BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Globalisasi
membuat
keterkaitan
ekonomi
nasional
dengan
perekonomian internasional menjadi makin erat. Dalam skala nasional, globalisasi berarti peluang pasar internasional bagi produk dalam negeri dan sebaliknya juga peluang masuknya produk-produk global ke dalam pasar domestik. Hal ini disebabkan karena perdagangan bebas memungkinkan masyarakat dari berbagai negara mengimpor dan mengekspor lebih banyak barang. Bagi konsumen, perdagangan bebas dipandang sebagai hal yang positif karena berarti semakin banyak pilihan barang yang dibutuhkan dengan harga dan kualitas yang bersaing. Dengan dibukanya pintu globalisasi di Indonesia dengan wujud perdagangan bebas, hal tersebut dapat dijadikan sebagai tantangan sekaligus peluang yang besar bagi setiap negara termasuk Indonesia. Tantangan dan peluang tersebut juga berlaku bagi industri holtikultura di Indonesia, salah satunya adalah komoditi buah segar. Akan tetapi, salah satu yang menjadi masalah di negara ini yaitu masih banyaknya penetrasi buah impor di Indonesia. Di antara produk impor yang membanjiri pasar lokal sebagai dampak perdagangan bebas adalah produk holtikultura. Berdasarkan data dari Kementerian Pertanian, tahun 2010 Indonesia mengimpor buah sebanyak 583
1
ribu ton buah dan 578 ribu ton sayuran. Angka tersebut kemudian naik menjadi 878 ribu ton buah dan 746 ribu ton sayuran pada tahun 2011. Nilai impor buah dan sayuran tersebut telah mencapai USD 700 juta. Paling tidak saat ini sebanyak 47 jenis komoditas pertanian impor mulai merajai pasar dalam negeri. Tabel 1.1 Data Impor Buah Apel di Indonesia Tahun 2008-2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah (Ton) 146.655 141.239 155.277 199.484 214.245
Nilai (U$) 113.347.097 113.883.684 130.721.409 170.673.734 189.336.608
Sumber : Direktorat Jenderal Holtikultura 2010
Peningkatan jumlah impor buah apel di Indonesia disebabkan oleh : 1. Rendahnya bea masuk (BM), yang ditetapkan berdasarkan skema Most Favored Nation (MFN), sebagai wujud kerjasama multilateral dalam World Trade Organization (WTO). BM apel 5%, misalnya, berlaku jauh sebelum dimulai ACFTA. Hal ini menurunkan daya saing apel Malang beberapa tahun terakhir. 2. Longgarnya aturan impor. Standar mutu yang ketat belum diberlakukan. Produk impor yang membahayakan konsumen pun lolos. Riset yang dilakukan oleh Setyabudi, dkk (2008) menunjukkan terdapat kontaminasi formalin dan pestisida pada buah impor di pasar tradisional dan swalayan. Formalin berkadar 0,10 - 122,11 ppm ada pada apel, durian, pir, dan lengkeng. Pestisida jenis klorpirifos. ditemukan pada jeruk lokan dan
2
mandarin marcot dari toko buah. Karena itu, standar mutu buah impor perlu diperketat 3. Dibukanya banyak pelabuhan ekspor-impor pangan yang memudahkan tersebarnya buah impor dari berbagai negara masuk ke wilayah Indonesia, sehingga perlu penataan ulang fungsi pelabuhan dengan tujuan memudahkan pengawasan impor ilegal dan melindungi pasar domestik. 4. Lemahnya sistem logistik dan infrastruktur di Indonesia. 5. Penanganan pasca panen buah tropis yang musiman kurang memadai. Gudang penyimpanan buah tropis merupakan fasilitas langka. Stok, mutu, dan harganya berfluktuasi sepanjang tahun 6. Pengelolaan buah yang banyak dikonsumsi rakyat dan buah unggulan ekspor belum sebanding dan optimal. Buah belum menjadi tanaman utama petani yang berlahan terbatas. Pedagang dan eksportir enggan berinvestasi jangka panjang dibudidaya buah. Kondisi ini semakin memperkecil stok buah nasional. Salah satu kendala pemasaran buah apel lokal di Indonesia yaitu ketersediaan buah yang masih belum memenuhi kebutuhan masyarakat, sehingga harga yang ditetapkan juga fluktuatif. Tabel 1.2 menunjukkan produksi buah apel lokal pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2012.
3
Tabel 1.2 Produksi Buah Apel Lokal di Indonesia Tahun 2008 -2012 Tahun 2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah (Ton) 160.794 262.009 190.609 200.173 313.727
Sumber : Direktorat Jenderal Holtikultura 2010
Semakin meningkatnya jumlah penduduk dan pendapatan per kapita di Yogyakarta, maka kesadaran masyarakat akan kesehatan juga akan meningkat begitu juga dengan pola konsumsi makanan sehat terutama buah segar termasuk buah apel. Kondisi buah nasional saat ini jika dibandingkan dengan negara-negara tetangga masih jauh dari memuaskan. Hal tersebut dikarenakan masih rendahnya mutu buah lokal yang terkait erat dengan sistem produksi buah-buahan, sistem panen, dan penanganan pasca panen. Selain itu juga disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah di bidang holtikultura. Peneliti memilih studi kasus di kecamatan Umbulharjo, Yogyakarta karena kecamatan tersebut merupakan kecamatan yang paling banyak penduduknya. Selain itu, juga dekat dengan pasar induk buah Yogyakarta. Preferensi konsumen dilakukan dengan penyebaran kuesioner di tiga tempat yaitu pasar buah tradisional, kios buah , dan pasar modern. Penyebaran kuesioner dilakukan di tiga tempat untuk mengetahui perilaku konsumen yang beraneka ragam, mulai dari konsumen kelas bawah, menengah maupun kelas atas. Sehingga data yang diperoleh juga bervariasi dan untuk memudahkan peneliti dalam penyebaran kuesioner.
4
Persaingan ekspor buah internasional telah menyebabkan pasar buah nasional mendapatkan tekanan buah impor. Longgarnya kebijakan impor buah yang diterapkan pemerintah telah membuat posisi perusahaan buah lokal semakin terpuruk karena tidak mampu bersaing dengan buah impor. Buah impor mempunyai karakteristik mutu yang seragam dan shelf-life lebih lama, yang menjadikan daya saingnya di pasar lebih besar. Para importir buah mendapatkan pasokan buah dari luar negeri dengan memanfaatkan beberapa kelemahan atribut buah tropik misalnya warna kurang menarik, ukuran tidak seragam, dan citarasa yang tidak konsisten. Besarnya nilai impor buahbuahan Indonesia perlu mendapat perhatian secara serius dari semua pihak yang terkait. Masyarakat Indonesia yang lebih menyukai buah impor dibandingkan buah lokal disebabkan faktor kualitas. Konsumen Indonesia sudah dibiasakan dengan apel impor karena memang buahnya yang selalu ada, mudah didapat dan lebih menarik. Misalnya, apel fuji China lebih manis daripada apel lokal, tampilan luar dan kemasan juga lebih menarik. Hal ini menjadi suatu rangsangan bagi konsumen Indonesia untuk mengkonsumsi buah apel impor. Akhirnya, impor buah apel semakin melonjak tinggi. Seharusnya pemerintah membentuk kawasan budidaya buah yang terintegrasi di beberapa daerah guna menjamin pasokan buah lokal sepanjang tahun sehingga konsumen tidak mengalami kesulitan untuk mencari buah apel lokal. Sebenarnya di Indonesia banyak daerah yang memiliki potensi tanaman buah unggulan, misalnya Malang,
5
Magelang, akan tetapi potensi-potensi tersebut belum digarap secara serius dan terintegrasi. Rendahnya mutu, ketidakseragaman jenis buah, dan kesulitan transportasi menjadikan Indonesia sulit meningkatkan pemasaran buahbuahan lokal ke pasar, sehingga kondisi demikian menuntut distributor untuk mampu beradaptasi agar dapat bertahan dan mampu bersaing dengan buah impor. Untuk itu diperlukan strategi pemasaran serta peningkatan kualitas buah lokal untuk menghadapi lingkungan yang selalu berubah. Akan tetapi jika dibandingkan dengan buah impor, kandungan vitamin dan tingkat keamanan pangan buah lokal tidak kalah. Buah impor banyak yang mengandung residu bahan pengawet guna memperpanjang masa simpan karena distribusi yang jauh sehingga keamanan pangan masih diragukan. Apel banyak diminati oleh masyarakat karena mempunyai tekstur yang renyah, mempunyai rasa yang segar serta nilai gizi yang tinggi. Kandungan gizi apel dalam 100 gram buah apel dapat dilihat pada Tabel 1.3. Apel mempunyai kandungan karbohidrat yang cukup tinggi sebesar 14,9 gram sehingga baik dikonsumsi untuk program diet sebagai pengganti makanan pokok.
