BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Mata Kering (MK) merupakan suatu kondisi medis yang ditandai dengan ketidakmampuan mata untuk mempertahankan jumlah air mata yang cukup pada permukaan bola mata. MK disebabkan oleh karena berkurangnya produksi air mata dan atau meningkatnya evaporasi pada air mata (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015). Beberapa faktor risiko diduga penyebab terjadinya MK, antara lain: proses penuaan, jenis kelamin, perubahan hormonal, penyakit imunitas, gangguan sensasi kornea, riwayat operasi kornea, abnormalitas berkedip, defisiensi vitamin A, dan diabetes melitus (Lemp, dkk.,2007). Angka kejadian MK diperkirakan mengalami peningkatan setiap tahunnya, terkait dengan peningkatan usia. Kejadian MK pada usia lebih dari 40 tahun ratarata sebesar 5% dan meningkat menjadi 10 sampai 15% pada usia 65 tahun (Lemp, dkk.,2007). Prevalensi MK secara umum adalah 14,4%, yang bervariasi dari 8,4% pada usia kurang dari 60 tahun dan 19,0% pada usia lebih dari 80 tahun (Smith, dkk., 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Beaver Dam, ditemukan bahwa angka prevalensi MK sebesar 14% pada orang dewasa yang berusia 48-91 tahun dan sebagian besar mengenai perempuan daripada laki-laki yaitu 16,7% berbanding 11,4% (Moss, dkk., 2000). Di Amerika, ditemukan sekitar 7% pada perempuan dan 4% pada laki-laki yang berusia lebih dari 50 tahun. Di Indonesia, prevalensi MK sebesar 27,5% seiring dengan peningkatan prevalensi yang berhubungan dengan usia, merokok, dan pterigium (Lee, dkk., 2002). 1
Mata Kering (MK) dapat diklasifikasikan menjadi lima derajat, yaitu 0, 1, 2, 3, dan 4 berdasarkan pada tingkat kenyamanan, gejala, frekuensi, pewarnaan pada kornea dan konjungtiva, kondisi kelenjar meibom, dan tes schirmer. Pada kondisi ringan atau derajat 0, seringkali tanpa keluhan, namun pada kondisi yang lanjut ata derajat 4 dapat mengakibatkan berbagai morbiditas pada mata, diantaranya mata merah, ulkus kornea, dan bahkan dapat mengakibatkan kebutaan (American Academy of Ophthalmology, 2014-2015). Adanya morbiditas pada MK sangat tergantung pada seberapa dini kejadian tersebut ditemukan untuk dilakukan penanganan dengan tepat. Semakin dini diberikan penanganan, maka semakin tinggi kualitas hidup dari penderita MK dan semakin rendah kemungkinan morbiditas dapat terjadi di mata. Penatalaksanaan yang tepat pada MK kenyataannya sangat sulit dan hampir sebagian penderita masih tetap mengeluh MK, apabila dapat diberikan terapi yang tepat, maka kualitas hidup penderita akan meningkat. Penanganan yang tepat merupakan hal yang sangat penting dalam upaya menurunkan morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup pada penderita MK. Penatalaksanaan MK berdasarkan etiopatogenesis sampai saat ini belum ditemukan sehingga terapi yang diberikan sebatas mengurangi keluhan saja. Berdasarkan hal tersebut, diperlukan suatu pendekatan yang berbeda dalam memahami etiologi dan patogenesis dari MK. Pendekatan tersebut nantinya dapat digunakan sebagai dasar untuk melakukan penatalaksanaan MK. Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengembangkan penanganan pada penatalaksanaan MK dengan harapan dapat menurunkan morbiditas dan meningkatkan kualitas hidup bagi penderita. Terapi yang tepat sampai saat ini
