BAB I PENDAHULUAN
Peluang bisnis makanan dan minuman di Indonesia yang didukung oleh besarnya pola konsumtif masyarakat Indonesia merupakan peluang bisnis yang bagus bagi para pengusaha makanan. 1
Gambar 1.1 Peluang Bisnis di Indonesia 20081
Berkembangnya berbagai macam bisnis makanan yang disuguhkan oleh pengusaha makanan tidak hanya membidik pasar dari satu kalangan saja, melainkan dari berbagai kalangan. Hal ini tersaji dalam berbagai jenis usaha dari kalangan atas hingga masyarakat kelas bawah, antara lain bisa berupa restoran, cafe, pujasera, depot, hingga warung-warung pedagang kaki lima. Perkembangan drastis bisa dirasakan pada banyak bermunculannya warung-warung pedagang kaki lima yang menjual berbagai jenis makanan.
Gambar 1.2 Sentra PKL Taman Bungkul.
Pedagang kaki lima (PKL) bisa dikatakan sebagai salah satu alternatif usaha bagi masyarakat perkotaan. Mengingat konsep usahanya tidak terlalu rumit, tetapi sangat bervariasi. Pasar yang dituju oleh PKL juga sangat besar karena mencakup hampir semua 1
www.wartaekonomi.com : peluang bisnis di Indonesia tahun 2008
1
2
lapisan masyarakat. Keunggulan lain dari PKL adalah keberadaannya mudah dihafal serta biaya pengadaan dan perawatan yang relatif murah. Selain itu, saat ini keberadaan PKL juga lebih teratur dan terjamin dengan adanya peraturan daerah, contohnya di kota Surabaya. 1.1. Eksistensi dan Regulasi Pedagang Kaki Lima A. Definisi Pedagang Kaki Lima “Pedagang kaki lima atau disingkat PKL adalah istilah untuk menyebut penjaja dagangan yang menggunakan gerobak. istilah itu sering ditafsirkan karena jumlah kaki pedagangnya ada lima. Lima Kaki yang dimaksud adalah dua kaki pedagang ditambah tiga “kaki” gerobak (yang sebenarnya adalah tiga roda atau dua roda dan satu kaki). Saat ini istilah PKL juga digunakan untuk pedagang di jalanan pada umumnya”.2 B. Regulasi Sarana Bantu Jual dan Lokasi PKL Menurut Perda No 17 tahun 2003 pasal 1 ayat 11, sarana bantu jual PKL (gerobak atau rombong) harus mudah dipindah dan dibongkar pasang, tetapi pengecualian pada sentra-senta PKL disana alat peraga tidak lagi harus mudah dipindah dan dibongkar pasang karena wilayah yang mereka tempati adalah legal bagi mereka untuk berjualan secara permanen. Misal di sentra PKL Taman Bungkul Surabaya yang kebanyakan menjual makanan setengah masak/ setengah siap saji, juga penjual makanan dan minuman ringan (snack), disana mereka berjualan secara permanen. Contoh lain Sentra
Gambar 1.3. Denah Sentra PKL Taman Bungkul
2
www.wikipedia.com versi bahasa Indonesia
3
PKL yang mangkal, mereka berjualan di tempat dan waktu dimana ada jumlah konsumen yang banyak dan juga telah mendapat legalisasi dari pihak Pemerintah Kota. 3 Contoh pada kawasan Jl. Gubernur Suryo pada hari-hari dan jam tertentu, mereka dizinkan berjualan disekitar jalan tersebut karena pada hari-hari tertentu kawasan tersebut digunakan para warga Surabaya untuk refreshing bersama keluarga atau teman, tentunya dalam berjualan mereka harus sesuai dengan batas-batas yang telah ditentukan. Pada area pariwisata dan perdagangan juga kerap kali diramaikan dengan kehadiran PKL makanan, karena pada kawasan tersebut termasuk kawasan yang ”basah” akan konsumen. Contohnya adalah kawasan pariwisata Kebun Binatang Surabaya dan Areal Plaza JMP. Beberapa Denah Lokasi PKL :
Gambar 1.4. Bbeberapa Denah Lokasi PKL Binaan di Surabaya
Ket :
3
Lokasi Sentra PKL
Laporan Tugas Akhir Handy O.S., Desain Sarana Fasilitas Pedagang Kaki Lima (PK5) Mangkal bagi penjual Makanan setengah siap saji.
