1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG Perusahaan didirikan tidak hanya untuk menghasilkan suatu produk ataupun jasa, perusahaan juga dituntut untuk dapat terus bertahan dan melangsungkan hidup (going concern). Memperoleh laba besar atas produk atau jasa yang dihasilkan adalah harapan setiap perusahaan. Tujuan utama perusahaan adalah meningkatkan nilai perusahaan melalui peningkatan kemakmuran pemilik atau para pemegang saham.Untuk mewujudkan tujuan perusahaan, maka perusahaan akan merencanakan dengan sebaik-baiknya segala sesuatu yang akan dilakukan untuk jangka pendek maupun untuk jangka panjang salah satunya adalah perencanaan atas hutang. Dalam
hal
itu,
kebijakan
pendanaan
suatu
perusahaan
harus
mempertimbangkan dan menganalisis sumber-sumber dana yang ekonomis gunan untuk membiayai pembelajaan rutin dan investasi bagi perusahaan. Selain mendapatkan dana dari ekuitas yang menerbitkan saham preferen, saham biasa atau juga laba ditahan. Perusahaan juga dapat mendapatkan sumber dana dari kreditur berupa hutang jangka panjang.
2
Hutang
jangka panjang dapat diartikan kewajiban perusahan yang
mempunyai waktu lebih dari satu tahun atau satu siklus operasi perusahaan. Utang jangka panjang umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) atau modernisasi perusahaan, karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar. Demikian halnya dengan kebijakan hutang sebuah perusahaan dimana keputusan tentang penggunaan hutang digunakan untuk memaksimalkan kemamuran pemilik perusahaan dan memaksimalkan profit. Maksimisasi kemakmuran pemilik perusahaan diukur dengan pendapatan per lembar saham. Kebijakan hutang merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan karena kebijakan hutang merupakan salah satu bagian dari kebijakanpendanaan perusahaan. Kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiyaan bagi perusahaan. Selain itu kebijakan hutang perusahaan juga berfungsi sebagai mekanisme Monitoring terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengolahan perusahaan, karena keputusan pembiayaan atau pendanaan perusahaan akan dapat mempengaruhi struktur modal perusahaan. Sumber pendanaan dapat di peroleh dari modal internal dan eksternal.
Modal internal berasal dari laba ditahan,
sedangkan modal eksternal adalah dana yang berasal dari kreditur dan pemilik, peserta atau pengembalian bagian dalam perusahaan.
3
Pada saat perusahaan memutuskan untuk menggunakan biaya hutang yang merupakan risiko finansial, dimana perusahaan tetap berkewajiban membayar biaya tersebut meskipun perusahan dalam kesulitan keuanagan. Meskipun perusahaan menggunakan modal sendiri untuk mengbiayai pembelanjaan rutin tidak menutup kemungkinan peruahaan tersebut melakukan pinjaman dari luar. Keputusan pembiyaan melalui hutang mempunyai batasan sampai seberapa besar dana atas dasar manfaat yang dapat diperoleh dari hutang tersebut. Adanya standar rasio tertentu yang digunakan untuk menentukan rasio hutang yang tidak boleh dilampaui. Jika rasio hutang melewati standar ini, maka menimbulkan peningkatan biaya yg siknifikan, dan hal tersebut akan
mempengaruhui
struktur
modal
perusahaan.
Perusahaan
yang
menggunakan hutang dalam jumlah yang besar maka akan meningkatkan beban bunga dan pokok pinjaman yang harus dibayar. Hal ini memperbesar kemungkinan perusahaan mengahadapi default, yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutang pada saat jatuh tempo akibat kewajiban yang semakin besar, namun apabila perusahaan hanya menggunakan modal sendiri yang jumlahnya kecil maka akan menutup kesempatan untuk memperoleh keuntungan
yang diharapkan oleh
perusahaan, sehingga dibutuhkan ukuran penentu jumlah proposi hutang yang optimal bagi perusahan dalam memperoleh manfaat dibanding biaya yang dibayarkan.
4
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka peneliti tertarik melakukan penelitian dengan topik ”Pengaruh Dividend Payout Ratio dan Firm Size terhadap Kebijakan Hutang pada perusahaan Food And Baverage Tbk (Sub Sektor Food and Baverage periode 2009-2013) ”.
5
1.2. RUMUSAN MASALAH Berdasarkan batasan masalah dalam penelitian di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Apakah pengaruh dividend payout ratiodan Firm Size secara parsial terhadap kebijakan hutang pada perusahaan Food And Baverage yang terdaftar di BEI periode 2009-2013 ? 2. Apakah pengaruh dividend payout ratio dan firm size secara simultan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan Food and Baverage yang terdaftar di BEI periode 2009-2010 ? 1.3. TUJUAN PENELITIAN Berdasarkan latar belakang masalah dan rumusan masalah tersebut di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Untuk mengkaji pengaruh dividend payout ratio dan Firm Size secara parsial terhadap kebijakan hutang pada perusahaan Food And Baverage yang terdaftar di BEI periode 2009-2013 2. Untuk mengkaji pengaruh dividend payout ratio dan firm size secara Simultan terhadap kebijakan hutang pada perusahaan Food And Baverage yang terdaftar di BEI periode 2009-2013
6
1.4. MANFAAT PENELITIAN Penelitian
ini
diharapkan
bermanfaat
bagi
pihak-pihak
yang
berkepentingan. Secara terperinci manfaat penelitian ini dalah sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah perbendaharaan atas pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu manajemen keuangan. 2. Manfaat praktis a. Bagi manajemen perusahaan Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dalam penentuan kebijakan hutang. Perhitungan kuantitatif diharapkan dapat menunjukan hubungan atau pengaruh faktor-faktor seperti dividend payout ratio
dan ukuran perusahaan (firm size)
terhadap kebijakan hutang. Faktor-faktor tersebut diharapkan dapat membantu manajer keuangan dapat mengambil keputusan untuk menentukan berapa besarnya uang yang dibutuhkan oleh perusahaan. b. Bagi investor Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dimana kebijakan hutang sebagai penilaian perusahaan yang tercemin pada struktur modalnya, sehingga dapat dijadikan acuan dalam pengambilan keputusan.
7
c. Bagi akademisi Penelitian ini dapat memberikan bukti empiris mengenai faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kebijakan utang sehingga dapat memberikan wawasandan pengetahuan yang lebih mendalam serta sebagai dasar penelitian selanjutnya tentang kebijakan hutang.
8
BAB II TELAAH PUSTAKA 2.1 LANDASAN TEORI 2.1.1
MODAL DAN STRUKTUR MODAL
2.1.1.1 Pengertian Struktur Modal (Capital Structure) struktur modal adalah proposi dalam menentukan pemenuhan kebutuhan belanja perusahaan dengan sumber pendanaan jangka panjang yang berasal dari dana internal dan dana eksternal, dengan demikian struktur modal adalah struktur keuangan dikurangi hutang jangka pendek. Sedangkan pengertian struktur keuangan menurut Farah Margaretha (2004) menggambarkan susunan keseluruhan sisi kredit neraca yang terdiri atas utang jangka pendek, utang jangka panjang, dan modal sendiri. Menurut (Riyanto, 1997) struktur modal adalah pembelanjaan permanen yang mencerminkan pertimbangan atau perbandingan antara hutang jangka panjang dengan modal sendiri. Struktur modal menunjukan proporsi atas penggunaan hutang untuk membiayaai investasinya, sehingga dengan
mengetahui
struktur
modal
investor
dapat
mengetahui
keseimbangan antara risiko dan tingkat pengembalian investornya. Menurut (Sudana, 2011) Struktur Modal (capital structure) berkaitan dengan pembelanjaan jangka panjang suatu perusahaan yang diukur dengan perbandingan hutang jangka panjang dengan modal sendiri.
9
Menurut (Van horne, 1998 dalam Ayu, 2012), struktur modal adalah bauran pendanaan jangka panjang perusahaan yang ditunjukan oleh hutang, ekuitas, saham preferen, saham biasa. Menurut (Sartono, 2001 dalam Ayu, 2012) struktur modal adalah perimbangan hutang jangka pendek yang bersifat permanen. Keputusan pendanaan merupakan keputusan yang berhubungan dengan masalah penentuan sumber-sumber dana tersebut. Keputusan mengenai sumber dana yang akan digunakan disebut keputusan pembelanjaan (financing decisions). Menurut (Margaretha, 2011) Struktur Modal (capital struktur) menggambarkan pembagiyaan permanen perusahaan yang terdiri dari hutang jangka panjang dan modal sendiri. Jika hutang sesungguhnya (realisasi) berada di bawah target, pinjaman perlu ditambah. Jika rasio hutang melampaui target, maka saham dijual. Menurut
(Sitangga,
2013)
untuk
menjalankan
usahanya,
perusahaan membutuhkan modal yang bersumber dari hutang dan modal sendiri. Struktur modal dalam menentukan biaya modal hanya hutang jangka panjang dan ekuitas yang diperhitungkan. Struktur Modal untuk menentukan nilai tambah ekonomis yang diperhitungkan adalah modal operasi bersih perusahaan.
10
Apabila sumber pembiyaan perusahaan hanya untuk mendukung modal operasi bersih, maka struktur modal untuk menentukan nilai tambah ekonomi adalah sama dengan modal operasi bersih yaitu seluruh pembiyaan dikurangi sumber pembiyaan yang tidak berbunga yaitu hutang usaha dan akrual. 2.1.1.2
Komponen struktur modal 1) Modal sendiri (Ekuitas) Modal sendiri adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang tertanam dalam perusahaan untuk jangka waktu yang lama. Modal sendiri dapat berasal dari sumber intern perusahaan yang berupa keuntungan yang dihasilkan perusahaan dan sumber ekstern yang berupa modal pemilik perusahaan. Menurut (Riyanto, 2009) modal sendiri pada dasarnya adalah modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan yang tertanam di dalam perusahaan untuk waktu yang tidak tertentu lamanya. Oleh karena itu modal sendiri ditinjau dari sudut likuiditas merupakan modal jangka panjang yang tidak tertentu waktunya. Modal sendiri selain berasal dari luar perusahaan juga dapat berasal dari dalam perusahaan sendiri yaitu yang dihasilkan atau dibentuk sendiri dari dalam perusahaan.
