BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian Perbankan syariah menunjukkan perkembangan yang positif selama satu dekade terakhir. Dari segi kelembagaan, pada tahun 2015 terdapat 12 bank umum syariah (BUS), 22 unit usaha syariah (UUS), 162 bank pembiayaan rakyat syariah (BPRS). Selain itu perkembangan juga tercermin dari perkembangan tiga indikator utama bank syariah, yakni dana pihak ketiga (DPK), total aset dan total pembiayaan. Ketiga indikator tersebut berkembang dengan cukup pesat. Berdasarkan Data Statistik Bank Indonesia, dalam rentang waktu 2002 sampai 2014 DPK meningkat dari sekitar Rp 7,8 Triliun menjadi Rp 217,8 Triliun, total aset meningkat dari Rp 7,8 Triliun menjadi Rp 272,3 Triliun, sedangkan volume pembiayaan merupakan indikator yang tumbuh paling tinggi yaitu lebih dari 26 kali lipat, meningkat dari Rp 5,5 Triliun menjadi Rp 199,3 Triliun. Pertumbuhan yang positif ini menandakan perkembangan lembaga keuangan syariah yang prospektif, mengingat potensi pasar di Indonesia cukup potensial karena merupakan Negara dengan kuantitas muslim terbesar di dunia (The Pew Forum on Religion & Public Life, 2010). Hadirnya perbankan syariah menjadi sarana bagi masyarakat Indonesia yang memiliki kelebihan dana untuk menitipkan dananya pada produk simpanan yang ditawarkan oleh bank syariah. Di samping itu, bank syariah yang juga
1
2
disebut bank bebas riba menjadi sarana untuk beribadah karena riba dalam islam adalah haram sehingga memberikan ketenangan tersendiri bagi masyarakat karena bank syariah menjadikan Al-Quran dan Hadits sebagai rujukan filosofis dan operasionalnya (Dimyati, Ahmad. 2008:28). Sebagai lembaga keuangan yang menjalankan kegiatan usahanya sejalan dengan prinsip-prinsip dasar dalam ekonomi Islam, tujuan ekonomi Islam tidak hanya fokus pada aspek komersil, akan tetapi juga fokus pada aspek sosial dengan nilai-nilai
spiritual
karena
bank
syariah
didirikan
untuk
mewujudkan
kesejahteraan sosial (social welfare) dalam rangka mencapai falah atau kesejahteraan dunia dan akhirat (Wahbah Al-Zuhayli dalam Adelabu et.al, 2011), sehingga nilai spiritual dan fungsi sosial merupakan karakteristik utama yang dimiliki bank syariah. Muhammad Umar Chapra (1985:39) dalam bukunya berjudul Toward a Just Monetary System mengemukakan bahwa suatu dimensi kesejahteraan sosial dapat dikenal pada suatu pembiayaan bank. Pembiayaan bagi hasil dapat memacu masyarakat dalam berkreativitas dan meningkatkan produktivitas, mencerminkan keadilan dan kejujuran, selain itu pembiayaan ini dapat menghasilkan nilai (value creation) bagi bank syariah, stakeholders, nasabah serta ekonomi secara keseluruhan (Abdul Ghafar Ismail, 2010). Bahkan menurut Ibrahim Warde (2011:30) Mudharabah dan Musyarakah adalah ciri yang paling otentik yang memiliki dimensi sosial dan ekonomi yang paling tinggi di antara jenis pembiayaan yang lain. Selain itu, adanya pembiayaan qardh merupakan ciri perbankan syariah dimana pembiayaan ini memiliki muatan sosial yang ditujukan
3
untuk mereka yang membutuhkan. Qardh biasa digunakan untuk menyediakan dana talangan kepada nasabah dan untuk menyumbang sektor usaha kecil/ mikro atau membantu sektor sosial (Ascarya, 2007:2). Disamping itu, menurut Yusuf dan Bahari (2010:686) selain mempengaruhi kesejahteraan sosial, penyaluran qardh dapat membawa manfaat ganda bagi perusahaan. Pertama, dapat menciptakan citra positif bagi perusahaan. Kedua, mendapatkan formasi jaringan bisnis baru yang dapat mengakibatkan meningkatnya keuntungan atau nilai perusahaan. Oleh karena karakter khas bank syariah yang memiliki fungsi sosial dimana fungsi tersebut dapat tercermin dari aktivitas pembiayaan, maka menjadi dasar dalam menghasilkan alat ukur kinerja bank syariah yang khas dan lebih komprehensif yaitu kinerja sosial yang diartikulasikan dengan pembiayaan (Aziz Setiawan, 2010:203). Bank syariah akan mendapatkan efek dari pelaksanaan fungsi sosialnya. Berdasarkan Kajian Model Bisnis Bank Syariah-Bank Indonesia (2012), implikasi dari pelaksanaan fungsi tersebut yang akan diterima oleh bank syariah adalah intangible revenue berupa brand image bagi bank syariah itu sendiri serta efek positif pada finansial. Perbankan syariah yang khas dan kemampuannya dalam mengelola dana menjadi daya tarik tersendiri untuk meningkatkan kepercayaan stakeholder, sehingga hal ini merupakan sebuah tantangan bagi bank karena ekspektasi stakeholder terhadap bank syariah berbeda dengan bank konvensional. Salah satu cara untuk mewujudkan kepercayaan stakeholder tersebut adalah melalui kinerja yang baik (Setiawan, 2009:9). Terlebih lagi bank syariah akan menghadapi
4
berbagai tantangan global seperti Masyarakat Ekonomi Asean tahun 2015 dan tantangan global lainnya, maka dibutuhkan kepercayaan stakeholder dalam peningkatan kapasitas bank syariah salah satunya melalui value creation bank syariah (Outlook Perbankan Syariah, 2013). Dengan demikian, bank syariah memiliki fungsi bisnis dan fungsi sosial maka dalam mengevaluasi kinerjanya juga harus dilakukan secara komprehensif. Evaluasi kinerja adalah suatu metode untuk mengukur pencapaian perusahaan berbasis pada target atau tujuan yang disusun di awal. Bank syariah harus dievaluasi pencapaian kinerja bisnis sekaligus kinerja sosialnya (Azis, 2009:109). Pencapaian pada bank syariah menunjukkan kinerja perusahaan yang membaik. Kinerja perusahaan merupakan sesuatu yang dihasilkan oleh perusahaan dalam periode tertentu dengan mengacu pada standar yang ditetapkan. Selama ini dalam penelitian kinerja suatu bank syariah sebagian besar menggunakan alat ukur yang sama dengan bank konvensional. Alat ukur kinerja yang dilakukan dalam penelitian ini ialah Maqashid Sharia Index. Maqasid Syariah Indeks dipahami sebagai tujuan akhir dari syariah yang mengarah kepada nilai-nilai kesejahteraan dan
manfaat, juga menghilangkan penderitaan ( Al-
Jauziiyah, 1973, Yubi 1998, Asyur 2000, Al-Fasy 1993). Maqasid Syariah Indeks adalah model pengukuran kinerja perbankan syariah yang sesuai dengan tujuan dan karakteristik perbankan syariah. MSI dikembangkan dengan 3 faktor utama, yaitu: pendidikan, penciptaan keadilan dan pencapaian kesejahteraan, dimana ketiga faktor
tersebut bersifat universal. Ketiga ukuran kinerja berdasarkan
5
maqashid syariah index, yaitu pendidikan, keadilan, dan kesejahteraan mensyaratkan perbankan nasional untuk mampu merancang program pendidikan dan pelatihan dengan nilai-nilai moral sehingga mereka akan mampu menigkatkan kemampuan dan keahlian para karyawan. Keadilan berarti bahwa bank syariah harus memastikan kejujuran dan keadilan dalam semua transaksi dan kegiatan usaha yang tercakup dalam produk, seluruh aktifitas free interest. Terakhir perbankan syariah harus mengembangkan proyek-proyek investasi dan pelayanan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Jika selama ini pengukuran kinerja perbankan di Indonesia hanya fokus pada perhitungan rasio keuangan, maka ukuran tersebut memiliki beberapa kelemahan. Pertama, dengan menjadikan rasio keuangan sebagai penentu utama dari kinerja suatu perusahaan membuat manajer bertindak secara jangka pendek dan mengabaikan rencana jangka panjang. Kedua, mengabaikan aspek pengukuran non-keuangan dan asset tetap, akan memberikan pandangan yang keliru terhadap manajer perusahaan pada saat ini bahkan juga di masa depan. Ketiga, kinerja keuangan hanya didasarkan pada kinerja masa lalu sehingga tidak mampu membawa perusahaan berkembang dalam menghadapi
keadaan
perekonomian yang berubah-ubah, jika fokus utama dari kegiatan perbankan tersebut memiliki nilai manfaat tidak hanya bagi pemegang saham tetapi juga bagi stakeholder. Pertumbuhan bank syariah di Indonesia memiliki kemajuan, salah satunya Bank Syariah Mandiri menunjukkan hasil yang positif, karena upaya peningkatan kapasitas dapat dilihat dari perkembangan aset, dana pihak ketiga dan pembiayaan
6
yang merupakan indikator utama pertumbuhan pada bank syariah seperti yang dapat dilihat pada gambar berikut.
