1
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia adalah makhluk hidup yang diberikan potensi oleh Tuhan. Potensi yang dimiliki setiap individu harus digunakan semaksimal mungkin sebagai bekal dalam menjalani hidup. Manusia sangat membutuhkan bimbingan melalui pendidikan dalam memaksimalkan semua potensi tersebut agar bisa berjalan dan terarah sesuai dengan yang diharapkan. Pendidikan merupakan suatu proses yang sangat menentukan untuk perkembangan individu di masyarakat. Kemajuan individu bisa dilihat dari perkembangan pendidikannya (Sanjaya, 2005). Salah satu sarana pendidikan adalah sekolah. Sekolah sering disebut sebagai lingkungan kedua setelah keluarga dalam mengembangkan potensi individu yang melibatkan proses belajar (Suryabrata, 1998). Proses pembelajaran di sekolah dikenal sebagai suatu proses pengetahuan yang bersifat membangun kognitif yang kompleks, dimana siswa harus membuat keputusan sehingga mengaturnya menjadi bagian pengetahuan yang telah ada. Dasar-dasar kognitif menfokuskan konsep belajar menjadi sebuah proses mental yang aktif, bersifat membangun dan terdapat self regulation di dalamnya (Romera, 2001). Self regulation merupakan pengaturan individu terhadap pikiran, perasaan dan perilaku yang fokus pada pencapaian tujuan (Zimmerman, 2002). Self regulation yang diterapkan dalam proses belajar dikenal dengan self regulated learning. Zimmerman (Woolfolk, 2004) menjelaskan bahwa selfregulated learning merupakan kemampuan individu untuk dapat mengatur fungsi-
Universitas Sumatera Utara
2
fungsi yang ada dalam dirinya baik afeksi, tingkah laku dan pikiran sehingga membantu tercapainya tujuan belajar yang diinginkan. Zimmerman & Bonner (1996) menambahkan bahwa tindakan untuk mencapai tujuan pembelajaran dapat terlihat dari strategi belajar. Strategi
membuat
individu
mampu
mengatur
perilaku
dan
lingkungannya. Siswa akan memilih dan menggunakan strategi belajar dalam proses pembelajaran. Zimmerman (1989) menyebutkan bahwa jika seseorang kehilangan strategi dalam self regulation maka mengakibatkan proses belajar dan perfoma yang lebih buruk. Torrano (2004) menambahkan bahwa siswa yang mampu meregulasi diri dalam belajar akan membuat perencanaan dan melakukan kontrol terhadap tujuan personal yang dicapai, memiliki motivasi dan mampu mengontrol emosi, mampu mengontrol waktu dan usahanya dalam mengerjakan tugas, berusaha menciptakan lingkungan belajar, serta mampu menghadapi gangguan-gangguan, baik eksternal maupun internal, sehingga mempertahankan konsentrasi, usaha, dan motivasi dalam mengerjakan tugas akademik. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zimmerman dan Martinez-Pons (Boekarts, Pintrich, & Zeidner, 2000) ditemukan 14 strategi self regulated learning yaitu evaluasi terhadap diri, mengatur dan mengubah materi pelajaran, membuat rencana dan tujuan belajar, mencari informasi, mencatat hal penting, mengatur lingkungan belajar, konsekuensi setelah mengerjakan tugas, mengulang dan mengingat, meminta bantuan teman sebaya, guru dan orang dewasa, mengulang tugas, catatan, serta mengulang buku pelajaran. Berdasarkan gabungan beberapa penelitian yang dilakukan oleh Latipah (2010) diketahui
Universitas Sumatera Utara
3
bahwa strategi self regulated learning berkorelasi positif dengan prestasi akademik siswa. Menurut Santrock (2008) bahwa siswa yang memiliki prestasi akademik yang baik merupakan siswa yang memiliki regulasi diri yang baik dalam belajar. Self regulated learning dipengaruhi oleh faktor budaya. Trommsdorff & Friedlmeier (2010) mengungkapkan bahwa budaya mempengaruhi keyakinan dan perilaku individu dalam kehidupan sosial, serta berdampak pada perkembangan regulasi diri. Pengenalan budaya diperoleh dari lingkungan keluarga sebagai bagian dari suatu kelompok sosial yang