BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Indonesia sebagai negara yang berkembang, melaksanakan pembangunan di berbagai bidang. Salah satunya dalam aspek pembangunan di bidang hukum, yang sangat diharapkan oleh seluruh masyarakat Indonesia adalah Sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang Dasar 1945 bahwa Negara Republik Indonesia adalah negara hukum. Untuk menegakkan negara hukum serta untuk menegakkan tertib hukum guna mencapai tujuan negara Republik Indonesia yaitu mewujudkan masyarakat adil dan makmur berdasarkan pancasila. Setiap manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa memiliki hak-hak asasi sesuai dengan kemuliaan harkat dan martabatnya yang dilindungi oleh undang-undang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Sehingga dengan kata lain seseorang berhak dan wajib diperlakukan sebagai manusia yang memiliki derajat yang sama dengan yang lain. Hak hidup setiap manusia tidak dapat dikurangi oleh siapapun dan dalam keadaan apapun termasuk hak untuk tidak disiksa, tidak diperbudak, dan tidak dipaksa untuk melakukan yang tidak disukai ataupun diperlakukan dengan tidak sesuai harkat, martabat dan kehormatan dirinya sebagai manusia seutuhnya. Hak asasi manusia merupakan hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang mencerminkan martabatnya, yang harus memperoleh jaminan hukum, sebab hak-hak hanya dapat efektif apabila hak-hak itu dapat dilindungi hukum. Hak asasi manusia merupakan alat untuk memungkinkan warga masyarakat dengan bebas mengembangkan
bakatnya untuk penunaian tugasnya dengan baik.1 Kemungkinan ini di selenggarakan oleh negara dengan jalan membentuk kaidah-kaidah atau peraturan hukum, yang merupakan tugas penting negara. Kebebasan dijamin oleh negara demi kepentingan masyarkat. Kaidah hukum yang memungkinkan anggota masyarakat mengembangkan bakatnya bermanfaat bagi perkembangan hukum dan tercapainya tertib hukum. Hak asasi manusia menyangkut segala aspek kehidupan manusia yang merupakan pencerminan hakikat manusia sebagai pribadi, anggota masyarakat, dan makhluk Tuhan, yang harus dihormati dan dijamin oleh hukum.2 Anak merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam dirinya juga melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya. Oleh karena itu pengakuan dan penghargaan terhadap keberadaan anak harus diwujudkan dengan memberikan perlindungan terhadap kepentingan anak. Perlindungan anak di tunjukan pada segala kegiatan untuk menjaga agar anak dapat tumbuh dengan wajar secara lahir dan batin dan bebas dari segala bentuk ancaman, hambatan dan gangguan. Perlindungan terhadap anak merupakan hal yang penting untuk diwujudkan, karena anak merupakan tunas, potensi, dan generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan mempunyai ciri dan sifat khusus yang menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara pada masa depan. Agar setiap anak kelak mampu memikul tanggung jawab tersebut, maka ia perlu mendapat kesempatan yang seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang secara optimal, baik fisik, mental maupun sosial, dan berakhlak mulia, sehingga perlu dilakukan upaya perlindungan untuk mewujudkan kesejahteraan anak dengan memberikan jaminan terhadap pemenuhan hakhaknya serta tanpa adanya perlakuan kekerasan dan diskriminasi.
1 2
Maidin Gultom, Perlinungan Hukum Terhadap Anak, (Bandung : PT Refika Aditama, 2008), hlm. 7 Ibid hlm. 8.
