BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Untuk memenuhi kebutuhan gas domestik, pemerintah terus mengembangkan gas baik konvensional maupun non konvensional seperti gas metana batu bara (CBM) dan shale gas, dan mulai 2013, pendapatan dari gas bumi masuk dalam APBN. Sebelumnya, hanya minyak bumi saja yang masuk dalam perhitungan APBN (inilah.com). Oleh karena itulah pemerintah kini giat membuka area-area yang kaya akan gas bumi demi memenuhi kebutuhan tersebut. Beberapa kilang gas yang telah dimiliki oleh indonesia yaitu kilang LNG Arun yang berkapasitas 12,85 Million Metric Ton Per Annum/MMTPA, Kilang LNG Bontang dengan kapasitas 21,64 MMTPA dan Kilang LNG Tangguh yang berkapasitas 7,6 MMTPA (bin.go.id). Terlepas dari itu semua, pada setiap rencana ataupun proyek pembangunan kilang gas yang telah dijalankan
mengalami sejumlah
kendala dan masalah baik
kendala material, penyediaan sumber daya manusia ataupun dalam hal kendala yang berkaitan dengan masyarakat. Bukan hanya issue yang mengatakan pembangunan proyek skala besar seperti ini akan menguras lahan dan area beribu-ribu hektar yang pada akhirnya mengakibatkan tergusurnya masyarakat sekitar baik mata pencaharian, tempat tinggal dan tak jarang menghabiskan banyak areal hutan (Maimunah:10, 2012) kebutuhan lahan luas membuat industri ini kerap melahirkan konflik, kekerasan, pelanggaran HAM, dan pemiskinan. Hal tersebut tentu mendapat tanggapan yang beragam dari berbagai kalangan.
Dalam tataran lokal, masalah yang terjadi pada setiap kasus pembukaan lahan penambangan bukan hanya pada masyarakat, sebut saja pengrusakan kawasan hutan lindung dan kawasan suaka alam yang kemudian beralih fungsi karena adanya kegiatan dari perusahaan pertambangan. Seperti yang dikatakan Keraf (Keraf:36, 2010) bahwa salah satu sektor yang mempunyai daya rusak lahan yang masif dan tinggi adalah industri pertambangan. Rusaknya lahan juga akibat pembukaan lahan untuk aktivitasaktivitas penunjang kegiatan penambangan. Ini juga terjadi di Sulawesi Tengah yang memiliki sejumlah kekayaan alam yang dapat di eksplorasi. Sesuai dengan data dari Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral Provinsi Sulawesi Tengah tercatat terdapat potensi Minyak Bumi yang ada di Sulawesi Tengah antara lain terdapat di Kabupaten Morowali, Donggala, Banggai, dan Parigi Mountong. Di Kecamatan Bungku Utara Kabupaten Morowali terdapat di lapangan Minyak Tiaka Blok Trili yang terletak 17 mil dari garis pantai. Cadangan minyak di lapangan Tiaka sebesar 106,56 Million Barrel Oil/juta Barrel minyak (MBO). Potensi miinyak bumi yang terdapat di Kecamatan Toili Barat Kabupaten Banggai memiliki kapasitas 16,5-23 juta barrel per tahun dengan total kapasitas produksi 6.500 Barrel (BOPD) yang diperoleh dari enam sumur, dan produksi rata-rata setiap sumur yaitu 1.100 BOPD. Disamping itu, Kabupaten Banggai juga memiliki potensi gas alam cair yang terdapat di Donggi-Senoro dengan perkiraan cadangan sebesar 20-28 triliun kaki kubik (tcf)., jumlah kandungan gas di ladang-ladang Donggi-Senoro besarnya dua kali lipat dibandingkan sisa kandungan yang terdapat di ladang gas alam Arun di Aceh yang jumlahnya mencapai 14 tcf. Untuk menambah tercukupinya kebutuhan gas domestik negara kemudian membuka proyek ladang gas baru. DSLNG (Donggi-Senoro Liquified Natural Gas) didirikan sebagai perusahaan penanaman modal asing (OMA) pada tanggal 28 Desember