11
Modal sendiri atau ekuitas merupakan dana yang berasal dari pemilik perusahaan (pemegang saham) yang tertanam dalam perusahaan dalam jangka waktu tertentu. Ekuitas dapat berupa modal yang berasal dari pemilik perusahaan dan juka dapat berupa keuntungan yang dihasilkan oleh perusahaan. Dalam perusahaan yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT) modal sendiri dapat dibagi menjadi : a. Saham biasa (Common Stock) Saham biasa adalah bentuk dari modal jangka panjang yang ditanamkan oleh insvestor, dengan demikian pemegang saham menanggung segala risiko besar dana yang ditanamkan. Saham biasa memberiakn kepemilikan pada insvestor dalam melandasari perusahan dan menyediakan hak sisi pada aktiva dan arus kas perusahaan yang dimana hak tersebut akan diberikan setelah hak pemilik lainnya dibayarkan. Menurut (Utari Dkk, 2014) Common Stock adalah surat tanda kepemilikan suatu perusahaan. Surat ini dapat diperjualbelikan di Pasar Bursa. Pemegang saham biasa mendapatkan bagian laba yang dividen. Jika perusahaan rugi, ia tidak memperoleh dividen, dan bahkan menanggung kerugian. Saham biasa disebut “modal sendiri”.
12
Menurut (Sudana, 2011) saham biasa (common stock) merupakan surat bukti penyerahan modal pada suatu perusahaan (perseroan terbatas) dan sekaligus sebagai bukti kepemilikan perusahaan tersebut. Saham biasa sebagai salah satu sumber dana jangka panjang bagi perusahaan tidak memiliki jatuh tempo, atau dengan kata lain akan terikat diperusahaan selama perusahaan masih beroperasi. Dibandingkan dengan sumber dana yang lain, saham biasa memiliki biaya modal paling tinggi, karen apendapatan saham biasa bersifat tidak pasti. b. Saham preferen (preferred stock) Saham preferen merupakan bentuk dari komponen modal jangka panjang yang merupakan kombinasi antara modal sendiri dengan hutang jangka panjang. Dividen saham preferen dibayarkan terlebih dahulu sebelum dividen saham biasa. Dividen saham preferen jumlahnya tetap dan bersifat kumulatif. Hal ini berarti dividen ditetapkan berdasarkan nilai nominal saham istimewa, dan bila pada satu tahun perusahaan mengalami kerugian, maka hak pemegang saham atas dividen tersebut tidak hilang.
13
Namun
jika pada tahun berikutnya perusahaan
memperoleh laba, maka perusahaan harus membayar dividen tahun
sebelumnya
kemudian
membayar
dividen
tahun
berikutnya. Menurut (Atmaja, 2008) saham preferen merupakan “campuran” antara hutang dan modal sendiri. Ia memiliki sebagian karakteristik hutang dan juga modal sendiri. Menurut (Brigham, 2006) saham preferen adalah suatu jenis hibrida (hybrid) dalam beberapa hal tertentu misalnya dengan obligasi dan mirip dengan saham biasa dalam beberapa hal yang lain. Sifat hibrida dari saham tampak jelas terlihat ketika mencoba untuk mengklasifikasikan sehubungan dengan obligasi dan saham biasa. Seperti obligasi, saham preferen memiliki nilai pari dan terdapat dividen dalam jumlah tetap yang harus dibayar sebelum dividen dapat di bayarkan kepada saham biasa. Akan tetapi, jika dividen preferen tidak diberikan para direktur dapat menghilangkan atau membiarkan pembayaran tersebut
tanpa
kebangkrutan.
harus Jadi,
memasukkan
meskipun
saham
perusahaan preferen
dalam memiliki
pembayaran tetap seperti obligasi, kegagalan dalam melakukan pembayaran tersebut tidak akan mengarah pada kebangkrutan.
14
Karakteristik saham preferen : 1. Memiliki nilai nominal 2. Dividen besarnya tetap, merupakan presentase dari nilai nominal 3. Dividen persifat komulatif, artinya bila tidak terbayar akan diperhitungkan pada tahun berikutnya. 4. Tidak memiliki hak voting 5. Tidak memiliki waktu jatuh tempo Keuntungan pengguna saham preferen adalah tidak mampu membayar dividen tidak akan nyebabkan kebrangkutan dan menghindari pembayaran pokok pinjaman (karena saham preferen tidak memiliki waktu jatuh tempo. Sedangkan kerugian penggunaan saham preferen adalah dividen saham preferen tidak menimbulkan tax saving, dan meskipun bersifat kumulatif, dividen saham preferen mirip dengan pembayaran bunga obligasi yang sifatnya tetap dan harus dibayar. 2) Modal asing atau hutang a. Pengertian Hutang Hutang adalah semua kewajiban keuangan perusahaan kepada pihak lain yang belum terpenuhi, di mana hutang ini merupakan sumber dana atau modal perusahaan yang berasal dari kreditor.
15
Hutang atau kewajiban perusahaan dapat dibedakan ke dalam hutang lancar (hutang jangka pendek) dan hutang jangka panjang. Hutang adalah perjanjian yang merupakan kewajiban dari perusahaan kewajiban untuk membayar jumlah tertentu pada waktu tertentu. Hutang adalah uang, barang atau jasa yang menjadi kewajiban pihak yang satu untuk dibayar ke pihak lain sesuai dengan perjanjian tertulis atau lisan yang dibayarkan atau di implementasikan. (Syahrul dan Muhammad A.N, 2000). b. Macam-macam hutang 1. Hutang Jangka Pendek Kewajiban keuangan perusahaan yang pelunasanya atau pembayaran akan dilakukan dalam jangka pendek (satu tahun sejak tanggal neraca) dengan menggunakan aktiva lancar yang dimiliki oleh perusahaan. Menurut (Riyanto, 2009) hutang jangka pendek adalah modal asing yang jangka waktunya paling lama satu tahun. Sebagian besar hutang jangka pendek terdiri dari kredit perdagangan, yaitu kredit yang diperlukan untuk dapat menyelenggarakan usahanya.
16
Hutang lancar meliputi : a)
Hutang Dagang, dalah hutang yang timbul karena adanya pembelian barang dagang secara kredit.
b)
Hutang Wesel, adlah hutang yang disertai dengan janji tertulis (yang diatur dengan undang-undang) untuk melakukan pembayaran sejumlah tertentu pada waktu tertentu di masa yang akan datang.
c)
Hutang Pajak, baik pajak untung perusahaan yang bersangkutan maupun Pajak Pendapatan Karyawan yang belum di setorkan ke Kas Negara.
d)
Biaya yang masih harus dibayar, adalah biaya-biaya yang sudah terjadi tetapi belum dilakukan pembayarannya.
e)
Hutang Jangka Panjang Yang Segera Jatuh Tempo, adalah sebagian (seluruh) hutang jangka panjang yang sudah menjadi hutang jangka pendek, karena harus segera dilakukan pembayaranya.
f)
Penghasilan Yang Diterima Dimuka (Deferren Revenue), adalah penerimaan uang untuk penjualan barang/jasa yang belum direalisir.
2.
Hutang Jangka Panjang Hutang jangka panjang adalah kewajiban keuangan jangka waktu
pembayaraanya (jatuh temponya) masih jangka panjang (lebih dari satu tahun sejak tanggal neraca).
17
Menurut (Riyanto, 2009) hutang jangka panjang adalah hutang yang jangka waktunya adalah panjang, umumnya lebih dari 10 tahun. Hutang jangka panjang ini pada umumnya digunakan untuk membelanjai perluasan perusahaan (ekspansi) atau mordenisasi dari perusahaan. Karena kebutuhan modal untuk keperluan tersebut meliputi jumlah yang besar. Hutang Jangka Panjang meliputi : a) Hutang obligasi adalah pinjaman uang untuk jangka waktu yang panjang, untuk mana si debitur mengeluarkan surat pengakuan hutang yang mempunyai nominal tertentu b) Hutang Hipotik, adalah hutang yang dijamin dengan aktiva tetap tertentu. Pinjaman jangka panjang dimana pemberi hutang (kreditur) diberi hak hipotik terhadap suatu barang tidak bergerak. Agar pihak debitur tidak memenuhi kewajibanya, barang itu dapat dijual dan dari hasil penjualan tersebut dapat digunakan untuk menutup tagihan. c) Pinjaman Jangka Panjang yang lain.Kreditor suatu perusahaan pada dasarnya dapat dikategorikan atau diklasifikasikan menjadi 3 golongan yaitu : 1. Kreditor yang terjamin (secured creditor) yaitu kreditor yang dijamin dengan suatu aktiva tertentu sebagai pembayarannya, dan besarnya jaminan ini bisa sama atau lebih besar daripada jumlah pinjamanya.
18
2. Kreditor yang terjamin sebagian (paarttly secured creditor), yaitu kreditor yang dijamin dengan suatu aktiva tertentu sebagai pembayaranya, tetapi besarnya jaminana lebih rendah dari jumlah pinjamanya. 3. Kreditor
tanpa
suatu
jaminan
apapun
dalam
pembayaranya (unsecured creditor), kreditor ini sebagai dalam
kreditor
yang
mendapat
prioritas
dalam
pembayaranya dan kreditor umum. kreditor yang mendapat prioritas ini misalnya buruh (terhadap gaji yang belum dibayar), pemerintah (terhadap pajak yang belum dibayar).
2.1.2
KEBIJAKAN HUTANG Kebijakan hutang termasuk kebijakan pendanaan perusahaan yang
bersumber dari eksternal. Kebijakan ini memiliki dampak pada konflik dan biaya keagenan. Menurut (Jensen dan Meckling, 1976 ) menyatakan baha dengan hutang maka perusahaan akan melakukan pembayaran periodik atas bungan dan pokok pinjaman. Kebijakan hutang akan memberikan dampak pada pendisiplinan bagi manajer untuk mengoptimalkan penggunaan dana yang ada, karena hutang yang cukup besar akan menimbulkan kesulitan keuangan dan risiko kebangkrutan.
19
Menurut (Darmawan, 2012 dalam Adianto, 2011) kebijakan hutang yaitu kebijakan perusahaan dalam menentukan seberapa besar kebutuhan pendanaan perusahaan dibiayai oleh hutang. Kebijakan hutang pada umumnya lebih banyak digunakan oleh perusahaan daripada menerbitkan saham baru karena dirasa lebih aman, sehingga dengan demikian semakin tinggi kebijakan hutang maka yang dilakukan pada tingkat tertentu semakin tinggi pula nilai perusahaan. Kebijakan hutang berkaitan erat dengan struktur modal karena hutang merupakan salah satu komposisi dalam struktur modal. Menurut (Rahmawati, 2012 dalam Adianto, 2011) kebijakan hutang merupakan keputusan yang sangat penting bagi setiap perusahaan karena kebijakaan ini diambil oleh manajemen perusahaan untuk membiayai kegiatan oprasional perusahaan. Menurut (Suad, 2008 dalam Widya, 2009) mengatakan bahwa keputusan tentang external financial sering juga disebut sebagai sebagai keputusan pendanaan. Pada dasarnya kebijakan hutang perusahaan merupakan tindakan manajemen perusahaan dalam rangka mendanai oprasional perusahaan dengan menggunakan modal yang berasal dari hutang. Hal ini erat kaitanya dengan struktur permodalan yang dipilih oleh perusahaan. Kebijakan
hutang
adalah
satu
kebijakan
keuangan
yang
menyangkut sumber dana yang diperoleh dari sumber-sumber dana eksternal perusahaan (Rosel,2005 dalam Sutoyo,Januar dan Dian, 2011).
