BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Televisi adalah sesuatu yang sudah sangat familiar dalam beberapa dekade terakhir ini. Banyak acara dibuat untuk memenuhi kebutuhan informasi atau hanya sekedar memenuhi kebutuhan hiburan masyarakat dan kedua hal tersebut disampaikan dengan menggunakan media televisi tersebut. Acara-acara tersebut pun disusun dalam format-format yang variatif sehingga dapat menarik banyak penonton yang juga memiliki banyak minat dan selera. Berita, musik, komedi, dan kuis merupakan sedikit contoh dari macam-macam jenis acara yang ditayangkan lewat media televisi. Selain beberapa jenis acara yang telah disebutkan di atas, ada satu lagi jenis acara yang sering dilewatkan untuk dibahas oleh banyak pihak yaitu jenis acara kuliner. Acara kuliner merupakan acara yang berhubungan dengan makanan atau masakan. Proses pemerolehan bahan, proses memasak, hingga penilaian kualitas suatu makanan merupakan beberapa hal yang sering dijadikan konten suatu acara kuliner. Minat peneliti dikhususkan pada salah satu acara kuliner yaitu MasterChef Junior Indonesia yang ditayangkan di RCTI setiap hari Sabtu dan Minggu. Acara tersebut merupakan kompetisi memasak yang diikuti oleh anakanak berusia antara 9 hingga 13 tahun dengan tiga orang juri serta beberapa koki tamu di sejumlah episode khusus.
1
2
Perhatian utama peneliti terletak pada cukup banyaknya istilah dalam bahasa selain bahasa Indonesia yang digunakan pada acara tersebut. MasterChef Junior Indonesia merupakan acara kuliner profesional sehingga tidak dapat dipungkiri bahwa acara tersebut akan menggunakan banyak istilah-istilah khusus dalam bidang masak-memasak modern. Di samping itu, seluruh peserta dan juri adalah orang-orang dengan kewarganegaraan Indonesia, serta tidak sedikit bumbu, teknik memasak, dan masakan khas lokal terdapat dalam acara tersebut. Padahal, banyak dari istilah-istilah tersebut memiliki padan dalam bahasa Indonesia. Pada satu episode, salah satu juri yang berpengalaman serta telah terkenal di mancanegara memberikan penilaian dan masukan yang kurang lebih bermaksud "adonan ini kurang firm karena kurang di-stir" kepada salah satu kontestan yang berusia 9 tahun. Peneliti sempat beranggapan karena kontestan masih berusia muda, kontestan tersebut akan kesulitan dalam memahami kedua kata asing yaitu firm 'padat' dan stir 'aduk' tadi. Dalam bahasa Indonesia, firm berarti ‘keras’ atau ‘kokoh’. Jika dikaitkan dengan konteks pada contoh di atas yang berhubungan dengan masak-memasak, firm dapat diartikan sebagai ‘kepadatan suatu adonan atau olahan makanan ataupun minuman’. Kata asing selanjutnya, yaitu stir dapat diartikan sebagai ‘mengaduk’ atau jika diartikan secara lebih lanjut adalah ‘proses mengaduk adonan atau olahan makanan atau minuman’. Di luar dugaan peneliti, sang kontestan yang berusia 9 tahun tadi tampak memahami ucapan juri sebelumnya. Jawaban "ya, kurang padat karena tadi kekurangan waktu untuk mengaduk" selanjutnya dari kontestan semakin menegaskan bahwa sang kontestan memang benar-benar paham akan kedua istilah
3
asing tadi. Kedwibahasaan yang terjadi di acara tersebut, selain jumlah istilah asing yang dapat ditemukan, faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya banyak campur kode dan latar belakang penggunaannya dalam acara tersebut merupakan hal yang menarik untuk dibahas.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, rumusan masalah disusun sebagai berikut. a. Seperti apakah bentuk campur kode dan bahasa khas dalam acara MasterChef Junior Indonesia? b. Bagaimanakah jenis campur kode yang berperan dalam acara MasterChef Junior Indonesia? c. Apa saja faktor penyebab terjadinya campur kode pada acara MasterChef Junior Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan antara lain sebagai berikut. a. Mendeskripsikan bentuk campur kode dan pemakaian bahasa khas dalam acara MasterChef Junior Indonesia. b. Menjelaskan jenis-jenis campur kode dalam MasterChef Junior Indonesia.
