BAB I PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Dalam proses perkembangannya, manusia untuk meneruskan jenisnya
membutuhkan pasangan hidup yang dapat memberikan keturunan sesuai dengan apa yang diinginkannya. Pernikahan sebagai jalan untuk bisa mewujudkan suatu keluarga atau rumah tangga bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Pada umumnya pernikahan dilakukan oleh orang dewasa dengan tidak memandang pada profesi, agama, suku bangsa, miskin atau kaya, tinggal dikota maupun didesa. Namun apabila pernikahan dilakukan pada usia yang terlalu muda dapat mengakibatkan meningkatnya kasus perceraian karena kurangnya kesadaran untuk bertanggung jawab dalam kehidupan berumah tangga bagi suami istri (Astuty, 2011). Pernikahan usia muda juga dapat memberikan risiko yang lebih besar pada remaja perempuan khususnya pada aspek kesehatan reproduksi, dimana alat reproduksi remaja belum matang untuk melakukan fungsinya. Rahim (uterus) baru siap melakukan fungsinya setelah berumur 20 tahun keatas, karena pada masa ini fungsi hormonal melewati masa yang maksimal. Pernikahan usia muda juga akan berimplikasi pada keterbelakangan pengetahuan akibat terhambatnya proses pendidikan yang disebabkan karena pernikahan tersebut. Aspek sosial budaya masyarakat memberi pengaruh terhadap pelaksanaan pernikahan usia muda (Landung dkk, 2009). Untuk mencegah terjadinya pernikahan usia muda, dapat dilakukan dengan penentuan batas minimum usia perkawinan. Karena secara tidak langsung
1 Universitas Sumatera Utara
2
mempengaruhi kualitas dalam kehidupan berumah tangga. Keluarga yang berkualitas akan melahirkan sebuah generasi yang lebih baik (Rohmat, 2009). Menurut undang-undang no. 1 tahun 1974, pasal 7 ayat (1) menyatakan bahwa perkawinan hanya diijinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Sedangkan usulan perubahan pada pasal 7 tahun 1974 ayat (1) menyatakan bahwa perkawinan dapat dilakukan jika pihak lakilaki dan perempuan berusia minimal 19 tahun, ayat (2) untuk melangsungkan pernikahan bagi calon yang belum mencapai 21 tahun, harus mendapatkan izin dari orang tua, artinya pernikahan dapat dilakukan apabila masing-masing calon mempelai sudah mencapai usia 19 tahun dengan catatan harus mendapatkan izin dari orang tua dan jika masing-masing calon mempelai sudah berusia 21 tahun tidak perlu lagi mendapatkan ijin dari orang tua. Sesuai dengan kesepakatan pihak Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BkkbN) menyatakan bahwa usia perkawinan pertama diijinkan apabila pihak wanita mencapai usia 21 tahun dan pria 25 tahun (Astuty, 2011). Studi yang dilakukan United Nations Children’s Fund (UNICEF), fenomena kawin diusia dini (early marriage) masih sering dijumpai pada masyarakat di Timur Tengah dan Asia Selatan dan pada beberapa kelompok masyarakat di Sub Sahara Afrika. Di Asia Selatan terdapat 9,7 juta anak perempuan atau 48% menikah pada umur dibawah usia 18 tahun, Afrika sebesar 42% dan Amerika Latin sebesar 29% (Landung dkk, 2009). Di Indonesia perempuan muda usia 10-14 tahun menikah sebanyak 0,2% atau lebih dari 22.000 wanita muda berusia 10-14 tahun Indonesia sudah menikah yang
Universitas Sumatera Utara
3
disebabkan karena hamil, karena ingin memperbaiki ekonomi, keluar dari kemiskinan, dipaksa orang tua dan karena status sosial. Jumlah perempuan muda berusia 15-19 tahun yang menikah lebih besar jika dibandingkan dengan laki-laki muda usia 15-19 tahun (11,7% P : 1,6% L) yang menikah sedangkan kelompok umur perempuan 20-24 tahun, lebih dari 56,2% sudah menikah. Hal ini dikarenakan pada usia tersebut organ reproduksi perempuan secara psikologis sudah berkembang dengan baik dan kuat serta siap untuk melahirkan keturunan dan secara fisik pun mulai matang (BkkbN, 2012). Berdasarkan Data Riskesdas tahun 2010, jumlah perempuan yang pernah kawin dengan umur kawin pertama (UKP) 15-19 tahun cukup tinggi, yakni sebesar 41,9% sedangkan umur 20-24 tahun sebesar 33,6%. Kondisi ini menunjukkan masih rendahnya umur perkawinan