Sebagai bukti acuhan maraknya kejahatan terhadap anak, penulis akan memberikan contoh kasus kejahatan terhadap anak: 1. TEGAL, suaramerdeka.com - Kasus kekerasan terhadap anak hingga kini masih marak terjadi di beberapa daerah, termasuk di Kota Tegal. Bahkan, sesuai data dari Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Puspa Tegal selaku lembaga perlindungan ibu dan anak tercatat jumlah kekerasan terhadap anak setiap tahun mengalami peningkatan. Menurut Ketua PPT Puspa Tegal, Dr Hj Hamidah Abdurrachman, sejak awal tahun 2013 jumlah kasus kekerasan anak yang terjadi di Tegal telah terjadi empat kasus. Sedangkan pada tahun 2012 jumlahnya lebih besar yakni sebanyak 16 kasus. Masih tingginya kasus kekerasan anak disebabkan karena beberapa faktor seperti kemajuan perkembangan teknologi. "Pada teknologi internet saat ini, masyarakat dengan mudah menemukan kegiatan kekerasan yang ditampilkan, sehingga masyarakat menirunya dalam realita," katanya. Dia mengemukakan, selain itu masih adanya salah asuh di mana anak perempuan masih dianggap sebagai pihak yang lemah. Kekerasan anak biasanya mendera pada anak di bawah usia 18 tahun. Salah satu contoh, kasus kekerasan dan pemerkosaan yang terjadi pada korban MS, salah satu siswa SMP di Kota Tegal beberapa waktu lalu. MS menjadi korban pemerkosaan oleh lima orang pemuda dan kasus tersebut terungkap pada Februari 2013. Hamidah mengatakan, tingginya tingkat kekerasan pada anak akhir-akhir ini juga disebabkan karena ketidakpedulian orang tua terhadap anak. Bahkan orang tua yang sibuk bekerja menyerahkan anaknya pada pembantu. Padahal hal itu dinilai tergolong sebagai tindakan kurang mendidik. "Kekerasan pada anak salah satunya ialah abainya kepedulian orang tua pada anak," katanya. Dia menambahkan, adapun jenis kekerasan anak yang mendominasi selama ini adalah tindakan pencabulan, dan penganiayaan. Pihaknya, selama ini terus berupaya untuk mengurangi tingkat kekerasan anak dengan meminta orang tua meningkatkan perhatian kepada anak. "Kami juga melakukan pendampingan kepada korban dan pelaku," tandasnya.3
2. TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kekerasan terhadap anak Indonesia tampaknya masih menghantui di tahun 2013 ini. Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) mencatat dalam semester I di tahun 2013 atau mulai Januari sampai akhir Juni 2013 ada 1032 kasus kekerasan anak yang terjadi di Indonesia. Dari jumlah itu kekerasan fisik tercatat ada 294 kasus atau 28 persen, kekerasan psikis 203 kasus atau 20 persen dan kekerasan seksual 535 kasus atau 52 persen. Sekretaris Jenderal Komnas PA, Samsul Ridwan, saat berbincang Rabu (4/9/2013) malam mengatakan data ini masih sangat mengkhawatirkan. Terlebih terdata 52 persen 1032 kasus kekerasan itu adalah kekerasan seksual. "Data kekerasan anak yang sebenarnya jauh lebih banyak dari data itu. Karena data ini hanya yang terlaporkan saja. Yang tidak terlaporkan bisa mencapai 3 kali lipatnya," kata Ridwan. Menurut Ridwan, penyebab utama masih tingginya kekerasan anak di Indonesia karena persepsi yang tidak tepat terhadap anak. "Anak masih dianggap menjadi objek dan bukan subjek penentu serta memiliki hak sendiri. Ini menjadi penyebab utama anak-anak mengalami kekerasan baik fisik, psikhis maupun seksual," katanya. Samsul menuturkan dengan data 1032 3
http://www.suaramerdeka.com/v1/index.php/read/news/2013/03/04/147762/Kasus-Kekerasan-Terhadap-Anakdi-Tegal-Semakin-Marak terakhir di akses pada tanggal 13 Oktober 2013 Pukul 00.18 WIB
