BAB I PENDAHULUAN
Hukum perjanjian adalah bagian dari Hukum Perdata yang berlaku di Indonesia. Hal janji adalah suatu sendi yang amat penting dalam
Hukum
Perdata, karena Hukum Perdata banyak mengandung peraturan-peraturan hukum yang berdasar atas janji seseorang. Perjanjian adalah suatu hubungan hukum kekayaan/harta benda antara dua orang atau lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk menunaikan prestasi. 1 Sumber hukum perjanjian berdasarkan pasal 1233 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ialah tiap-tiap perikatan lahir karena persetujuan ataupun karena undang-undang. Buku III KUHPerdata tidak memberikan rumus dari perikatan, tetapi menurut Ilmu Pengetahuan Hukum, dianut rumus bahwa perikatan adalah hubungan yang terjadi diantara dua orang atau lebih, yang terletak di dalam lapangan harta kekayaan, dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu. 2
1 2
M.Yahya Harahap, S.H., 1986, Segi-Segi Hukum Perjanjian, Alumni, Bandung, hal.6. Prof. DR. Mariam Darus, S.H., 1983, KUHPerdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan, Alumni, Bandung, hal.1
Universitas Sumatera Utara
Dari rumus di atas dapat kita lihat bahwa unsur-unsur perikatan ada 4 (empat) yaitu : 1.
hubungan hukum,
2.
kekayaan,
3.
pihak-pihak,
4.
prestasi. 3 Apabila ditelaah dengan seksama dalam sistem hukum perdata materil
(substantif) dikenal dua asas yang menyangkut tentang perjanjian pada umumnya, yaitu : •
pertama adalah asas kebebasan berkontrak yang terdapat dalam pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata yang mengatakan bahwa “semua persetujuan yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
•
kedua adalah asas konsensualisme yang terdapat dalam pasal 1320 KUHPerdata bahwa pada salah satu syarat sahnya perjanjian adalah persetujuan (konsensus) bebas antara para pihak yang membuat perjanjian tersebut. Kebebasan berkontrak berarti bahwa para pihak berwenang untuk
mengadakan suatu hubungan hukum dengan syarat-syarat yang sesuai dengan kehendak para pihak dan telah disepakati dengan segala akibatnya. Sesuai dengan asas kebebasan berkontrak ini sebenarnya para pihak leluasa untuk membuat perjanjian dengan bentuk apa saja.
3
Ibid. hal.1
Universitas Sumatera Utara
Akan tetapi dalam membuat perjanjian diberi pembatasan oleh pasal 1320 KUHPerdata dengan mempersyaratkan adanya sebab yang halal. Yang disebut dengan sebab yang halal adalah sejauh tidak melanggar ketertiban dan kesusilaan umum seperti yang digariskan dalam pasal 1337 KUHPerdata. Dengan demikian pembuat undang-undang mengharapkan bahwa dalam membuat perjanjian, kepentingan umum dan kepentingan para pihak tidak dirugikan.
A. Latar Belakang Jual beli dengan hak membeli kembali adalah merupakan bentuk perjanjian yang ada dan dapat dijumpai dalam kehidupan masyarakat, yakni penjual
(pemilik semula) mempunyai
atau
diberikan hak dengan suatu
perjanjian untuk membeli kembali barangnya yang telah dijual tersebut (pasal 1519 KUHPerdata). Berbagai hal yang mendorong seseorang untuk melakukan suatu perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali dan objek yang dijadikan alasan timbulnya suatu perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali ini mempunyai nilai tertentu pada seseorang atau pihak penjual. Dalam praktek sehari-hari perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali sering terjadi pada benda tidak bergerak berupa tanah atau rumah. Menurut kenyataannya jual beli dengan hak membeli kembali ini merupakan jual beli semu karena yang terjadi adalah hutang piutang. Dimana seseorang yang membutuhkan uang pergi mencari kreditur, kemudian antara dia dan
Universitas Sumatera Utara
kreditur
tersebut dibuat suatu
perjanjian
jual beli dengan hak membeli
kembali. Akan tetapi tanah dan atau rumah yang dijual tersebut tetap dikuasai penjual (debitur). Sehingga inkonkreto bagi hukum, yang terjadi bukan jual beli, melainkan persetujuan hutang dengan agunan yang bersifat seolah-olah hubungan gadai. Tujuannya adalah untuk memperkuat kedudukan kreditur terhadap debitur, sekaligus juga memperkuat posisi kreditur terhadap pihak ketiga. Sebab dengan adanya akta jual beli sekalipun dengan syarat membeli kembali, kreditur sudah terjamin kepentingannya atas pemenuhan hutang, yang berarti apabila nanti barang agunan dipindahkan lagi atau dibebani dengan hak-hak pihak ketiga oleh debitur, maka kreditur dapat melakukan perlawanan atau verzet atas dasar hak milik yang dilandasi dengan jual beli. Akan tetapi karena syarat pembuktiannya adalah berat dan perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali mengenai tanah dan atau rumah selalu terjadi dengan suatu akta autentik sehingga bagi debitur yang dalam keadaan terdesak akan sulit membuktikan bahwa akta tersebut adalah tidak sah dan sering kali penjual atau debitur tidak berhasil untuk membuktikan bahwa yang sebenarnya terjadi adalah hutang piutang. Jadi dapat dikatakan bahwa dalam perjanjian hutang piutang tersebut biasanya selalu terdapat keadaan yang tidak seimbang sehingga salah satu pihak tidak bebas dalam menentukan kehendaknya dan dapat juga ditafsirkan terdapat penyalahgunaan keadaan/kesempatan atau pun penyalahgunaan kekuasaan ekonomis.