4
c. Menguraikan latar belakang penggunaan campur kode dalam MasterChef Junior Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian Peneliti berharap penelitian mengenai campur kode dalam acara MasterChef Junior Indonesia dapat memiliki manfaat yang bersifat teoretis dan praktis. Secara teoretis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi penambah wawasan serta dapat menjadi bahan rujukan untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu para pembaca untuk lebih membiasakan diri dengan istilah-istilah asing dalam kegiatan memasak.
1.5 Ruang Lingkup Sumber data penelitian dibatasi pada segmen pertama, kedua, dan ketiga dari acara MasterChef Junior Indonesia. Satu episode terdiri dari lima segmen yang masing-masing segmennya berdurasi antara 15 hingga 20 menit tergantung dengan jumlah waktu tayang dan banyak iklan pada jeda antar segmen. Penelitian dibatasi pada episode pertama dengan pertimbangan akan lebih banyak istilah dasar kompetisi dan memasak yang akan diperkenalkan pada awal acara.
5
1.6 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai sosiolinguistik telah banyak dilakukan, baik dalam hal campur kode, alih kode, istilah, maupun register. Penilitian campur kode sudah sering dilakukan dan hasilnya dipaparkan baik hanya sebagai salah satu bagian ataupun sebagai fokus utama dalam sejumlah skripsi serta tesis. Hasil-hasil tersebut dapat ditemukan pada penelitian-penelitian berikut. Sari (2010) menjelaskan adanya campur kode di acara musik pada skripsinya yang berjudul "Campur Kode Dalam Acara MTV Ampuh di Global TV". Penggunaan istilah-istilah lokal maupun asing dapat ditemukan pada acara tersebut. Dijelaskan bahwa penggunaan istilah lokal dilakukan karena acara tersebut ditujukan untuk penonton berusia remaja sehingga format acara memang dibuat santai dan kurang formal. Penggunaan istilah asing dilakukan karena acara tersebut merupakan acara musik yang banyak terpengaruh oleh daerah asal dari musik serta jenis acara tersebut yang terletak di luar Indonesia. Memaparkan latar belakang, jenis, tujuan, dan sebagainya dari adanya alih kode dan campur kode pada ceramah-ceramah yang dilakukan oleh Zainuddin M.Z. adalah tujuan penelitian dari Orbandaru. Hasil penelitian tersebut dituliskan pada skripsi yang diberinya judul "Alih Kode dan Campur Kode Dalam Ceramah Keagamaan K.H. Zainuddin M.Z.:Tinjauan Sosiolinguistik". Ada sejumlah hal yang menurut Orbandaru (1998) mengakibatkan ceramah-ceramah tersebut memiliki alih kode dan campur kode, yaitu daerah berceramah, usaha untuk melucu, dan lain-lain.
6
Listiarini (2009) mengadakan penelitian berjudul “Register Seks sebagai Variasai Bahasa: Studi Kasus Majalah Femina dan Kartini”. Penelitian ini membahas leksikon register seks. Penelitian ini menganalis leksikon berdasarkan bentuk lingual, kelas, kata, dan makna. Selain itu istilah asing diklasifikasikan berdasarkan alasan pemakaian. Campur kode digunakan untuk mengetahui penyisipan bahasa asing. Yuda Yudistira (2004) menulis skripsi yang berjudul “Pemakaian Istilah Bahasa Inggris Pada Olahraga Tinju dalam Bahasa Indonesia” dengan membahas pemakaian istilah dalam olahraga tinju. Banyak istilah tinju diserap dari bahasa Inggris. Hasil penelitian ini adalah istilah bahasa Inggris olahraga tinju dalam bahasa Indonesia memiliki dua identifikasi, yaitu berdasarkan bentuk jenis istilahnya dan pemakaian istilahnya. Hasil selanjutnya dari penelitian tersebut adalah pemakaian istilah bahasa Inggris pada olahraga tinju dalam bahasa Indonesia memiliki klasifikasi pemakaian istilah yang beragam.