kasus kekerasan anak di tahun 2013 ini sebenarnya masih lebih baik dibanding tahun 2012 lalu. Namun, katanya, pada sisa akhir tahun ini diharapkan kekerasan anak yang terjadi tidak sebesar tahun 2012 lalu. Dari data Komnas PA, papar Samsul, pada tahun 2012 lalu tercatat ada 2637 kasus kekerasan anak, baik kekerasan seksual, kekerasan fisik maupun kekerasan psikis. Dari 2637 anak itu, sebanyak 1657 adalah anak perempuan dan 980 adalah anak laki-laki. Jumlah ini meningkat dibanding tahun sebelumnya yakni tahun 2011 dimana tercatat ada 2509 kasus kekerasan anak.4 Dilihat dari contoh kasus diatas, di samping peran serta pemerintah dan masyarakat, di perlukan juga tanggung jawab orang tua yang tidak boleh mengabaikan dalam memelihara kelangsungan hidup anak. Orang tua yang pertama-tama bertanggungjawab atas terwujudnya kesejahtraan anak baik secara rohani, jasmani maupun sosial. Namun dalam kenyataanya banyak orang tua yang tidak menyadarai hal ini, anak yang di besarkan dalam suasana konflik, akan cenderung mengalami keresahan jiwa yang dapat mendorong anak melakuakan tindakan-tindakan negatif. Perkembangan anak juga tidak terlepas dari faktor lingkungan tempat di mana ia berada, lingkungan dimaksud tidak hanya keluarga inti, tetapi juga saudara, sekolah, tetangga maupun teman-teman. Dalam lingkungan yang positif akan memberikan dampak perkembangan kejiwaan atau mental yang baik pula terhadap anak. Sedangkan lingkungan yang negatif akan memberikan dampak kajiwaan atau mental yang buruk terhadap perkembangan anak. Walaupun bukan berarti bahwa anak yang di besarkan dalam lingkungan yang negatif tidak akan menjadi baik. Namun harus di akui bahwa faktor lingkungan memang mempunyai pengaruh besar terhadap perkembangan anak. Pada hakikatnya anak tidak dapat melindungi dirinya sendiri dari berbagai macam tindakan yang menimbulkan kerugian mental, fisik, sosial dalam berbagai bidang kehidupan dan penghidupan. Anak harus dibantu oleh orang lain dalam melindungi dirinya, selain itu anak juga perlu mendapatkan perlindungan secara hukum yang
4
http://www.tribunnews.com/nasional/2013/09/04/ada-1032-kasus-kekerasan-anak-di-semester-i-tahun-2013 terakhir di akses 13 oktober 2013 pukul 00.41 WIB
menjamin kelangsungan hidupnya sebagai anak. Sebagaimana diketahui bahwa hukum adalah rangkaian peraturan-peraturan mengenai tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, dan tujuan hukum adalah mengadakan keselamatan, kebahagiaan, dan tata tertib di dalam masyarakat. Upaya perlindungan dan pengakuan terhadap keberadaan anak yang dalam kedudukannya memiliki hak asasi yang sama dengan manusia lainnya, seringkali mengalami kendala. Hal ini di karenakan keberadaan anak sendiri yang rentan dan tidak memilki kemampuan untuk melakukan pembelaan atas perlakuan yang tidak sesuai dengan kondisinya sebagai anak. Selain itu, sistem nilai masyarakat maupun budaya kurang mendukung terwujudnya perlindungan terhadap anak. Berdasarkan latar belakang di atas, skripsi ini disusun dengan judul: “ IMPLEMENTASI PERAN PEMERINTAH DAERAH DALAM MEMBERIKAN PERLINDUNGAN BAGI ANAK DI KOTA CIREBON ”.
B. Identifikasi Masalah Dengan melihat uraian diatas, dapat memberikan gambaran bagi penulis untuk menyusun identifikasi masalah yang akan dibuat selanjutnya. Adapun identifikasi masalah tersebut adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimanakah peran pemerintah kota Cirebon dalam mewujudkan perlindungan bagi anak?
2.
