BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Masyarakat Indonesia kini semakin kritis dalam berpikir. Dengan meningkatnya tingkat pendidikan seseorang, membuat semakin berhatihatilah orang tersebut. Ketika akan menjalin hubungan kerjasama dengan pihak lain yang belum dikenal sebelumnya. Hal ini terlihat dari semakin meningkatnya kepercayaan permohonan pembuatan akta ke notaris untuk membuat akta sesuai kebutuhan masing-masing pemohon sebagai dasar hukum
atas perbuatan yang telah mereka lakukan. Mereka berusaha
meminimalkan resiko dalam pelaksanaan kerjasama dengan orang yang tidak dikenal sehingga mereka selalu menggunakan payung hukum yang ditawarkan oleh notaris untuk melindungi diri dari itikad tidak baik dari pihak lain,
Karena
sekarang
kerjasama
bukan
dilaksanakan
berdasarkan
kepercayaan, namun berjalan berdasarkan kebutuhan. Mereka membutuhkan perjanjian yang dibuat secara tertulis dan dituangkan dalam bentuk akta notaris, bukan secara lisan karena berfungsi untuk alat pembuktian tertulis dalam menjamin pelaksanaan perjanjian tersebut. Adapun peranan notaris dalam pembuatan suatu akta perjanjian adalah menterjemahkan transaksi yang diinginkan dan merupakan pencerminan kehendak yang dilakukan
oleh para pihak yang bersepakat serta dapat
mengakomodir kepentingan kedua belah pihak, sehingga memberikan jaminan atau kepastian secara hukum sampai dengan terrealisasinya
2
perjanjian tersebut secara definitif. Hal ini dimaksudkan untuk membuktikan, bahwa kehendak para pihak yang dituangkan dalam suatu akta notaris benarbenar merupakan suatu perwujudan dari suatu akta yang berkekuatan hukum dan dapat dijadikan bukti bagi pihak lainnya serta dapat digunakan sebagai bukti yang cukup di pengadilan. Hal ini untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan di kemudian hari dalam karena disetiap perjanjian yang dibuat oleh para pihak selalu ada kemungkinan untuk berpotensi menuai konflik. Perselisihan atau sengketa kadang tidak dapat dihindari dengan terjadinya kesalah pahaman yang tidak diinginkan, pelanggaran peraturan perundang - undangan, kepentingan yang berlawanan, maupun ingkar janji yang dilakukan oleh salah satu pihak. Dari uraian tersebut di atas terlihat jelas pentingnya kedudukan akta otentik yang dibuat oleh notaris. Sehingga dapat disimpulkan bahwa penyimpanan minuta akta menjadi salah satu unsur penting yang tidak dapat diabaikan begitu saja, karena dengan adanya penyimpanan minuta yang tertib rapi, dan terjamin keamanannya, potensi konflik yang terjadi di antara para pihak di kemudian hari dapat diminimalisir, karena arsip yang berkaitan dapat ditemukan dengan mudah di saat kita membutuhkannya. Di dalam arsip tersebut tertuang keterangan bahwa pada tanggal, jam dan hari tersebut para pihak telah mengadakan suatu perjanjian, dan yang paling terpenting adalah hal – hal yang telah disepakati bersama dan hal itu tidak dapat diingkari karena telah disahkan oleh pejabat yang berwenang, dalam hal ini oleh notaris
3
sehingga merupakan pembuktian yang kuat selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya oleh pihak lain bahwa keterangan yang ada di dalam akta tersebut adalah bukan sebenarnya. Dengan melaksanakan penelitian di kantor Notaris Surakarta, penulis ingin melihat implementasi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 Pasal 63 yang mengatur tentang penyerahan protokol notaris, yang menyatakan “Dalam hal Protokol Notaris tidak diserahkan dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Majelis Pengawas Daerah berwenang untuk mengambil Protokol Notaris.” Dalam prakteknya, klausula pasal tersebut masih belum diterapkan dengan baik. Notaris Novia1 menyatakan bahwa selama beliau menjabat notaris sejak tahun 2006, telah ada 2 penyerahan protokol notaris, yaitu penyerahan protokol terhadap notaris yang pindah serta notaris yang meninggal dunia. Namun sampai saat ini, secara fisik berita acara beserta dokumen protokol notaris belum diterima. Padahal, dengan diaturnya salah satu kewajiban Notaris untuk membuat akta dalam bentuk Minuta Akta dan menyimpannya sebagai bagian dari Protokol Notaris seperti tertuang dalam Undang – Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Jabatan Notaris Pasal 16 Angka (1) huruf b menunjukkan betapa pentingnya penyimpanan protokol2 notaris. Ketentuan pada Pasal 61 yang menyatakan tentang kewajiban Notaris untuk menyampaikan secara tertulis salinan yang telah disahkannya dari 1 2