mentranformasikan kebiasaan dan tradisi yang ada pada suatu komunitas masyarakat sebagai masa pembentukan primer di awal masa kehidupan. Menurut Hofstede dan Hofstede (2005) bahwa berbagai kebiasaan, tradisi, nilai, pada suatu komunitas masyarakat memberikan suatu latar belakang budaya yang membedakan tiap individu dalam hal pola pikir, perasaan, dan tingkah laku yang bergantung pada lingkungan sosial. Penelitian yang dilakukan oleh Turingan (2009) pada mahasiswa Korea dan Filipina menunjukkan bahwa adanya harapan sosial, nilai-nilai, dan keyakinan-keyakinan terhadap pendidikan dapat mendasari perbedaan dalam keterampilan self regulated learning siswa. Pemahamanan akan budaya perlu dilakukan untuk dapat memahami konsep pembelajaran dan penerapan strategi belajar. Hal ini disebabkan karena budaya akan mengarahkan individu dalam berpikir dan berperilaku. Masyarakat Indonesia merupakan suatu masyarakat majemuk yang memiliki keanekaragaman di berbagai aspek kehidupan. Bukti nyata adanya
Universitas Sumatera Utara
4
kemajemukan di dalam masyarakat terlihat dari beragamnya kebudayaan di Indonesia. Tidak dapat dipungkiri bahwa kebudayaan merupakan hasil cipta, rasa, dan karsa manusia yang menjadi sumber kekayaan bagi bangsa Indonesia (Yewangoe, 2002). Menurut Bryant (1996), pemahaman akan beragam budaya dapat dilakukan melalui pendidikan di sekolah. SMK Swasta Raksana 2 yang merupakan sekolah bersifat umum yang berada dibawah naungan yayasan yang terdiri dari beragam agama, etnis, dan kelas sosial. Keberagaman etnis siswa juga terlihat dari adanya siswa asli Indonesia yang terdiri dari berbagai etnis seperti Batak, Jawa, Aceh, Minang dan sebagainya dan juga siswa etnis pendatang yaitu etnis India Tamil. Etnis Batak dikenal sebagai etnis yang masih memegang kuat kebudayaan dari leluhur dan memiliki sifat istiadat yang mengatur kehidupan. Etnis Batak yang dikategorikan sebagai Batak adalah Batak Toba, Batak Karo, Batak Pak-Pak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing (Tambunan, 1982). Bagi etnis Batak, kebudayaan mampu mengatasi segala tantangan hidup (Kartika, 2004). Dalam hal pendidikan, keluarga etnis Batak dengan yang lainnya sangat berkompetisi dalam menyekolahkan anak-anaknya. Hal ini dilandasi oleh nilai-nilai filsafat hidup orang Batak bahwa jalan menuju tercapai kekayaan (hamoraon) dan kehormatan (hasangapon) adalah melalui pendidikan. Orang tua etnis Batak selalu menekankan falsafah hidup ini kepada anak-anaknya sehingga etnis Batak cenderung memiliki karakter pekerja keras, berani, gigih, dan selalu berorientasi kedepan (Harahap, 1987). Menurut Nurmi
Universitas Sumatera Utara
5
(1991) bahwa orientasi ke depan berkaitan dengan pengaturan diri dalam hal evalusi diri. Strom (1988) mengungkapkan bahwa orangtua berperan penting dalam memonitor regulasi diri anak dengan cara memonitor tugas akademik mereka secara teratur dan mempertahankan harapan yang lebih tinggi terhadap pendidikan anak. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Irmawati (2004) menunjukkan bahwa pola pengasuhan orang tua Batak cenderung mendorong pencapaian pendidikan anak di bidang pendidikan/akademik, berupa dukungan, kontrol, dan kekuasaan, yang terlihat dari kebiasaan orangtua dalam mengarahkan kegiatan anak pada pencapaian prestasi tertentu. Keberhasilan yang dicapai anak etnis Batak secara umum tidak didukung oleh kehidupan ekonomi yang mencukupi atau terbatas, namun disebabkan adanya sikap gigih bekerja keras dan berjuang untuk
menyelesaikan
pendidikannya,
merubah
kehidupan
dan
meraih
