BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah Pluralisme merupakan pengakuan atas perbedaan, dan perbedaan itu sesungguhnya sunatullah dan merupakan sesuatu yang nyata serta tidak bisa di pungkiri. Penolakan terhadap pluralisme yang sunatullah itu menimbulkan ketegangan dan bahkan konflik, karena meniadakan sesuatu yang nyata merupakan pengingkaran terhadap kehendak Allah. Pluralisme pada tujuannya tidak sebatas menghendaki pengakuan atas keperbedaan itu, melainkan juga penghormatan atas kenyataan perbedaan. Untuk itu, sudah seharusnya diakui dengan jujur bahwa masyarakat Indonesia memang berbeda-beda dan karenanya segala perbedaan itu untuk dihormati. Kalau sikap seperti ini bisa dilakukan maka tidak mungkin ada ketegangan yang berujung
pada
konflik. Konflik menurut Syafa’atun Elmirzanah, terjadi
karena terdapat ketegangan yang mungkin disebabkan karena pengalamanpengalaman diskriminasi, ketidakadilan atau kesalah pahaman yang berkaitan dengan status yang tidak sah dalam masayarakat,1 sehingga terjadi pemaksaan keinginan antara satu bagian dengan bagian lainnya, dan masing-masing ingin mendapatkan lebih dari yang seharusnnya didapatkan. Berbagai peristiwa yang sempat menggejolak di sebagian wilayah Indonesia
beberapa
tahun
terakhir
mengindikasikan
telah
terjadi
pertentangan menyangkut berbagai kepentingan di antara berbagai kelompok masyarakat. Dan dalam berbagai pertentangan itu, isu suku, agama, ras dan antar golongan (SARA) begitu cepat menyebar ke berbagai lapisan sehingga tercipta suasana konflik yang cukup
berbahaya
dalam
kehidupan
masyarakat. Eskalasi pertentangan yang dilapisi baju SARA seringkali menciptakan konflik kekerasan yang lebih menegangkan dan meresahkan. 1
Syafa’atun Elmirzanah, Pluralisme Konflik Dan Perdamaian: Studi Bersama AntarIman, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2002), hlm. 110
Dalam suasana seperti ini agama seringkali menjadi titik singgung paling sensitif dan ekslusif dalam pergaulan pluralitas masyarakat. Masingmasing pihak mengklaim bahwa dirinyalah yang paling benar, sedangkan pihak lain adalah yang salah. Persepsi bahwa perbedaan adalah merupakan sesuatu yang buruk, suatu hal yang menakutkan, sudah begitu rupa mendarah daging dalam jiwa umat beragama. Akibat dari perseteruan tersebut adalah kesengsaraan semua pihak, yang bertikai maupun yang tidak mengetahui apa-apa. Pada dasarnya akibat
dari konflik adalah kerugian yang menyeluruh di berbagai pihak.
Rakyat kecil lagi-lagi menjadi korban dan harus menanggung akibat-akibat yang ditimbulkan oleh konflik tersebut. Berbagai peristiwa itu telah memberi gangguan cukup serius terhadap tekad bersama untuk membangun bangsa Indonesia yang toleran dalam kehidupan antarpemeluk agama, toleran dalam kebudayaan, toleran dalam politik, dan toleran dalam aspek-aspek kehidupan lainnya. Terlepas dari provokator dan
lain sebagainya yang bisa menjadi
sasaran kesalahan dalam setiap kekacauan, yang jelas umat beragama belum mempunyai kontrol emosi
yang
memadai
sehingga
begitu
mudah
terpancing untuk melakukan berbagai macam tindakan anarki. Umat beragama masih diliputi oleh rasa sentimen keagamaan dan fanatisme yang begitu kuat mengakar dalam dirinya. Padahal sentimen keagamaan dan fanatisme paling tidak memberi andil atas terciptanya setiap adegan kerusuhan dan terjadinya konflik. Konflik yang mengatasnamakan agama pada umumnya disebabkan oleh penyimpangan arah proses sosial yang berkorelasi logis dengan bentuk-bentuk penyimpangan interaksi sosial antar umat beragama. Oleh karena itu, M. Imdadun Rahmat mengatakan bahwa fenomena demikian menunjukkan adanya keterputusan antara nilai-nilai keberagamaan yang selama ini dipahami dan prilaku sosial.2