belum ditemukan. Pemanfaatan tetes air mata buatan, teknik oklusi pada saluran air mata, dan pellet air mata merupakan tiga di antara sekian banyak terapi terbaru yang telah dilakukan penelitian secara mendalam namun masih memiliki keterbatasan (Bron, dkk., 2011). Etiopatogenesis MK terjadi melalui dua mekanisme, yaitu aktivasi sitokin pro inflamasi dan apoptosis. Aktivasi berbagai sitokin pro inflamasi, seperti Interleukin-1β (IL-1β), Interleukin-2 (IL-2), Interleukin-6 (IL-6), Interleukin-8 (IL-8), Tumor Necrosis Factor-α (TNF-α) dan Transforming Growth factor-β (TGF-β) (Dogru, dkk., 2007) serta jalur apoptosis yang melibatkan jalur ekstrinsik melalui sederet proses proteolitik dapat disebabkan oleh karena penurunan antioksidan (Kumar dkk., 2010). Berdasarkan fenomena di atas, para ahli mulai memikirkan berbagai metode dalam melakukan penatalaksanaan pada MK, diantaranya melalui pendekatan etiopatogenesis terjadinya MK. Mata Kering (MK) merupakan suatu keadaan kekeringan pada air mata dan permukaan mata. Gejala yang ditimbulkan berupa ketidaknyamanan pada mata, gangguan penglihatan, dan ketidakstabilan lapisan air mata. Prinsip dari etiopatogenesis dari MK ini adalah adanya inflamasi dan stress oksidatif. Berbagai penelitian terhadap peran inflamasi dan stress oksidatif telah dikembangkan dalam rangka memahami etiologi dan patofisiologi MK. Penelitian dilakukan dengan pemeriksaan secara langsung pada mediatormediator inflamasi atau pun tidak langsung melalui enzim yang berperan pada pembentukan stress oksidatif. Hasil penelitian tersebut mengatakan bahwa salah satu terapi yang diperkirakan memegang peranan penting dalam etiopatogenesis terjadinya MK adalah pemanfaatan antioksidan (Jee dkk., 2014).
Penelitian terhadap pemanfaatan antioksidan pada MK sampai saat ini berbagai masih sangat terbatas dan penelitian-penelitian pendahuluan yang mengacu rendahnya kadar antioksidan atau tingginya radikal bebas pada MK, sebagai upaya pemanfaatan antioksidan pun masih sangat jarang. Salah satu parameter yang digunakan untuk mengetahui kadar antioksidan adalah dengan menggunakan suatu protein enzim, salah satu enzim yang penting adalah Superoxide Dismutase (SOD) (Cejkova, dkk., 2008). Superoxide Dismutase (SOD) merupakan suatu enzim antioksidan yang berperan dalam mengatasi stress oksidatif yang bekerja untuk mengubah radikal bebas anion superoksida (O2-) menjadi komponen lainnya yang tidak berbahaya, yaitu H2O2, yang selanjutnya dikatalase manjadi air (H2O) (Kovacic dan Jacintho, 2001). SOD merupakan suatu enzim antioksidan memiliki potensi besar untuk dikembangkan sebagai salah satu konsep terapi berbasis etiopatogenesis pada MK. Hal ini didasarkan oleh penelitian pendahuluan. Penelitian yang dilakukan oleh Cejkova, dkk., (2008) dapat disimpulkan bahwa penurunan ekspresi antioksidan pada MK berhubungan dengan adanya trauma oksidatif pada permukaan anterior mata. Penelitian yang dilakukan oleh Holowacz, dkk., (2009) diperoleh bahwa pemberian antioksidan dapat meningkatkan kualitas dan kuantitas air mata pada MK. Penelitian yang dilakukan oleh Blades, dkk., (2001) diperoleh bahwa terapi antioksidan meningkatkan stabilitas air mata dan kesehatan konjungtiva tetapi tidak meningkatkan jumlah air mata pada MK. Sehubungan dengan hal tersebut di atas, maka melalui penelitian ini akan dilakukan penilaian korelasi atau hubungan antara SOD dengan derajat MK sebagai salah satu upaya terapi berdasarkan atas etiopatogenesis MK. Penelitian
ini diharapkan menjadi masukan atau tambahan pemikiran dalam rangka mendukung
pengembangan
ide
pemanfaatan
antioksidan
sebagai
terapi
berdasarkan etiopatogenesis pada MK.
1.2 Rumusan Masalah Penelitian Bagaimanakah korelasi kadar Superoxide Dismutase (SOD) dengan derajat Mata Kering (MK)?
1.3 Tujuan Adapun tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah untuk mengetahui korelasi antara kadar Superoxide Dismutase (SOD) dengan derajat Mata Kering (MK).
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1
Manfaat bagi pengetahuan
Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan korelasi kadar Superoxide Dismutase (SOD) dengan derajat Mata Kering (MK). 1.4.2
Manfaat bagi pelayanan
Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar acuan terapi antioksidan pada Mata Kering (MK).