6
Tabel 1.3 Kandungan Buah Apel Nomor
Nama Zat Gizi
Satuan
Kandungan
1
Energi
Kalori
58,00
2
Protein
Gram
0,30
3
Lemak
Gram
0,40
4
Karbohidrat
Gram
14,90
5
Kalsium
Miligram
6,00
6
Fosfor
Miligram
10,00
7
Vitamin B1
Miligram
0,04
8
Vitamin B2
Miligram
0,03
9
Vitamin C
Miligram
5,00
10
Vitamin A
RE
24,00
11
Niacin
Miligram
0,10
12
Besi
Miligram
1,30
13
Serat
Gram
0,70
Produk buah apel di Indonesia pada umumnya bersifat musiman yang mana pada saat musim panen buah tertentu akan mengalami penawaran yang berlebih (over-supply), sehingga seringkali harga buah jatuh. Sementara itu permintaan konsumen buah apel juga mengalami musiman setiap tahunnya, misalnya secara tradisi budaya pada saat menjelang dan sekitar hari raya atau saat musim pernikahan permintaan buah melonjak tajam, sementara pada saat itu produksi lokal relatif tetap (sedang tidak musim), maka yang terjadi buah apel impor menjadi alternatif pilihan konsumen. Memperhatikan fenomena di atas, maka tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengkaji preferensi konsumen terhadap buah apel lokal dan apel impor sebagai upaya untuk melakukan peningkatan pemasaran buah apel lokal. 7
1.2. Perumusan Masalah Kondisi di Indonesia saat ini, penetrasi buah impor semakin meningkat termasuk buah apel. Buah impor memiliki keunggulan dari segi tampilan buah yang lebih menarik, ukuran dan warna yang seragam, kontinuitas keberadaannya di pasaran terus terjaga, serta harga yang lebih kompetitif. Padahal jika dilihat dari segi keamanan pangan, masih banyak buah impor yang menggunakan bahan-bahan berbahaya dengan tujuan memperpanjang masa simpan. Berbeda dengan buah lokal yang akan tetap segar serta memiliki kandungan vitamin yang lebih banyak. Akan tetapi , pemasaran buah apel lokal di Indonesia masih mempunyai banyak kendala terutama untuk mendapatkan kepercayaan konsumen. Untuk itu, pada penelitian ini membahas mengenai preferensi konsumen terhadap buah apel lokal dan impor untuk melakukan peningkatan pemasaran buah apel lokal. 1.3. Batasan Masalah Agar penelitian yang akan dilakukan dapat berfokus pada masalah yang telah dirumuskan, maka penelitian ini diberikan batasan dan asumsi sebagai berikut : a. Sikap konsumen yang diteliti adalah sikap konsumen terhadap berbagai atribut produk apel dan factor-faktor yang mempengaruhi pembelian yang telah ditetapkan oleh peneliti. b. Atribut-atribut produk yang akan dijadikan objek penelitian adalah aroma, rasa, warna,dan ukuran.
8
c. Faktor berpengaruh dalam keputusan pembelian yang diteliti yaitu faktor harga, promosi, tempat membeli, frekuensi pembelian, dan jenis apel. d. Penelitian ini terbatas hanya untuk buah segar khususnya buah apel lokal dan buah apel impor. e. Penelitian dilaksanakan pada pasar dan kios buah Kecamatan Umbulharjo Yogyakarta sebagai objek penelitian dan studi kasusnya. f. Responden yang akan menjadi objek survei kuesioner berasal dari konsumen / pembeli akhir. 1.4. Tujuan Penelitian Penelitian yang akan dilakukan mempunyai tujuan sebagai berikut : a. Mengetahui apakah ada perbedaan preferensi konsumen antara buah apel lokal dengan buah apel impor ditinjau dari segi atribut warna, rasa, aroma, dan ukuran. b. Mengetahui atribut-atribut yang paling dipertimbangkan dalam konsumsi buah apel lokal maupun apel impor. c. Mengetahui besarnya pengaruh faktor kualitas, tempat membeli, dan harga terhadap peningkatan penjualan buah apel. 1.5. Manfaat Penelitian a. Bagi peneliti : penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana belajar, menambah wawasan dan pengetahuan serta yang terpenting adalah mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat selama kuliah untuk menghadapi permasalahan nyata yang ada di lapangan. b. Bagi umum : dapat dijadikan sebagai tambahan pengetahuan.
9
c. Bagi produsen buah apel lokal : dapat dijadikan sebagai bahan masukan dan bahan pertimbangan dalam menetapkan strategi pemasaran dan upaya peningkatan harga dan penghasilan. d. Bagi petani : penelitian ini dapat dijadikan motivasi untuk terus meningkatkan kualitas buah apel lokal. e. Sebagai bahan referensi dan masukan bagi peneliti yang ingin mengembangkan serta melanjutkan penelitian dengan tema yang sama.
10