dalam bahasa Jepang, namun penulis belum terlalu memahami mengenai perbedaan pemakaian ragam hormat antara laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa, status sosialnya, hubungan sosialnya dan lain sebagainya. Oleh karena itu, mulai saat itu penulis mulai tertarik untuk mempelajari ragam hormat bahasa Jepang lebih jauh lagi. Dengan tujuan untuk mendapatkan referensi tambahan, membiasakan diri, serta mempercepat pemahaman terhadap bahasa Jepang terutama mengenai ragam hormat, penulis mulai mempelajari bahasa Jepang melalui berbagai media, seperti lagu, novel, drama, maupun film-film jepang. Ketika mendengarkan dialog bahasa Jepang yang muncul di dalam film, lagu, maupun drama Jepang tersebut, penulis
1
2
menemukan banyak sekali pola kalimat ataupun kosakata yang terdengar mirip dengan bahasa Jepang yang penulis pelajari di perkuliahan. Namun, tetap terdengar sedikit berbeda dan aneh. Untuk memastikan kembali apakah kosakata yang penulis dengar itu benar atau tidak, penulis menyimak dialog tersebut berulang-ulang. Kemudian, penulis menyadari bahwa kalimat dalam dialog tersebut memang berbeda dengan pola bahasa yang penulis pelajari di perkuliahan. Hal ini membuat penulis bertanyatanya mengenai jenis bahasa Jepang seperti apa yang dipakai dalam dialog film tersebut dan mengapa berbeda dengan yang penulis pelajari di perkuliahan. Selanjutnya, ketika penulis mencoba untuk mendengarkan percakapan orang-orang Jepang di INCULS, FIB, UGM, penulis kembali menemukan perbedaan pola kalimat dengan bahasa Jepang yang penulis dapatkan di perkuliahan. Hal ini semakin membuat penulis penasaran. Kemudian, penulis mendapatkan penjelasan dari seorang teman yang sudah mahir bahasa Jepang. Setelah itu, penulis baru mengetahui bahwa Jepang memiliki bahasa daerah atau dialek. Dia juga menjelaskan bahwa bahasa yang penulis dapatkan dari dialogdialog film sebelumnya juga termasuk dialek. Dengan adanya penjelasan tersebut, ketertarikan penulis untuk mempelajari bahasa Jepang tidak hanya berhenti pada ragam hormat, melainkankan juga pada dialek. Dari beberapa referensi, penulis mengetahui adanya keberagaman dialek dalam bahasa Jepang. Namun, dari sekian banyak dialek yang ada, penulis lebih sering menemukan dialek dari daerah Kansai baik itu dari lagu ataupun dramadrama Jepang. Selain itu, berdasarkan pengalaman pribadi penulis, baik itu
3
melalui penggunaan contoh-contoh kalimat yang penulis dapatkan dalam bukubuku pelajaran bahasa Jepang, situs-situs internet, cerita dari teman-teman sesama pembelajar bahasa Jepang, dan lain sebagainya, penulis lebih sering mendapatkan penyebutan kota-kota di Jepang yang berada di wilayah Kansai, seperti Kyoto, Osaka, Kobe, Nara. Dari beberapa referensi, penulis mendapatkan informasi bahwa kota-kota di wilayah Kansai tersebut memiliki nilai historis tersendiri bagi Jepang. Sekarang ini, Osaka dapat dikatakan sebagai kota terbesar kedua di Jepang yang menjadi pusat bisnis dan perkantoran selain Tokyo. Kyoto merupakan kota yang terkenal sebagai pusat budaya Jepang, seperti halnya Yogyakarta yang terkenal sebagai pusat budaya negara kita terutama di pulau Jawa. Sedangkan Kobe merupakan salah satu kota pelabuhan vital yang menjadi penghubung Jepang dengan dunia luar melalui jalur laut dari dulu sampai sekarang. Beberapa hal ini menjadi daya tarik tersendiri bagi penulis, sehingga penulis mulai lebih tertarik untuk mempelajari dialek Kansai dibandingkan dialek yang lain. Di tahun ketiga, penulis mengikuti program kegiatan dengan peserta kegiatan yang terdiri dari beberapa mahasiswa Sastra Jepang UGM dan mahasiswa dari berbagai jurusan di Universitas Ritsumeikan, Kyoto, Jepang. Kegiatan ini merupakan kegiatan berkelanjutan antara dua universitas yang dilatarbelakangi oleh terjadinya gempa besar di Yogyakarta pada tahun 2006. Dari keikutsertaan dalam kegiatan tersebut, akhirnya penulis lebih banyak mendapatkan teman orang Jepang yang berasal dari wilayah Kansai dibandingkan wilayah yang lain. Hal ini semakin membulatkan tekad penulis untuk mempelajari