Apakah yang menjadi hambatan-hambatan pemerintah kota Cirebon dalam mewujudkan pelaksanaan kebijakan perlindungan bagi anak?
C. Maksud dan Tujuan Penelitian
1. Untuk dapat mengetahui peran pemerintah daerah dalam hal mewujudkan perlindungan hukum bagi anak, khususnya di kota Cirebon. 2. Untuk memberikan solusi dalam menyelesaiakan hambatan yang dialami pemerintah kota Cirebon dalam mewujudkan pelaksanaan kebijakan perlindungan bagi anak.
D. Kegunaan Penelitian 1. Secara praktis a. Dapat digunakan oleh pemerintah daerah sebagai bahan untuk mengetahui hambatan dalam pelaksanaan penetapan perlindungan bagi anak. b. Serta sebagai bahan untuk mencari solusi menyelesaikan masalah-masalah didalam pelaksanaan penetapan perlindungan bagi anak. 2. Secara Teoritis a. Memberikan pengetahuan dan wawasan hukum terhadap masyarakat tentang pentingnya peran serta pemerintah daerah dalam hal perlindungan bagi anak. b. Dapat digunakan sebagai ilmu dalam penerapan hukum perlindungan anak dimasyarakat.
E. Kerangka Pemikiran Kata Perlindungan sangat bersentuhan dengan penjaminan bahwa sesuatu yang dilindungi akan terbebas dari hal yang membuat tidak nyaman, dari hal yang membuat kerusakan. Pengertian Anak di dalam pasal 1 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak menentukan bahwa anak adalah seseorang yang berusia dibawah 18 (delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan. Pada dasarnya Anak harus dilindungi karena Anak mempuyai ketergantungan yang sangat
tinggi terhadap seluruh penyelenggara Perlindungan Anak yaitu orangtua, keluarga, masyarakat, pemerintah dan negara. Sudah barang tentu masing-masing mempunyai peran dan fungsinya yang berbeda dimana secara keseluruhan, satu sama lain saling terkait di bawah pengertian Perlindungan sebagai payungnya. Perlindungan anak adalah segala usaha yang dilakukan untuk menciptakan kondisi agar setiap anak dapat melaksanakan hak dan kewajibannya demi perkembangan dan pertumbuhan anak secara wajar baik fisik, mental, dan sosial. Perlindungan anak merupakan perwujudan adanya keadilan dalam suatu masyarakat, dengan demikian perlindungan anak diusahakan dalam berbagai bidang kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Kegiatan perlindungan anak membawa akibat hukum, baik dalam kaitanya dengan hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis. Hukum merupakan jaminan bagi kegiatan perlindungan anak. Arif Gosita mengemukakan bahwa kepastian hukum perlu diusahakan demi kelangsungan kegiatan perlindungan anak dan mencegah penyelewenagan yang membawa akibat negatif yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan perlindungan anak.5 Pengertian Perlindungan Anak di dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak diartikan sebagai segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Arif Gosita memberikan definisi tentang perlindungan anak/ remaja yaitu suatu kegiatan bersama yang bertujuan mengusahakan, pengamanan, pengadaan dan pemenuhan kesejahteraan rohaniah dan jasmaniah anak/ remaja yang sesuai dengan kepentingannya dan hak asasinya. 5
Maidin Gultom, Perlinungan Hukum Terhadap Anak, (Bandung : PT Refika Aditama, 2008), hlm. 33
Perlindungan anak dapat dibedakan dalam 2 (dua) bagian yaitu: 1.
Perlindungan anak yang bersifat yuridis, yang meliputi perlindungan dalam bidang hukum publik dan dalam bidang hukum keperdataan.
2.