Pertumbuhan Aset, DPK, dan Pembiayaan Bank Syariah Mandiri periode 2011-2014 Nilai Rupiah ( Dalam Triliun)
70 60 50 40
Asset
30
DPK
20
Pembiayaan
10 0 2011
2012
2013
2014
Grafik 1.1 Indikator Pertumbuhan Bank Syariah Mandiri Periode 2011-2014 Sumber : Laporan Tahunan Bank Syariah Mandiri (Diolah Penulis) Pada tahun 2014 Bank Syariah Mandiri tercatat sebagai bank syariah dengan total aset terbesar dengan kategori aset di atas Rp 10 Triliun yaitu Rp. 66,942 Triliun serta dengan laba di tahun 2014 yaitu Rp 74,979 Miliar. Selain itu, Bank Syariah Mandiri telah memiliki 38 penghargaan selama tahun 2014 yang menunjukkan pengakuan sebagai bank syariah terbaik, beberapa diantaranya dengan kategori kinerja keuangan maupun ekspansi pembiayaan terbaik (Bank Indonesia Statistik Perbankan Syariah Bank Indonesia, 2014). Untuk melihat kontribusi bank syariah terhadap masyarakat dapat dilihat dari komposisi pembiayaan yang diberikan pada Bank Syariah Mandiri. Berdasarkan jenis akad pembiayaan yang disalurkan, porsi pembiayaan pada tahun 2014 didominasi oleh pembiayaan jual beli sebesar 65,90% dengan
7
Murabahah 64,87% dan lainnya 1,03%. Sementara komposisi pembiayaan yang merupakan komponen kinerja sosial yaitu bagi hasil adalah 24,25% dengan Mudharabah 11,01% yang menunjukkan trend menurun dari tahun 2011 dan Musyarakah
13,24%
yang
cenderung
berfluktuasi,
sedangkan
Qardh
menunjukkan trend naik turun dan memiliki komposisi 10,01%. Besarnya porsi pembiayaan pada setiap jenis dan akad pembiayaan adalah sebagai berikut. Tabel 1.1 Komposisi Pembiayaan Bank Syariah Mandiri Tahun 2011-2014 Komposisi Pembiyaan
2011
2012
2013
2014
Murabahah
53,80%
53,84%
61,56%
64,87%
Istishna
0,47%
0,18%
0,15%
0,12%
Ijarah
4,26%
0,019%
0,018%
0,74%
Qardh
0,08%
17,67%
13,71%
10,01%
Mudharabah
27,67%
12,50%
9,30%
11,01%
Musyarakah
13,72%
13,92%
13,52%
13,24%
100%
100%
100%
100%
Total
Sumber : Laporan Tahunan Bank Syariah Mandiri (Diolah Penulis)
Kondisi ini merupakan suatu hal yang harus dicermati karena prinsip bank syariah adalah bagi hasil dalam hal pembiayaan untuk sektor produktif yaitu Mudharabah dan Musyarakah masih lebih rendah dibandingkan pembiayaan jual beli yang umumnya untuk konsumtif seperti pemilikan rumah, kendaraan dan lain sebagainya. Beberapa pakar perbankan syariah internasional telah mencoba melihat kinerja bank syariah lebih komprehensif dimana beberapa pakar tersebut melihat
8
pembiayaan yang memiliki dimensi sosial sebagai kinerja sosial bank syariah. Hal ini didasari oleh sebuah kesadaran bahwa perbankan syariah berbeda dengan perbankan konvensional (Akad dan Produk Bank Syariah, 2007:48). Shahul Hameed bin Mohammed Ibrahim, Ade Wirman, Bakhtiar Al-Razi, Mohd. Nazli Bin Mohd. Nor dan Sigit Pramono dalam jurnal Alternative Disclosure & Performance Measure for Islamic Banks (2004:24-26) mengukur sejauh mana keberhasilan kinerja lembaga keuangan syariah dalam mencapai tujuannya. Selain menilai aspek profitabilitas, pengukuran kontribusi sosial menggunakan acuan Qardh Ratio untuk mengukur sejauh mana bank syariah dalam memberikan pembiayaan kebajikan dan profit-sharing performance (Mudharabah-Musyarakah
Ratio)
yang
menggambarkan
seberapa
besar
komitmen bank syariah dalam mengalokasikan dananya untuk investasi dalam rangka membangun masyarakat melalui mekanisme bagi hasil yang merupakan prinsip bank syariah. Kuppusamy, Ali Salman Saleh dan Ananda Samudhram (2010) dalam jurnal “Measurment of Islamic Bank Performance Using Shariah Conformity and Profitability Model” menggunakan profit-sharing performance sebagai salah satu pengukuran kinerja sosial. Konsep kinerja sosial yang diartikulasikan oleh pembiayaan-pembiayaan yang memiliki dimensi sosial telah dibahas oleh Azis Budi Setiawan dalam penelitiannya dengan judul “Kesehatan Finansial dan Kinerja Sosial Bank Umum Syariah” (2009). Komponen yang dapat diteliti untuk menilai kinerja sosial bank
9