4
Pada umumnya, lokasi berjualan para pedagang kaki lima adalah di daerah jalan raya yang beraspal. Untuk beberapa lokasi, lokasi berjualannya di atas paving batako, dan sedikit diantaranya di atas tanah berumput. Pada tahun 2003 Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya menentukan kebijakan mengenai pelaku usaha dan pedagang, khususnya PKL, dengan tujuan menertibkan keberadaan para pelaku usaha tersebut dalam melakukan aktivitasnya di kota Surabaya. Aturan-aturan yang berkaitan dengan sarana jual diatur dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 mengenai Pedagang Kaki Lima, Berikut kutipan dalam peraturan daerah :
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1
..... 6. Pedagang Kaki Lima, yang selanjutnya dapat disingkat PKL adalah pedagang yang menjalankan kegiatan usahanya dalam jangka waktu tertentu dengan mempergunakan sarana atau perlengkapan yang mudah dipindahkan, dibongkar pasang dan mempergunakan lahan fasilitas umum sebagai tempat usahanya. 4
Fenomena PKL memang pada awalnya sangat memprihatinkan, terkait dengan keberadaannya yang dianggap merusak keindahan kota. Hal ini dikarenakan keberadaan mereka yang tanpa izin, kumuh, dan tidak teratur. Adapun dalam perkembangananya, Pemkot Surabaya, dalam hal ini Dinas Perdagangan dan Perindustrian (Desperindag), telah memberikan alternatif solusi bagi para PKL, yaitu dengan mengadakan pembinaan dan menyediakan lahan yang dapat digunakan oleh para pedagang tersebut. Program ini dikhususkan bagi para pedagang yang sudah memiliki izin dan terdaftar. Mereka diberi keleluasaan untuk mengembangkan usahanya dan dibina. Adapun jumlah PKL binaan yang ada di Surabaya dikelompokkan sebagai berikut : 5
4 5
Peraturan Daerah Kota Surabaya No 17 tahun 2003 Majalah Gapura edisi Februari 2008
5
Tabel 1.1 Daftar PKL Binaan Lokasi Surabaya
1.2.
Definisi Judul Judul “Desain Rombong Penjual Makanan Kaki Lima Sistem Semi Prasmanan”
ini maksudnya adalah sebuah sistem sarana bantu jual, berupa rombong, bagi pedagang kaki lima mangkal, yang sudah difasilitasi tenda oleh pengelola pedagang kaki lima yang berwenang, seperti pada kawasan pedagang kaki lima di Taman Bungkul, Surabaya. Rombong ini diperuntukkan untuk menjual makanan secara semi prasmanan. Definisi kata “Prasmanan” sendiri secara bahasa diartikan dari kata dalam bahasa Inggris “buffet” (dibaca "buffé") adalah cara penyajian makanan dalam pesta maupun restoran dengan meletakkan makanan pada meja panjang dan pengunjung mengambil sendiri menu yang diinginkan6. Atau secara istilah, prasmanan bisa diartikan juga dari istilah dalam bahasa Inggris “self-service” yang artinya “melayani diri sendiri” atau “pelayanan tanpa bantuan orang lain”, maksudnya adalah bahwa seseorang bisa memilih atau mengambil makanan yang dipajang secara langsung tanpa perlu menunggu dihidangkan oleh pramusaji atau penjual makanan. Sedangkan arti dari “sistem semi prasmanan” adalah konsep makan secara prasmanan tetapi didampingi oleh seorang asisten yaitu penjual atau pramusaji yang bertugas memandu pembeli untuk memilih makanan. Contohnya pada beberapa restoran atau gerai yang menyajikan makanan secara semi prasmanan, yang pembelinya diberi keleluasaan untuk mengambil sendiri makanan yang dihidangkan terbatas pada hidangan yang berupa nasi atau lontong serta makanan yang mengandung sayur/kuah. Sedangkan
6
www.wikipedia.co.id
6
untuk lauk-pauk dan hidangan pelengkap lainnya dihidangkan dengan bantuan pramu saji/penjual, agar proses penghitungan harga tiap item makanan yag dijual tidak rancu. Jadi Desain Rombong Penjual Makanan Kaki Lima Sistem Semi Prasmanan ini adalah desain rombong yang memfasilitasi pedagang makanan kaki lima dengan sistem penyajian makanan secara semi prasmanan. 1.3.
Latar Belakang Masalah Pengkajian terhadap adanya Rombong Penjual Makanan Kaki Lima Sistem Semi
Prasmanan ini terkait oleh beberapa hal antara lain : 1.3.1.