Perlindungan anak yang bersifat non yuridis, yang meliputi perlindungan dalam bidang sosial, bidang kesehatan, bidang pendidikan. Perlindungan anak dapat juga diartikan sebagai segala upaya yang ditunjukan untuk
mencegah, rehabilitasi, dan memberdayakan anak yang mengalami tindak perlakuan salah (child abused), eksploitasi, dan pelantara, agar dapat menjamin kelangsungan hidup dan tumbuh kembang anak secara wajar, baik fisik, mental, dan sosialnya.6 Dari pengertian perlindungan anak di atas tampak bahwa ruang lingkup perlindungan anak sangat luas tidak hanya ditujukan pada pemenuhan kebutuhan jasmaniah anak tetapi juga meluas hingga pemenuhan kebutuhan rohaniah. Perlindungan anak diberikan guna menghindarkan anak dari berbagai upaya yang mengarah pada penghilangan identitas anak, diskriminasi, serta perlakuan-perlakuan tidak manusiawi lainnya. Bahkan, Pasal 3 Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak secara tegas menyebutkan tujuan perlindungan anak yaitu untuk menjamin terpenuhinya hak-hak anak agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, demi terwujudnya anak Indonesia yang berkualitas, berakhlak mulia dan sejahtera. Dasar pelaksanaan perlindungan anak adalah: 1. Dasar Filosofis; pancasila sebagai dasar kegiatan dalam berbagai bidang kehidupan keluarga, bermasyarakat, bernegara, dan berbangsa, serta dasar filosofis pelaksanaan perlindungan anak. 6
Ibid hlm. 34.
2. Dasar Etis; pelaksanaan perlindungan anak harus sesuai dengan etika profesi yang berkaitan, untuk mencegah perilaku menyimpang dalam pelaksanaan kewenangan, kekuasaan dan kekuatan dalam pelaksanaan perlindungan anak. 3. Dasar yuridis; pelaksanaan perlindungan anak harus didasarkan pada Undang-Undang Dasar 1945 dan berbagai peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku. Penerapan dasar yuridis ini harus secara integratif, yaitu penerapan terpadu menyangkut peraturan perundang-undangan dari berbagai bidang hukum yang berkaitan.7 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Anak harus dilindungi baik di wilayah domestik maupun publik, baik dalam situasi damai maupun konflik. Berangkat dari wilayah domestik, berapa banyak anak yang mengalami tindak kekerasan dari orangtuanya sendiri yang melegitimasi hal itu sebagai alat untuk mendidik sehingga dianggap suatu kewajaran semata. Di lanjutkan dalam wilayah publik berapa banyak juga anak yang mengalami tindak kekerasan dan diskriminsi. Semisal di sekolah mengalami tindak kekerasan dari pihak sekolah yang seyogyanya sekolah adalah tempat yang nyaman bagi anak. Alih-alih dianggap sebagai alat untuk menjunjung kedisiplinan. Berapa banyak elemen-elemen masyarakat lainnya melakukan tindakan yang sama. Begitu juga pemerintah dan negara yang harus memfasilitasi kebutuhan anak dari aspek hak sipil, pendidikan, kesehatan dan pengasuhan alternatif ketika anak menghadapi masalah dalam bentuk sarana dan prasarana seringkali melakukan yang sebaliknya. Dari sini dapat dilihat bahwa anak belum lagi menjadi pertimbangan utama dalam mewujudkan perlindungan karena anak belum dilihat sebagai subjek tetapi objek orangorang dewasa dimanapun fungsi dan peran mereka sebagai Penyelenggara Perlindungan Anak. Hal ini disebabkan pemahaman ataupun perspektif anak yang belum baik dalam memahami siapa anak. Kendati kita sudah memiliki Undang-Undang, lnstrumen 7
Ibid hlm. 37.