keberhasilan di setiap proses kehidupan sehingga dapat dijadikan semangat untuk meraih keberhasilan di bidang pendidikan. Motivasi juga merupakan salah satu faktor personal yang turut mempengaruhi self regulated learning. Menurut Cobb (2003), motivasi yang dimiliki siswa secara positif berhubungan dengan self regulated learning. Woolfolk (1995) menambahkan bahwa siswa yang memiliki motivasi akan mengerjakan tugas karena memaknai pembelajaran tersebut, serta memahami manfaat pembelajaran sehingga setiap tindakan dan pilihannya ditentukan oleh dirinya sendiri dan tidak melibatkan kontrol dari orang lain. Penelitian yang
Universitas Sumatera Utara
6
dilakukan oleh Irmawati (2004) menunjukkan bahwa anak suku Batak memiliki motivasi intrinsik dalam belajar dan mencapai prestasi akademik. Selain siswa etnis Batak, SMK Swasta Raksana 2 juga memiliki siswa etnis India Tamil. Etnis India Tamil merupakan kelompok etnis yang berasal dari Asia Selatan. Pada umumnya, etnis India Tamil termasuk suku bangsa yang masih menjunjung tinggi budaya dan adat istiadat. Di dalam seluruh kebudayaan India sifat yang paling kuat ialah susunan kasta (Waluya, 2007). Sistem kasta adalah bagian dari budaya Hindu yang membentuk nilai-nilai dan keyakinan individu (Audretsch dan Meyer, 2009). Sistem kasta telah dihapuskan sejak tahun 1950 tetapi dampaknya pada persepsi masyarakat India tetap bertahan (Hoff and Pandey, 2008). Dalam sistem kasta, India Tamil menduduki kasta Sudra sedangkan India Punjabi menduduki kasta Ksatria. Individu dalam kasta sudra bekerja dalam sektor informal khususnya dalam bidang ekonomi. Komunitas etnik India pada dasarnya telah dibentuk untuk menjadi pedagang yang gigih dalam usaha yang dijalankannya didalam memenuhi kebutuhan hidup (Florence, 2008). Walaupun etnis India menganggap bisnis penting untuk mencapai kesejateraan, namun pendidikan juga menjadi hal penting dalam kehidupan karena etnis India bisa bangkit dari keterpurukan. Masyarakat India meyakini bahwa pendidikan merupakan media tranformasi yang penting dan menjadi jembatan yang bisa mengatasi kemiskinan karena lewat pendidikan individu berpeluang melakukan mobilitas (Buana, 2007). Hal ini juga terlihat dari kutipan wawancara dengan seorang tokoh masyarakat India Tamil di Medan, Moses Allegesan mengatakan:
Universitas Sumatera Utara
7
“etnis India Tamil memiliki falsafah yang dicetuskan oleh Ibu Awueiyah “kovil la lathe idettie kudi irukke vendham” yang artinya jangan tinggal dimana tidak ada madrasah. Memang sebelum falsafah ini muncul India Tamil menganggap pendidikan diawali oleh Tuhan. ”. (Komunikasi personal, Kamis, 31/05/2012) Pada golongan sudra, pendidikan bertujuan agar warga masyarakat memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk hidup, sesuai dengan pekerjaan yang secara turun temurun misalnya keterampilan bercocok tanam, pelayaran, perdagangan, seni pahat dan sebagainya. Orang tua etnis India Tamil memiliki harapan terhadap anak-anaknya untuk mengikuti jejak orangtuanya. Sesuai dengan wawancara dengan salah seorang warga etnis India Tamil yang mengungkapkan: “sekolah itu penting supaya anak lebih pintar dan tahu arah hidupnya kemana. Gak harus juga kuliah, karena tamat sekolah juga bisa langsung bekerja seperti berdagang atau berwirausaha. ” (Komunikasi personal, Rabu, 30/05/2012) Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Vellymalay (2012) mengenai keterlibatan orangtua dan pencapaian akademik siswa India Tamil bahwa orangtua etnis India Tamil kurang memberikan dukungan dan mengarahkan anak ketika menghadapi kesulitan dalam pembelajaran dan membantu persiapan menghadapi ujian di sekolah. Hal ini menyebabkan anak tidak memiliki tujuan dan pengaturan dalam belajar, dan kurang berinisiatif untuk meminta bantuan kepada lingkungan sosial ketika menghadapi kesulitan dalam belajar. Menurut Strom (1988) bahwa peran orangtua sangat penting dalam regulasi diri anak dengan cara memonitor tugas akademik mereka secara teratur sehingga tercapai prestasi akademik yang baik.
Universitas Sumatera Utara
8
Menurut Hoff and Pandey (2008) bahwa kasta yang rendah dipersepsikan sebagai inferior. Secara umum, stigma kasta mereka menandai mereka tidak mampu. Hal ini sesuai dengan penelitian Hoff dan Pandey (2008) mengenai prestasi siswa di India yang menunjukkan adanya perbedaan motivasi antara siswa yang berasal dari kasta tinggi dan kasta rendah, siswa dari kasta rendah memiliki motivasi yang lebih rendah dalam belajar. Individu dari kasta rendah merasa tidak bisa (I can’t) dan tidak berani (I don’t dare). Hal ini disebabkan karena individu kasta rendah memiliki konsep diri dan kepercayaan diri yang rendah, serta kurangnya dukungan dari lingkungan sosial. Menurut Smith (2001) bahwa motivasi merupakan inti dari pengaturan diri dalam belajar, dimana melalui motivasi siswa mau mengambil tindakan dan bertanggung jawab atas kegiatan belajar. Zimmerman (1990) menambahkan bahwa motivasi dalam self regulated learning menunjukkan efficacy yang tinggi, ketertarikan terhadap tugas, adanya persepsi siswa merasa mampu menyelesaikan tugas, dan adanya potensi akan mencapai kesuksesan serta berani menghadapi kegagalan. Berdasarkan pengamatan dan hasil komunikasi personal dengan pihak SMK Swasta Raksana 2 diketahui bahwa siswa etnis India Tamil kurang memiliki motivasi dalam proses belajar dibandingkan dengan siswa etnis Batak. Hal ini juga terlihat dari hasil wawancara dengan Kepala Sekolah SMK Swasta Raksana 2: ” Siswa India Tamil memang tidak menonjol dalam bidang akademik, dimana motivasinya yang rendah, kurang berinisitif untuk bertanya dan cenderung diam saja di kelas kalau sedang belajar”. (Komunikasi personal, Jumat, 16/11/2012)
Universitas Sumatera Utara
9
Begitu juga halnya yang diungkapkan oleh salah seorang guru yang mengatakan bahwa: “siswa etnis Batak cenderung lebih berani bertanya dalam belajar dan mudah mengemukakan pendapat, lebih antusias dan semangat, terlihat motivasinya tinggi dalam belajar. Sedangkan etnis India Tamil, mereka cenderung tidak begitu, tidak terlalu mau bertanya”. (Komunikasi personal, Senin, 19/11/2012) Sejalan dengan penjelasan Zimmerman (Elliot,1999) bahwa mencari bantuan sosial merupakan suatu bentuk pengaturan diri dalam belajar, dimana siswa akan meminta bantuan kepada guru dan teman sebaya ketika mengalami kesulitan dalam proses belajar. Selain itu siswa etnis Batak cenderung memantau pencapaian nilai yang akan dicapai dalam setiap mata pelajaran. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh beberapa siswa dalam wawancara: “ nilai bagus itu penting buat saya, setiap ujian saya berusaha untuk dapat nilai yang bagus gak remedial. Kalau peringkat kelas saya berusaha untuk masuk 10 besar. Dan tiap semester harus makin tinggi lagi rangkingnya. Kalau gak ngerti pelajaran atau ngerjaen PR saya akan bertanya kepada guru, teman atau kakak atau orangtua di rumah yang bisa ngebantuin”. (Komunikasi personal, Senin, 19/11/2012) “saya selalu berusaha untuk gak remedial di setiap ujian, saya juga buat nilai yang harus saya capai di pelajaran supaya dapat nilai bagus. Kalau ada PR saya langsung ngerjaen malamnya, kalau ada yang gak ngerti biasanya tanya teman atau tanya guru privat”. (Komunikasi personal, Senin, 19/11/2012) Berbeda halnya dengan siswa etnis India Tamil, yang terlihat dari komunikasi personal dengan peneliti: “Saya gak terlalu melihat nilai gitu, yang penting saya udah belajar kalau dapat nilainya rendah kan bisa remedial. Kalau gak ngerti pelajaran biasanya saya males tanya guru, malu juga nanya. Kalau ada PR biasanya ngerjaen malam pas besok mau dikumpul aja kak“. (Komunikasi personal, Selasa, 20/11/2012)