20
Penggunaan sumber dana eksternal berupa hutang tentunya akan membawa konsekuensi yang timbulnya kewajiban bagi perusahaan berupa beban bunga yang bersifat tetap. Hal tersebut berakibat perusahaan akan mempertimbangkan hal ini sebagai suatu kewajiban yang yang dapat mempengaruhi besar kecilnya dividen yang akan di bagi oleh perusahaan. Tentunya secara logika bahwa perusahaan yang banyak tergantung pada hutang yang beraasal dari sumber eksternal akan membayar dividen yang lebih kecil dibanding dengan perusahaan yang tidak memiliki hutang. Menurut (Rosel, 2005 dalam Sutoyo,Januar dan Dian, 2011) menyatakan bahwa perusahaan akan menurunkan pembayaran dividen , bila semakin besar keuntungan yang diperoleh digunakan untuk membayar hutang dan beban bunga tetap. Kebijakan hutang merupakan keputusan yang sangat penting dalam perusahaan. Dimana kebijakan hutang merupakan salah satu bagian dari pendanaan perusahaan. Kebijakan hutang adalah kebijakan yang diambil oleh pihak manajemen dalam rangka memperoleh sumber pembiyaan bagi perusahaan sehingga dapat digunakan untuk membiayai aktivitas oprasional perusahaan. Selain itu kebijakan hutang perusahaan juga berfungsi sebagai mekanisme monitoring terhadap tindakan manajer yang dilakukan dalam pengolahan perusahaan.
21
Keputusan
pembiayaan
atau
pendanaan
perusahaan
dapat
mempengaruhi struktur modal perusahaan. Sumber pendanaan dapat diperoleh dari modal internal dan modal eksternal. Modal internal berasal dari laba ditahan, sedangkan modal eksternal adalah dana yang berasal dari para kreditur dan pemilik, peserta atau pengambilbagian dalam perusahaan. Modal yang berasar dari kreditur adalah berupa hutang perusahaan. Modal ini sering disebut dengan pembelanjaan asing atau hutang (Riyanto.1997). Menurut (Muhazir, 2014) kebijakan hutang berhubungan dengan adanya kebutuhan modal untuk investasi atau menutup hutang lainya. Kebijakan hutang ini tentunya dikeluarkan oleh manajemen setelah melalui mekanisme pengambilan keputusan yang sesuai dengan trukturnya melalui pertimbangan berbagai sapek termasuk pemegang saham dan kinerja laba. Menurut (Murni dan Andriani,2007 dalam Rizka dan Ratih, 2009) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan pendanaan, pemegang saham lebih menginginkan pendanaan perusahaan dibiayai dengan hutang karena dengan menggunakan hutang, hak mereka terhadap perusahaan tidak akan berkurang. Tetapi manajer tidak menyukai pendanaan tersebut dengan alasan bahwa hutang mengandung risiko yang tinggi. Manajemen perusahaan mempunyai kecenderungan untuk memperoleh keuntungan sebesar-besarnya dengan biaya pihak lain.
22
Keputusan pembiayaan atau pendanaan perusahaan akan dapat mempengaruhi struktur modal perusahaan. Sumber pendanaan dapat diperoleh dari modal eksternal. Hutang merupakan salah satu sumber pembiyaan eksternal yang sering digunakan oleh perusahaan untuk membiayai kebutuhan dananya. Keputusan pembiayaan melalui hutang mempunyai batasan sampai berapa besar dana dapat digali. Biasanya ada standar rasio tertentu untuk menentukan rasio utang tertentu yang tidak boleh dilampaui. Jika ratio hutang melewati standar ini, maka biaya akan meningkat dengan cepat, dan hal tersebut akan mempengaruhi strutur modal perusahaan. Salah satunya rasio tersebut yaitu LDE (Long Term Debt Ratio) yang menunjukan sejauh mana hutang dapat ditutupi oleh modal perusahaan atau berapa porsi hutang dibanding dengan modal perusahaan, supaya aman porsi hutang harus lebih kecil dari modal. Perusahaan yang menggunakan semakin banyak hutang maka akan meningkatkan bungan dan pokok pinjaman yang harus dibayar. Hal ini memperbesar kemungkinan perusahaan menghadapi default, yaitu tidak dapat memenuhi kewajiban pembayaran hutang pada waktunya akibat kewajiban yang mungkin besar.
23
1.
Teori Kebijakan Hutang a)
Agency theory
Aghency theory menyebutkan bahwa sebagai agen dari pemegang saham, manger tidak selalu bertindak demi kepentingan pemegang saham. Untuk itu, diperlukan biaya pengawasan yang dapat dilakukan melalui cara-cara seperti pengikatan agen, pemeriksaan laporan keuangan, dan pembatasan terhadap pengambilan keputusan oleh manajemen. Kegiatan pengawasan yang dilakukan memerlukan biaya keagenan. Biaya keagenan digunakan untuk mengontrol semua aktivitas yang dilakukan manajer sehingga manajer dapat bertindak konsisten sesuai dengan perjanjian kontraktual antara kreditor dan pemegang saham (Jensen dan Meckling, 1976 dalam Sofiana, 2009). Menurut (Horne dan Wachowicz, 2007) salah satu pendapat dalam teori agensi adalah yang menimbulkan biaya pengawasan, biaya yg timbul pasti menjadi tanggungan pemegang saham. Menurut (Saidi, 2004 dalam Keni dan Sofia, 2013) agency theory pertama kali dikemukakan oleh Michael C. Jensen dan William H. Meckling pada tahun 1976. Agency theory menjelaskan bahwa maslah agensi timbul dikarenkan adanya perbedaan kepentingan antara manajemen sebagai agensi dan pemegang saham sebagai prinsipal. Pemegang saham menginginkan tingkat pengambilan yang ceapt dan sebesar mungkin atas investasi yang dilakukan sedangkan manajemen cenderung menginginkan keuntungan serta insentif yang memeadai dan sebesar-besarnya atas kinerja.
24
Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak antara prinsipal dengan agen. Hubungan keagenan dapat menimbulkan masalah saat pihak-pihak yang bersangkutan mempunyai tujuan yang berbeda, pemilik modal sedangkan manajer juga menginginkan bertambahnya kesejahteraan bagi para manajer. Menurut (Pearce dan Robinson, 2009 dalam Ayu, 2011), mendefinisikan bahwa teori keagenan merupakan sekelompok gagasan mengenai pengendalian organisasi yang didasarkan pada keyakinan bahwa pemisahan kepemilikan dengan manajemen menimbulkan potensi bahwa keinginan pemilik diabaikan. Ketika pemilik (manajer) mendelegasikan otoritas pengembalian keputusan pada pihak lain, terhadap hubungan keagenan antara kedua pihak tersebut. Hubungan keagenaan, seperti hubungan antara pemegang saham dengan manajer, akan efektif selama manajer mengambil keputusan investasi yang konsisten dengan kepentingan pemegang saham. Namun, ketiga kepentingan manajer berbeda dengan kepentingan pemilik, maka keputusan yang diambil oleh manajer kemungkinan besar akan mencerminkan preferensi manajer dibanding dengan pemilik. Dengan demikian muncullah konflik kepentingan antara pemilik (investor) dengan manajer (agen). Pemilik lebih tertarik untuk memaksimumkan kompensasinya. Kontrak yang dibuat antara pemilik dengan manajer diharapkan dapat meminimumkan konflik antara kedua kepentingan tersebut (Styanapurnama dan Norpratiwi, 2004 dalam Rizka dan Ratih, 2009).
25
b)
Signaling Theory
Isyarat atau signal menurut (Brigham dan Houston, 2001) adalah suatu tindakan yang diambil manajemen perusahaan yang memberi petunjuk bagi investor tentang bagaimana manajemen memandang prospek perusahaan. Dalam (Brigham dan Houston, 2001), perusahaan dengan prospek yang menguntungkan akan mencoba menghindari penjualan saham dan mengusahakan setiap modal baru yang diperlukan dengan cara-cara lain, termasuk penggunaan hutang yang melebihi target struktur modal yang normal. Perusahaan dengan prospek yang kurang menguntungkan akan cenderung untuk menjual sahamnya. Pengumuman emisi saham oleh suatu perusahaan umumnya merupakan suatu isyarat (signal) bahwa manajemen memandang prospek perusahaan tersebut suram. Menurut (Wolk, et al, 2001 dalam Adianto, 2011) teori sinyal menjelaskan bahwa alasan perusahaan menyajikan informasi untuk pasar modal. Teori sinyal menunjukan adanya asimetri informasi antara manajemen perusahaan dan pihakpihak yang berkepentingan dengan informasi tersebut. Menurut (Jama’an, 2008 dalam Adianto, 2011) signalling theory menjelaskan tentang bagaimana seharusnya sebuah perusahaan memberikan sinyal kepada pengguna laporan keuangan. Sinyal ini berupa informasi mengenai apa yang sudah dilakukan oleh manajemen untuk merealisasikan keinginan pemilik.
26
Apabila suatu perusahaan menawarkan penjualan saham baru lebih sering dari biasanya, maka harga sahamnya akan menurun, karena menerbitkan saham baru berarti memberikan isyarat negatif yang kemudian dapat menekan harga saham sekalipun prospek perubahan cerah. c)
Static Trade Off Theory
Static Trade Off berasumsi bahwa struktur modal suatu perusahaan ditentukan dengan mempertimbangkan manfaat pengurangan pajak ketika hutang meningkat di satu sisi dan meningkatnya agency cost (biaya agensi) ketika hutang meningkat pada sisi yang lain. Ketika manfaat pengurangan pajak masih lebih tinggi dibandingkan dengan perkiraan agency cost maka perusahaan masih bisa meningkatkan hutangnya dan peningkatan hutang harus dihentikan ketika pengurangan pajak atas tambahan hutang tersebut sudah lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan agency cost. Model Static Trade Off ini merupakan evolusi atau pengembangan dari teori irrelevancenya. Modigliani dan Miller dan saat ini merupakan Mainstream dari teori struktur modal. Menurut (Indrawati dan Suhendro, 2006 dalam Apit dan Sekar 2014 ) Trade off theory menyebutkan bahwa debt-equity decision merupakan trade off antara interest tax shield dengan agency cost of debt.