Pendekatan Sosial Budaya Seiring dengan meningkatnya perkembangan budaya, terjadi perubahan pola dan
tatacara kehidupan yang cenderung mencari kepuasan dengan lebih mudah dan cepat.
Gambar 1.5 Pelayanan di Supermarket
Contohnya adalah banyak bermunculan minimarket dan supermarket, yang dirancang agar memudahkan konsumen untuk memilih barang yang hendak dibeli. Karena pada dasarnya barang yang dijual diletakkkan pada suatu etalase yang mudah dilihat dan diambil oleh konsumen dengan tujuan agar konsumen semakin tertarik untuk membeli. Begitu juga pola makan masyarakat saat ini. Seiring dengan meningkatnya tingkat kepuasan, maka orang akan cenderung memilih suatu pola penyajian makanan yang mudah dan memuaskan. Seperti pada acara pesta pernikahan, sistem prasmanan merupakan suatu metode untuk menjamu tamu, yang diharapkan akan mendapatkan kepuasan yang maksimal dengan adanya metode penyajian seperti ini. Begitu juga dengan mulai banyak bermunculan usaha makanan, baik berupa restoran maupun warung, yang mengusung sistem penyajian secara prasmanan.
7
Gambar 1.6 Budaya Prasmanan pada Pesta Pernikahan
Budaya atau cara prasamanan yang terlihat di acara-acara pernikahan, tentu berbeda dengan konsep makan prasmanan di sebuah restoran atau depot, karena sebagian kalangan dalam lingkup masyarakat Indonesia belum sepenuhnya memiliki kesadaran, terutama berkaitan dengan penerapan sistem prasmanan, yang
bisa saja melakukan
kecurangan-kecurangan semisal mengambil secara berlebihan, atau tidak jujur dalam mengambil porsi makanannya. Akan tetapi hal itu tentu tidak menjadi permasalahan bagi restoran yang menyajikan konsep makan secara prasmanan. Terutama bagi restoran dengan taraf menengah ke atas. Mereka memiliki sistem tersendiri untuk membatasi kecurangan maupun kerugian akibat porsi makan yang tidak terukur karena konsep prasmanan tersebut.
Gambar 1.7 Sistem Prasmanan di Restoran-Restoran Terkenal
8
Maka dari itu, istilah konsep ‘prasmanan’ pada beberapa restoran di Surabaya diusung menjadi sistem ‘semi self service’ atau ‘semi prasmanan’, terutama restoran di hotel-hotel berbintang. Misalnya, Kartini Restaurant (Surabaya Plaza Hotel), Restoran Sailendra (JW Marriott). Atau beberapa rumah makan seperti Ayam Goreng Fatmawati, Pecel Pincuk Suroboyo, Bakso Malang Cak Su, dan kini banyak pula warung atau depot yang mengusung konsep penyajian makanan dengan sistem semi prasmanan. Konsep ‘semi prasmanan’ pada dasarnya sama seperti ‘prasmanan’ pada umumnya, hanya saja pembeli dibatasi keleluasaannya dalam memilih dan mengambil makanan. Semi prasmanan lebih menonjolkan sisi tampilan dan kemudahan akses bagi pembeli, tapi tetap didampingi oleh seorang asisten untuk memandu pembeli agar proses transaksinya menjadi lebih mudah dan tidak rancu. Penerapan semi prasmanan bisa kita lihat pada restoran atau kedai yang menjual masakan khas Padang. Sistem penyajian masakan khas Padang ini biasanya diletakkan pada piring yang ditata di atas rombong atau meja khusus, sistem pemberian harganya dengan pemberian harga khusus untuk paket nasi dan sayur, kemudian harga lauk-pauk yang bervariasi bisa ditambahkan dengan masing-masing item memiliki harga tersendiri. Berdasarkan hasil observasi mengenai konsep semi prasmanan, contoh lain bisnis makanan di Surabaya yang menerapkan sistem semi prasmanan yaitu Restoran Pecel Pincuk Suroboyo. Pecel Pincuk Suroboyo merupakan restoran dengan konsep semi prasmanan yang menyediakan Nasi Pecel khas Surabaya. Selain pecel, ada beberapa menu lain yang juga ditawarkan, serta berbagai jenis minuman.
Gambar 1.8 Restoran Pecel Pincuk dengan Sistem Penyajian Semi Prasmanan
Sistem prasmanan yang dihadirkan adalah penataan pecel, bumbu pecel, laukpauk yang diletakkan di atas meja. Semua makanan yang berupa lauk pauk ditata
9
tersendiri sedemikian rupa sehingga pembeli bisa memilih dan mengambil dengan mudah. Jenis makanan yang bisa diambil sepuasnya adalah nasi dan sayuran pecel. Nasi dan pecel yang diambil berapapun banyaknya dihitung satu harga pokok yaitu Rp. 5000,-. Penambahan harga dihitung sesuai dengan lauk-pauk yang diambil. Sistem penghitungan harga (transaksi pembayaran) dilakukan setelah pembeli mengambil lauk-pauk yang diambil.7 Sistem penyajian makanan secara semi prasmanan ini diharapakan dapat meningkatkan daya jual dan mutu pelayanan. Sebagai contoh, adalah studi kasus Restoran Pecel Pincuk Suroboyo ini yang cukup berhasil mengembangkan pemasarannya dengan menerapkan sistem semi prasmanan ini. Pecel Pincuk Suroboyo bisa memenuhi kebutuhan makan dengan lebih tepat sasaran, karena sistem yang diusung dinilai lebih memuaskan pelanggannya dikarenakan tujuan utama orang makan adalah puas terhadap pelayanan dan kenyang. Dan dengan konsep semi prasmanan, tujuan tersebut bisa tercapai.
1.3.2.
Pendekatan Kebutuhan untuk Makan di Luar Rumah Manusia memang hidup bukan untuk makan, tetapi manusia membutuhkan
makan untuk hidup. Makan memerlukan salah satu jenis kenikmatan, dan untuk mengejar kenikmatan itu tentu ada beberpa kriteria yang harus dipenuhi dalam memilih makanan atau tempat untuk makan. Terkadang orang lebih suka makan di luar daripada masak sendiri di rumah. Pada masyarakat kelas menengah, ketika memilih tempat untuk makan, tentu ada beberapa pertimbangan yang harus dipenuhi, pertimbangan-pertimbangan itu antara lain : 1. Tampilan yang menarik, secara tak sadar orang akan cenderung memilih sesuatu yang menarik untuk diketahui. Oleh sebab itu banyak outlet makanan menawarkan tampilan yang menarik untuk membuat calon pelanggan merasa perlu untuk makan di tempat tersebut. 2. Servis dan fasilitas yang didapat, termasuk cara pelayanan, kebersihan tempat, suasana, serta waktu pelayanan. 3. Harga sebanding dengan kepuasan yang didapat, harga juga bisa menjadi hal yang paling utama ketika seseorang memilih tempat untuk makan. 4. Porsi yang ditawarkan, biasanya dengan porsi yang sesuai maka orang bisa menentukan berapa porsi yang harus dipesan. 5. Citarasa dan selera pada waktu itu, tidak ada orang yang makan dengan menu yang 7
Pakar Semi Prasmanan, Pemilik Restoran Pecel Pincuk Suroboyo, Hj. Siti Aisyah.
10
sama setiap saat, dan selera yang timbul terkadang berubah-ubah setiap waktu. 6. Rekomendasi atau tingkat kepopuleran sebuah tempat makan. Biasanya seseorang makan di luar karena mengetahui informasinya dari orang lain, maupun dari iklan-
Gambar 1.9 Kebutuhan Untuk Makan Di luar Rumah
iklan yang banyak beredar di tengah masyarakat. Bahkan ada semacam perasaan gengsi ketika orang tersebut makan di suatu tempat makan yang ramai dikunjungi. Dengan adanya budaya prasmanan, ada dari beberapa pertimbangan di atas yang berkaitan dengan perlunya sebuah tempat makan dengan sistem prasmanan. Berdasarkan hasil survey yang diambil dari proses wawancara, pada 100 orang yang dipilih secara acak dengan rentan usia 19- 45 tahun, didapat : “Jika anda makan di sebuah warung atau restoran, maka jenis pelayanan yang anda inginkan adalah ‘disajikan penjual’ atau ‘secara prasmanan ?”
40%
Menunggu dan disajikan penjual Sesuai kondisi dan suasana
8% 52%
Gambar 1.10 Diagram Hasil Survey Kebutuhan Masyarakat pada Makan Secara Prasmanan
Dari data di atas bisa dilihat ada beberapa responden yang memberikan alasan detail mengenai mengapa memilih prasmanan dan mengapa tidak menginginkan prasmanan.