lnrternasional yaitu Konvensi Hak Anak yang sudah diratifikasi sejak tahun 1990 yang membuat kita terikat secara yuridis maupun politis untuk mengikuti seluruh ketentuan yang ada, namun kekuatan secara kultural yang kurang berwawasan anak jauh lebih mendominasi. Empat Prinsip dasar Konvensi Hak Anak yang menjadi Azas dan tujuan UndangUndang No. 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak: 1. Non diskriminasi, 2. Kepentingan terbaik bagi anak, 3. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan, 4. Penghargaan terhadap pendapat anak. Keempat hal ini harus menjadi roh dari setiap tindakan apapun dari seluruh Penyelenggara Perlindungan Anak dalam memberikan pemenuhan hak-hak mereka. Bila hal ini diabaikan maka kekerasan dan diskriminasi terhadap anak akan menjadi langgeng. Untuk itu sangat diperlukan edukasi, pelatihan atau bentuk lain dari pemajuan hak anak agar dapat melakukan perlindungan anak secara maksimal. Anak harus dijadikan pusat pertimbangan utama dalam melakukan tindakan apapun oleh seluruh penyelenggara perlindungan anak.
F. Metode Penelitian Pengertian metodologi mempunyai beberapa pengertian yaitu logika dari penelitian ilmiah, studi terhadap prosedur dan teknik penelitian, dan suatu sistem dari prosedur dan teknik penelitian. Berdasarkan hal ini, dapat dikatakan bahwa metode penelitian merupakan suatu sarana pokok dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
serta seni. Oleh karena itu, penelitian bertujuan untuk mengungkapkan kebenaran secara sistematis, metodologis dan konsisten.8 Dalam penelitian ini metode yang digunakan ialah : 1. Metode Pendekatan Metode Pendekatan yang digunakan penelitian hukum Normatif (Yuridis Normatif) yaitu metode penelitian hukum yang dilakukan dengan berdasarkan bahan-bahan bacaan, dengan cara membaca buku-buku, literatur-literatur serta peraturan perundang-undangan yang berhubungan dengan materi yang akan dibahas dalam skripsi ini. Serta menggunakan metode Yuridis Empiris yaitu penelitian secara langsung ke lapangan yaitu dengan mendatangi objek penelitian untuk mengadakan wawancara terhadap kepala P2TP2A, untuk mendapatkan data-data, informasi dan keterangan-keterangan yang diperlukan dalam penulisan skripsi.9 2. Spesifikasi Penelitian Jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif yaitu untuk memberikan gambaran selengkap - lengkapnya tentang implementasi peran pemerintah daerah dalam memberikan perlindungan bagi anak. 3.
Jenis Data Penelitian hukum berbeda dengan penelitian sosial. Untuk menyelesaikan isu mengenai masalah hukum dan sekaligus memberikan preskripsi mengenai apa yang seyogianya, peneliti memerlukan sumber-sumber penelitian yang disebut bahan hukum, baik bahan hukum primer maupun sekunder.10 Dalam penelitian ini penulis akan menggunakan sumber data sebagai berikut : a. Data Primer
8
Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), hlm. 17
9
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta : Raja Grafindo Persada 1997), hlm. 35 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta : Kencana, 2007), hlm. 141
10
Data Primer berupa data yang diperoleh penulis dari BPMPPKB dan P2TP2A Kota Cirebon berupa sejumlah keterangan atau fakta tentang implementasi terhadap perlindungan bagi anak. b. Data sekunder Data Sekunder berupa bahan-bahan pustaka yang terdiri dari : 1.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2.
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
3.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
4.
Unadang-Undang No. 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
5.
Undang-Undang No. 3 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
6.
Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
7.
Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Convention Of The Rights (Konvensi Tentang Hak-hak Anak).
8.
Peraturan Pemerintah No. 2 Tahun 1988 tentang Usaha Kesejahteraan Anak Bagi Anak Yang Mempunyai Masalah
9.
Peraturan Walikota Cirebon No. 50 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga Berencana Kota Cirebon.