4
dialek Kansai lebih jauh lagi. Oleh karena penulis juga tertarik terhadap ragam hormat bahasa Jepang, akhirnya muncul pertanyaan baru dalam benak penulis mengenai ada tidaknya ragam hormat dalam dialek Kansai. Lalu, adakah perbedaannya baik dari segi bentuk maupun penggunaannya dengan ragam hormat bahasa Jepang standar. Dari beberapa sumber termasuk bertanya kepada teman dari Universitas Ritsumeikan tersebut, penulis mengetahui adanya ragam hormat dalam dialek Kansai. Setelah penulis melakukan penelusuran lebih jauh, penulis mendapatkan beberapa referensi yang memuat mengenai dialek Kansai termasuk beberapa ragam hormatnya. Salah satu buku yang membahas mengenai dialek Kansai ini adalah buku yang berjudul “Colloquial Kansai Japanese”. Di dalam buku tersebut, Palter (1995:32) juga sedikit menjelaskan mengenai contoh-contoh ragam hormat dalam dialek Kansai. Salah satunya terdapat pada kalimat berikut :
(1) Nani tabeharimasuka? ‘Anda akan makan apa?’ (Colloquial Kansai Japanese, 1995:33)
Selain itu, penulis juga menemukan beberapa karya menarik yang mengangkat tema perbandingan antara Tokyo dan Osaka, baik dari karakteristik kedua kota itu sendiri maupun perilaku orang-orang yang tinggal di sana. Salah satu karya yang membandingkan Tokyo dan Osaka dengan berbagai perbedaannya adalah buku yang berjudul “Tettei Hikaku! Kantoujin to Kansaijin”
5
(2005) yang disusun oleh Nihon Hakugaku Kurabu ‘Klub Ahli Pengetahuan Jepang’. Di dalam buku tersebut dipaparkan perbedaan-perbedaan yang terlihat dari orang-orang yang tinggal di kedua kota tersebut, mulai dari tingkah laku, kepribadian, selera dalam hal berpakaian, makanan, tempat tinggal, dan juga gaya berbicara yang berbeda karena adanya dialek Kansai. Karena ketertarikan penulis terhadap ragam hormat dan dialek, serta kemudahan
akses
dalam
menggali
informasi
mengenai
dialek
Kansai
dibandingkan dengan dialek yang lain, dalam penelitian ini penulis memutuskan untuk mengambil tema perbandingan antara ragam hormat dalam dialek Kansai dengan bahasa Jepang standar untuk diteliti.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, dalam penelitian ini penulis memutuskan untuk mengkaji permasalahan pada bagaimana persamaan dan perbedaan bentuk serta penggunaan ragam hormat dalam dialek Kansai dengan bahasa Jepang standar.
1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab permasalahan yang ada pada rumusan masalah. Penulis akan mencari tahu dan mendeskripsikan bagaimana pembentukan ragam hormat dalam dialek Kansai. Sebagai pembanding, peneliti juga akan mencari tahu dan mendeskripsikan bentuk ragam hormat dalam bahasa Jepang standar, kemudian membandingkannya. Melalui
6
perbandingan antara keduanya, akan dipaparkan persamaan dan perbedaan pembentukan serta penggunaan ragam hormat yang ada pada keduanya.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dikhususkan untuk meneliti ragam hormat yang ada dalam dialek Kansai dari berbagai sumber. Ragam hormat dalam bahasa Jepang standar akan digunakan sebagai pembanding. Berdasarkan perbandingan antara keduanya akan dipaparkan persamaan dan perbedaan pembentukan serta penggunaannya.
1.5 Tinjauan Pustaka Sampai disusunnya penelitian ini, penulis belum menemukan adanya penelitian di lingkungan UGM yang membahas secara khusus mengenai perbandingan variasi ragam hormat dalam dialek Kansai dan bahasa Jepang standar. Berdasarkan penelusuran penulis, di lingkungan UGM terdapat penelitian yang membahas mengenai dialek Kansai. Namun, penelitian tersebut tidak membahas mengenai ragam hormat yang ada dalam dialek Kansai. Penelitian tersebut adalah skripsi yang ditulis oleh Gusni Hernias Prastyani (2007). Dalam skripsinya yang berjudul “Makna dan Fungsi Pemarkah Negatif di dalam Dialek Osaka”, Gusni membahas sekilas mengenai salah satu dialek yang ada di wilayah Kansai yaitu dialek Osaka. Dalam penelitian ini Gusni lebih menitikberatkan pada pemaparan bentuk-bentuk pemarkah negatif yang ada dalam dialek Osaka kemudian mendeskripsikan makna dan fungsinya.