Universitas Sumatera Utara
Adapun keadaan yang dapat merupakan indikasi dan tentang terjadinya penyalahgunaan keadaan/kesempatan atau penyalahgunaan kekuasaan ekonomis yang mengakibatkan keadaan yang tidak seimbang sehingga salah satu pihak dianggap tidak bebas untuk menyatakan kehendaknya (seolah-olah) perjanjian tersebut terjadi secara sepihak antara lain: 1. Salah satu pihak karena sesuatu dan lain hal berada dalam keadaan terdesak. 2. Salah satu pihak sama sekali atau sangat tidak berpengalaman. 3. Syarat-syarat perjanjian yang tidak masuk akal, tidak layak dan atau tidak patut (unfair contract term). 4. Nilai dari hasil perjanjian sangat tidak seimbang kalau dibandingkan dengan prestasi pihak lain. 5. Barang yang dijaminkan merupakan satu-satunya harta milik yang menjadi sumber penghidupan atau satu-satunya tempat untuk berteduh. Di dalam Hukum Adat tidak mengenal adanya
perjanjian jual
beli
dengan hak membeli kembali dan hanya dianggap sebagai perjanjian gadai belaka. Mengingat transaksi peralihan hak atas tanah
sesuai
pasal 5
UUPA No.5/1960 dikuasai oleh Hukum Adat, sedangkan Hukum Adat tidak mengenal jual beli dengan hak membeli kembali, untuk itu dipakai lembaga gadai. Oleh karena itu berdasarkan Undang-Undang Pokok Agraria No.5/1960 itu sendiri maka jual beli dengan hak membeli kembali mengenai tanah dan atau rumah adalah batal demi hukum. 4
4
Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, pasal 5.
Universitas Sumatera Utara
Dengan demikian dalam hal ada sengketa tentang perjanjian jual beli tanah dan atau rumah dengan hak membeli kembali dan perjanjian asal adalah perjanjian hutang piutang, maka debitur dengan mudah dapat meminta agar perjanjian jual beli tanah dan atau rumah dengan hak membeli kembali tersebut dinyatakan batal atau dibatalkan. Tergantung dari hasil pembuktian di muka hakim apakah jual beli dengan hak membeli kembali ini akan dipertahankan untuk berlaku sebagai jual beli atau apakah perjanjian tersebut akan dianggap gadai
ataupun pemberian jaminan belaka untuk
suatu pinjaman uang. Adapun yang menjadi alasan bagi penulis untuk memilih judul ini adalah sebagai berikut : 1. Dalam penyusunan skripsi ini penulis ingin mengetahui, memahami dan menghayati lebih mendalam mengenai hubungan hukum yang terjadi pada suatu perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali, dimana di atas objek perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali tersebut dibebankan dengan suatu pemberian hak tanggungan. 2. Jual beli dengan hak membeli kembali menimbulkan kesan yang kurang baik berhubung realitanya bahwa lembaga ini banyak disalahgunakan pihak lain untuk menghisap pihak yang lemah. Perjanjian tersebut seolah-olah berdasarkan atas asas kebebasan berkontrak, akan tetapi sebenarnya perjanjian tersebut dipakai untuk menyembunyikan suatu pemberian jaminan
atau
tanggungan atas suatu perjanjian pinjam uang.
Universitas Sumatera Utara
B. Perumusan Masalah Sebelum
membahas
lebih
lanjut,
penulis
akan
mencoba
untuk
mengidentifikasikan apa yang sebenarnya menjadi permasalahan di dalam penulisan skripsi ini, yaitu antara lain : 1. Bagaimana hak dan kewajiban para pihak baik pihak debitur maupun kreditur di dalam perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali. 2. Dapatkah tanah yang menjadi objek jual beli dengan hak membeli kembali tersebut dibebankan dengan hak tanggungan. 3. Bagaimana resiko para pihak serta kedudukannya di dalam perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali. 4. Bagaimana perkembangan dari perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali dalam praktek, dimana dalam hal ini penulis melakukan penelitian di Kantor Pertanahan Kota Medan.
C. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi maksud dan tujuan yang terkandung dalam pikiran penulis untuk membahas skripsi ini disamping dalam rangka melengkapi tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara adalah sebagai berikut : 1. Penulis ingin menelaah suatu bagian dari hukum perdata di bidang hukum perikatan, khususnya dalam perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali, terutama dalam hal yang berhubungan dengan pembebanan hak
Universitas Sumatera Utara
tanggungan atas tanah yang merupakan objek jual beli dengan hak membeli kembali. 2. Selain itu penulis ingin mendalami dan menganalisa secara juridis formal mengenai ketentuan perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali dalam prakteknya. 3. Penulis ingin memahami apakah tanah sebagai objek jual beli dengan hak membeli kembali dapat dibebani dengan hak tanggungan.
D. Keaslian Penulisan Setelah dilakukan penelitian di perpustakaan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, belum ada terdapat tulisan yang mengangkat mengenai judul skripsi ini, yaitu mengenai “Perjanjian Jual Beli Tanah Dengan Hak Membeli Kembali dan Perkembangannya Dalam Praktek” (Studi: Kantor Pertanahan Kota Medan). Dan kalaupun ada terdapat judul skripsi yang hampir sama dengan ini, akan tetapi substansi pembahasannya berbeda. Penulis menyusun penulisan ini berdasarkan berbagai literatur-literatur, wawancara, dan data-data yang berkaitan tentang Hukum Perdata, Hukum Perjanjian dan Hukum Jaminan khususnya mengenai hak tanggungan. Oleh karena itu, tulisan ini adalah asli yang merupakan hasil karya penulis sendiri.
Universitas Sumatera Utara
E. Tinjauan Kepustakaan. Suatu
perjanjian adalah suatu peristiwa di mana seseorang berjanji
kepada seorang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. 5 Dalam KUHPerdata pada pasal 1313 menyebutkan bahwa perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Dari peristiwa ini timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut yang dinamakan perikatan. Perjanjian menerbitkan suatu perikatan antara dua orang yang membuatnya. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perikatan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang ditulis atau diucapkan. 6 Di dalam pengertian Undang-undang tentang jual-beli secara defenitif disebutkan dalam pasal 1457 KUHPerdata bahwa yang dimaksud dengan “jual beli” ialah suatu perjanjian, dengan mana pihak yang satu mengikatkan dirinya untuk menyerahkan suatu kebendaan, dan pihak yang lain untuk membayar harga yang telah dijanjikan. Tanah berarti permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali. 7 Hak membeli kembali, dalam pasal 1519 KUHPerdata dikatakan “kekuasaan untuk membeli kembali barang yang telah dijual diterbitkan dari suatu janji, dimana si penjual diberikan hak untuk mengambil kembali barangnya yang dijual,
5
Prof. R.Subekti, S.H., 1990, Hukum Perjanjian, Cetakan XIII, Intermasa, Jakarta, hal.1. Prof. R.Subekti, S.H., op.cit, hal.1. 7 Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2005, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi III, Jakarta, Balai Pustaka, hal.1l32. 6
Universitas Sumatera Utara
dengan mengembalikan harga pembelian awal dengan disertai penggantian yang disebut dalam pasal 1532”. 8 Jadi hak membeli kembali disini berarti bahwa si penjual yang telah menjual barangnya kepada pembeli, berhak untuk membeli kembali barangnya tersebut dari pembeli yang diadakan dengan suatu perjanjian tertentu.
F. Metode Pengumpulan Data Setiap
penulisan yang bersifat ilmiah haruslah mempunyai dasar atau
fakta yang objektif yang kebenarannya dapat dipertanggung jawabkan. Dalam menyusun skripsi ini penulis telah berusaha semaksimal mungkin untuk mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan guna melengkapi tulisan karya ilmiah ini. Menurut sifat dan tujuannya, penelitian adalah penelitian hukum empirik atau dikenal juga dengan penelitian hukum sosiologis. Penelitian hukum empirik didasarkan data primer yaitu: data yang di dapat langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama melalui penelitian, 9 sebagai contoh yang dilakukan penulis melalui wawancara. Sedangkan data-data sekunder meliputi: 10 1. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, yang terdiri dari:
8
Prof. R. Subekti, S.H., & R.Tjitrosudibio, 2001, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Cetakan.31, Jakarta, hal.336. 9 Bambang Waluyo, 1996, Penelitian Hukum Dalam Praktek, Cetakan II. Sinar Grafika, Jakarta hal. 16. 10 Amiruddin & Zainal Asikin, 2003, Pengantar Metode Penelitian Hukum, PT.Raja Grafindo Persada, Jakarta, hal.31
Universitas Sumatera Utara
a. Undang-Undang Dasar 1945 b. Peraturan Perundang-undangan: 3. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), 4. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan, 5. Undang-Undang Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960, 2. Bahan Hukum Sekunder, yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, seperti Rancangan Undang-Undang (RUU), hasil-hasil penelitian, ataupun pendapat pakar hukum. 3. Bahan Hukum Tertier, yaitu bahan-bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, seperti : Kamus Besar Bahasa Indonesia, Kamus Hukum, dan juga ensiklopedia.