27
Apabila pengorbanan dari penggunaan hutang sudah lebih besar daripada manfaatnya, maka hutang tidak boleh lagi ditambah, sehingga untuk pendanaan selanjutnya perusahaan munggunakan ekuitas (Rahardjo dan Hartatiningrum, 2006 dalam Apit dan Sekar 2014 ). Teori ini menyatakan bahwa perusahaan harus bisa menyeimbangkan komposisi hutang dalam kombinasi struktur modalnya sehingga akan diperoleh komposisi hutang dan saham yang optimal dengan analisi perhitungan keuangan yang tepat (Indrawati dan Suhendro, 2006 dalam Apit dan Sekar, 2014) d)
Pecking Order Theory
Teori ini dikenal pertama kali oleh Donaldson, 1961(Myers, 1984 dalam Yuniningsih, 2003). Pecking order theary melihat bahwa perusahaan cenderung memilih pendanaan sesuai dengan urutan risiko. Hal ini dilakukan untuk dapat memaksimumkan nilai perusahaan atau dengan kata lain memaksimumkan kemakmuran pemilik perusahaan. Menurut (Indrawati dan Suhendro, 2006) Teori ini menyebutkan bahwa perusahaan cenderung terlebih dahulu mempergunakan sumber pendanaan internal (retained earning) sebanyak mungkin untuk membiayai proyek-proyek di perusahaan sebelum berhutang. Kemudian jika sumber dana internal tidak mencukupi dan perusahaan membutuhkan sumber dana eksternal, maka perusahaan akan memilih hutang sebelum eksternal equity.
28
Menurut teori ini struktur pendanaan suatu perusahaan mengikuti suatu herarki dimulai dari sumber dana termurah,dana internal hingga saham sebagi sumber terakhir. Jika struktur modal dapat mempengaruhi biaya modalnya maka manajemen struktur modal merupakan hal penting dalam manjemen keuangan (Halomoan dan Jakman, 2004 dalam Rizka dan Ratih, 2009 ) Menurut (Haloman dan Djakman, 2004 dalam Rizka dan Ratih, 2009 ) dalam bentuk yang paling sederhana pecking order model dalam pendanaan perusahaan menjelaskan bahwa ketika arus kas internal perusahaan tidak cukup mendanai investasi real dan dividen, perusahaan akan menerbitkan hutang. Saham tidak akan diterbitkan, kecuali biaya financial distress perusahaan tinggi dan perusahaan hanya dapat menerbitkan junk debt. Menurut (Atmaja, 2008) Walaupun teori trade-off telah mendominasi siklus keuangan perusahaan untuk jangka waktu yang lama, perhatian juga diberikan untuk teori pecking-order. Untuk memahami hal ini, ambil contoh seorang manajer keuangan suatu perusahaan yang sedang membutuhkan dana segar. Manajer menghadapi alternatif antara menerbitkan surat hutang (obligasi) atau saham. Pada pembahasan teori trade-off, untuk mengevaluasi alternatif pendanaan didasarkan pada pertimbangan yang diabaikan, yaitu waktu yang tepat (timing) .
29
Menurut (Saidi, 2004 dalam Keni dan Sofia, 2013) pecking order theory pertama kali dikemukakan oleh Gordon Donaldson pada tahun 1961. Pecking order theory menyatakan bahwa perusahaan lebih memilih untuk menggunakan sumber dana dari dalam atau pendanaan internal daripada pendanaan eksternal. Dana internal tersebut diperoleh dari laba ditahan yang dihasilkan dari kegiatan oprasional perusahaan. Jika pendanaan eksternal diperlukan maka perusahaan akan memilih dimulai dari sekuritas yang paling rendah resikonya kemudian turun ke hutang yang beresiko, sekuritas hybrid seperti obligasi, konversi, saham preferen dan yang terakhir saham biasa. 2.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakn hutang a.
Dividen Payout Ratio
Presentase pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cahs dividend disebut dividend payout ratio (DPR). Rasio pembayaran dividen (dividend payout ratio) adalah ratio dividen kas atas pendapatan bersih (Riyanto, 1995 dalam Sutoyo,Januar dan Dian). Dengan kata lain, ratio ini adalah presentase pendapatan bersih atau pendapatan yang dibayarkan oleh dewan redaksi secara tunai.
Dividen Payout Ratio (DPR) menurut (Brigham dan
houtson,2006) adalah presentase dari laba bersih yang akan dibayarkan sebagai dividen tunai kepada pemegang saham. Dividen Payout Ratio (DPR) merupakan perbandingan antara Dividen Per Share (DPR) dengan Earning Per Share (EPS).
30
Jika dividen tunai meningkat maka dana perusahaan untuk reinvestment akan semakin berkurang sehingga perusahaan cendurung akan mencari sumber dana eksternal untuk kebutuhannya (Brigham dan Houston, 2001). Menurut (Parica dkk, 2013) Dividend Payout Ratio adalah perbandingan antara dividen yang dibayarkan dengan laba bersih yang didapatkan dan biasanya disajikan dalam bentuk presentase. Semakin tinggi dividend payout ratio akan menguntungkan bagi pihak investor, tetapi pada pihak perusahaan akan memperlemah internal financial, karena memperkecil laba ditahan. Namun sebaliknya jika dividend payout ratio semakin kecil akan merugikan para investor tetapi internal financial perusahaan semakin kuat. Menurut (Ajeng, 2012) Dividend Payout Ratio merupakan rasio hasil perbandingan antara dividen dengan laba yang tersedia bagi pemegang saham biasa. Menurut (Gitosudarmo dan Basri, 2000 dalam Eka Sartika, 2011) Dividend Payout Ratio merupakan perbandingan jumlah dividen yang dibayarkan perlembar saham terhadap EPS perusahaan. Semakin tinggi ratio ini akan menguntungkan para insvestor tetapi akan memperlemah internal financial perusahaan karena memperkecil laba ditahan sebaliknya rasio yang semakin kecil akan merugikan para pemegang saham (investor) tetapi internal financial perusahaan akan semakin kuat.
31
Dividen Payout Ratio adalah rasio dividen kas atas pendapatan bersih (Rianto, 1995 dalam Sutojo,Januar dan Dian, 2011) dengan kata lain, ratio ini adalah presentase pendapatan besih atau pendapatan yang dibayarkan dewan redaksi perusahaan secara tunai. b.
Ukuran Perusahaan (Firm Size) Salah satu tolak ukur yang menunjukan besar kecilnya perusahaan adalah
ukuran aktiva dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama.
selain itu juga
mencerminkan bahwa perusahaan relatif lebih stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil (Indriani, 2005 dalam Kurnia, 2010). Ukuran perusahaan dapat di ukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Size = Net Asset Ukuran
perusahaan
adalah
cerminan
besar
kecilnya
perusahaan
(Setiawan,2006).(Riyanto,1997) mengatakan bahwa perusahaan dengan ukuran yang lebih besar memiliki akses yang lebih besar untuk mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber, sehingga untuk memperoleh pinjaman dari kreditur pun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran besar memiliki profitabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri.
32
Pada sisi lain, perusahaan dengan skala kecil lebih fleksibel dalam menghadapi ketidak pastian, karena perusahaan kecil lebih cepat bereaksi terhadapperusahaan yg mendadak. Oleh karena itu, memungkinkan perusahaan tingkat leveragenya akan lebih besar dari perusahaan yang berukuran kecil. Menurut (Hol dan Wijts, 2006 dalam Cristine dan Lidya, 2009) ukuran perusahaan adalah suatu skala yang dapat diklasifikasikan dalam besar kecilnya perusahaan dengan berbagai cara, antara lain dengan total aktiva, log size, nilai pasar saham, dan stabilitas penjualan. Menurut (Fery dan Jones, 2001 dalam sujianto,2001) ukuran perusahaan menggambarkan besar kecilnya suatu perusahaan yang ditunjukkan oleh total aktiva, jumlah penjualan, drata-rata total penjualan dan rata-rat total aktiva. Jadi ukuran perusahaan merupakan ukuran atau besarnya aset yang dimiliki oleh swatu perusahaan. Menurut (Sujono dan Soebiantoro, 2007 dalam Sudaryono, 2012) ukuran perusahaan mencerminkan besar kecilnya perusahaan yang tampak dalam nilai total aset perusahaan pada neraca akhir tahun. Semakin besar total aset maka semakin besar pula ukuran suatu perusahaan. Perusahaan besar dengan jumlah aset yang besar memiliki dana lebih banyak untuk diinvestasikan dalam intellectual capital. Ketersediaan dana dalam jumlah yang besar akan membuat pengelolaan dan pemeliharaan intellectual capital menjadi semakin optimal dan akan menghasilkan kinerja intellectual capital yang lebih tinggi. Aset menunjukkan aktiva yang digunakan untuk aktivitas oprasional perusahaan.
33
Menurut (Kameliah,Nasrizal Akbar,Lexina Kinanti, 2009) ukuran perusahaan merupakan salah satu faktor yang menentukan kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba. Disamping itu suatu perusahaan yang skalanya besar dimana sahamnya tersebar sangat luas, modal suatu perusahaan akan mempunyai pengaruh yang kecil terhadap tergesernya kontrol dari pihak yang dominan terhadap perusahaan yang bersangkutan. Perusahaan dengan ukuran besar akan dapat menghasilkan produk dengan tingkat biaya yang rendah. Dimana tingkat biaya yang rendah merupakan unsur untuk mencapai laba yang diinginkan sesuai dengan standart yang telah di tetapkan. Disamping itu perusahaan dengan skala besar akan lebih mempunyai kemungkinan untuk memenangkan persaingan dalam bisnis, sebagaimana diungkapkan oleh (Harianto dan Sudono, 1998 dalam Kameliah,Nasrizal Akbar,Lexina Kinanti, 2009). Menurut (Handayani dan Hadinugroho, 2009) ukuran perusahaan adalah skala besar kecilnya perusahaan yang ditentukan oleh aset. Besar kecilnya perusahaan merupakan salah satu faktor yang dapat dipertimbangkan investor dalam melakukan investasi. Perusahaan yang memiliki ukuran besar akan lebih mudah memasuki pasar modal sehingga dengan kesempatan ini perusahaan membayar divviden besar kepada pemegang saham.