Pra penelitian di kantor Notaris Surakarta, wawancara tanggal 27 Mei 2014 Pengarsipan ini, dapat dilakukan dengan cara membuat daftar akta dan daftar surat lain baik yang berupa
surat di bawah tangan yang disahkan maupun yang dibukukan, dan mengisi daftar tersebut dengan catatan akta yang telah dibuat oleh notaris tersebut. Lalu daftar akta tersebut disusun dan dibukukan menjadi suatu dokumen yang dapat kita sebut sebagai protokol notaris
4
daftar akta dan daftar lain yang dibuat pada bulan sebelumnya paling lama 15 hari pada bulan berikutnya kepada Majelis Pengawas Daerah. Dan jika dalam jangka waktu 1 bulan Notaris tidak membuat akta, hal tersebut harus disampaikan kepada Majelis Pengawas Daerah paling lama 15 hari pada bulan berikutnya, menurut Notaris Novia3, tidak terlaksana dalam prakteknya. Untuk laporan pembuatan wasiat saja MPD sudah tidak menaruh perhatian lagi, hal ini disebabkan dari susunan MPD itu sendiri yang terdiri dari Notaris, akademisi serta birokrat. Mereka tidak ada waktu untuk memenuhi kewajibannya sebagai anggota MPD serta tidak adanya tempat. Contohnya saja, untuk sekretariat MPD Surakarta, saat ini masih menumpang di rutan Surakarta dan hanya memiliki ruangan yang relatif sempit Pasal 58 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris menegaskan pentingnya Notaris untuk tertib administrasi dalam pengarsipan seperti membuat daftar akta, daftar surat di bawah tangan yang disahkan, daftar surat di bawah tangan yang dibukukan, dan daftar surat lain yang diwajibkan oleh Undang-Undang Jabatan Notaris. Pada kenyataannya, kita tidak dapat lepas dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang membawa perubahan radikal dalam melakukan transaksi. Masalah jarak dan waktu dalam melakukan transaksi konvensional sudah tidak menjadi persoalan lagi. Para pihak yang awalnya harus bertatap muka dalam melakukan transaksi konvensional, telah
3
Pra penelitian di kantor Notaris Surakarta, Loc.cit
5
mengubah pola pikir dan kehidupan masyarakat dengan memanfaatkan perkembangan teknologi. Perkembangan teknologi informasi dan elektronik yang sangat pesat ini dapat dikatakan mempengaruhi hampir semua bidang, termasuk dalam bidang hukum. Kadang kala terlahir perbuatan hukum baru sebagai dampak yang ditimbulkan dari perkembangan dan kemajuan teknologi saat ini. UndangUndang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, menjadi gambaran bahwa hukum di Indonesia juga tengah mengikuti perkembangan teknologi dan informasi. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris juga tidak lepas dari pengaruh perkembangan teknologi dan informasi, hal ini dapat dilihat dengan munculnya istilah cybernotary pada penjelasan Pasal 15 ayat (3) pada undang-undang tersebut. Seperti diberitakan dalam Harian SIB4, sejumlah notaris mengalami kesulitan dalam mengaplikasikan aturan protokol notaris dalam UndangUndang Nomor 2 Tahun 2014 sebagai revisi dari Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Bagaimana mungkin Majelis Pengawas Daerah mampu menyimpan ribuan protokol notaris yang telah berusia 25 tahun lebih di kantor Majelis Pengawas Daerah apabila Majelis Pengawas itu sendiri tidak memiliki kantor. Padahal, Majelis Pengawas Daerah
telah
4
.....,“Notaris Bingung di Mana Harus Menyimpan Protokol Notaris Sesuai Amanat UU No 2/2014 * Salah Satu Cara dengan Mengelektronikkan Protokol Notaris”, hariansib.co/.../-Notaris-Bingung-di-Mana-HarusMenyimpan-Protokol-..., diakses tanggal 25 Maret 2014.