2007, DSLNG merupakan proyek LNG pertama di Indonesia yang dikembangkan berdasarkan Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2001 tentang “Kegiatan Usaha Hilir”, sehingga memungkinkan pengembangan usaha yang terpisah antara kegiatan hulu (penyediaan bahan baku gas) dan kegiatan hilir (pabrik LNG) (donggisenorolng.co.id). Kegiatan pengembangan usaha hilir (downstream) yang dimaksud disini ialah memisahkan pengelolaan antara bagian hulu dan hilir dalam artian, usaha hilir (pembangunan pabrik pada bagian hilir, produksi LNG dan distribusi) dipegang dan dikerjakan oleh pihak Donggi-Senoro sepenuhnya, sedangkan pada usaha hulu dikerjakan oleh PT. Pertamina. Proyek gas Donggi-Senoro terdiri dari proyek eksploitasi ladang gas di bagian hulu dan proyek pengilangan yang menghasilkan gas alam cair (liquefied natural gas/LNG) di bagian hilir. Pada bagian hulu, Blok gas Matindok/Donggi dikuasai 100% oleh Pertamina EP dengan produksi 85 juta kaki kubik per hari (MMscfd), sedang Blok Senoro dikelola oleh PT PHE Tomori Sulawesi (50%), PT Medco E&P Tomori Sulawesi (30%), dan Tomori E&P Limited (20%), dengan produksi 250 MMscfd. Berdasarkan jadwal proyek, kilang diperkirakan akan berproduksi pada 2014. Sebagian besar produksi akan diekspor ke Jepang dan Korea dengan calon pembeli Kyushu Electric Power Co. (300.000 ton/tahun), Chubu Electric Power Co. (1 juta ton/tahun) dan Korea Gas Corporation (Kogas, 700.000 ton/tahun). Sisa ekspor adalah untuk memenuhi kebutuhan domestik, terutama untuk pabrik pupuk di Sulawesi (iress.web.id). Kecamatan Batui yang merupakan kawasan eksplorasi pembangunan kilang gas ini memiliki sumber alam yang melimpah dan telah bertahun-tahun menjadi sumber mata pencaharian masyarakat sekitar yang pada umumnya bertani dan berladang. Sumber galian gas alam yang kemudian ditemukan disana menjadi nilai ekonomis tinggi yang tidak terbantahkan kehadirannya. Hal itu tentu saja menyebabkan terjadiinya perebutan
sumber daya ekonomi yang memicunya konflik diantara stakeholders. Adapun stakeholders yang terkait di dalamnya adalah pemerintah dan pejabat daerah, pengusaha dan pemilik modal, LSM ataupun lembaga yang perduli mengenai masalah pembukaan lahan tambang gas ini, dan tentu saja masyarakat setempat yang menempati wilayah tersebut. Pada setiap aktivitas proyek pembangunan ataupun pembukaan kawasan pertambangan jenis apapun itu selalu ditemukan respon yang beraga, pada tingkat daerah karena tentu saja daerah pengahasil adalah wilayah yang terkena dampak paling banyak dari pembangunan proyek. Walaupun dalam berbagai kasus resistensi terhadap proyekproyek pertambangan lebih banyak dan lebih sering dijumpai penolakan dibandingkan dukungan terhadap proyek-proyek tersebut. Begitupun dengan pembangunan proyek kilang minyak Donggi-Senoro ini telah menuai beragam respon baik dari masyarakat setempat, pemerintah daerah maupun pemerintah pusat dan pihak-pihak lain yang terkait dalam proyek ini. Sama seperti proyek-proyek eksplorasi sumber daya skala besar di lain tempat, pun pada kasus proyek Donggi-Senoro ini turut tercium permasalahan-permasalahan yang tidak dapat dikatakan sedikit dan dinilai sepele. Berdasarkan berita yang dihimpun dari beberapa media ditemukan beberapa permasalahan dalam proyek ini diantaranya adalah : 1. Dugaan kerugian
negara akibat harga jual gas yang murah. Dikarenakan hak
penjualan dan distribusi/transportasi LNG ini berada pada Mitsubishi Coorp, maka merekalah yang menentukan harga jual gas Donggi-Senoro yang dinilai terlalu rendah yaitu dengan harga jual US$ 4,01/mmbtu harga jual gas ini dapat dianggap masih tergolong rendah, hanya selisih US$ 0,5/mmbtu dibanding harga murah gas Tangguh US$ 3,5/mmbtu. Indonesian Corruption Watch (ICW) kemudian menyatakan bahwa