7
Selain itu, penulis juga menemukan skripsi dan tesis di lingkungan UGM yang membahas mengenai ragam hormat dalam bahasa Jepang. Namun, baik skripsi maupun tesis tersebut tidak membandingkan ragam hormat bahasa Jepang dengan ragam hormat yang ada dalam dialek Kansai. Dalam skripsi yang berjudul “Studi Kontrastif Kosakata dalam Tingkat Tutur Bahasa Jepang dan Bahasa Bali” (2010), Ni Made Ernawati memaparkan leksem-leksem yang terdapat dalam Keigo (bahasa Jepang) dan Kruna alus (bahasa Bali), kemudian mengidentifikasi persamaan dan perbedaan kosakata dalam kedua bahasa tersebut menggunakan studi kontrastif. Sedangkan dalam tesis yang berjudul “Tingkat Tutur Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa (Analisis Kontrastif)” (2004), Eman Suherman memaparkan pembentukan dan penggunaan tingkat tutur dalam bahasa Jepang dan bahasa Jawa sebagai obyek penelitian. Kemudian dengan menggunakan studi kontrastif, di dalam karya tersebut dipaparkan persamaan dan perbedaan yang ada dengan tujuan untuk mempermudah pembelajaran bahasa Jepang. Kemudian, penulis melakukan penelusuran lebih lanjut di luar lingkungan UGM. Di lingkungan FIB, Universitas Indonesia, penulis menemukan salah satu skripsi yang membahas mengenai dialek Osaka. Dalam skripsi yang berjudul “Beberapa Karakteristik Dialek Osaka yang ditemukan di dalam Novel Tanabe Seiko berjudul Neko mo Shakushi mo” (1992), Maria Karsia meneliti mengenai beberapa karakteristik kosakata dialek Osaka yang ditemukan dalam novel tersebut. Kosakata-kosakata yang dijadikan bahan penelitian dalam skripsi tersebut tidak dibatasi pada kosakata ragam hormat dialek Kansai. Kemudian,
8
Maria memaparkan bagaimana padanan kosakata tersebut dalam bahasa Jepang standar. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, pada penelitian kali ini, penulis lebih menitikberatkan pada bagaimana bentuk ragam hormat yang ada dalam dialek Kansai kemudian membandingkannya dengan penggunaannya dalam
bahasa
standar.
Penulis
juga
memaparkan
faktor-faktor
yang
mempengaruhi penggunaan ragam hormat tersebut, serta mencari tahu persamaan dan perbedaan yang ada di antara keduanya.
1.6 Metode dan Teknik Penelitian Metode dan langkah-langkah yang dilakukan untuk melakukan penelitian ini adalah dengan cara : pengumpulan data, pengelompokan data, analisis data, penyajian hasil analisis dari data. Metode pengumpulan data yang akan dilakukan adalah metode observasi atau penyimakan. Sedangkan teknik yang digunakan untuk memperoleh data adalah
teknik observasi nonpartisipasi atau teknik simak bebas libat cakap.
Teknik simak bebas libat cakap adalah penjaringan data yang dilakukan dengan menyimak penggunaan bahasa tanpa ikut berpartisipasi dalam proses pembicaraan (Mastoyo, 2007:44). Data-data berupa kalimat yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah 24 kalimat dengan sumber dari buku-buku pelajaran, drama, maupun situs internet. Analisis data dalam penelitian ini akan menggunakan metode agih atau metode distribusional. Sudaryanto via Mastoyo (2007:54) mendefinisikan metode
9
agih sebagai metode analisis yang alat penentunya ada di dalam dan merupakan bagian dari bahasa yang diteliti. Sedangkan penyajian analisis data akan dipaparkan dalam bentuk deskripsi. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005:258), deskripsi adalah uraian; pemaparan atau penggambaran dengan katakata secara jelas dan terperinci.
1.7 Sistematika Penyajian Penelitian ini disajikan dalam empat bab, yang terdiri dari : Bab I merupakan pendahuluan yang mencakup latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka, metode dan teknik penelitian, serta sistematika penyajian. Bab II merupakan landasan teori yang digunakan dalam penelitian mencakup teori sosiolinguistik, dialektologi, serta variasi bahasa. Bab III merupakan analisis, uraian pembentukan dan penggunaan ragam hormat dalam dialek Kansai dan bahasa Jepang standar sebagai pembanding. Kemudian
pendeskripsian
perbandingan
persamaan
maupun
perbedaan
penggunaan ragam hormat antara keduanya. Bab IV adalah kesimpulan dari bab-bab sebelumnya dan merupakan intisari dalam penelitian ini.