34
Sementara perusahaan yang baru dan masih kecil akan mengalami banyak kesulitan untuk memiliki akses ke pasar modal sehingga kemampuanya untuk mendapat modal dan memperoleh pinjaman daro pasar modal juga terbatas oleh karena itu maka mereka cenderung untuk menahan labanya guna membiayai operasinya, dana ini berarti dividen yang akan diterima oleh pemegang saham akan semakin kecil. Menurut (Meek,Roberts dan Gray, 1995 ) Pada umumnya, perusahaan yang besar mengungkapkan lebih banyanyak informasi dibanding perusahaan kecil. Variable size merupakan variable yang paling konsisten berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan dalam penelitian sebelumnya.Ukuran perusahaan dapat dilihat dari total aktiva yang dimiliki perusahaan. Menurut (Suad, 2008 dalam Ajeng, 2013) ukuran perusahaan merupakan suatu skala dimana dapat diklasifikasikan besar kecilnya perusahaan menurut berbagai cara antara lain : total aktiva, log size, nilai pasar dan lain-lain. Dalam mengukur
beberapa
besar
ukuran
suatu
perusahaan,
penelitian
ini
menggunakanrumus nilai logaritma natural dari total aset seperti yang dijelaskan oleh (Jogianto, 2013 dalam Ajeng, 2013)
35
2.2. PENELITIAN TERDAHULU Tabel 2.1
Penelitian
Judul penelitian
Variabel
Kesimpulan
Terdahulu (th) Pengaruh
Dividend Dependen = kebijakan Dividend payout ratio
Payout Toni Setyawan
Ukuran
2012
dan
Ratio, hutang
mempunya
Perusahaan
positif dan signifikan
Profitabilitas Independen = Dividend terhadap
terhadap
Kebijakan Payout
Hutang
(
studi perusahan,Profitabilitas
yang
Ukuran
perusahaan
tidak
mempunyai
terdaftar
di
Bursa
pengaruh
yang
Efek
Indonesia
signifikan
terhadap
periode 2008-2010)
kebijakan hutang.
Pengaruh Free Cash Dependen = Kebijakaan Variabel
Kurnia
kebijakan
Ratio,Ukuran hutang.
perusahan manufaktur
pengaruh
ukuran
Flow, Profitabilitas, Hutang
perusahaan mempunyai
Kepemilikan
pengaruh
yang
Free signifikan
terhadap
kebijakan
hutang.
Dwi Manajerial
Dan Independen
=
Santi Herawati
Ukuran
Perusahaan Chash
2010
Terhadap Kebijakan Flow,Profitabilitas,Kep
Karena signifikan dari
36
Hutang
Pada emilikan
Perusahaan
dan
Manufaktur
Yang Perusahaan
Manajerial ukuran
perusahaan
Ukuran sebesar
0,010
yang
berarti lebih kecil dari
Terdaftar Di Bursa
nilai
signifikan
yang
Efek Indonesia (BEI)
ditetapkan sebesar 0,50 maka Ho ditolak dan Ha diterima.
Ruly Wiliandri
Pengaruh
Dependen = Kebijakan Firm Size berpengaruh
2011
Blockholder
Hutang
Ownership dan Firm Size Kebijakan Perusahaan
positif dan signifikan terhadap
terhadap Independen Hutang Blockholder Ownership,Firm Size
kebijakan
= hutang.
Artinya
perusahaan
dengan
ukuran (size) yang lebih besar
diperkirakan
mempunyai kesempatan untuk menarik hutang dalam besar
jumlah
yang
dibandingkan
dengan perusahaan yang kecil.dalam jumlah yang besar
dibandingkan
dengan perusahaan yang kecil.
37
Umi Mardyanti, Pengaruh Kebijakan Dependen = kebijakan Kebijakan Gatot
Nazir Dividend (Dividend hutang
yang
di
dividend proyeksikan
Ahmad dan Ria Payout
Ratio),
dengan
Putri
Kebijakan
Hutang
Dividend
Payout
2012
dan
= Ratio(DPR)
secara
Profitabilitas Independen
terhadap
Nilai Kebijakan
Perusahaan
Dividend parsial
(Dividend
Manufaktur
Payout pengaruh
yang Ratio),
terdaftar di BEI
variabel
memiliki yang
Kebijakan signifikan terhadap nilai
Hutang
dan perusahaan manufaktur
Profitabilitas
Kebijakan Deviden, Dependen = Kebijakan Kebijakan Andhika Ivona Kepemilikan
Hutang
berpengaruh signifikan
Murtiningtyas
Manajerial,
2012
Kepemilikan
Independen
Institusional,
Kebijakan
Deviden
Profitabilitas, Resiko (Dividend
Payout
Bisnis
terhadap
Terhadap Ratio),
Kebijakan Hutang.
Deviden
= hutang
Kepemilikan
Manajerial, Kepemilikan Institusional,
dan
kebijakan
38
Risiko Bisnis
Rizka
Putri Pengaruah
Indahningrum dan
Dependen = Kebijakan Deviden
Kepemilikan
Hutang
Ratih Manajerial,
payaout
ratio)
perpengaruh
searah
Handayani
Kepemilikan
Independen
= dengan
2009
Institusional,
Kepemilikan
kebijakan
Devidin,
Manajerial,Kepemilika
perusahaan
Pertumbuhan
n Institusional, Deviden
Perusahaan,
Free (DPR),
Chas
Dan Perusahaan, Free Chas
Flow,
Profitabilitas
Pertumbuhan
Flow, dan Profitabilitas
Terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan
2.3. KERANGKA KONSEPTUAL 1. Pengaruh Dividend Payout Ratio terhaadap Kebijakan Hutang Dividend Payout Ratio adalah presentase dari laba bersih yang akan dibayarkan sebagai dividen tunai kepada pemegang saham. Dividend Payout Ratio perbandingan antara dividend per share (DPR) terhadap earning per share (EPS).
(dividend
prediksi hutang
39
Jika proporsi dividen tunai meningkatkan maka kebutuhan dana untuk reinvestment akan berkurang sehingga perusahaan cenderung untuk mencari dana eksternal untuk mencukupi kebutuhannya. Hal ini menunjukan bahwa semakin besar proporsi dividen payout ratio maka semakin besar pula kebutuhan dana perusahaan dari eksternal (hutang), sehingga dapat disimpulkan bahwa dividend payout ratio berpengaruh positif terhadap kebijakan hutang. 2.
Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan dengan ukuran yang lebih besar memiliki akses lebih besar
mendapat sumber pendanaan dari berbagai sumber, sehingga untuk memperoleh pinjaman dari krediturpun akan lebih mudah karena perusahaan dengan ukuran besar memiliki profitabilitas lebih besar untuk memenangkan persaingan atau bertahan dalam industri. Pada sisi lain, perusahaan dengan skala kecil lebih fleksibel dalam menghadapi ketidak pastian, karena perusahaan kecil lebih cepat bereaksi terhadap perubahan yang mendadak. Oleh karena itu, memungkinkan perusahaan besar mempunyai tingkat leverage yang lebih besar dibandingkan perusahaan yang berukuran kecil.
40
Dari uraian yang telah di paparkan dapat disimpulkan bahwa besar kecilnya (ukuran) perusahaan akan berpengaruh terhadap struktur modal, secara empiris semakin besar suatu perusahaan mempunyai tingkat pertumbuhan penjualan yang tinggi sehingga perusahaan tersebut akan lebih berani mengeluarkan saham baru dan kecenderungan untuk menggunakan jumlah pinjaman juga semakin besar pula, sehingga ukuran perusahaan berpengaruh positis terhadap kebijkan hutang. Pengaruh variabel dividend payout ratio dan ukuran perusahaan terhadap kebijakan hutang secara sistematis dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Dividend Payout Ratio
X1
Kebijakan Hutang
Frim Size
Y
X2
41
2.4. HIPOTESIS PENELITIAN Berdasarkan teori dan kerangka konseptual di atas, maka hipotesis yang akan diajukan dalam proses penelitian ini adalah : 1.
= Divided Payout Ratio dan Firm Size mempunyai pengaruh signifikan terhadap
kebijakan hutang pada
seluruh perusahaan Food And Baverage yang terdaftar di BEI periode 2009-2013 2.
= Divided Payout Ratio dan Firm Size mempunyai pengaruh signifikan secara simultan terhadap kebijakan hutang pada seluruh perusahaan Food And Baverage yang terdaftar di BEI periode 2009-2013
42
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 JENIS PENELITIAN Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif yang merupakan suatu metode penelitian dengan berlandaskan pada filsafat positivisme, yang digunakan untuk meneliti populasi atau sampel tertentu, serta pengumpulan datanya menggunakan instrumen penelitian, yang analisis datanya bersifat kuantitatif atau statistik, dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiono, 2014 ). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif diskriptif, berdasarkan tingkat eksplanasi diskriptif dan apabila dilihat dari jenis datanya tergolong penelitian kuantitatif . Penelitian kuantitatif ini menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan angka dan melakukan analisis data dengan prosedur statisik.
3.2 DISKRIPSI POPULASI DAN PENENTUAN SAMPEL Populasi dalam penelitian ini berjumlah 15 perusahaan dari seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2009-2013.
43
Sampel menurut (Sugiono, 2014) adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang memiliki oleh populasi tersebut. Metode sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah metode purposive sampling. Metode purposive sampling merupakan teknik penarikan sample yang pemilihan anggota sampelnya didasarkan pada kriteria tertentu (Asep, 2009). Kriteria yang digunakan pada penelitian ini untuk menentukan sampel adalah sebagai berikut : 1.
Perusahaan-perusahaan manufaktur yang menerbitkan laporan keuangan secara berturut-turut pada tahun 2009-2013.
2.
Membagikan dividen berturut-turut selama periode yang ditentukan, yaitu 2009-2013
3.
Memuat informasi kepemilikan saham manajerial, kepemilikan saham institusional serta data yang dibutuhkan untuk perhitungan ukuran perusahaan dan ratio hutang selama tahun2009-2013.
4.
Kapitalisasi Firm Size dengan modal kurang lebih 400 juta Tabel 3.1 Kriteria Sampel Jumlah Perusahaan
15
Tidak Memenuhi
Digunakan
Syarat
Penelitian
9
3
44
3.3 VARIABEL DAN DEFINISI OPRASIONAL VARIABEL Variabel Independen 1. Dividend Payout Ratio Dividend Payout Ratio (DPR) menurut (Brigham dan Houtson, 2006) adalah presentase dari laba bersih yang akan dibayarkan sebagai dividen tunai kepada pemegang saham. Dividend Payout Ratio(DPR) merupakan perbandingan antara Dividend Per Share (DPS) dengan Earning Per Share (EPS). Dividend Payout Ratio dapat diukur dengan rumus sebagai berikut:
Dividend Payout Ratio =
DPS
x 100%
EPS 2. Firm Size Salah satu tolak ukur yang menunjukan besar kecilnya perusahaan adalah ukuran aktiva dari perusahaan tersebut. Perusahaan yang memiliki total aktiva besar menunjukkan bahwa perusahaan tersebut telah mencapai tahap kedewasaan dimana dalam tahap ini arus kas perusahaan sudah positif dan dianggap memiliki prospek yang baik dalam jangka waktu yang relatif lama, selain itu juga mencerminkan bahwa perusahaan relatif stabil dan lebih mampu menghasilkan laba dibanding perusahaan dengan total asset yang kecil (Indriani, 2005 dalam Kurnia, 2010).