syariah adalah Kontribusi Pembangunan Ekonomi (KPE), Kontribusi Kepada Masyarakat (KKM), Kontribusi Untuk Stakeholder (KUS), Peningkatan Kapasitas SDI dan Riset (PKSR) serta Distribusi Pembangunan Ekonomi (DPE) (Setiawan, 2009). Adapun dalam penelitian ini penulis meneliti pembiayaan bagi hasil yang merupakan komponen Kontribusi Pembangunan Ekonomi yang diproksikan oleh variabel Mudharabah-Musyarakah Ratio (MMR) dan komponen Kontribusi Kepada Masyarakat yang diproksikan oleh Qardh Ratio (QR) . Berdasarkan uraian di atas, penting untuk dilakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana variabel-variabel kinerja sosial yang diartikulasikan dengan pembiayaan mempengaruhi kinerja bank syariah sebagaimana pendapat para ahli ekonomi Islam internasional di atas. Selama ini evaluasi kinerja lebih banyak diukur menggunakan alat ukur yang sering digunakan pada Bank konvensional. Sehingga pengukuran kinerja bank syariah belum sesuai dengan tujuan bank syariah. Atas dasar itulah, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “PENGARUH PEMBIAYAAN MUDHARABAH, MUSYARAKAH DAN QARDH
TERHADAP
KINERJA
BANK
SYARIAH
DENGAN
PENDEKATAN MAQASHID SYARIAH INDEKS” (Studi Kasus Pada PT. Bank Syariah Mandiri Periode 2002-2014)).
10
1.2 Identifikasi Masalah Dari uraian latar belakang penelitian di atas, penulis mencoba mengidentifikasi masalah yang menjadi pokok pembahasan. Adapun yang menjadi pokok pembahasan masalah pada penelitian ini adalah : 1. Bagaimana perkembangan pembiayaan Mudharabah, Musyarakah dan Qardh pada Bank Syariah Mandiri periode 2002-2014. 2. Seberapa besar pengaruh pembiayaan Mudharabah, Musyarakah dan Qardh secara parsial terhadap kinerja Bank Syariah Mandiri periode 2002 – 2014 yang diukur menggunakan metode Maqashid Sharia Index. 3. Seberapa besar pengaruh pembiayaan Mudharabah, Musyarakah dan Qardh secara simultan terhadap kinerja Bank Syariah Mandiri periode 2002 – 2014 yang diukur menggunakan metode Maqashid Sharia Index.
1.3
Maksud dan Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang yang penulis kemukakan diatas, maka dapat
dilihat maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pembiayaan Mudharabah, Musyarakah (Mudharabah Musyarakah Ratio) dan Qardh (Qardh Ratio) pada Bank Syariah Mandiri periode 2002-2014 serta untuk mengetahui pengaruh pembiayaan tersebut terhadap kinerja bank syariah yang diukur dengan metode MSI (Maqhasid Sharia Index) secara parsial dan simultan.
11
Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris mengenai : 1. Pembiayaan Mudharabah, Musyarakah (Mudharabah Musyarakah Ratio) dan Qardh (Qardh Ratio) di Bank syariah 2. Pengaruh
pembiayaan
Mudharabah,
Musyarakah
(Mudharabah
Musyarakah Ratio) dan Qardh (Qardh Ratio) secara parsial terhadap kinerja Bank Syariah yang diukur menggunakan MSI (Madhashid Sharia Index) 3. Pengaruh
pembiayaan
Mudharabah,
Musyarakah
(Mudharabah
Musyarakah Ratio) dan Qardh (Qardh Ratio) secara simultan terhadap kinerja Bank Syariah yang diukur menggunakan MSI (Madhashid Sharia Index)
1.4
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1. Penulis Penelitian ini dapat meningkatakan wawasan pengetahuan yang berkaitan dengan penerapan teori mengenai bank syariah dan dapat meningkatkan kemampuan untuk memberikan solusi terhadap permasalahan yang terjadi di bidang keuangan dan ekonomi syariah.
12
2. Bagi Akademisi Penulis mengharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi dan memberikan informasi bagi penelitian selanjutnya untuk mengkaji lebih dalam permasalahan yang terjadi di bank syariah.
3. Bagi Perbankan Syariah Penelitian ini dapat menjadi sarana evaluasi bagi pihak manajemen perbankan syariah terhadap kebijakan-kebijakan yang akan diambil bank syariah untuk menjaga eksistensinya sebagai bank syariah dalam menjalankan fungsi bisnis maupun fungsi sosialnya yang berlandaskan pada tujuan syariah (maqasid syariah).
1.5
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Bank Syariah Mandiri pada website
www.syariahmandiri.co.id. Waktu penelitian berlangsung dari bulan Mei 2015 hingga November 2015.