BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Setelah sekian lama berada dalam belenggu penjajahan, tanggal 17 Agustus 1945 bangsa Indonesia menyatakan diri sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat. Proklamasi kemerdekaan yang disampaikan oleh Soekarno dan Muhammad Hatta, sebagai wakil dari bangsa Indonesia (Garda Maeswara, 2010:3). Dengan proklamasi bukan berarti bahwa perjuangan bangsa Indonesia telah selesai, tetapi proklamasi itu harus mendapatkan pengakuan dari dunia internasional. Di samping itu juga harus berusaha untuk mempertahankan proklamasi kemerdekaan. Selama lima tahun yaitu dari 1945-1949, bangsa Indonesia telah berjuang dengan sekuat tenaga, baik dengan melalui secara fisik maupun secara diplomasi untuk berusaha mempertahankan kemerdekaan dari ancaman bangsa asing, terutama Belanda yang masih merasa berkuasa di Indonesia dan tidak mengakui proklamasi kemerdekaan bangsa Indonesia. Sementara bangsa Indonesia merasa bahwa dengan proklamasi kemerdekaan telah menjadi negara yang merdeka, bebas dari segala bentuk penjajahan. Dari dua persepsi yang berbeda antara Belanda dan Indonesia tersebut, maka timbullah pertentangan antara Indonesia dengan Belanda yang terjadi pada tahun 1945-1949 yang dikenal dengan periode perang kemerdekaan Indonesia (Subaryana, 2004:5-6).
1
Pada tanggal 21 Juli 1947 Belanda mengadakan serangan secara serentak di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sumatera. Di Sumatera pasukan Belanda berangkat dari Medan menuju ke Palembang, Bengkulu, Jambi, dan Sumatera Barat. Sedangkan di Jawa pasukan Belanda bergerak dari berbagai arah untuk menuju Kota Yogyakarta, yang pada waktu itu menjadi Ibukota dari Republik Indonesia. Serangan secara serentak yang dilakukan pada tanggal 21 Juli 1947 dinamakan dengan Agresi Militer Belanda I yang telah melanggar perjanjian Linggarjati dengan menyerang beberapa wilayah RI. Sementara dipihak Belanda menyebut serangan tersebut dengan istilah aksi Polisionil, Karena seluruh wilayah Indonesia dianggap masih menjadi kekuasaannya (Subaryana, 2004:36). Tujuan utama dari Belanda melancarkan Agresi Militer I yaitu untuk memperluas wilayah kekuasaannya di Jawa, Madura dan Sumatera. Sehingga kekuatan Republik Indonesia akan menjadi lemah dan Tentara Nasional Indonesia (TNI) akan terdesak dalam daerah sempit (C.S.T. Kansil dan Julianto, 1984:50). Akibat Agresi Militer Belanda I maka diadakan perundingan damai Renville.
Perjuangan
diplomasi
melalui
persetujuan
Renville
menimbulkan perpecahan dikalangan politisi dan kekecewaan di kalangan para pejuang karena setelah ditandatanganinya perjanjian Renville pada tanggal 17 Januari 1948, bagi bangsa Indonesia tidak diuntungkan. Sehingga menimbulkan kekecewaan dan dibuktikan dengan timbulnya
2
pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun (Sewan Susanto, 1985:38). Sejak berlakunya perjanjian Renville dan menghentikan tembak menembak. Pada tanggal 18 Desember 1948 Dr. Beel, wakil Tinggi Mahkota Belanda menyatakan bahwa Belanda sudah tidak terikat dengan persetujuan Renville dan pada tanggal 19 Desember 1948 pasukan Belanda melakukan serangan umum terhadap wilayah Republik Indonesia yang disebut dengan Agresi Militer II. Untuk menghadapi aksi yang dilakukan pasukan Belanda maka TNI melancarkan perang rakyat semesta dan pasukan-pasukan hijrah untuk dikirim kembali kedaerah asal, sehingga seluruh wilayah pendudukan Belanda dijadikan medan gerilya (Wiyono dkk, 1991:105). Pada tanggal 19 Desember 1948, jam 05.30 WIB pasukan Belanda secara mendadak melakukan serangan melalui udara ke pangkalan udara Maguwo di Yogyakarta. Dalam waktu yang bersamaan, diberbagai front kesatuan pelopor Belanda bergerak serentak menerobos garis demarkasi. Selain dengan serangan udara, pasukan Belanda menggunakan serangan tembakan artileri. Melalui sebelah Barat pasukan Belanda Brigade “W” menerobos front Gombong yang terus bergerak ke Purworejo sampai Magelang. Dari arah Utara, pasukan Belanda Brigade V yang berkedudukan di Salatiga mendobrak garis pertahanan TNI yang terus bergerak ke Boyolali dan menuju arah Solo. Setelah sampai di Kartasura pasukan Belanda sebagian masuk kota Solo dan sebagian pasukan lainnya
3