potensi kerugian negara akibat rendahnya harga jual gas Donggi Senoro adalah US$ 4,589 miliar. Pendapat ICW tersebut didasarkan pada asumsi harga jual gas JCC 70 per barel dengan harga US$ 6,16/mmbtu. Harga yang wajar menurut ICW adalah US$ 8,4/mmbtu. 2. Alokasi gas yang tidak sesuai, dimana pada awalnya pihak investor menginginkan alokasi gas sepenuhnya diekspor akan tetapi berdasarkan memo Wakil Presiden Jusuf Kalla No.22/MWP/6/2009 menyatakan bahwa alokasi gas diperuntukkan 100% untuk kebutuhan domestik. Dalam perkembangannya kemudian, setelah pemerintahan berganti dari SBY-JK menjadi SBY-Boediono, keputusan alokasi gas kemudian berubah atas saran Wapres Boediono, gas DS akan dialokasikan sekurang-kurangnya 25% hingga 30% untuk domestik dan lebih dari 70% untuk ekspor. Disebutkan bahwa keputusan ini dibuat setelah mempertimbangkan aspek tekno ekonomi proyek. Keputusan
tersebut
tertuang
dalam
Surat
Keputusan
Menteri
ESDM
No.4186/13/MEM.M/2010 tanggal 17 Juni 2010 yang ditujukan kepada Kepala BP Migas. 3. Pada tahun 2011, terdapat dugaan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat dalam Beauty Contest yang dibuat pertamina untuk memenangkan tender proyek Donggi-Senoro antara pihak Mitsubishi Coorp dan PT. LNG-EU (PT.LNG Energi Utama). 4. Ketidakadilan Sosial. Dari nilai investasi proyek Donggi-Senoro yang mencapai US$ 2,8M CSR yang dikeluarkan oleh perusahaan hanya sebesar Rp. 1 Milyar yang jelas tidak sebanding dengan nilai kerusakan lingkungan dan tanggungjawab jaminan kesejahteraan sosial bagi masyarakat setempat. Sebagai proyek nasional berskala besar proyek Donggi-Senoro mempunyai sejumlah permasalahan yang juga berada pada skala nasional dan dimainkan oleh aktor-aktor besar
yang memegang kekuasaan sebagai penentu kebijakan. Namun dalam penelitian kali ini penulis mencoba menggali problematika hanya pada skala lokal atau sebatas dalam wilayah daerah penghasil. Hal itu dipilih dikarenakan meskipun sebagai proyek berskala nasional akan tetapi proyek ini juga tidak lepas dari keikutsertaan aktor-aktor lokal yang mempunyai perannya masing-masing. Sebagai proyek yang besar, eksplorasi proyek DSLNG diharapkan membawa perubahan yang berarti bagi daerah. Akan tetapi, dalam kenyataannya setalah beberapa tahun proses pembangunan tercium sejumlah masalah yang sampai sekarang banyak yang tak kunjung terselesaikan. Selain untuk memenuhi kebutuhan negara dan membuka pasar investasi, proyek eksplorasi gas yang masuk pada Kab. Banggai dimaksudkan untuk pemasukan daerah dan pembangunan serta kemakmuran masyarakat setempat, namun berkaca pada beberapa proyek investasi dan eksplorasi SDA, proyek besar di daerah identik dengan berbagai campur tangan kepentingan dari berbagai pihak. Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah tentu saja baik secara langsung dan tidak langsung mempengaruhi keberlansungan hidup masyarakat setempat. Problematika yang kemudian banyak menyeruak adalah ketidakseimbangan atau imbalacing keuntungan yang didapatkan antara masyarakat setempat dan pemda juga pihak pemodal sendiri. Ada suara-suara ketidakpuasan yang datang dari publik atas proses eksplorasi yang kini baru memasuki tahap pertama produksi. Hal ini menyebabkan terkotakkotaknya tiap kelompok dalam kepentingan masing-masing yang memicu perseteruan dan respon yang beragam hingga menimbulkan berbagai macam konflik pada aras lokal. 1.2 Rumusan Masalah Terdorong oleh beberapa hal yang telah diungkapkan sebelumnya diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terkait kasus pembangunan kilang gas Donggi-
Senoro ini. Adapun sebagaimana penelitian pada umumnya, masalah utama yang ingin dikaji dari penelitian ini adalah Bagaimana Peran Aktor Kepentingan dalam Kebijakan Pembangunan Kilang Gas Donggi-Senoro di Kec. Batui Kab. Banggai Prov. Sulawesi Tengah? Penulis kemudian mencoba membuat 3 pertanyaan turunan dari 1 pertanyaan utama ini yaitu : 1. Siapa aktor-aktor dalam kasus ini ? 2. Apa saja kepentingan para aktor tersebut dalam kasus ini? 3. Bagaimana cara atau jalan mereka mendapatkan atau mencapai tujuan mereka masing-masing ?
1.3
Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Penelitian ini secara praktis diharapkan mampu menggali dan menemukan potensi baru baik berupa kelebihan atau kelemahan pembukaan proyek gas yang dilaksanakan tersebut yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat sekaligus juga berdampak pada keberlanjutan pembangunan daerah. Juga diharapkan ditemukannya sejumlah solusi yang bermanfaat untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi sehingga dapat membantu meminimalisir kontra akibat proyek tersebut. 1.3.2
Kegunaan Penelitian Kawasan ini secara keilmuan akan sangat berpotensi mengalami perubahan
yang pesat dalam berbagai aspek sehingga layak dijadikan salah satu lahan penelitian bagi ilmu-ilmu sosial yang berdimensi multidisiplin. Karena pastinya paling tidak, akan ada pertumbuhan ekonomi, politik, budaya, pemerintahan serta
sosial pendidikan dan pertahanan yang akan bergerak secara otomatis baik itu di sisi positif ataupun di sisi negatif. Sehingga kajian ini nantinya dapat menjadi telusuran ilmiah yang kiranya dapat berguna bagi referensi pendamping untuk penelitian selanjutnya.
1.4 Keaslian Penelitian Sebelumnya, penelitian tentang peran aktor dalam kebijakan telah banyak dilakukan peneliti lain. Namun perbedaan dengan penelitian yang lainnya adalah dalam penelitian ini penulis juga membahas mengenai kelompok kepentingan yang dijalankan oleh masing-masing aktor yang berkepentingan di dalam kasus kebijakan pembukaan dan pembangunan lahan kilang gas DSLNG ini. Beberapa penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh peneliti lain mengenai respon masyarakat, adalah sebagai berikut : 1. Joko Purnama, S.a.p dengan judul penelitian Studi Implementasi Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi di Kab. Tuban (2011). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa proses implementasi serta peran para aktor dalam implementasi kebijakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi di Kabupaten Tuban. Penulis menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sementara teknik pengumpulan datanya melalui observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Hasil penelitian dalam penelitian ini diperoleh kesimpulan bahwa kelangkaan pupuk bersubsidi di Kabupaten Tuban bukan semata-mata karena ketidakberhasilan implementasi kebijakan pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi tetapi juga karena adanya penurunan kebutuhan pupuk oleh petani dibandingkan tahun-tahun sebelumnya. Pada tataran implementasi kebijakan proses pengadaan dan penyaluran pupuk bersubsidi telah berjalan dengan baik sesuai
ketentuan, tetapi problem-problem yang muncul di lapangan justru pada hal-hal teknis pelaksanaan kebijakan tersebut. Hal ini disebabkan kerjasama antar aktor (petani, pengecer, distributor, produsen dan pemerintah) belum berjalan dengan baik. 2. Murliana, dengan judul penelitian Proses Pengambilan Keputusan Penetapan Pekon Terpilih pada Program Gerbang BJSB di Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat (2009). Penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahuibagaimana proses pengambilan keputusan penetapan pekon terpilih pada program gerbang BJSB di Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat dan peran para aktor dalam proses pengambilan keputusan. Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif, sedangkan pengumpulan data dilakukan dengan jalan wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Hasil dari analisa data ditarik kesimpulan bahwa proses pengambilan keputusan penetapan pekon terpilih pada program gerbang BJSB di Kecamatan Batu Brak Kabupaten Lampung Barat dapat dikatakan sebagai proses pembelajaran demokrasi dengan melibatkan banyak aktor yang memiliki peran dan kepentingan yang berbeda-beda, baik kepentingan pribadi, golongan, organisasi maupun kepentingan politik. 3. Alimansyah, S.Ip dengan judul penelitian Penyimpangan Pemanfaatan Ruang (Studi Kasus Alih Fungsi Lahan Sawah Beririgasi Teknis di Kawasan Danu Dusun Besar Kota Bengkulu). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui mengapa terjadi penyimpangan pemanfaatan ruang alih fungsi sawah beririgasi teknis di kawasan danu dusun besar Kota Bengkulu. Sebagai turunan, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: penyebab penyimpangan, aktor, kepentingan, dan mekanisme. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Sedangkan analisa dan interpretasi data menggunakan model analisis kualitatif, melalui 3 komponen : reduksi data, penyajian data, dan menarik kesimpulan. Hasil penelitian
dapat disimpulkan 1). Penyimpangan alih fungsi lahan sawah beririgasi teknis berawal dari adanya penyimpanan alih fungsi lahan yang terjadi di kawasan Cagar Alam Dananu Dusun Besar, dikarenakan adanya kelalaian pembuat kebijakan dalam menetapkan Perda RTRW tepat waktu, persaingan pemanfaatan ruang, dan lemahnya pengendalian ruang, 2). Aktor dalam penyimpangan adalah aktor secara langsuung yaitu pemilik lahan sawah awal dan pembeli lahan sawah (swasta/pengusaha) dan aktor secara tidak langsung yaitu pemerintah daerah, 3). Kepentingan yang melatarbelakangi terjadinya alih fungsi di dominasi oleh kepentingan ekonomi dan adanya politik administrative, 4). Mekanisme alih fungsi lahan sawah beririgasi teknis dilakukan secara personal atau oknum. 1.5 Sistematika Penulisan
Untuk lebih memudahkan dan lebih sistematis, maka tesis ini disusun dalam lima bab dengan sistematika sebagai berikut: Bab I
: Pendahuluan, berisi latar belakang masalah, masalah penelitian, tujuan dan kegunaan penelitian, keaslian penelitian sistematika penulisan.
Bab II
: Bab ini berisikan landasan teori dari penelitian yang terdiri dari Esensi Kebijakan dan Peran Aktor dalam Kebijakan
Bab III : Bab ini berisikan tinjauan umum lokasi penelitian, yang berisi deskripsi Wilayah Penelitian dan data informasi terkait Pembukaan dan Pembangunan Kilang Gas DSLNG yang ada di lokasi penelitian. Bab IV
: Bab ini
menguraikan gambaran umum mengenai lokasi penelitian yang
berada pada Kecamatan Batui Kabupaten Banggai dan penjelasan singkat mengenai profil proyek yang dilakukan oleh PT. Donggi Senoro bersama PT. Pertamina yang berkerjasama dengan Medco Energi.
Bab V
: Bab ini berisi Hasil Penelitian dan Pembahasan, hasil pengolahan data yang didapatkan di lapangan dan sejumlah data lain dan pembahasan mengenai Peran Aktor Kepentingan dalam Kebijakan Pembukaan dan Pembangunan Kilang Gas DSLNG di Kecamatan Batui, Kabupaten Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah
Bab VI
: Penutup, yang berisi kesimpulan dan saran-saran dari hasil penelitian.