pertama di Indonesia terutama terjadinya di daerah pedesaan (13,49%) dan di daerah perkotaan (8,13%) (Indrayani & Sjafli, 2012). Pada masyarakat pedesaan, pernikahan usia muda terjadi pada golongan ekonomi menengah kebawah yang lebih merupakan bentuk sosial pada pembagian peran tanggung jawab dari keluarga perempuan pada suami. Sedangkan di masyarakat perkotaan pernikahan usia muda umumnya terjadi karena kecelakaan (married by accident) akibat salah pergaulan oleh remaja (Landung dkk, 2009). Menurut Melianti (2009), ada berbagai faktor yang berhubungan dengan pernikahan usia muda antara lain faktor internal (sebab dari anak) seperti pengetahuan, pendidikan, kemauan sendiri dan faktor eksternal (dari luar anak) seperti pergaulan bebas, ekonomi dan budaya. Menurut Fadlyana & Larasaty (2009), faktor yang mendorong pernikahan usia muda diantaranya sosial dan ekonomi, sosial
Universitas Sumatera Utara
4
dan budaya serta pergaulan bebas akibat terjadinya kehamilan diluar nikah. Sedangkan menurut Walgito (2000), salah satu yang melatarbelakangi perkawinan usia muda adalah norma dan pandangan yang ada dalam masyarakat. Keadaan sosial budaya dari masyarakat merupakan faktor pendorong seseorang melakukan perkawinan. Berdasarkan studi kasus Landung dkk, (2009) mengenai Kebiasaan Pernikahan Usia Dini Pada Masyarakat Kecamatan Sanggalangi Kabupaten Tana Toraja didapatkan bahwa pengetahuan kaum perempuan khususnya remaja masih rendah tentang kesehatan reproduksi. Mereka menganggap pengetahuan tentang kesehatan reproduksi hanya berhubungan dengan kehamilan dan persalinan yang sehat, sehingga adanya pemahaman ini dapat mendorong kaum perempuan untuk lebih cepat melangsungkan pernikahan. Dimana kita ketahui bahwa pengetahuan kesehatan reproduksi itu menyangkut tentang cara bersikap atau bertingkah laku yang sehat, bertanggung jawab serta tahu apa yang akan dilakukan dan apa akibat bagi dirinya, pasangannya dan masyarakat sehingga dapat membahagiakan dirinya juga memenuhi kehidupan seksualnya. Dukungan orang tua sehubungan dengan adanya kesepakatan dari orang tua untuk membina hubungan kekeluargaan dengan anggota keluarga lain yang menyebabkan remaja untuk turut serta kepada perintah orang tua. Sedangkan peran sosial budaya sehubungan dengan pemahaman bahwa wanita bertugas melayani suami dan anak-anak serta menghabiskan banyak waktu didapur sehingga remaja menjadi lebih cepat untuk dinikahkan. Ketiga hal tersebut merupakan faktor utama penentu terjadinya pernikahan usia muda pada masyarakat sanggalangi.
Universitas Sumatera Utara
5
Berdasarkan data profil Kantor Urusan Agama Kecamatan Kejuruan Muda jumlah perkawinan tahun 2011 s/d 2013 sebanyak 958 pasang dengan jumlah remaja menikah usia dibawah 20 tahun sebanyak 336 pasang (35,1%) dengan rincian pada tahun 2011 sebanyak 93 pasang (27,7%), tahun 2012 sebanyak 115 (34,2%) dan tahun 2013 sebanyak 128 pasang (38,1%). Pernikahan usia muda juga terjadi di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang. Menurut data tahunan dari Kepala Desa Seumadam dari tahun 2011 s/d 2013 terjadi peningkatan jumlah pernikahan usia dibawah 20 tahun sebanyak 122 pasang (64,5%) dimana wanita 100 orang (81,96%) dan pria sebanyak 22 orang (11,6%). Dengan rincian tahun 2011 sebanyak 34 orang, tahun 2012 sebanyak 43orang dan tahun 2013 sebanyak 45 orang. Pada tahun 2013 jumlah remaja usia 15-19 tahun sebanyak 556 jiwa yang terdiri dari 312 remaja putri dan 244 remaja putra. Dari hasil wawancara kepala desa setempat mengatakan pengetahuan remaja pada saat konseling pernikahan, mereka masih kurang mengetahui makna pernikahan yang sebenarnya. Selain itu dorongan orang tua, budaya dan pergaulan bebas sangat mempengaruhi terjadinya pernikahan usia muda. Faktor budaya disini orang tua takut jika anaknya lama menikah akan dikatakan perawan tua sehingga segera dikawinkan dan didorong juga dengan keadaan lingkungan sekitar yang sudah menjadi kebiasaan masyarakat menikahkan anak pada usia muda. Dorongan orang tua adalah usaha orang tua untuk mempengaruhi anaknya agar mau menikah diusia muda, seperti orang tua menganjurkan segera menikah dengan pria pilihan anaknya baik itu yang berdomisili satu lingkungan maupun diluar lingkungan agar tidak terlalu lama