2
M. Imdadun Rahmat, Islam Pribumi: Mendialogkan Agama Membaca Realtas, (Jakarta : Erlangga, 2003), hlm. 32
Dari fenomena-fenomena tersebut setidaknya dapat dijadikan vonis awal bahwa sampai saat ini, kesadaran pluralitas dalam beragama belum menyentuh sisi kesadaran paling dalam pada diri para pemeluk agama. Artinya, slogan-slogan bahwa agama mengajarkan cinta kasih dan perdamaian, tidak menyukai tindakan kejahatan dalam bentuk apapun hanyalah omong kosong. Untuk itu seharusnya, menurut Abd A’la, nilainilai agama dilepaskan dari segala kepentingan pribadi dan kelompok serta agama
tidak dijadikan alat untuk pencapaian
tujuan
tertentu. Untuk
keberhasilan pembacaan kembali itu, nilai-nilai agama perlu dibaca sebagai sumber inspirasi dan bimbingan, serta rujukan utama bagi keseluruhan prilaku dan tindakan. Agama hendaknya dibaca sebagai agama.3 Banyak hal yang mesti dibenahi, tetapi paling tidak upaya pemeliharaan atau kerukunan
umat
pemulihan
keharmonisan
hubungan
sosial
dan
beragama yang sempat terusik akibat konflik SARA
beberapa tahun belakangan, dipandang perlu melibatkan semua komponen masyarakat secara komprehensif dan integratif, baik pada arah nasional maupaun lokal. Pemecahan yang diasumsikan tentu saja berlandaskan pada dinamika
obyektif
masyarakat
itu
sendiri
sesuai struktur
yang
berkembang secara aktual. Karena itu concern dan kerjasama instansiinstansi terkait serta pemberdayaan lembaga dan pemimpin agama dan masyarakat mutlak perlu dilakukan. Tapi dari manakah dapat memulai penanaman kesadaran akan pluralisme tersebut? Memulai untuk memulihkan kebesaran hati pada pengakuan dan penghormatan atas keperbedaan yang sunatullah itu. Di tingkat struktur tentu saja umat beragama harus membenahi kesepakatankesepakatan yang telah disepakati dalam berbangsa dan bernegara ini, sehigga
lahir
dan
terwujud peraturan yang lebih baik. Sementara itu
ditingkat kultur, menurut Abd A’la, para pemeluk agama dituntut menyikapi ajaran agamanya secara arif dan mau meletakkannya dalam kerangka 3
Abd A’la, Melampaui Dialog Agama, (Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2002), hlm. 135-136
pemahaman yang utuh, sehingga mencerminkan ajaran substansial dan universal agama mereka. Mulai pola pemahaman keagamaan semacam itu, mereka akan menemukan pada ajaran masing-masing nilai-nilai yang bernuansa kemanusiaan universal dan egaliterian, yang dapat melihat pemeluk agama yang berbeda sebagai mitra dalam kehidupan, dan bukan sebagai musuh yang harus dilenyapkan atau diperangi. Dalam pemahaman ajaran agama yang komprehensif, manusia dalam kemajemukan mampu membangun toleransi
terhadap
manusia
yang
lain
dan
selanjutnya
mengembangkan komunikasi serta kerja sama yang kukuh dalam berbagai aspek kehidupan. Sebagaimana sebuah kultur, maka pendekatan yang paling mungkin dan strategis adalah pendidikan.4 Pendidikan merupakan agen perubahan kebudayaan (cultural broker) bagi masyarakat sekitar, mau atau tidak pendidikan Islam harus melakukan pembenahan. Hal ini merupakan tugas berat, di satu sisi kehidupan modern menuntut kemampuan intelektual untuk merespon secara positif dan kreatif terhadap perubahan-perubahan yang terjadi tanpa harus melepaskan diri dari substansi dan prinsip-prinsip universal agama. Pluralitas masyarakat Indonesia, di sisi lain, juga menuntut sikap keberagamaan yang inklusif dan toleran. Dengan menggunakan paradigma kontekstualisasi pemikiran klasik, sikap-sikap itu –yaitu respon positif dan kreatif terhadap perubahan dan sikap keberagamaan yang inklusif dan toleran- bisa diekspresikan secara nyata oleh KH. Abdurrahman Wahid. Ia merupakan seorang tokoh budaya, agama, serta politikus yang mampu mempeluangi keragaman sekaligus seorang manusia yang mampu “menikmati” keragaman itu. KH. Abdurahman Wahid salah satu tokoh yang peduli akan tegaknya pluralisme masyarakat bukan hanya terletak pada suatu pola hidup berdampingan secara damai, karena hal ini masih sangat rentan terhadap munculnya kesalahpahaman antar kelompok masyarakat yang pada saat tertentu bisa menimbulkan disintegrasi. Lebih dari itu, penghargaan terhadap pluralisme berarti adanya kesadaran untuk saling mengenal dan berdialog 4