Untuk itu penulis berpedoman juga kepada Teknik Pengumpulan Data yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini, yaitu : 1. Penelitian Kepustakaan (Library Research), yakni penulis memperoleh datadata melalui membaca, menelaah serta menganalisa literatur, dan peraturan
perundang-undangan
yang
buku-buku, literaturada
hubungannya
dengan skripsi ini untuk mendapatkan bahan-bahan yang bersifat teoritis ilmiah sebagai bahan perbandingan ataupun petunjuk dalam menguraikan pembahasan terhadap masalah yang dihadapi. Data-data yang diperoleh penulis tersebut dianalisa dan disimpulkan dengan mempergunakan metode deduktif analisis. Oleh karena titik beratnya adalah perundang-undangan maka pendekatan yang dilakukan penulis adalah pendekatan yuridis.
Universitas Sumatera Utara
2. Penelitian Lapangan (Field Research), yakni penulis memperoleh data-data yang dilakukan dengan cara melakukan pengamatan di dalam masyarakat, serta melakukan wawancara dengan pejabat instansi yang berwenang yaitu pejabat kantor Pertanahan Nasional Kota Medan. Kemudian data-data ini penulis olah, analisa dan simpulkan dengan mempergunakan metode induktif di dalam penyusunan karya ilmiah ini.
G. Sistematika Penulisan Untuk lebih memudahkan dalam membaca dan memahami isi dari skripsi ini secara keseluruhan, penulis membuat sistematika atau garis besar dari penulisan skripsi ini yang terbagi atas 5 (lima) bab dengan sub-sub bab masingmasing diuraikan sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN Didalam bab ini dipaparkan sistematika penulisan skripsi ini dimulai dari apa yang menjadi latar belakang dari permasalahan, perumusan masalah, tujuan penulisan skripsi, keaslian penulisan, tinjauan kepustakaan, metode pengumpulan
data,
serta diakhiri dengan
sistematika dari penulisan skripsi ini. BAB II
: PENGERTIAN PERJANJIAN PADA UMUMNYA Bab ini menguraikan tentang pengertian dan dasar hukum perjanjian menurut KUHPerdata, syarat-syarat sahnya suatu perjanjian, jenisjenis perjanjian, yang kemudian diakhiri dengan subjek dan sifat dari perjanjian itu.
Universitas Sumatera Utara
BAB III : PERJANJIAN JUAL BELI DENGAN HAK MEMBELI KEMBALI DI DALAM KUHPERDATA Bab ini menguraikan tentang pengertian dari perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali yang terdapat dalam KUHPerdata, objek dari perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali, hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian jual beli dengan hak membeli kembali, dan selanjutnya dibahas pula mengenai berakhirnya jual beli dengan hak membeli kembali. BAB IV : PERJANJIAN JUAL BELI TANAH DENGAN HAK MEMBELI KEMBALI DAN PERKEMBANGANNYA DI DALAM PRAKTEK. (STUDI DI: KANTOR PERTANAHAN KOTA MEDAN) Dalam bab ini dijelaskan tentang pembebanan hak tanggungan atas jual beli tanah dengan hak membeli kembali, kemudian juga mengutarakan mengenai resiko para pihak di dalam perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli kembali, setelah itu penulis juga menjabarkan tentang perkembangan jual beli tanah dengan hak membeli kembali di dalam praktek dengan melakukan studi lapangan ke Kantor Pertanahan Kota Medan, serta akhirnya menguraikan tentang hasil wawancara dengan pejabat yang berwenang beserta tanggapan dari penulis mengenai hasil wawancara tersebut.
Universitas Sumatera Utara
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN Bab ini merupakan bab penutup dari penguraian skripsi ini dengan memuat kesimpulan yang dapat ditarik dari uraian-uraian dan pembahasan bab terdahulu serta saran-saran yang perlu dikemukakan yang sehubungan dengan perjanjian jual beli tanah dengan hak membeli kembali dan perkembangannya dalam praktek.
Universitas Sumatera Utara