11
Dari beberapa yang menyatakan lebih suka prasmanan, ada beberapa alasan utama, antara lain : • Tidak suka menunggu • Bisa mengambil sepuasnya (dalam hal ini dalam ukuran porsi nasi/sayur). • Sesuai porsi yang diinginkan • Mudah memilihnya karena semua sajian bisa terlihat lebih jelas dan terkesan mewah Sedangkan dari beberapa yang tidak menginginkan prasmanan ada beberapa alasan : • Lebih suka dilayani karena tidak suka repot • Lebih suka memanfaatkan waktu menunggu untuk ngobrol • Menyerahkan sepenuhnya pada penjual • Jika prasmanan terkesan harganya mahal Ada juga yang tidak memilih keduanya, yang mengacu pada keadaan saat itu, yaitu yang menyatakan sesuai dengan kondisi tempat yang didatangi, bisa saja prasmanan maupun dilayani.
Pada dasarnya, setiap orang akan pergi ke tempat makan jika waktu makan telah tiba. Dari situ orang akan mempertimbangkan bagaimana makanan itu bisa cepat tersaji, apa yang ingin di makan, serta berapa porsi yang dibutuhkan. Dari kriteria-kriteria tersebut, maka sistem semi prasmanan bisa menjadi alternatif solusi. Dengan sistem ini, makanan bisa segera tersaji karena tanpa perlu menunggu makanan dimasak, karena pada umumnya sistem prasmanan selalu menghadirkan makanan yang siap saji. Jenis makanan atau menu yang disajikan juga bisa terlihat dan mudah dipilih, serta porsinya bisa disesuaikan dengan kebutuhan. Pada masyarakat kelas menengah, kriteria yang tidak kalah pentingnya adalah harga. Harga tidak harus murah tetapi setidaknya sebanding dengan kepuasan yang didapat. Bisa saja mereka memilih tempat makan seperti di restoran maupun kafe saat kondisi keuangan sedang bagus. Tetapi tidak demikian ketika harus berhemat, bisa jadi alternatif pilihan tempat makan adalah warung kaki lima. Bagi masyarakat kelas menengah, sistem makan ala prasmanan terkadang terkesan mewah dan tentunya mahal. Namun jika penyajiannya bisa ditawarkan melalui konsep pedagang kaki lima, maka bisa jadi masyarakat kelas bawah pun bisa menjangkau. Dan dengan konsep ala prasmanan itu, masyarakat kalangan atas juga lebih tertarik, meskipun sarananya berupa warung kaki lima. Tentunya dengan mengandalkan segi desain, hal itu bisa lebih menarik perhatian.
12
1.3.3.
Pendekatan Pasar Berkaitan dengan kelas sosial di masyarakat, juga ditinjau dari pemilihan lokasi
dan jenis pelanggannya, bisnis makanan bisa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok, antara lain : 1.
Bisnis makanan bermodal besar Yang termasuk dalam jenis usaha ini antara lain restoran dan kafe. Bisnis ini
biasanya berlokasi di tempat yang strategis untuk dikunjungi, misalnya di pusat kota, di dekat jalan-jalan protokol, maupun memiliki gerai khusus di pusat pertokoan. Biasanya pelanggan di tempat ini adalah kalangan menengah ke atas. Harga menu yang ditawarkan bisa mencapai Rp. 20.000,- atau lebih per porsi.
Gambar 1.11 Usaha Restoran
2. Bisnis makanan bermodal sedang Contohnya seperti rumah makan atau depot. Lokasinya biasanya berada di daerah yang cukup ramai dan masih mudah dijangkau. Biasanya pelanggan di tempat ini adalah kalangan menengah. Dan harga menu yang ditawarkan bisa mencapai Rp. 10-15 ribu per porsi. 3. Bisnis makanan bermodal kecil, Seperti halnya warung atau PKL. Biasanya pelanggan di tempat ini adalah kalangan menengah ke bawah. Dan harga menu yang ditawarkan bisa kurang dari Rp. 10.000,- per porsi. Lokasinya biasa di pinggir jalan atau berkeliling.
Dari ketiga kelompok usaha berdasarkan modal tersebut, tentunya memiliki range keuntungan yang berbeda-beda. Kelompok yang pertama misalnya, jika tidak memiliki reputasi dan servis yang maksimal tentu tidak akan mendapat banyak pelanggan meskipun keuntungan yang didapat cukup besar. Begitu juga kelompok yang lain, semakin tinggi barang atau sistem yang ditawarkan maka resikonya juga berbanding lurus. Di masyarakat, kelas sosial dibagi menjadi tiga, yaitu kalangan atas, menengah, dan bawah. Hal ini didasarkan pada range besar pendapatan masing-masing individunya.