1.7 Landasan Teori Penelitian ini menggunakan kajian sosiolinguistik. Sosiolinguistik menempatkan kedudukan bahasa dalam hubungannya dengan pemakaiannya di dalam masyarakat (Soewito, 1985:2). Kajian ini merupakan kombinasi antara disiplin ilmu linguistik dan sosiologi dengan bahasa sebagai titik acuannya. Hal ini menyatakan bahwa kajian sosiolinguistik mempelajari seluk beluk antara bahasa dan masyarakat secara eksternal. Kajian tersebut dilakukan terhadap halhal atau faktor di luar bahasa dan berkaitan dengan pemakaian bahasa oleh
7
penuturnya di dalam kelompok-kelompok sosial kemasyarakatan (Chaer, 1995:1). Teori tersebut menyatakan bahwa bahasa tidak terlepas dari faktor sosial kemasyarakatan. Kontak antara satu bahasa dengan bahasa lain menimbulkan adanya variasi bahasa. Variasi bahasa dapat dibedakan berdasarkan segi penutur, segi pemakaian, segi keformalan, dan segi sarana. Penelitian ini membahas variasi bahasa berdasarkan segi pemakaian, penggunaan, atau fungsinya. Variasi bahasa dapat berupa perubahan, pergeseran, atau pemertahanan bahasa. Istilah merupakan bentuk dari perubahan bahasa. Perubahan dapat berarti bertambahnya kosakata baru, hilangnya kosakata lama, dan berubahnya makna kata (Chaer, 1995:184). Variasi bahasa dapat diakibatkan oleh adanya kecenderungan manusia untuk mengenal tidak hanya satu bahasa (Soewito, 1985:67). Contohnya di Indonesia yang rata-rata penduduknya dapat mengenal dan menggunakan lebih dari dua kode, yakni bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia dan bahasa lokal dari daerah asal. Di samping itu, cukup banyak juga penduduk yang dapat berbahasa lokal daerah lain dan juga bahasa asing. Kode adalah sistem tutur yang penerapan unsur bahasanya mempunyai ciri-ciri khas sesuai dengan latar belakang penutur, relasi penutur dengan lawan bicara dan situasi tutur yang ada (Poedjosoedarmo 1978:4). Kondisi tersebut dapat mengakibatkan seorang penutur dapat secara sengaja atau tidak untuk menyelipkan unsur-unsur dari bahasa-bahasa yang diketahuinya. Sebagai contoh, ketika seseorang berujar dalam bahasa Indonesia
8
dan di dalam ujarannya tersebut terdapat beberapa istilah dari bahasa Jawa untuk menjelaskan sesuatu yang tidak memiliki padan pada bahasa Indonesia, orang tersebut telah melakukan sesuatu yang disebut sebagai campur kode. Sudah tidak jarang ditemui, terutama dalam era modern dan globalisasi seperti sekarang ini, penutur yang melakukan campur kode. Bahkan campur kode dapat terjadi pada mereka yang tidak memahami bahasa asal pada campur kode tersebut. Sebagai contoh, banyak orang Indonesia yang tidak familiar dengan istilah
telepon
genggam
sehingga
lebih
cenderung
menggunakan
istilah handphone, walaupun faktanya tidak semua orang Indonesia menguasai bahasa Inggris. Menurut Thelander (dalam Suwito, 1985) unsur-unsur bahasa yang terlibat dalam "peristiwa campur" itu terbatas pada tingkat klausa. Hal tersebut berbeda dengan alih kode yang jika dalam suatu tuturan terjadi peralihan dari klausa bahasa yang satu ke klausa bahasa yang lain, masing-masing klausa masih mendukung fungsi tersendiri. Walaupun demikian, bukan berearti campur kode dan alih kode adalah dua hal yang bertentangan karena Thelander melihat adanya kemungkinan bahwa campur kode dapat mengalami perkembangan lebih lanjut dan menjadi alih kode.
1.8 Metode Penelitian Tahap pertama adalah pengumpulan data. Data didapatkan dengan cara mengunduh rekaman acara MasterChef Junior Indonesia dari internet, lalu rekaman tersebut ditranskripsikan dalam bentuk tulisan agar data bisa diamati
9
dengan lebih mudah. Pada tahap kedua yaitu analisis data, yang dilakukan adalah menganalisis data berdasarkan asal bahasa, arti serta makna secara semantis dan leksikal, dan satuan lingualnya. Metode dan teknik yang digunakan adalah metode padan dan teknik pilah unsur penentu. Pada tahap yang ketiga, dilakukan penyajian hasil analisis data yang menggunakan kata-kata.
1.9 Sistematika Penyajian Dalam penyajiannya penelitian ini terdiri atas lima bab dan sejumlah contoh data ditampilkan untuk mewakili contoh data lain yang sejenis. Bab pertama berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitan, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian, serta sistematika penyajian. Bab kedua berisi pembahasan mengenai ciri khas dan bentuk campur kode yang digunakan dalam acara MasterChef Junior Indonesia. Bab ketiga berisi pembahasan mengenai jenis-jenis campur kode yang terdapat dalam acara MasterChef Junior Indonesia. Bab keempat berisi pembahasan tentang latar belakang penggunaan campur kode dalam acara MasterChef Junior Indonesia. Bab kelima berisi kesimpulan dari seluruh pembahasan yang telah dilakukan dalam bab-bab sebelumnya.