Abd A’la, Melampaui Dialog Agama., hlm. 29
secara tulus sehingga kelompok yang satu dengan yang lain memberi dan menerima (take and give) serta bagaimana Islam memandang Islam, ummah, jama’ah, ra’iyah, imamah, ukhuwah dan seterusnya. Suatu keharusan bagi umat Islam jika dididik untuk mengenal dinamika sosial, kultural, politik, perokonomian, dan dinamika edukasinya sendiri. Mereka harus dididik untuk bisa mendialogkan kemaslahatan umat dan hak demokratisasinya serta diberi kesempatan dengan menghilangkan kesan didekte. KH. Abdurrahman Wahid mengatakan: bahwa sejarah sepenuhnya menunjukkan bahwa kebesaran Islam bukan karena ideologi atau politik tapi justru melalui tasawuf, perdagangan, dan pengajaran. Jadi antara tingkat kualitas pendidikan dan ukhuwah Islamiah dapat menjadi umpan balik. Kalau tingkat pendidikan seseorang tinggi atau cara berpikirnya demokratis, tidak mudah menghakimi dan mampu menempatkan perbedaan pendapat sebagi kawan berpikir, maka umat Islam yang demikian akan semakin banyak memperoleh nilai tambah dalam hidupnya dan sejumlah alternatif untuk menemukan kebenaran dan memecahkan berbagai problem sosial krusial. Berdasarkan dari pemaparan diatas, kami mencoba menelaah tentang “KONSEP PLURALISME DAN IMPLIKASINYA DALAM PENDIDIKAN ISLAM Studi Analisis Pemikiran K. H. Abudrrahman Wahid
Rumusan Masalah 1. Bagaimana pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid tentang pluralisme agama? 2. Bagaimana implikasi pemikiran pluralisme agama K.H Abdurrahman Wahid dalam pendidikan Islam?
Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid tentang pluralisme agama. 2. Untuk
mengetahui
implikasi
pemikiran
Abdurrahman Wahid dalam pendidikan Islam.
pluralisme
agama
K.H
Manfaat Penelitian Sedangkan manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara metodologis hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya informasi dalam ilmu pendidikan. 2. Secara pragmatis penelitian ini berguna dalam memberikan kontribusi yang bernilai strategis bagi para praktisi pendidikan. Baik pihak orang tua, masyarakat, maupun pihak sekolah. Sehingga diharapkan dari pihak orang tua, masyarakat, maupun pihak sekolah menjalin kerjasama untuk membantu sekolah merumuskan serta mengembangkan program-program yang dapat meningkatkan kualitas sekolah.
Kajian Pustaka Untuk lebih memperjelas mengenai permasalahan, peneliti akan menguraikan beberapa kepustakaan yang relevan mengenai pembahasan akan dibicarakan dalam skripsi ini antara lain: 1. Skripsi yang berjudul: “Konsep Pluralisme Abdurrahman Wahid (Dalam perspektif Pendidikan Islam)” oleh Imam Akhsani, membahas mengenai upaya untuk mencari konsep pluralisme yang dilontarkan Abdurrahman Wahid kemudian dikaji dan dianalisa dengan nilai-nilai Islam yang universal. Pemahaman terhadap konsep diharapkan akan mendapatkan nilai positif dalam pengembangan pendidikan Islam saat ini.5 2. Skripsi yang berjudul: “Rekontruksi Pemikiran K. H. Abdurrahman Wahid
dan Nurcholis Madjid (Studi Terhadap Pluralisme Agama) ”. oleh Hamidah,
membahas
mengenai
pemikiran
Nurcholis
Madjid
dan
6
Abdurrahman Wahid tentang pluralisme agama.