45
Ukuran perusahaan dapat di ukur dengan menggunakan rumus sebagai berikut : Size =Net Asset Variabel Dependen 1. Kebijakan Hutang Variabel kebijakan hutang dalam penelitian ini di proksikan dengan Debt to Equity Ratio. Perhitungan DER dapat dilakukan sebagai berikut (Prastowo, 1995 dalam ) : DER = Total Hutang x100% Total Modal 3.4 TEKNIK PENGUMPULAN DATA DAN INSTRUMEN PENELITIAN Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data dokumenter, yaitu menurut (Arikunto, 2006) yaitu mencari data-data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catata, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen rapat, lengger, agenda dan sebagainya. Untuk memperoleh hasil penelitian yang diharapkan, dibutuhkan data dan informasi yang mendukung penelitian itu. Data atau dokumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan perusahaan manufaktur yang terdapat pada Indonesian Capital Market Directory 2013 yang berisi ringkasan laporan keuangan perusahaan Food and Baverage
yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia periode 2009-2013, Jakarta Stock Exchange Monthly dan data lainya yang diperoleh dari database Pojok Bursa Efek Indonesia .
46
Penelitian ini menggunakan sumber data sekunder yaitu Keuntungan data sekunder ialah sudah tersedia, ekonomis, dan cepat didapat sedangkan kelemahanya ialah tidak dapat menjawab secara keseluruhan masalah yang sedang diteliti dan kurang akurasi karena data dikumpulkan oleh orang lain untuk tujuan tertentu dengan metode yang diketahui (Sarwono dan Suhayati, 2010). Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1. Berupa data keuangan Perusahaan Tbk yang tersedia di Bursa Efek Indonesia Surabaya.
3.5
TEKNIK KEABSAHAN DATA Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian kuantitatif, kriteria utama terhadap data hasil penelitian adalah validitas, reliabilitas, dan obyektif. 1. Validitas data Validitas data merupakan derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dilaporkan oleh peneliti.
47
2. Reliabilitas data Reliabilitas data adalah indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dipakai 2 kali untuk mengukur gejala yang sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relative sama dan hasil pengukuran yang diperoleh relative konsisten, maka alat ukur tersebut reliable (Sugiyono:267) 3. Data Objektif Data objektif adalah data yang dapat diobservasi dan diukur, dapat diyakini keabsahannya, tapi juga melibatkan perkiraan dan asumsi, dengan didukung dengan fakta atau data. 3.6 TEKNIK ANALISIS DATA 3.6.1 Stratistik Diskriptif Statistik deskreptif adalah statistik yang digunakan untuk menggambarkan profil perusahaan yang akan dijadikan sampel dan mengidentifikasi variabel yang akan diuji pada setiap hipotesis. Statistik deskriptif meliputi mean, median, standar deviasi, variance, maksimum dan minimum. 3.5.2 Pengujian Asumsi Klasik Uji asumsi klasik digunakan untuk menganalisis data penelitian sebelum uji hipotesis. Uji asumsi klasik dilakukan untuk mengetahui apakah regresi memenuhi kriteria BLUE (best, linier, unbiased, dan efficient estimator). Sehingga harus dilakukan :
48
1. Uji Multikolonieritas Multikolonieritas merupakan situasi dimana terdapat hubungan yang kuat antara variael-variabel independen. Menurut (Ghozali, 2006) uji multikolonieritas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi ditemukan adanya korelasi antara variabel bebas (independen). Dalam model regresi tidak boleh terjadi korelasi diantara variabel independen. Jika variabel independen saling berkorelasi maka variabel-variabel tidak orthogonal. Variabel orthogonal adalah variabel independen yang nilai korelasi antara sesama variabel independen sama dengan nol. 2. Uji Heteroskedastisitas Uji ini bertujuan untuk melihat apakah dalam model regresi terjadi ketidak samaan variabel dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Jika varian dari residual stu pengamatan ke pengamatan lain tetap, maka disebut Homoskedastisitas, dan jika berbeda disebut Heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah tidak terjadi heterokedastisitas. Uji heterokedastisitas dalam penelitian ini dengan melihat grafikplot dan uji Glejser. 3. Uji Normalitas Data Uji normalitas data ini diperlukan karena hasil uji statistik (uji t atau uji f) akan diinterprestasikan kedalam parameter dalam populasi.
49
Karena data dalam populasi memiliki distribusi normal, maka data dalam sampel (terutama sampel kecil) harus memiliki distribusi normal juga. Sehingga dalam uji t dan uji f diasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar atau tidak dipenuhi maka uji statistik menjadi tidak valid.
4. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear ada kolerasi antara salah pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 atau sebelumnya. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah dengan cara melihat besaran Dubrin-Waston (D-W) sebagai berikut : a) Angka D-W dibawah -2, berarti ada korelasi positif b) Angka D-W diantara -2 sampa +2 berarti tidak ada autokorelasi c) Angka D-W di atas +2, berarti ada autokorelasi negatif. 3.5.3 Model Analisis Regresi Linier Berganda Analisis ini gigunakan untuk mengetahi hubungan antara dua atau lebih variabel independen (X1,X2,X3,X4.......Xn) terhadap variabel dependen (Y) secara serentak atau bersamaan. Koefisien ini menunjukan seberapa besar hubungan yang terjadi antara variabel independen (X1,X2,X3,X4.....Xn) secara serentak atau bersama-sama terhadap variabel dependen (Y).
50
Teknik analisis ini merupakan pengembangan dari teknik analisis regresi linear sederhana. Nilai R yang dihasilkan berkisar antara 0 sampai 1, nilai semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya nilai semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah. Guilford
(1956)
memberikan
pedoman
untuk
interprestasi
koefisian korelasi sebagai berikut : <0.20
: tidak ada korelasi
0.20-<0.40
: korelasi rendah
0.40-<0.70
: korelasi sedang
0.70-<0.90
: korelasi tinggi
0.90-<1.00
: korelasi tinggi sekali
1.00
: korelasi sempurna
Adapun rumus dari regresi linear berganda (Multiple linier regresion) secara umum adalah sebagai berikut : Y= α+b1X1+b2X2+e
51
Keterangan : Y
: Kebijakan Hutang
a
: konstan
b1,b2, : koefisien X1,X2 X1
: Dividend Payout Ratio
X2
: Firm Size
3.5.4 Uji Hipotesis Uji hipotesis terdiri dari koefisien determinan (2 R) Uji simultan (Uji F) dan signifikansi parameter individual (Uji T) a. Uji Simultan (Uji F) Uji statistik F pada dasarnya menunjukan apakah semua variabel independen atau bebas yang dimasukkan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap dependen atau terikat (Ghozali, 2006). Pembuktian dilakukan dengan cara membandingkan nilai kristik F(tabel F) nilai hitung F yang terdapat dalam tabel analysis of variance SPSS Versi 21 . Jika hitung F lebih besar dari pada tabel F maka keputusanya menolak hipotesis nol (Ho) dan alternatif (Ha).
menerim a hipotesis
52
Arti secara statistik data yang digunakan menimbukan bahwa semua variabel independen (X1 dan X2 berpengaruh terhadap nilai variabel dependen (Y). b. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji T) Uji statistik t pada dasranya menunjukan seberapa jauh pengaruh suatu variabel penjelas atau independen secara individual dalam menerangkan variasi dependen (Ghozali, 2006). Cara melakuakan uji t adlah secara langsung melihat jumlah derajat kebebasan (degree of freedom). Jika jumlah derajat kebebasannya adalah 20, dan derajat kepercayaan sebesar 5% maka Ho yang menyatakan bi = 0 dapat ditolak bila nilai t lebih besar dan 2 (dalam nilai absolute). Dengan kata lain kita menerima hipotesis alternatif
yang menyatakan bahwa suatu variabel independen secara
individual mempengaruhi dependen. Cara lainya adlah membandingkan nilai statistik t dengan nilai kritik menurut tabel. Apabila nilai statistik t hasil perhitungan (t hitung) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai t tabel, maka hipotesis alternatif diterima yang menyatakan bahwa variabel independen secara individual mempengaruhi variabel dependen.
53
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
4.1 PENYAJIAN DATA Dalam bab ini penulis akan menganalisis data yang terkumpul. Data yg telah dikumpulkan tersebut berupa laporan keuangan Perusahaan Food and Baverage yg terdaftar di Bursa Efek Indonesia Kantor Perwakilan Surabaya Jl. Basuki Rahmat No.46 Surabaya. Hasil pengolahan data berupa informasi untuk mengetahui Pengaruh Devidend Payout Ratio dan Firm Size terhadap Kebijakan Hutang . sesuai dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan, serta kepentingan penguji hipotesis, maka analisis yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis statistik. Analisis statistik adalah analisis yang mengacu penuh pada perhitungan dan penelitian yang berupa angka-angka yang dianalisis dengan dengan bantuan komputer melalui program SPSS 21.variabel penelitian yang telah terkumpul dari sumber yang telah dijelaskan pada bab tiga. Data variabel penelitian akan disajikan pada lampiran yang menyajikan variabel Dividend Payout Ratio, Firm Size dan Kebijakan Hutang. Sampel yang memenuhi kriteria seperti yang di ungkapkan dalam bab tiga diperoleh sampel sebanyak 3 perusahaan yang menjadi sampel adalah :
54
Tabel 4.1 Perusahaan Food and Baverage NO KODE EMITEN
NAMA PERUSAHAAN
1
DLTA
PT.Delta Djakarta Tbk
2
INDF
PT. Indofood Sukses Makmur Tbk
3
MLBI
PT. Multi Bintang Indonesia Tbk
4.2 ANALISIS DATA 4.2.1 Statistik Deskriptif Variabel penelitian ini adalah variabel dependen dan variabel independen. Variabel
dependenya
adalah
Kebijakan
Hutang.
Sedangkan
Variabel
Independenya meliputi Devidend Payout Ratio dan Firm Size. Berikut ini akan dijelaskan statistik deskriptif yaitu menjelaskan deskriptif data dari seluruh variabel yang akan dimasukkan dalam model penelitian. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut :
55
Tabel 4.2 Statistik Deskriptif Descriptive Statistics
DPR
N
Minimum
Maximum
Mean
Std. Deviation
15
,0004
,8839
,154047
,2705698
15
137678200
38373129000
10011790352,4
14627337371,1
0
10
1,4200
2,00430
FIRMSIZE
DER
15
Valid N (listwise)
15
,07
8,13
Tabel ini menunjukkan hasil output SPSS mengenai statistik deskriptif variabel penelitian tahun 2009 sampai dengan 2013 dengan jumlah sampel keseluruhan sebanyak 3 perusahaan selama 5 tahun. Dari tabel tersebut dapat dijelaskan statistik deskriptif masing-masing variabel, bahwa : 1.