bergerak ke arah Yogyakarta yang bergabung dengan Corps pasukan khusus yang diterjunkan di Maguwo (Moehkardi, 1983:173-175). Pasukan militer Belanda berhasil menduduki Solo pada tanggal 22 Desember 1948. Karena serangan Belanda secara mendadak sehingga pasukan Tentara Pelajar yang berada di Solo mengundurkan diri ke luar kota, disertai dengan mengadakan konsolidasi dan menyusun persiapan perang gerilya menghadapi pasukan Belanda (Sewan Susanto, 1985:81). Dalam mengundurkan diri ke luar kota Solo selama masa Agresi Militer Belanda II, seperti kesatuan dari pasukan Tentara Pelajar Strum Abteilung/Corps Sukarela Angkatan (SA/CSA), yang bertugas di wilayah Kabupaten Boyolali salah satunya sampai di Desa Kebonbimo. Desa Kebonbimo terletak disebelah Utara Kota Boyolali, kurang lebih 4 KM arah Utara dari Kota Boyolali. Pada masa Agresi Militer Belanda II, jumlah masyarakat di Desa Kebonbimo belum padat. Desa Kebonbimo adalah desa yang belum ramai dengan letaknya yang strategis, dekat dengan jalan raya Salatiga-Solo, berada di antara jalan SimoBoyolali Kota, terletak diantara dua sungai yaitu Kali Pepe di sebelah Utara Desa Kebonbimo yang sekaligus berbatasan langsung dengan Desa Pager (wilayah Kab. Semarang) dan Kali Tlatar di sebelah Selatan Desa Kebonbimo yang berbatasan dengan Desa Mudal. Dari faktor tempat yang strategis itulah dan adanya Umbul (sumber mata air), Desa Kebonbimo menjadi salah satu basis gerilyawan dari kesatuan Tentara Pelajar SA/CSA. Meskipun suasana pedesaan masih
4
terlihat, hal tersebut tidak mengurangi rasa nasionalisme dan patriotisme bagi masyarakat Desa Kebonbimo untuk mendukung Tentara Pelajar SA/CSA
yang
rela
mengorbankan
jiwa,
raga
dan
harta
demi
mempertahankan kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1948-1949. Para eks Tentara Pelajar SA/CSA menyadari bahwa langkah yang harus ditempuh setelah dapat mengusir Belanda dari wilayah Republik Indonesia adalah harus membangun bangsa dan Negara. Dasar untuk membangun dan mencerdaskan bangsa adalah melalui pendidikan, sebagai salah satu sarana memupuk rasa kebangsaan. Melalui landasan inilah eks Tentara Pelajar SA/CSA membangun sekolah di tengah-tengah masyarakat pedesaan yang pada waktu perang gerilya melawan tentara Belanda digunakan sebagai basis (Eks Tentara Pelajar SA/CSA, 1994:2). Sebagai tanda bukti ucapan terima kasih kepada masyarakat Dukuh Tlatar dan sekitarnya yang sudah membantu pada masa gerilya dari para eks Tentara Pelajar SA/CSA yang dahulu berjuang di daerah Tlatar dan sekitarnya ditambah dengan adanya usulan serta masukan Pamong Desa dari 9 kelurahan yaitu Kebonbimo, Mudal, Pager, Kener, Udanuwuh, Kradenan, Siwal, Dlingo, dan Ngargosari, mendirikan Sekolah Menengah Atas (SMA) di Tlatar. Selain mendirikan sekolah (SMA), juga membangun monumen perjuangan masyarakat bersama Pelajar Pejuang (Tentara Pelajar SA/CSA) tepatnya di halaman depan sekolah SMA N 2 Tlatar Boyolali di Dukuh Tlatar, Desa Kebonbimo dimana lebih dikenal masyarakat dengan Patung Pruputan yang diresmikan pada tanggal 19 Juli
5
1982 (Ex Tentara Pelajar SA/CSA, 1994:3-6). Berdasarkan latar belakang di atas penulis tertarik untuk meneliti tentang Peran Masyarakat Kebonbimo Dalam Mendukung Perjuangan Tentara Pelajar SA/CSA Pada Agresi Militer Belanda II Tahun 1948-1949. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimana peran masyarakat Kebonbimo dalam mendukung Perjuangan Tentara Pelajar SA/CSA Pada Agresi Militer Belanda II Tahun 1948-1949 ? C. Tujuan Penelitian Sejalan dengan permasalahan yang telah disebutkan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan tentang Peran masyarakat Kebonbimo dalam mendukung Perjuangan Tentara Pelajar SA/CSA Pada Agresi Militer Belanda II Tahun 1948-1949, melalui Bidang Perjuangan Fisik, Bidang Logistik, Bidang Komunikasi, dan Bidang Kesehatan. D. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipertimbangkan sebagai bahan masukan untuk: 1. Memperkaya pengetahuan tentang bagaimana peran masyarakat Kebonbimo dalam mendukung Perjuangan Tentara Pelajar SA/CSA Pada Agresi Militer Belanda II Tahun 1948-1949.
6
2. Memberikan sumbangan bagi dunia pendidikan sejarah pada khususnya yaitu mengenai materi sejarah lokal. b. Manfaat Praktis 1. Sarana menanamkan nilai-nilai patriotisme dan nasionalisme pada masyarakat Desa Kebonbimo, Kecamatan Boyolali, Kabupaten Boyolali pada umumnya dan generasi muda pada khususnya. 2. Memberi informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan peran masyarakat Kebonbimo dalam mendukung Perjuangan Tentara Pelajar SA/CSA Pada Agresi Militer Belanda II Tahun 1948-1949.
7