13
Jumlah masyarakat dalam setiap kelas sosial tersebut yang terbanyak adalah masyarakat yang menduduki kelas menengah, pada umumnya telah memiliki pekerjaan dan pendapatan yang relatif tetap. Ditinjau dari kelas sosial dan pendapatan terhadap pola makan, semakin tinggi kelas sosialnya tentu keinginan untuk makan di luar juga jauh lebih besar dibandingkan jika makan di rumah. Namun pada masyarakat kelas menengah terjadi penurunan prosentase keinginan untuk makan di luar pada jenis masyarakat dengan tingkat pendapatan yang semakin ke bawah. Hal ini bisa diamati pada grafik berikut : Tabel 1.2 Penghasilan Masyarakat dibanding Kelas sosialnya dihubungkan dengan prosentase keinginana untuk makan di luar rumah. Penghasilan
Kelas Sosial
Up
Atas
>10 Jt >5 Juta >2,5 Juta >1 Juta
Menengah
<1 Juta < 500Rb
Minim
Bawah
Prosentase keinginan untuk makan di luar Prosentase keinginan untuk tidak m akan di luar
Pengaruh pada bisnis makanan juga bisa dirasakan dari realita ini, oleh sebab itu perlu kejelian untuk menarik pasar di bidang bisnis makanan. Prinsip seorang penjual makanan adalah bagaimana makanan yang dijual bisa diterima oleh masyarakat serta makanan itu laku dan cepat habis, karena makanan tidak bisa bertahan dalam jangka waktu yang lama. Di lain sisi, bisnis makanan tidak akan pernah mati, karena manusia perlu makan untuk melangsungkan kehidupannya. Oleh sebab itu, banyak masyarakat yang rela terjun ke dalam bisnis makanan meskipun dengan modal yang tidak terlalu besar, tapi bisa menarik pelanggan sebanyak-banyaknya. Jadi, meskipun kelompok ketiga bermodal relatif kecil jika banyak pelanggan dan barang yang ditawarkan bisa cepat habis, maka hal itu akan menjadi nilai tambah tersendiri. Namun, tidak mudah menciptakan suatu bisnis makanan yang bisa diterima oleh seluruh lapisan masyarakat. Apalagi tiap kelas sosial memiliki kriteria tersendiri dalam memilih tempat yang nyaman untuk makan. Hal ini tentunya memerlukan beberapa aspek, antara lain servis, citarasa, harga yang ditawarkan, serta bisa juga rekomendasi dari orang lain. Dan tak kalah pentingnya adalah bagaimana tampilan sebuah bisnis
14
makanan itu bisa menarik pembeli. Bagi masyarakat kalangan atas, servis dan kenyamanan menjadi hal yang utama. Sedangkan masyarakat kelas bawah lebih mementingkan pertimbangan harga. Berbeda dengan masyarakat kelas menengah, mereka lebih banyak pertimbangan karena mereka memiliki gabungan selera dari kedua kelas sosial lainnya, terutama dalam hal tampilan. Maka tidak perlu diragukan lagi jika suatu bisnis makanan memerlukan sarana yang bisa meningkatkan daya jualnya. Setiap bisnis makanan memiliki metode khusus dalam menampilkan penyajian dan penawaran makanan, masing-masing memiliki sarana jual yang menunjukkan ciri khasnya. Misalnya pada kafe atau restoran terdapat meja bar khusus atau food counter, pada pujasera terdapat booth atau rombong, hingga PKL yang menggunakan tenda dan rombong khusus, baik yang kelilling maupun yang menetap. Banyak usaha waralaba dan franchise di Surabaya yang juga mengusung metode pemasaran jemput bola dengan menggunakan sarana jual khusus untuk menarik pembeli, yaitu dengan menggunakan counter atau kios kecil, seperti Kebab Turki Babarafi, Monster Jelly, dan Jamur Crunchy.
1.3.4.
Pendekatan Sarana Jual Sebelum memilih jenis sarana yang akan dipakai, terlebih dahulu
perlu diketahui jenis-jenis sarana jual yang ada. Sarana jual itu dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis, antara lain : 1. Food Counter
Gambar 1.12 Bentuk Food Counter pada Sebuah Gerai
Bisa disebut juga Meja Counter, merupakan sebuah meja yang biasanya terdiri dari meja kasir, display, dan tempat memasak. Food counter biasa ditampilkan dalam restoran maupun kafe, fungsinya sebagai tempat aktivitas penjual dan berinteraksi dengan pembeli. Biaya produksi meja counter ini bisa mencapai Rp 7-15 juta.