Varibel Dividend Payout Ratio nilai maksimum sebesar 0,8839, nilai minimum sebesar 0,0004, dan nilai rata-rata (mean) sebesar 0,1540447, dengan nilai standart deviasi sebesar 0,2705 dan jumlah sampel sebanyak 3 perusahan.
2.
Varibel Firm Size nilai maksimum sebesar 38373129000, nilai minimum sebesar 137678200, dan nilai rata-rata (mean) sebesar 10011790352,40, dengan nilai standart deviasi sebesar 14627337371,110 dan jumlah sampel sebanyak 3 perusahaan.
56
3.
Varibel
Kebijakan Hutang (DER) nilai maksimum sebesar 8,13, nilai
minimum sebesar 0,07, dan nilai rata-rata (mean) sebesar 1,4200, dengan nilai standart deviasi sebesar
2,00430dan jumlah sampel sebanyak 3
perusahaan. 4.2.2 Uji asumsi klasik 1.
Uji Multikolonieritas Dalam penelitian ini, untuk mendeteksi ada tidaknya gejala multikolonieritas
adalah dengan melihat besaran korelasi antara variabel independen dan besarnya tingkat kolonieritas yang masih dapat ditolerir, yaitu Tolerance > 0,10 dan Variance Inflation Factor (VIF) < 10 . berikut disajikan tabel hasil pengujian : Tabel 4.3 Uji Multikolerasi Coefficients Model
Unstandardized Coefficients
a
Standardized
T
Sig.
Collinearity Statistics
Coefficients
1
B
Std. Error
(Constant)
1,661
,727
DPR
-,608
2,148
FIRMSIZE
-1,484E-011
,000
a. Dependent Variable: DER
Beta
Tolerance
VIF
2,286
,041
-,082
-,283
,782
,970
1,031
-,108
-,371
,717
,970
1,031
57
Hasil pengujian menunjukkan angka tolerance untuk Dividend Payout Ratio dan Firm Size lebih kecil dari 0,024 ( 0,970 < 0,1 ) dengan angka VIF untuk Dividend Payout Ratio dan Firm Size lebih besar dari 10 ( 1,031 > 10). Berdasarkan hasil pengujian tersebut diperoleh kesimpulan tidak terdapat multikolonieritas. Hasil ini menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antar variabel bebas ( independen). 2.
Uji heteroskedastisitas Untuk pengujian heterokedastisitas, penulis menggunakan alat analisis
grafik (scatterplot). Pada analisis grafik scatterplot deteksi ada tidaknya heterokedastisitas dapat dilakukan dengan melihat jika tidak ada pola tertentu pada grafik scatterplot maka tidak terjadi heterokedastisitas dengan kata lain homoskedastisitas. Hasil pengujian dapat ditunjukkan grafik scatterplot antara ZPRED dan SRESID sebagai berikut. Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka nol pada sumbu Y. Maka dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heterokedastisitas pada persamaan regresi.
58
Tabel 4.4 Uji heteroskedastisitas
3.
Uji Normalitas Data Pengujian normalitas data dalam penelitian ini menggunakan uji statistik
non parametik kolmogorov – smirnov (K – S) dengan membuat hipotesis. Apabila nilai signifikansinya lebih besar dari 0,05 maka H1 ditolak, sedangkan jika signifikansinya lebih kecil dari 0,05 maka H1 diterima.
59
Tabel 4.5 Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test DPR
FIRMSIZE
DER
15
15
15
,154047
10011790352,40
1,4200
Std. Deviation ,2705698
14627337371,110
2,00430
Absolute
,335
,398
,302
Positive
,335
,398
,302
Negative
-,285
-,250
-,250
Kolmogorov-Smirnov Z
1,297
1,542
1,170
Asymp. Sig. (2-tailed)
,069
,017
,130
N
Normal Parameters
a,b
Most Extreme Differences
Mean
a. Test distribution is Normal. b. Calculated from data.
Berdasarkan hasil pengujian K – S diatas, nilai K – S yang diperoleh Dividend Payout Ratio adalah 1,297 dan signifikan pada 0,069, nilai K – S yang diperoleh Firm Size adalah 1,542 dan signifikan pada 0,017 dan nilai K – S yang diperoleh Kebijakan Hutang (DER) adalah 1,170 dan signifikan pada 0,130 menunjukkan bahwa semua variabel Dividend Payout Ratio dan Firm Size memenuhi asumsi normalitas.
60
4.
Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam suatu model regresi linear
ada kolerasi antara salah pengganggu pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1 atau sebelumnya. Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi adalah dengan cara melihat besaran Dubrin-Waston (D-W). keputusan ada tidaknya autokorelasi dengan ketentuan sebagai berikut, jika Nilai DW : Jika DW < 1,10, maka ada Autokorelasi Jika DW 1,10 – 1,54, maka hasil tidak dapat disimpulkan Jika DW 1,55 – 2,46, maka tidak ada Autokorelasi Jika DW 2,46 – 2,90, maka hasil tidak dapat disimpulkan Jika > 2,91, maka ada Autokorelasi Tabel 4.6 Uji Autokorelasi b
Model Summary Model
1
R
,146
R Square
a
,021
Adjusted
R Std. Error of the Durbin-Watson
Square
Estimate
-,142
2,14165
1,702
a. Predictors: (Constant), FIRMSIZE, DPR b. Dependent Variable: DER
Hasil pengujian pada tabel memperlihatkan nilai statistik Durbin-Waston sebesar 1,702. Jika nilai DW sebesar 1,55 sampai dengan 2,46 maka dapat dikatakan bahwa pada uji autokorelasi nilai DW tidak ada Autokorelasi.
61
4.2.3 Analisis Regresi Linier Berganda Penelitian ini memiliki dua variabel bebas dan satu variabel terikat. Oleh karena itu, model statistik yang cocok adalah regresi linier berganda, dimana variabel bebasnya adalah Dividend Payout Ratio dan Firm Size, sedangkan variabel terikatnya adalah Kebijakan Hutang. Tabel 4.7 Uji Linier Berganda
Coefficients Model
a
Unstandardized
Standardized t
Coefficients
Coefficients
Statistics
Beta
Toleranc
B
Std.
Sig.
Error
1
(Constant)
1,661
,727
DPR
-,608
2,148
FIRMSIZE
-1,484E-011
,000
Collinearity
VIF
e 2,286
,041
-,082
-,283
,782
,970
1,031
-,108
-,371
,717
,970
1,031
a. Dependent Variable: DER
Maka bentuk persamaan regresi linier bergandanya yaitu : Y = 1,661 + (-0,608)DPR – (-1,484) Firm Size + e
62
Artinya bahwa : 1. Konstanta = 1,661 Berdasarkan persamaan diatas, maka dapat dikatakan bahwa nilai konstanta sebesar 1,661 artinya jika tidak ada variabel bebas yang terdiri dari Difidend Payout Ratio dan Firm Size yang mempengaruhi Kebijakan Hutang (DER). 2. Koefisien Dividend Payout Ratio = -0,068 Berdasarkan persamaan diatas, hasil koefisien Dividen Payout Ratio menunjukkan nilai -0,068 artinya jika nilai Dividend Payout Ratio tidak mempengaruhi besar kecilnya kebijakan hutang. 3. Koefisien Firm Size = -1,484 Firm Size berpengaruh negatif terhadap Kebijakan Hutang dengan nilai koefisien regresi sebesar -1,484 yang artinya jika nilai Firm Size meningkat sebesar satu
nilai, maka Kebijakan Hutang akan menurun
sebesar -1,484 satuan jika variabel bebas lainnya konstan
4.2.4 Uji Hipotesis Hasil uji asumsi klasik memperlihatkan data observasi memenuhi asumsi normalitas. Sehingga dapat dianalisis lebih lanjut untuk pengujian hipotesis dengan bantuan program SPSS 21.
63
1.
Pengujian secara parsial Uji – t digunakan untuk menguji signifikansi konstanta dari setiap
variabel independennya. Hasil pengolahan adalah sebagai berikut : Tabel 4.6 Hasil Uji-T Coefficients Model
Unstandardized Coefficients
a
Standardized
t
Sig.
Coefficients B
1
Std. Error
(Constant)
1,661
,727
DPR
-,608
2,148
-1,484E-011
,000
FIRMSIZE
Beta 2,286
,041
-,082
-,283
,782
-,108
-,371
,717
a. Dependent Variable: DER
Dari tabel hasil pengolahan SPSS dapat dilihat besarnya thitung untuk variabel Dividend Payout Ratio sebesar -0,082 dengan nilai signifikan 0,782. Hasil uji tersebut dapat menunjukkan thitung adalah lebih kecil dari ttabel ( -0,082 < 2,16037). Dilihat dari signifikansinya, nilai signifikansi adalah 0,782, lebih besar dari nilai signifikan sebesar 0,05. Hasil perhitungan baik melalui thitung maupun nilai signifikan menunjukkan bahwa Dividend Payout Ratio secara signifikan tidak mempengaruhi Kebijakan Hutang. Nilai ttabel dilihat dari level of significance (α) = 0,05 (5%) dan derajat kebebasan (df) = ( n – k ) atau ( 15 – 2 ).
64
Nilai thitung untuk variabel Firm Size adalah – 0,371 dengan nilai signifikan 0,717. Hasil uji tersebut dapat menunjukkan thitung adalah lebih kecil dari ttabel ( 0,717 < 0,214262 ). Dilihat dari nilai signifikan Firm Size adalah sebesar 0,717 lebih besar dari nilai signifikan sebesar 0,05. Hasil perhitungan baik melalui nilai thitung maupun nilai signifikan menunjukkan bahwa Firm Size secara signifikan tidak mempengaruhi Kebijakan Hutang. 2.
Pengujian secara simultan Uji – F dilakukan untuk menunjukkan pengaruh Dividend Payout Ratio dan
Firm Size terhadap Kebijakan Hutang secara simultan. Hasil pengolahan data dengan program SPSS 21, maka diperoleh hasil sebagai berikut : Tabel 4.7 Uji – F a
ANOVA Model
1
Sum of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Regression
1,201
2
,601
,131
,879
Residual
55,040
12
4,587
Total
56,241
14
a. Dependent Variable: DER b. Predictors: (Constant), FIRMSIZE, DPR
b
65
Dapat diketahui bahwa variabel independen yaitu Dividend Payout Ratio dan Firm Size secara simultan mampu menjelaskan perubahan pada variabel dependen yaitu Kebijakan Hutang (DER). Hal ini dapat dihat dari nilai Fhitung 0,131 dengan tingkat signifikan sebesar 0,879 yang lebih besar dari 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat pengaruh secara simultan antara Dividend Payout Ratio dan Firm Size terhadap Kebijakan Hutang (DER).