6
berdiri sejak 2004 lalu. Sehingga, protokol-protokol notaris tersebut kini disimpan di kantor notaris yang bersangkutan. Artinya, ketentuan Pasal 63 ayat (5) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tak dapat dijalankan sebagaimana mestinya. Melihat
urgensinya
protokol
notaris,
protokol
notaris
dapat
diklasifikasikan sebagai arsip yang vital karena arsip tersebut harus tetap ada selama notaris itu menjalankan perannya. Notaris juga berkewajiban menyimpan protokol yang diwariskan kepadanya oleh notaris yang telah meninggal dunia. Dapat dibayangkan berapa luasnya lahan yang diperlukan hanya untuk menyimpan minuta-minuta akta tersebut. Dan resiko jika ada kebakaran, digigit tikus, dan banjir, sehingga salah satu alternatifnya adalah dengan menyimpan dan memelihara protokol notaris tersebut secara elektronik. Bertolak dari uraian di atas, judul yang ingin penulis kemukakan adalah “Kajian Tentang Penyimpanan Protokol Notaris Dalam Bentuk Elektronik Terkait Ketentuan Mengenai Cyber Notary”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dirumuskan permasalahan penelitian sebagai berikut : 1. Apakah
dimungkinkan
peluang
terselenggaranya
penyimpanan
protokol notaris dalam bentuk elektronik terkait ketentuan mengenai
7
cyber notary yang diatur dalam penjelasan Pasal 15 ayat (3) Undang – Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004? 2. Apa saja upaya hukum yang relevan guna terwujudnya penyimpanan protokol notaris dalam bentuk elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi sesuai kebutuhan masyarakat?
C. Keaslian Penelitian Sepengetahuan dan sepenelusuran penulis, cukup banyak yang penelitian yang mengangkat mengenai Cybernotary. Salah satu yang cukup relevan dengan penelitian ini adalah yang dilakukan oleh Ni Luh Putu Diantina Wulandari5 tahun 2012 tentang “Kajian Tentang Pemanfaatan
Teknologi
Informasi
Dalam
Praktek
Kenotariatan
(Cybernotary) Dalam Prespektif Hukum Di Indonesia”. Ada tiga permasalahan yang diangkat di dalam penelitian tersebut. Pertama, Bagaimanakah pemanfaatan Teknologi Informasi dalam Praktek Kenotariatan yang berkembang dan diterapkan di Indonesia. Kedua, Apakah dimungkinkan terselenggaranya praktek Cybernotary dilihat dari Hukum yang berlaku di Indonesia. Ketiga, Apa saja upaya hukum dibidang kenotariatan yang relevan guna terwujudnya praktek jasa notaris dengan memanfaatkan teknologi informasi seiring dengan kebutuhan masyarakat. Hasil penelitian tersebut adalah Pertama, 5
Ni Luh Putu Diantina Wulandari, “Kajian Tentang Pemanfaatan Teknologi Informasi Dalam Praktek Kenotariatan (Cybernotary) Dalam Prespektif Hukum Di Indonesia”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012.
8
Pemanfaatan Teknologi Informasi dalam praktek kenotariatan yang berkembang dan diterapkan diantaranya adalah E-mail, Faximili, Scaning, Google Search, Google Doc, Internet Banking, maupun melalui Blog-blog pribadi dan sosial media online, seperti, Facebook, Tweeter, My Space, ataupun sosial media lainnya yang sejenis baik secara real time maupun yang dapat diakses kemudian, dan pemanfaatannya hanya sebatas korespondensi dengan para pihak sebelum akta tersebut ditangani. Kedua, Terkait dengan penyelenggaraan praktek cybernotary di Indonesia dilihat dari hukum yang berlaku di Indonesia masih sulit untuk dilaksanakan karena antara peraturan yang satu dengan peraturan yang lain terjadi kontradiksi dan hambatan-hambatan dari UndangUndang Jabatan Notaris itu sendiri, seperti keterikatan notaris pada kedudukan dan wilayah kerja notaris (Bab IV Pasal 18-19 UUJN), otentisitas minuta akta dan penyimpanan sebagai bagian dari protokol (Pasal 16 ayat 1 huruf b UUJN), keharusan adanya minimal dua orang saksi (Pasal 40 ayat 1 UUJN), kewajiban untuk membacakan akta (Pasal 16 ayat 1 huruf L UUJN) dan pemanfaatan Teknologi Informasi dalam pelaksanaan tugas dan jabatan notaris tidak diatur dalam Kode Etik Notaris serta tidak sesuai dengan asas tabellionis officium fideliter exercebo. Ketiga, Sebagai landasan upaya hukum yang relevan agar dikemudian hari penyelenggaraan jasa notaris dengan memanfaatkan Teknologi Informasi (Cybernotary) dapat diterapkan seiring dengan
9
kebutuhan masyarakat, maka revisi terhadap berbagai peraturan sebagai bentuk pendekatan keamanan guna menjamin informasi didunia maya terutama adalah pendekatan teknologi yang berkaitan dengan tanda tangan elektronik yakni teknik kriptografi untuk mengekripsi jaringan maupun dengan teknik algoritma pada finger print. Kedua adalah penelitian yang dilakukan oleh Monica Lidwina6 tahun 2012 tentang “Peluang Cybernotary dalam Pembuatan Akta Ditinjau dari Aspek Legalitas dan Profesionalisme Jabatan”. Ada tiga permasalahan yang diangkat di dalam penelitian tersebut. Pertama, Bagaimanakah konsep dan sistem pengamanan akta elektronik. Kedua, Dapatkah sistem dokumen elektronik tersebut diimplementasikan oleh Notaris Indonesia. Ketiga, Apakah perkembangan E-Commerce yang keabsahannya telah mendapatkan pengakuan internasional mampu menggantikan eksistensi notaris untuk masa depan. Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah, Pertama, Konsep dan sistem akta elektronik tetap harus menjaga otentisistas suatu akta yang dibuat oleh notaris karena akta itu merupakan alat bukti yang berkekuatan pembuktian sempurna. Kedua, Indonesia menggunakan sistem civil law yang memandang bahwa akta yang dibuat oleh dan dihadapan notaris adalah akta otentik. Untuk permasalahan wilayah, kewenangan, notaris akan berhadapan dengan UUJN dan Pasal 16 KUHPerdata. Ketiga, Privasi dalam e-comemerce telah diterapkan dalam praktik negara-negara Uni 6
Monica Lidwina, “Peluang Cybernotary Dalam Pembuatan Akta Ditinjau Dari Aspek Legalitas Dan Profesionalisme Jabatan”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012.