Universitas Sumatera Utara
10
“Saya gak pernah buat target nilai kalau mau ujian atau harus juara kelas gak lah, yang penting belajar aja. Kalau gak ngerti pelajaran paling tanya teman aja. Ngerjaen PR biasanya malam mau dikumpul besoknya kak”. (Komunikasi personal, Senin, 19/11/2012) Berdasarkan petikan wawancara di atas, terlihat siswa etnis Batak lebih memiliki pengaturan diri dalam proses belajar dibandingkan siswa etnis India Tamil. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai perbedaan self regulated learning pada siswa etnis Batak dan etnis India Tamil.
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah “Apakah terdapat perbedaan self regulated learning pada siswa etnis Batak dan etnis India Tamil di SMK Swasta Raksana 2?”
C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk menguji perbedaan self regulated learning pada siswa etnis Batak dan etnis India Tamil di SMK Swata Raksana 2.
Universitas Sumatera Utara
11
D. Manfaat Penelitian Melalui penelitian ini, diharapkan dapat diperoleh manfaat sebagai berikut: 1) Manfaat Teoritis Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat menambah khasanah dalam bidang ilmu Psikologi, khususnya Psikologi Pendidikan mengenai perbedaan self regulated learning pada siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil. 2) Manfaat Praktis a) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada siswa yang bersangkutan untuk mengetahui dan memahami self regulated learning, sehingga meningkatkan perfoma akademiknya. b) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak sekolah yang bersangkutan mengenai perbedaan self regulated learning siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil. c) Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada orang tua yang bersangkutan mengenai self regulated learning siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil. d) Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan bagi peneliti lain yang melakukan penelitian berkaitan dengan self regulated learning yang ditinjau dari perbedaan etnis.
Universitas Sumatera Utara
12
E. Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan dalam penelitian ini adalah: Bab I
Pendahuluan Pada bab ini akan dibahas mengenai latar belakang masalah penelitian, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian serta sistematika penelitian.
Bab II
Landasan Teori Pada bab ini memuat tinjauan teoritis meliputi definisi self regulated learning, faktor-faktor yang mempengaruhi self regulated learning, strategi self regulated learning, etnis Batak, etnis India Tamil, perbedaan self regulated learning pada siswa etnis Batak dan siswa etnis India Tamil, dan hipotesis penelitian.
Bab III Metode Penelitian Pada bab ini akan diuraikan mengenai identifikasi variabel, definisi operasional, populasi, alat ukur yang digunakan, validitas dan reliabilitas alat ukur, prosedur pelaksanaan penelitian serta metode analisa data. Bab IV Analisa Data dan Pembahasan Pada bab ini akan diuraikan mengenai gambaran umum subjek penelitian, hasil penelitian, dan pembahasan. Bab V Kesimpulan dan Saran Pada bab ini berisi mengenai kesimpulan penelitian dan saran metodologis serta praktis berkaitan dengan penelitian.
Universitas Sumatera Utara