10. Peraturan Daerah Kota Cirebon No. 6 Tahun 2009 tentang Perlindungan Anak Terlantar dan Anak dengan Perlindungan Khusus di Kota Cirebon. 11. Peraturan Walikota Cirebon No. 45 Tahun 2012 tentang Setandar Pelayanan Terpadu Bagi Perempuan dan Anak Korban Kekerasan di Kota Cirebon. 12. Keputusan
Walikota
Nomor
463.05/Kep.374-BPMPPKB/2010
tentang
Pembentukan Kembali Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) Kota Cirebon Tahun 2009-2014.
13. Keputusan
Walikota
Nomor
463.05/Kep.300-BPMPPKB/2012
tentang
Pembentukan Tim Pelaksana Kota Layak Anak (KLA) Kota Cirabon. 4. Metode Pengumpulan Data Untuk mengumpulkan data dimaksud di atas digunakan teknik sebagai berikut : a. Studi Kepustakaan Dilakukan dengan mencari,
mencatat,
menginvestigasi,
menganalisis, dan
mempelajari data yang berupa bahan-bahan pustaka. b. Wawancara Untuk memperoleh data sekunder, wawancara yang dilakukan oleh penulis dikumpulkan dengan teknik wawancara tidak terarah (non-directive interview) atau tidak terstruktur (free flowing interview) yaitu dengan mengadakan komunikasi langsung kepada kepala sub bidang perlindungan anak Pusat Layanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A) selaku ketua pelaksana perlindungan bagi anak di kota Cirebon, untuk memberikan informasi yang diperlukan penulis. 5. Metode Analisis Data Setelah data terkumpul kemudian dianalisis menggunakan metode analisis kualitatif11. Oleh karena, itu data yang diperoleh dari peraturan perundang-undangan yang terkait dengan implementasi perlindungan terhadap anak, sehingga pada akhirnya akan ditemukan dalam kenyataannya. G. Lokasi Penelitian Dalam penelitian ini lokasi yang akan menjadi tempat melaksanakan penelitian adalah Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan Keluarga
11
Winarno Surakhmad, Papper, Skripsi Thesis, Desertasi, (Bandung : Taristo, 1998) hlm. 16
Berencana (BPMPPKB) dan Puast Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P2TP2A).
H. Sistematika Penelitian Untuk mempermudah pemahaman mengenai pembahasan dan memberikan gambaran mengenai sistematika penulisan yang sesuai dengan penelitian hukum, maka penulis menjabarkannya dalam bentuk sitematika penelitian hukum yang terdiri dari 5 (lima) bab dimana tiap-tiap bab dibagi dalam sub-sub bagian yang dimaksudkan untuk memudahkan pemahaman terhadap keseluruhan hasil penelitian. Adapun sistematika penulisan ini adalah sebagai berikut: BAB I: PENDAHULUAN Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, identifikasi masalah, maksud dan tujuan penelitian, kegunaan penelitian, kerangka pemikiran, metode penelitian, lokasi penelitian dan sistematika penulisan. BAB II: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini diuraikan mengenai pengertian anak, hak dan kewajiban anak, pengertian perlindungan hukum terhadap anak, sistem peradilan anak, pelaksanaan perlindungan terhadap anak.
BAB III: OBJEK PENELITIAN Dalam bab ini akan di jelaskan tentang objek penelitian berkaitan dengan judul dan masalah yang akan diteliti. Objek peneliti ini terdiri dari kedudukan, tugas dan fungsi BPMPPKB (Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemberdayaan Perempuan dan
Keluarga Berencana) dan P2TP2A (Pusat Pelanyanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak). BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam bab ini diuraikan mengenai Gambaran umum mengenai bentuk kebijakan perlindungan hukum terhadap anak, dan hambatan-hambatan dalam perlindungan hukum terhadap anak. BAB V: KESIMPULAN DAN SARAN Dalam bab ini diuraikan kesimpulan dari seluruh hasil dan pembahasan dari bab sebelumnya dan saran maupun rekomendasi yang diharapkan dapat menjadi masukan yang bermanfaat bagi semua pihak, khususnya pihak-pihak yang berkepentingan. DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN