BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Pada era modern ini, manusia selalu ingin tercukupi semua kebutuhannya, namun pada kenyataannya untuk mencukupi kebutuhan hidup itu tidaklah mudah. Salah satu alternatif yang diambil guna mencukupi kebutuhan hidup masyarakat adalah melalui jalur wirausaha. Kemampuan teknologi dan
pengetahuan yang unik, dan biasanya sedikit lebih maju dan inovatif, pengusaha dapat dengan mudah menawarkan kelebihan kemampuannya tersebut kepada pihak lain untuk menjalankan usahanya. Namun bukan hal itu yang menjadi sorotan, menurut keegen potensi mitra usaha yang diberikan lisensi merupakan kunci utama keberhasilan suatu bentuk lisensi. Lisensi merupakan suatu bentuk pemberian hak, yang sementara dapat bersifat eksklusif maupun bersifat non-eksklusif. Pemberian hak ini kemudian dirasakan tidak cukup, jika pemberi lisensi bermaksud untuk melakukan penyeragaman total, yang tidak hanya dalam bentuk hak, tetapi juga kewajiban-kewajiban untuk mematuhi dan menjalakan segala dan setiap perintah yang dikeluarkan, termasuk sistem pelaksanaan operasional kegiatan yang diberikan lisensi tersebut. Dari keterangan tersebut, dapat dikatakan bahwa salah satu dari pemberian lisensi pada dasarnya ialah waralaba (franchise).
1
2 Menurut Peraturan Menteri Perdagangan RI No. 12/M-Da/Per/3/2006 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Penerbitan Surat Tanda Pendaftaran Usaha Waralaba, pengertian waralaba (franchise) adalah perikatan antara Pemberi Waralaba dengan Penerima Waralaba dimana Penerima Waralaba diberikan hak untuk menjalankan usaha dengan memanfaatkan dan/atau menggunakan hak kekayaan intelektual atau penemuan atau ciri khas usaha yang dimiliki Pemberi Waralaba dengan suatu imbalan berdasarkan persyaratan yang ditetapkan oleh Pemberi Waralaba dengan sejumlah kewajiban menyediakan dukungan konsultasi operasional yang berkesinambungan oleh Pemberi Waralaba kepada Penerima Waralaba. Untuk itu maka mulai franchise (waralaba) sebagai alternatif pengembangan usaha, khususnya yang dilakukan secara internasional dan world wide. Sebagaimana halnya pemberian lisensi, waralaba itupun sesungguhnya mengandalkan kemampuan mitra usaha dalam mengembangkan dan menjalankan kegiatan usaha waralabanya melalui tata cara, proses serta suatu code of conduct dan sistem yang telah ditentukan oleh pengusaha.1 Sedangkan menurut pendapat Amir Karamoy pada dasarnya sistem bisnis Franchise melibatkan 2 pihak yaitu Franchisor dan Franchisee. Pemilik merek dagang dan sistem bisnis yang terbukti sukses pemilik produk jasa atau sistem operasi yang khas dengan merek tertentu yang biasanya telah dipatenkan disebut Franchisor, sedangkan pihak yang memperoleh hak
1
Wijaya Gunawan, 2002, Lisensi Atau Warlaba, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, Hal. 4-5.
3 (lisensi) menggunakan merek dagang dan sistem bisnis yaitu perorangan dan atau pengusaha disebut Franchisee.2 Pengembangan usaha bisnis khususnya yang menyangkut dengan perluasan areal usaha, penyebaran produk maupun marketing dapat juga diwujudkan lewat pemberlakuan kontrak franchise, terhadapnya banyak mengandung unsur-unsur perjanjian lisensi, disamping itu juga terhadapnya banyak pengandung unsur-unsur distribusi, selebihnya adalah kombinasi antara perjanjian kerja, keagenan dan jual-beli.3 Waralaba merupakan pengembangan usaha yang diminati oleh pengusaha karena banyak keuntungan yang diperoleh oleh penerima waralaba. Penerima waralaba diberikan hak untuk memanfaatkan hak atas kekayaan intelektual dan sistem operasional dari pengusaha pemberi waralaba, baik bentuk dalam penggunaan merek dagang, merek jasa, hak cipta atas logo, desain indutri, paten berupa teknologi, maupun rahasia dagang. Pemberi waralaba seharusnya juga memberi imbalan royalty atas penggunaan hak atas kekayaan intelektual dan sistem kegiatan operasional mereka oleh penerima waralaba.4 Sebelum menjalankan sebuah bisnis franchise, harus mempelajari perjanjian franchise terlebih dahulu. Perjanjian franchise ini berisi perjanjian dan aturan main antara franchisor dan franchisee. Jadi, andilnya sangat besar bagi kelangsungan nasib bisnis selanjutnya. Perjanjian franchise menjadi
2
Ibid. Munir Fuady, 1999, Hukum Kontrak, dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, Bandung: PT.Citra Aditya Bakti, Hal. 174. 4 http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/12308246254.pdf diunduh tgl 1 okt 2012, 11:00 3
4 dokumen resmi yang dapat mengamankan bisnis anda dan juga pihak franchisor. Dalam perjanjian waralaba adalah pewaralaba dan terwaralaba. Individu atau perusahaan bisnis yang membeli waralaba disebut
dengan
terwaralaba (franchisee) seorang pemilik bisnis kecil yang membuat kontrak utnuk menjual barang atau jasa dari pemasok (franchisor) dengan pembayaran tertentu (biasanya iuran tetap ditambah royalty yang dinyatakan sebagai presentase tertentu dari penjualan terwaralaba). Pewaralaba biasanya menyediakan cetak biru bangunan, bantuan pemilihan tempat, sistem manajerial dan akuntansi, serta layanan lainnya guna membantu terwaralaba. Yang berwenang membuat perjanjian franchise dengan segala aturan permainan bisnis adalah franchisor. Selanjutnya, perjanjian franchise ini ditandatangani oleh franchisor dan franchisee sebagai buktinya adanya kerja sama di antara keduanya. Perjanjian ini berlaku untuk semua franchisee yang mengajukan diri dan berminat pada sebuah franchise. Setelah perjanjian ditandatangani oleh kedua belah pihak, bisnis franchise ini baru bisa dijalankan. Usaha waralaba dimulai dengan adanya perjanjian antara pihak pemberi waralaba dengan penerima waralaba. Perjanjian ini akan menjadi pegangan bagi kedua belah pihak karena memuat hak dan kewajiban yang harus dipenuhi tanpa adanya perjanjian, sebuah waralaba tidak bisa dilakukan.5 Perjanjian franchise (waralaba) adalah sebuah sarana yang
5
Eka An Aqimuddin, 2010, Solusi Bila Terjerat Kasus Bisnis, Jakarta: Raih Asa Sukses, Hal. 34.
5 menentukan kelanjutan bisnis franchise yang telah disepakati. Perjanjian franchise ini biasanya berlaku untuk menjalankan bisnis atau usaha franchise selama kurang lebih 5 tahun.6 Waralaba dapat dibagi menjadi dua yaitu, Waralaba luar negeri, cenderung lebih disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima diberbagai dunia, dan dirasakan lebih bergengsi. Waralaba dalam negeri, juga menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba. Pengembangan bisnis dengan model waralaba belakangan ini memang marak di Indonesia. Sebenarnya, waralaba bukanlah hal yang baru di indonesia mengingat nama-nama yang dikembangkan waralaba, seperti KFC, Pizza Hut, atau merek lokal seperti Es Teller 77, sudah lama bercokol di Indonesia. Kini jaringan restoran cepat saji itu telah memiliki lebih dari 300 gerai di seluruh Indonesia. KFC juga dikenal sebagai pelopor bisnis waralaba yang berhasil di Indonesia.7 Perkembangan bisnis waralaba Internasional di Indonesia disebabkan dengan berkembangnya Free Trade Area (perdagangan bebas) baik di kawasan terbatas maupun antar dua negara (bilateral), tentunya perkembangan franchise asing/ internasional mau tidak mau akan berkembang dengan pesat. Apalagi frekwensi traveling dari masyarakat luar ke dalam negeri, maupun
6 7
Dewi Hartanti, 2009, Modal Franchise, Yogyakarta: Penerbit Indonesia Cerdas, Hal. 52. Ibid
6 sebaliknya juga semakin tinggi. Sehingga merek-merek asing akan saling dibutuhkan oleh masyarakat untuk hadir diberbagai tempat yang dinamis ini.8 Tumbuhkembangnya waralaba lokal berawal pada tahun 1990-an, pada saat itu waralaba berkembang dengan pesat. Pada tahun 1997, kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997 tentang Waralaba. Dengan adanya kepastian hukum untuk berusaha dengan format bisnis waralaba jauh lebih baik dari sebelum tahun 1997. Hal ini terlihat dari semakin banyaknya payung hukum yang dapat melindungi bisnis tersebut. Hingga saat ini terdapat banyak jenis waralaba lokal yang muncul di Indonesia. Seperti bisnis ritel terdapat Alfamart, Indomaret. Di bisnis pendidikan terdapat ILP, Primagama, dan LP3I yang mampu bersaing dengan pendidikan kursus Cina yang berasal dari Singapura, seperti Shines Education. Sedangkan, di bisnis kebugaran kecantikan terdapat My Salon, Lutuye Salon, Salon Johnny Andrean, Rudi Hadiswarno, Lifespa Fitnes, dan sebagainya.9 Dan yang paliNg berkembang di dalam usaha waralaba lokal ini adalah dalam bisnis makanan. Terdapat banyak makanan yang waralaba, seperti Ayam Bakar Wong Solo, Ayam Tulang Lunak Hayam Wuruk, Mister Baso, RM Sederhana, Natrabu, Es Teller 77 dan salah satunya saat ini adalah “Gule Kepala Ikan Mas Agus”.
8 9
Lukman Hakim, 2008, Info Lengkap Waralaba, Yogyakarta: Media Pressindo, Hal. 58. Ibid.
7 Dalam penelitian ini, peneliti lebih menekankan untuk mengkaji perjanjian waralaba khususnya usaha waralaba lokal di Surakarta tepatnya di “Restoran Gule Kepala Ikan Mas Agus”. Usaha waralaba ini berkembang di bidang makanan. Restoran ini berpusat di Jl. Honggowongso No.120 Kawatan Surakarta yang memiliki beberapa cabang, antara lain Jl. Adi Sucipto No.88 Jajar Surakarta, Jl. Slamet Riyadi No.105 Sukoharjo dan masih ada beberapa cabang lagi di Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat dan Jakarta. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam dengan melakukan penelitian untuk penulisan skripsi yang berjudul: “TINJAUAN
YURIDIS
WARALABA
(STUDI
TENTANG PADA
PELAKSANAAN
USAHA
WARALABA
PERJANJIAN LOKAL
DI
SURAKARTA)”. B. Perumusan Masalah Perumusan masalah dalam suatu penelitian penting dilakukan oleh seorang peneliti, sebab dengan adanya rumusan masalh akan memudahkan peneliti untuk melakukan pembahasan searah dengan tujuan yang ditetapkan. Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut: 1. Bagaimana bentuk dari isi perjanjian waralaba di “Restoran Gule Kepala Ikan Mas Agus”? 2. Bagaimanakah pelaksanaan dari perjanjian waralaba di “Restoran Gule Kepala Ikan Mas Agus”?
8 3. Permasalahan-permasalahan atau problematika apa saja yang timbul dalam pelaksanaan perjanjian waralaba di “Restoran Gule Kepala Ikan Mas Agus”?
C. Tujuan Penelitian Penilitian ini mempunyai dua tujuan, yaitu: 1. Untuk memahami dalam bentuk perjanjian waralaba yang ada pada setiap usaha waralaba. 2. Untuk mengkaji dan memahami dalam pelaksanaan perjanjian waralaba yang telah ditetapkan oleh usaha waralaba. 3. Agar mengerti dan menemukan solusi dalam permasalahan pelaksanaan perjanjian waralaba pada usaha waralaba.
D. Manfaat Penelitian Dari penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan akan memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Manfaat Teoritis a. Hasil penelitian ini diharapkan sebagai tambahan khasanah dalam ilmu pengetahuan tentang hukum, khususnya dalam proses perjanjian waralaba yang ada di Indonesia. b. Memberikan sumbangan pemikiran dan suatu gambaran terhadap perjanjian waralaba.
9 2. Manfaat Praktis a. Sebagai pengetahuan di bidang hukum mengenai berbagai jenis hubungan hukum maupun klausula yang dapat dipilih untuk melaksanakan perikatan waralaba ini. b. Dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi pelaku bisnis usaha waralaba dalam menjalankan bisnis usaha yang telah dipilih agar memiliki pertimbangan usaha.
E. Metode Penelitian 1. Metode Pendekatan Metode penelitian berfungsi sebagai alat atau cara untuk pedoman melakukan penelitian, sedangkan penelitian adalah suatu cara yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk memecahkan suatu masalah yang bersifat ilmiah.10 Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan normatif doktrinal yakni suatu penelitian yang didasarkan pada suatu ketentuan hukum (peraturan yang berlaku) dengan fenomena atau kenyataan yang terjadi di lapangan serta dalam prakteknya sesuai dengan yang terjadi yang sebenarnya.11 2. Jenis Penelitian Jenis penelitian dalam penulisan ini adalah penelitian deskriptif, dimana dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin 10
Khudzaifah Dimyati dan Kelik Wardiono, 2008, Metode Penelitian Hukum (Buku Pegangan Kuliah), Surakarta: Fakultas Hukum Universitas Muhammdiyah Surakarta, Hal. 3. 11 Hadari Nawawi, 1991, Metedologi Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: UGM Press, Hal. 11.
10 tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Apabila pengetahuan tentang suatu masalah sudah cukup, maka sebaiknya dilakukan penelitian menyeluruh yang dimaksudkan untuk menguji hipotesa-hipotesa tertentu.12 Berkaitan dengan jenis penelitian digunakan di atas, maka peneliti memberikan gambaran dan akan memaparkan segala sesuatu yang nyata berhubungan dengan tinjauan yuridis terhadap pelaksanaan Peraturan Pemerintah nomor 42 tahun 2007 tentang waralaba. 3. Lokasi Penelitian Untuk mempermudah pengumpulan data yang sesuai dengan permasalahan yang penulis teliti, maka penulis melakukan penelitian di “Restoran Gule Kepala Ikan Mas Agus”. Penulis memilih lokasi tersebut dikarenakan restoran berasal asli dari Solo yang memiliki kekhasan yang telah dipatenkan dalam hak atas kekayaan intelektual. 4. Sumber data a. Sumber data Primer Dalam penulisan ini menggunakan data primer ialah data asli yang diperoleh peneliti dari tangan pertama, dari sumber asalnya yang pertama yang belum diolah dan diuraikan orang lain. Termasuk sebagai data primer, yaitu buku-buku atau dokumentasi yang diperoleh penelitian di lapangan, walaupun sifatnya merupakan data sekunder.13
12
Soerjono Soekanto, 2007, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, Hal. 10. Hilman Hadikusuma, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum, Bandung: Mandar Maju, Hal. 65. 13
11 b. Sumber data Sekunder Data sekunder antara lain mencakup dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berwujud laporan, buku harian, dan seterusnya.14 5. Teknik Pengumpulan Data Didalam mencari dan mengumpulkan data yang diperlukan difokuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada yaitu tentang pelaksanaan perjanjian usaha waralaba antara pihak. Dalam pengumpulan ini, penulis menggunakan pengumpulan data yaitu: a. Wawancara (Interview) Wawancara ialah tanya jawab dalam komunikasi verbal (berhubungan dengan lisan), bertatap muka di antara pewancara dengan para informan atau responden yang menjadi interviwi yaitu para anggota masyarakat yang diwawancarai.15 Tetapi di sini penulis hanya mewawancarai pemilik restorannya saja. Untuk mengetahui usaha waralabanya. b. Studi Kepustakaan (Library Research) Merupakan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan bahanbahan bacaan, termasuk peraturan perundang-undangan, dokumendokumen yang ada kaitannya dengan masalah di atas. Cara ini dimaksud untuk
mencari
konsep-konsep,
teori-teori,
atau
pendapat
berhubungan dengan pokok permasalahan.
14 15
Soerjono Soekanto, 1986, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, Hal. 12. Ibid.
yang
12 6. Teknik Analisis Data Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode kualitatif. Penggunaan metode kualitatif adalah untuk mencari pengertian yang mendalam tentang suatu gejala fakta atau realita.16 Metode analisis kualitatif, yaitu sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.17
F. Sistematika Skripsi BAB I
PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Perumusan Masalah C. Tujuan Penelitian D. Manfaat penelitian E. Metode Peneltian F. Sistematika Skripsi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Umum tentang Perjanjian 1. Pengertian Perjanjian 2. Asas-asas dalam Hukum Perjanjian 3. Syarat Sahnya Perjanjian 4. Subyek dan Obyek Perjanjian
16
Jr. Raco, 2010, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: PT. Grafindo, Hal. 1-2. Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, 2007, Penelitian Hukum Normatif – Suatu Tinjauan Singkat, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, Hal. 33. 17
13 5. Saat Lahirnya Perjanjian 6. Berakhirnya Perjanjian B. Tinjauan Umum Tentang Perjanjian Waralaba 1. Pengertian Waralaba 2. Jenis-jenis Waralaba dalam Bisnis 3. Dasar Hukum Perjanjian Waralaba 4. Ruang Lingkup Perjanjian Waralaba 5. Bentuk Perjanjian Waralaba 6. Subyek dan Obyek Waralaba 7. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Waralaba 8. Jangka Waktu Perjanjian Waralaba BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Profil “Restoran Gule Kapala Ikan Mas Agus” B. Bentuk Perjanjian Waralaba dalam Usaha Waralaba “Restoran Gule Kepala Ikan Mas Agus” C. Pelaksanaan Perjanjian Waralaba dalam Usaha Waralaba “Restoran Gule Kepala Ikan Mas Agus” D. Permasalahan yang Terjadi Pada Pelaksanaan Perjanjian Waralaba di “Restoran Gule Kepala Ikan Mas Agus” BAB IV PENUTUP A. Kesimpulan B. Saran