15
2. Kios Berbentuk sebuah mini counter yang bisa berkonsep outdoor atau indoor. Ukurannya biasanya tidak lebih dari 2 m² dan dibuat tanpa roda. Biasanya menetap di suatu tempat. Biaya produksinya antara Rp 3-7 Juta.
Gambar 1.13 Kios Penjual Makanan
3. Booth Berbentuk mirip kios, tapi dengan dimensi yang lebih besar, sekitar 3-4 m², biasanya berbentuk kubus, serta memiliki roda kecil. Memiliki bentuk yang lebih kompak dibandingkan kios, biasanya berbentuk tertutup dengan diliputi oleh atap dan lantai. Biaya pembuatan sebuah booth bisa berkisar antara Rp 10-15 juta.
Gambar 1.14 Bentuk Booth
4. Mobile Cart (Rombong) Rombong merupakan sarana jual makanan yang cukup efektif, dikarenakan biaya produksinya relatif murah dibanding sarana jual yang lain. Kisaran harga rombong sekitar Rp 2-7 Juta. Rombong biasanya dilengkapi dengan roda yang memungkinkan sarana ini berpindah tempat dari lokasi yang jauh. Juga dimensinya yang kecil sehingga tidak terlalu membutuhkan tempat yang luas. Rombong ada yang didesain untuk berkeliling, biasanya dipadukan dengan becak sehingga nyaman untuk dibawa berkeliling. Serta ada juga yang menetap, tetapi tetap menggunakan roda kecil untuk memindahkan posisinya dari lokasi awal ke lokasi berjualan. Rombong biasanya dilengkapi dengan tenda kecil (atap) agar penjual tidak terkena hujan maupun panas.
16
Karena beberapa keunggulan tersebut, rombong banyak dipakai oleh pedagang kaki lima untuk memulai usahanya. Dan kini banyak usaha franchise makanan yang menggunakan rombong sebagai sarana jual, karena fungsi rombong selain sebagai sarana jual sekaligus sebagai media promosi yang efektif.
Gambar 1.15 Macam-macam Rombong
5. Tenda Tenda biasa dipakai oleh penjual makanan yang berjualan makanan di kawasan Pedagang Kaki Lima atau pujasera. Penjual makanan yang menggunakan tenda biasanya hanya menggunakan meja khusus untuk mempersiapkan sajiannya dan fasilitas untuk pembeli berupa tempat duduk dan meja. Tenda membutuhkan areal minimal 2x2 m². Tenda biasanya juga dipadukan dengan rombong atau sebagai pelengkap rombong. Biaya pengadaan tenda juga relatif murah.
Gambar 1.16 Tenda PKL
Di dalam Peraturan Daerah Kota Surabaya No. 17 Tahun 2003 mengenai Pedagang Kaki Lima, terkait dengan sistem manajerial alat peraga/sarana jual yang digunakan, maka dapat dibatasi jenis sarana yang akan dipakai. Berikut kutipan peraturan daerah tersebut :
17
BAB I KETENTUAN UMUM Pasal 1 ..... 11. Alat peraga PKL adalah alat atau perlengkapan yang dipergunakan oleh PKL untuk menaruh barang yang diperdagangkan yang mudah dipindahkan dan dibongkar pasang, misalnya gerobak dengan dilengkapi roda
Dari beberapa sarana jual tersebut, menurut keberadaannya, sarana yang cocok untuk pedagang kaki lima adalah jenis rombong, booth, kios atau tenda. Namun jika sesuai dengan fungsi dan biayanya, sarana jual yang efektif bagi pedagang kaki lima adalah rombong dan tenda. Kemudian pada beberapa lokasi PKL binaan, pihak pengelola sudah menyediakan tenda khusus, jadi sarana yang akan dibuat adalah jenis rombong.