Universitas Sumatera Utara
6
pacaran dan bertunangan. Hal ini sesuai dengan dikatakan Suparyanto (2013) bahwa faktor yang menyebabkan pernikahan usia muda dikalangan remaja itu yang berasal dari diri sendiri (internal) seperti pengetahuan,kemauan sendiri, agama dan faktor dari luar (eksternal) seperti kemauan orang tua, budaya, pergaulan bebas, ekonomi. Berdasarkan survei pendahuluan terakhir yang dilakukan langsung di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang pada 15 responden remaja yang sudah menikah di usia muda didapatkan 5 orang (33,3%) mengatakan tujuan pernikahan untuk memperoleh keturunan, tanpa perlu kematangan emosional, agar terhindar dari perilaku seks pranikah serta mereka menganggap kesehatan reproduksi berkaitan dengan kehamilan dan persalinan yang sehat tanpa tahu akibat yang timbul karena pernikahan usia muda. Hal ini dikarenakan kurangnya pengetahuan remaja tentang dampak pernikahan usia muda terhadap kesehatan reproduksi serta kurangnya pemahaman remaja mengenai makna pernikahan. Padahal pernikahan itu bukan hanya untuk memperoleh keturunan saja tetapi kematangan emosional, kesiapan mental dan sosial serta rasa tanggung jawab terhadap materi. Dorongan orang tua sebanyak 4 orang (26,7%) dimana orang tua mereka sengaja menganjurkan anaknya menikah dengan tetangga yang berdomisili satu lingkungan agar jadi satu keluarga dan tidak terlalu lama tunangan atau pacaran. Budaya sebanyak 3 orang (20,0%) dimana orang tua menganjurkan mereka untuk segera menikah dikarenakan takut disebut perawan tua jika lama menikah dan karena sudah tradisi keluarga cepat menikah karena orang tua mereka juga cepat menikah. Karena pergaulan bebas sebanyak 3 orang (20,0%) yang menyebabkan mereka hamil dan harus berhenti sekolah untuk menikah.
Universitas Sumatera Utara
7
Berdasarkan data diatas, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh faktor internal dan eksternal terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014. 1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan
penelitian adalah “faktor internal dan eksternal apa sajakah yang memengaruhi terjadinya pernikahan usia muda pada remaja di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014”. 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui pengaruh faktor internal (pengetahuan, pemahamanagama, kematangan emosi) dan eksternal (dorongan orang tua, budaya, paparan media massa dan pergaulan bebas) terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014. 1.3.2 Tujuan Khusus 1.
Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014.
2.
Untuk mengetahui pengaruh pemahaman agama terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014.
Universitas Sumatera Utara
8
3.
Untuk mengetahui pengaruh
kematangan
emosi
terhadap terjadinya
pernikahan usia muda pada remaja di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014. 4.
Untuk mengetahui pengaruh dorongan orang tua terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014.
5.
Untuk mengetahui pengaruh budaya terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014.
6.
Untuk mengetahui pengaruh paparan media massa terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014.
7.
Untuk mengetahui pengaruh pergaulan bebas terhadap terjadinya pernikahan usia muda pada remaja di Desa Seumadam Kecamatan Kejuruan Muda Kabupaten Aceh Tamiang Tahun 2014.
1.4 1.
Manfaat Penelitian Sebagai bahan masukan bagi kepala desa untuk merencanakan pengadaan kerjasama dengan instansi terkait seperti instansi pendidikan, kesehatan, agama, lembaga swadaya masyarakat dalam rangka menurunkan angka pernikahan usia muda.
2.
Agar dapat menambah pengetahuan remaja mengenai dampak pernikahan usia muda terhadap kesehatan reproduksi.
Universitas Sumatera Utara