4.3 1.
Interprestasi Data/Pembahasan Pengaruh Dividend Payout Ratio terhadap Kebijakan Hutang Berdasarkan hasilkan hasil penelitian yang telah dilakukan ternyata
Dividend Payout Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap Kebijakan Hutang. Tidak signifikannya pengaruh terhadap Kebijakan Hutang suatu perusahaan .kemungkinan disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain kondisi sosial, politik, serta ekonomi indonesia yang tidak stabil sehingga mengakibatkan tingginya risiko bisnis serta tindakan perusahaan untuk memperoleh dana baik dari penerbitan obligasi maupun laba ditahan. Selama tahun penelitian kondisi perekonomian global berada dalam kondisi yang tidak stabil. Ketidakstabilan ini dikarenakan adanya krisis okonomi global yang disebabkan oleh krisis hutang yang melanda beberapa negara di Eropa. Hal inilah yang mungkin menyebabkan ketidaksignifikanan Dividend Payout Ratio terhadap Kebijakan Hutang.
66
Hasil penelitian ini bertentangan dengan hasil pene;itian yang dilakukan oleh Umi, Gatot dan Ria (2012), Andika (2012) adanya pengaruh secara signifikan kebijakan dividend terhadap kebijakan hutang.
2.
Pengaruh Firm Size terhadap Kebijakan Hutang Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan diketahui bahwa Firm Size tidak
berpengaruh terhadap Kebijakan Hutang yang lakukan oleh perusahaan yang ditunjukkan oleh tingginya nilai signifikansi Firm Size terhadap Kebijakan Hutang . Nilai Firm Size yang negatif menandakan bahwa nilai pasar perusahaan lebih rendah dibandingkan dengan nilai buku perusahaan. Hal ini yang mungkin menyebabkan
beberapa
perusahaan
tidak
mengambil
keputusan
untuk
memperoleh dana dari luar perusahaan . Bayang- bayang krisis finansial kawasan Eropa dan defisit anggaran Amerika Serikat memegang andil besar pada melambatnya kembali tren pemulihan ekonomi pasca krisis diawal 2009. Akibatnya, kondisi perekonomian global di tahun 2011 kembali tertekan yang pada akhirnya mempengaruhi kinerja bursa saham di seluruh dunia.
67
Hasil penelitian ini serupa dengan penelitian yang dilakukan Toni(2012). Hasil penelitian menunjukkan bahwa Firm Size tidak berpengaruh terhadap kebijakan hutang. Penelitian ini bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Kurnia (2010),Ruly (2011) dengan hasil penelitian Firm Size berpengaruh signifikan terhadap kebijakan hutang yang dimana Firm Size
diperkirakan
mempunyai kesempatan untuk menari hutang dalam jumlah yang besar dibandingkan dengan perusahaan yang kecil. 4.3.3 Pengaruh Dividend Payout Ratio dan Firm Size terhadap Kebijakan Hutang Berdasarkan hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa Dividend Payout Ratio dan Firm Size secara bersama – sama (simultan)
tidak
mempengaruhi Kebijakan Hutang yang di lakukan dan dibagi oleh perusahaan. Berdasarkan hasil analisis yang diperoleh bahwa nilai signifikan lebih besar dari nilai signifikan 0,05. Yang artinya bahwa Dividen Payout Ratio dan Firm Size tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap Kebijakan Hutang.
68
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN Berdasarkan hasil analisis data tentang pengaruh Dividend Payout Ratio dan Firm Size terhadap Kebijakan Hutang pada perusahaan Food and Baverage yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode2009-2013, dapat disimpulkan sebagai berikut : 1.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Dividend Payout Ratio dan Firm Size secara parsial tidak mempunyai pengaruh signifikan terhadap Kebijakan hutang.
2.
Berdasarkan hasil pengujian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa Dividend Payout Ratio dan Firm Size secara simultan tidak mempunyai pengaruh terhadap Kebijakan Hutang.
5.2 KETERBATASAN PENELITIAN Peneliti menyadari sepenuhnya, bahwa masih banyak keterbatasan dalam penelitian ini antara lain : 1.
Pemilihan variabel yang diduga berpengaruh terhadap kebijakan hutang hanya terdiri dari dua aspek saja (dividend payout ratio dan firm size). Hal ini memungkinkan terabaikanya faktor lain yang justru mempunyai pengaruh lebih besar terhadap kebijakan hutang.
69
2.
Penentuan sampel dengan ketentuan perusahaan yang membagikan dividen selama lima tahun berturut-turut. 5.3 SARAN Adapun saran yang dapat diberikan peneliti dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut: 1. Bagi manajemen perusahaan emiten memerhatikan faktor dividend payout ratio dalam menentukan kebijakan utang, sehingga dapat membantu manajemen untuk menentukan kebijakan hutang yang optimal. 2. Bagi penelitian selanjutnya, peneliti harus lebih memperhatikan dan melihat laporan keuangan suatu perusahaan yang membagikan dividend secara berturut-turut dalam jangka waktu penelitian. 3. Bagi
penelitian
selanjutnya,
sebaiknya
penelitian
tidak
hanya
menggunakan sampel satu sektor industri manufaktur saja akan tetapi seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI, serta menambah periode penelitian. Penelitian ini juga dapat dijadikan referensi untuk melakukan penelitian lanjutan khususnya di bidang kajian yang membahas tentang pengaruh dividend payout ratio, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap kebijakan utang dengan menambah variabel lain yang belum diteliti dalam penelitian ini.
70
DAFTAR PUSTAKA
Parica, Roni dkk. “Pengaruh Laba Bersih, Arus Kas Operasi, Likuiditas, dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Automotive and Allied Product yang terdaftar di BEI”. Jurnal Akuntansi Universitas Riau Vol.2 No.1. 2013. Indrawati, 2015.”Metode Penelitian Manajemen dan Bisnis Convergensi Komunikasi dan Tegnologi”. PT.Refika Aditama, Bandung. Handayani, D.R. dan Hadinugroho, B. “Analisis Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kebijakan Hutang, ROA, Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Dividen”. Jurnal Fokus Manajerial. Vol.7, No.1, 64-71. 2009. Susanti, Apit dan Mayangsari, Sekar. “ Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang pada Perusahaan Non Keuangan yang terdaftar Di Bursa Efek Indonesia”. e-Journal Magister Akuntasi Trisakti Volume. 1 Nomor. 1 Februari 2014 Hal. 29-50. Indahningrum, Rizka dan Handayani, Ratih. “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional, Deviden, Pertumbuhan Perusahaan, Free Cash Flow, dan Profitabilitas terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan”. Jurnal Bisnis dan Akutansi STEI Trisakti. Vol. 11, No. 3, Desember 2009, Hlm. 189-207. Sartika
Sari, Eka, 2011. “Pengaruh Ukuran Perusahaan, Likuiditas, Profitabilitas,Pertumbuhan Perusahaan, dan Kepemilikan Institusional terhadap Kebijakan Devidend Payout Ratio (DPR), Universitas Dahasen Bengkulu.
Wati, Ajeng, 2012. “Analisis Pengaruh Struktur Kepemilikan, Ukuran Perusahaan, Dan Keputusan Hutang Terhadap Kebijakan Dividen (Studi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar Di BEI Periode 20092013)”, Universitas Brawijaya Semarang. Kamaliah, Akbar Nasrizal, Kinanti Lexinta, “Analisis Pengaruh Rasio Aknvitas, Leverage Keuangan, Ukuran, dan Umur Perusahaan Terhadap Profitabilitas Perusahaan Wholesale And Retail Trade yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”, Jurnal Ekonomi Volume 17, Nomor 3 Desember 2009, Universitas Riau.
71
Pakpahan, Ayu, 2012. “Pengaruh Kepemilikan Manajerial, Kepemilikan Institusional dan Ukuran Perusahaan terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan (studi pada Perusahaan Manufaktur Sektor Barang konsumsi yang terdaftar di bursa efek indonesia tahun 2010-2011)”, Universitas Gunadarma, Jakarta . Keni, Dewi, Sofia. “ Pengaruh Kepemilikan Institusional, Pertumbuhan Perusahaan, Struktur Aktiva, Ukuran Perusahaan, Earning Volatility dan Kebijakan Deviden terhadap Kebijakan Hutang Perusahaan”. Jurnal Akutansi Volume 13, Nomor 1, April 2013, Universitas Tarumanegara. Abdilah, Adianto, 2011. “ Analisis Pengaruh Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang, Profitabilitas dan Keputusan Investasi Terhadap Nilai Perusahaan Manufaktur di BEI periode 2009-2012” , Universitas Dian Nusantara, Semarang. Muhazir, 2014. “Analisis Pengaruh Kebijakan Dividen, Kebijakan Hutang dan Profitabilitas terhadap Nilai Perusahaan pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 20092012”,Universitas Maritim Raja Ali Haji. Nengsi, Widya, 2009. “Pengaruh Struktur Kepemilikan dan Kebijakan Dividen terhadap Kebijakan Hutang dalam Perspektif Agency Theory pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia”,Universitas Negri Padang. Dwi, Chistine dan Agustina, Lidya, 2009. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebijakan Hutang (Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia)”. Universitas Kristen Maranata, Bandung. Setiyawan Toni, 2012. “pengaruh dividend payout ratio, ukuran perusahaan dan profitabilitas terhadap kebijakan utang ( studi pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek indonesia periode 2008-2010 )”, Universitas Negeri Yogyakarta,Skripsi. Herawati Kurnia, 2010. “Pengaruh Free Cash Flow, Profitabilitas,Kepemilikan Manajerial, dan Ukuran Perusahaan Terhadap Kebijakan Hutang pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)”, Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas, Surabaya. Sutoyo, Prasetyo dan Kusumaningrum, 2011. “Faktor-Faktor yang mempengaruhi Dividend Payout Ratio pada Perusahaan Jasa Keuangan”, Jurnal Keuangan dan Perbankan, Vol.15, No.1, UPN Veteran, Yogyakarta.
72
Utari Dewi dkk, 2014. “Manajemen Keuangan Kajian Praktik dan Teori dalam Pengolahan Keuangan Organisasi Perusahaan”, Mitra Wacana Media, Jakarta. Sudana I Made, 2011. “Manajemen Keuangan Teori dan Praktik”, Erlangga. Atmaja Lukas Setia, 2008.”Teori dan Praktik Manajemen Keuangan”, ANDI, Yogyakarta. Brigham Eugene F dan Houston Joel F, 2011. “Manajemen Keuangan” ,Erlangga.