3. Skripsi yang berjudul “Pluralisme Keagamaan (Tinjauan Atas Pemikiran Hasyim Muzadi)”. Oleh Moh. Zamzani Mubarrak, membahas tentang pandangan pluralisme Hasyim Muzadi sejauh mana relevansi pandangan 5
Imam AKhsani, “Konsep Pluralisme Abdurrahman Wahid (Dalam Perspektif Pendidikan Islam)”, Skripsi (Yogyakarta: Fakultas Tarbiyah UIN Sunan Kalijaga, 2005) 6 Hamidah, “Rekontruksi Pemikiran KH. Abdurrahman Wahid dan Nurcholis Madjid (Studi Terhadap Pluralisme Agama)”, Skripsi (Palembang: Fakultas Dakwah IAIN Raden Fatah, 2010)
pluralisme Hasyim Muzadi terhadap kehidupan masyarakat Indonesia pada umumnya dan umat Islam pada khususnya.7 Dengan berdasarkan pustaka diatas terdapat persamaan dengan penelitian yang sedang peneliti kaji yaitu tentang konsep pluralisme K. H. Abdurrahman Wahid, akan tetapi terdapat perbedaan yang jelas yaitu tentang bagaimana konsep pluralisme K. H. Abdurrahman Wahid di aktualisasikan dalam pendidikan Islam.
Metode Penelitian Untuk memudahkan penelitian ini maka diperlukan suatu metode yang dapat mengesahkan penelitian yang sesuai dengan penelitian yang ingin dicapai. Sehingga dapat diperoleh gambaran yang jelas tentang permasalahan diteliti. Maka dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode sebagai berikut: 1. Fokus Penelitian Adapun fokus dalam penelitian ini adalah aktualisasi pemikiran K.H. Abdurrahman Wahid tentang pendidikan terkait konsep pluralisme dalam Islam. Yang penjabarannya sebagai berikut: pengertian pluralisme itu sendiri, konsep pluralisme dalam al-Qur’an, pengertian pendidikan dan pendidikan Islam, konsep pluralisme K.H. Abdurrahman Wahid dan bagaimana pengaktualisasian konsep pluralisme dalam pendidikan Islam sekarang ini. 2. Sifat Penelitian Sifat penelitian skripsi ini adalah deskriptif-analitis yaitu penguraian secara teratur seluruh konsep yang ada relevansinya dengan pembahasan.8 Kemudian data yang terkumpul di susun sebagaimana mestinya, kemudian diadakan analisis. 3. Jenis Penelitian 7
Moh. Zamzani Mubarrak, “Pluralisme Keagamaan (Tinjauan Atas Pemikiran Hasyim Muzadi)”, Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2008) 8
Penelitian ini merupakan jenis penelitian pustaka (library research), yaitu penelitian yang dalam mengumpulkan data dengan cara mengumpulkan data dari buku-buku, majalah, paper, ensiklopedi, yang ada relevansinya dengan pembahasan skripsi ini. Penelitian kepustakaan digunakan untuk memecahkan problem penelitian yang bersifat konseptual teoritis, baik tentang tokoh pendidikan atau konsep pendidikan tertentu.9
4. Pendekatan Penelitian Dalam penelitian ini, penulis menggunakan dua pendekatan yaitu pendekatan historis dan pendekatan filosofis.10 Pendekatan historis yang dimaksud di sini adalah sejarah hidup KH. Abdurrahman Wahid. Pemikiran seorang tokoh tidak lepas dari pengaruh kondisi social di sekitarnya. Adapun pendekatan filosofis digunakan untuk mengetahui sejauh mana memberikan visi mengenai manusia menurut hakikatnya melalui konsep-konsep pemikirannya.11
5. Teknik Pengumpulan Data Dalam pengambilan dan pengumpulan data penelitian ini menggunakan metode dokumentasi. Pengumpulan data yang dapat berupa buku, kitab, jurnal, artikel, dokumen dan lain sebagainya. Dengan demikian, penelitian ini berisi kutipan-kutipan data untuk member gambaran penyajian laporan tersebut. Senada dengan itu Nana Syaodih Sukmadinata menjelaskan metode dokumentasi merupakan suatu teknik pengumpulan data dengan menghimpun dan menganalisa dokumen-dokumen, baik tertulis, gambar maupun elektronik.12 9