10
Eropa, Asia, dan Amerika Serikat. Hal ini berarti bahwa cyber law telah diatur baik dalam sistem hukum civil law maupun dalam sistem hukum common law, namun masih akan dibentuk konsensus antara negaranegara meliputi legalitas transaksi perjanjian. Ketiga adalah penelitian yang dilakukan oleh Murfiatul Maulida7 tahun 2012 tentang “Peran Cybernotary dan Implikasi Hukum terhadap Jabatan Notaris Ditinjau dari Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik”. Ada dua permasalahan yang diangkat di dalam penelitian tersebut. Pertama, Bagaimana peran cyber notary dan implikasi hukum peran jabatan notaris. Kedua, bagaimana autentifikasi dan kedudukan hukum dari peranan yang dilakukan cyber notary. Hasil penelitian ini mengemukakan bahwa Pertama, Peran Cybernotary dan implikasi hukum terhadap jabatan Notaris ditinjau dari Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik adalah Cybernotary dapat berperan sebagai Registration Authorithy (RA) (Legalisasi Tanda Tangan Elektronik), peran Cybernotary dalam pembuatan salinan akta secara elektronik, memberikan penyuluhan hukum secara elektronik, Peranan tersebut selaras dengan UU No 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Kedua, Autentifikasi peran Cybernotary Sebagai Registration Authorithy (RA) dan memberikan penyuluhan hukum secara elektronik selaras dengan peran Notaris UUJN, pembuatan salinan akta secara elektronik 7 Murfiatul Maulida, “Peran Cybernotary Dan Implikasi Hukum Terhadap Jabatan Notaris Ditinjau Dari Undang-Undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2012.
11
merupakan bagian dari dokumen elektronik yang keabsahannya diakui dalam UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Keempat adalah penelitian yang dilakukan oleh Fidwal Indrajab8 tahun 2014 tentang “Akta Elektronik Sebagai Bagian Cybernotary Ditinjau Dari Asas Tabellionis Officium Fideliter Exercebo”. Ada dua permasalahan yang diangkat di dalam penelitian tersebut. Pertama, Bagaimanakah status hukum akta elektronik sebagai cyber notary dalam praktek kenotariatan. Kedua, Bagaimanakah eksistensi asas Tabellionis Officium Fideliter Exercebo dengan berlakunya konsep Akta Elektronik. Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah, Pertama, Status Hukum Akta Elektronik di Indonesia hingga saat ini belum diakui dikarenakan belum adanya undang-undang yang mengatur mengenai akta otentik yang dibuat secara elektronik, terutama dengan adanya ketentuan pasal 1868 KUHPerdata mengenai ketentuan suatu akta otentik serta pasal 1 ayat (7) UUJN Perubahan mengenai ketentuan akta notaris yang merupakan akta otentik, sehingga akta elektronik tidak dapat dinyatakan sebagai akta yang memiliki kekuatan pembuktian sebagai akta otentik melainkan adalah akta di bawah tangan. Kedua, Hingga saat ini peraturan
perundang-undangan
belum
memberikan
kesempatan
terhadap pelaksanaan akta elektronik, tidak dapat terlaksananya akta elektronik di dalam praktek kenotariatan hingga saat ini memberi 8 Fidwal Indrajab, “Akta Elektronik Sebagai Bagian Cybernotary Ditinjau Dari Asas Tabellionis Officium Fideliter Exercebo”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2014.