Sarjono dkk, Panduan Penulisan Skripsi, Fakultas Tarbiyah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2004, hlm. 21 10 Andi Prastowo, Metode Penelitian Kualitatif, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), hlm. 180 11 Anton Bakker dan Achmad Charris Zubair, Metodologi Penelitian Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius, 1990), 61 12 Nana Syaodih Sukmadinata, Metode Penelitian Penelitian, (Bandung: Rosda Karya, 2004), hlm. 221
6. Sumber Data Penelitian
ini
menggunakan
sumber
data
yang
sifatnya
kepustakaan yang sumber datanya diambil dari dokumen kepustakaan, seperti buku-buku, majalah, kitab-kitab, dan bentuk literature yang lainnya yang sesuai dengan yang diperlukan. Dalam pengumpulan data ini penulis menggunakan dua sumber data yaitu: a. Sumber Primer Sumber primer adalah persiapan yang dilakukan seseorang dimana dia adalah orang yang berpartisipasi di dalamnya atau sebagai pelaku utama yang dapat menggambarkan keadaan.13 Adapun sumber data primer dalam penelitian ini adalah 1) lslamku Islam anda Islam kita 2) Islam Kosmopolitan Nilai-nilai Indonesia dan Tranformasi Budaya 3) Tuhan Tidak Perlu Dibela. Semua ini buku yang langsung ditulis langsung oleh KH. Abdurrahman Wahid. b. Sumber sekunder Sumber sekunder adalah sebuah dokumen yang dipersiapkan oleh seseorang dimana dia tidak menjadi pelaku utama pada saat kejadian tetapi sebagai pelaku pelaku dari uraian-uraian kejadian dari orang lain.14 Adapun yang dijadikan sumber sekunder adalah: 1) Greg Barton, Biografi Abdurrahman Wahid 2) Alwi Shihab, Islam Inklusif Menuju Sikap Terbuka 3) Umaruddin Masdar, Membaca Pikiran Gus Dur dan Amin Rais tentang Demokrasi, skripsi yang diambil dari buku-buku, kamus, jurnal, dan karya lain yang relevan dengan pembahasan tersebut.
7. Teknik Analisis Data Setelah data-data berhasil dikumpulkan, langkah berikutnya adalah menganalisa data. Metode pengolahan data yang dipakai adalah metode 13
Jack R. Fraenkel and Norman E. Wallen, How to Design and Evaluate Research in Education, (New York: Mc Graw Hill, 2008), hlm. 537 14 Jack R. Fraenkel and Norman E. Wallen, How to Design and Evaluate Research in Education, hlm. 537
analisis isi (content analysis) yaitu menghimpun dan menganalisa dokumen-dokumen resmi, buku-buku kemudian diklasifikasi sesuai dengan masalah yang di bahas dan dianalisa isinya. Atau membandingkan data satu dengan lainnya, kemudian diinterprestasikan dan akhirnya di beri kesimpulan.15 Untuk menganalisis data dalam penelitian ini di tempuh beberapa prosedur sebagai berikut: a.
Menelaah seluruh data yang berhasil di kumpulkan
b.
Mengadakan reduksi data yaitu meranngkum, mengumpulkan, dan memilih data yang relevan serta diolah dan disimpulkan.
c.
Display data yaitu merupakan usaha mengorganisasikan dan memaparkan secara keseluruhan guna memperoleh gambaran yang lengkap dan utuh.
d.
Mengumpulkan dan verifikasi yaitu melakukan intepretasi data dan melakukan penyempurnaan dengan mencari data baru yang diperlukan guna mengambil kesimpulan.
15
Sumardi suryabrata, Metode Penelitian, (Jakarta: Rajawali Press, 1993), hlm. 87