12
ketegasan bahwa eksistensi asas exercebo
yang
menyatakan
tabellionis
officium
fideliter
bahwa notaris harus bekerja secara
tradisional masih tetap terjaga. Bahwa hingga saat ini para notaris lebih cenderung mendukung untuk mempertahankan eksistensi asas tabellionis officium fideliter exercebo, khususnya pada ketentuan pembuatan akta otentik yang mewajibkan para penghadap dalam membuat akta harus hadir dihadapan notaris secara fisik. Kelima adalah penelitian yang dilakukan oleh Ida Bagus Gde Mahadiptha Bramartha Maharddhika9 tahun 2014 tentang “Penyimpanan Protokol Notaris dalam bentuk Digital menuju era Cybernotary”. Ada dua permasalahan yang diangkat di dalam penelitian tersebut. Pertama, Adakah kemungkinan notaris untuk menyimpan seluruh Protokol Notaris dalam bentuk digital menurut Undang-Undang Jabatan Notaris? Kedua, Bagaimana konsekuensi hukum dari Protokol Notaris dalam bentuk digital terhadap kekuatan pembuktian dihadapan pengadilan? Adapun hasil dari penelitian tersebut adalah, Pertama, Adanya sinergi antara hukum dan teknologi, pekerjaan notaris menjadi lebih efisien dari penyediaan tempat penyimpanan dan mempersingkat waktu yang diperlukan untuk mengurus prosesnya, serta dapat dilakukan dimanapun selama terkoneksi dengan jaringan internet. Kewajiban notaris untuk menyimpan dan memelihara Protokol Notaris telah mengalami perkembangan dimulai dengan pendaftaran wasiat melalui bantuan 9
Ida Bagus Gde Mahadiptha Bramartha Maharddhika, “ Penyimpanan Protokol Notaris dalam bentuk Digital menuju era Cybernotary”, Tesis, Program Studi Magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2014.
13
teknologi. Hal ini dapat menjadi jalan masuk bagi penerapan praktek cyber notary untuk merealisasikan penyimpanan seluruh Protokol Notaris dalam bentuk digital di Indonesia. Yang kedua, Teknologi memang menghadirkan kekhawatiran tentang tingkat keamanan dan privasi dari Informasi Elektronik dan Dokumen Elektronik sebagai sesuatu yang autentik. Sistem pembuktian di Indonesia masih mengecualikan akta autentik yang dibuat notaris sebagai alat bukti yang sah. Konsekuensi hukumnya, Protokol Notaris dalam bentuk digital dapat memiliki kekuatan pembuktian yang sama dengan Protokol Notaris Konvensional apabila telah sesuai dengan ketentuan tentang penyelenggaraan sistem elektronik atau telah diakui oleh para pihak yang terkait (Pasal 1875 KUHPerdata).
Namun
dengan
perkembangan
teknologi
dalam
peningkatan upaya autentikasi dan verifikasi yang begitu pesat berdasarkan prinsip Confidentiality, Integrity, Authorization, Availability, Authenticity, Non-Repudiation, dan Auditability (CIAAANA) dapat menjadi solusi untuk kegiatan kenotariatan di masa mendatang. Perbedaan 4 penelitian di atas dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti, terletak pada penyimpanan protokol notaris dalam bentuk elektronik. Untuk penelitian yang terakhir mengenai
penyimpanan
protokol notaris dalam bentuk elektronik, penelitian yang dilakukan oleh Ida Bagus Gde Mahadiptha Bramartha Maharddhika lebih menitik beratkan kepada kekuatan pembuktian dihadapan pengadilan sedangkan
14
penelitian ini membahas mengenai upaya hukum untuk mewujudkan penyimpanan protokol notaris dalam bentuk elektronik.
D. Tujuan Penelitian Tujuan diadakannya penelitian ini adalah : 1. Untuk mengkaji kemungkinan peluang terselenggaranya penyimpanan protokol notaris dalam bentuk elektronik terkait ketentuan mengenai cyber notary yang diatur dalam penjelasan Pasal 15 ayat (3) Undang – Undang Jabatan Notaris Nomor 2 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004. 2. Untuk mengkaji upaya hukum yang relevan guna terwujudnya penyimpanan protokol notaris dalam bentuk elektronik dengan memanfaatkan teknologi informasi sesuai kebutuhan masyarakat.
E. Manfaat Penelitian Dengan diadakannya penelitian ini memberi manfaat sebagai berikut : 1. Sebagai sumbangan pemikiran dalam ilmu pengetahuan hukum, khususnya mengenai penyimpanan protokol notaris dalam bentuk elektronik. 2. Merupakan rekomendasi bagi penelitian lebih lanjut tentang penyimpanan protokol notaris dalam bentuk elektronik bagi pemerintah maupun masyarakat dan notaris.