1.3.5. Pengelompokkan Jenis Makanan Sebelum melangkah lebih mengenai sistem penyajian semi prasmanan, kita juga perlu mengetahui jenis-jenis makanan yang sekiranya sesuai dengan konsep ala prasmanan. Jenis makanan yang banyak dijumpai di kota besar semisal Surabaya, bisa dikelompokkan menjadi beberapa kelompok : 1. Makanan tradisional Indonesia Pada dasarnya masakan khas Indonesia adalah jenis makanan siap saji. Makanan khas Indonesia memiliki cita rasa yang beragam, ada banyak macam makanan khas Indonesia yang mirip satu sama lainnya dalam hal bahan dan pengolahan. Menurut cara
Gambar 1.17 Macam-macam Masakan Tradisional Indonesia
penyajiannya makanan ini biasanya diracik dengan bumbu khusus, misalnya : pecel, gado-gado, rujak, semanggi dan tahu lontong. Makanan khas Indonesia kebanyakan adalah makanan yang disajikan secara
18
campuran, terdiri dari bermacam-macam bahan, diracik sedemikian rupa menjadi satu menu masakan. Biasanya terdiri dari bahan sayuran dan lauk-pauk semisal tahu, tempe atau telor yang disiram dengan bumbu pelengkap, yang mencirikan nama masakan tersebut, contohnya bumbu pecel atau bumbu petis. Ditinjau dari kelengkapan penyajiannya, kebanyakan dalam satu menu masakan Indonesia memiliki bermacam jenis pilihan item dan racikan yang bisa disajikan secara custom sesuai dengan selera orang yang mengkonsumsi. Misalnya pada menu gado-gado terdapat item berupa kentang, telur, kubis, taoge, ketimun, tahu, dan kerupuk, orang bisa mencampurkan seluruhnya ke dalam satu racikan menu maupun sebagian dari item tersebut sesuai selera masing-masing. Terkadang ada yang tidak suka salah satu dari item tersebut, maka biasanya tidak menyertakannya dalam racikan tersebut. Contoh lain adalah bakso dan tahu lontong. Konsep makanan seperti ini sangat cocok dengan sistem penyajian makanan secara prasmanan, karena makanan yang terhidang sudah dalam keadaan matang, tinggal dicampur dan diracik dengan bumbu atau kuahnya. Kecuali kelompok makanan yang dihidangkan langsung dengan kuah atau bumbunya, makanan ini harus tersaji langsung dalam satu tempat dan perlu dijaga kondisi suhunya agar tetap hangat jika ingin disajikan ala prasmanan. 2. Makanan berkuah encer Makanan berkuah yang penyajiannya bisa dipadu dengan lauk-pauk. Makanan jenis ini biasanya terdiri dari beberapa macam sayuran yang dimasak menjadi satu dengan kuahnya. Misal sayur sop, sayur bening dan sayur asem. Untuk menambah selera, biasanya orang menambahkan lauk-pauk ke dalamnya. 3. Makanan dengan kuah khusus Makanan yang disiram dengan kuah khusus, semisal bakso, tahu campur, soto, atau rawon. Makanan ini biasanya terdiri dari beberapa item, kemudian dihidangkan dengan cara disiram dengan kuahnya terlebih dahulu. 4. Makanan berbumbu kental Makanan ini biasanya dihidangkan langsung dengan kuah atau bumbunya yang agak kental semisal gulai, kare, capcay, krengsengan, ayam bumbu kecap, atau ayam bumbu bali. Makanan jenis ini sudah biasa dihidangkan dalam acara-acara prasmanan.
19
Gambar 1.18 Makanan Berkuah Kental
5.
Masakan olahan Makanan yang penyajiannya dengan cara dimasak terlebih dahulu, baik dengan
cara digoreng, dikukus, atau dibakar. Misal nasi goreng, ayam bakar, dan lalapan. Jenis makanan ini membutuhkan waktu lebih lama untuk proses memasak. Harus diolah lebih dahulu, sehingga tidak langsung bisa dinikmati oleh pembeli, biasa disajikan dalam keadaan panas. 6. Masakan Padang Masakan khas kota Padang, penyajiannya biasanya secara prasmanan, tetapi sistem penyajiannya diambilkan oleh penjual. Masakan padang merupakan makanan yang bisa dikombinasi dengan beberapa lauk-pauk yang berbeda. Sajian utamanya adalah daun singkong dengan campuran nangka muda yang dibumbui dengan bumbu khusus yang khas. Kemudian dikombinasikan dengan lauk-pauk yang diinginkan, yang bebas dipilih oleh pembeli, tentunya maasing-masing lauk pauk memiliki harga yang berbeda-beda.
Gambar 1.19. Masakan Khas Padang
7. Makanan cepat saji (fast food) Makanan cepat saji ini biasanya adalah makanan ala barat seperti hamburger, pizza, salad. Biasanya makanan cepat saji ini juga disajikan secara semi prasmanan.
20
Namun untuk ukuran orang Indonesia, makanan seperti ini tidak terlalu mengenyangkan, karena masyarakat Indonesia lebih suka nasi atau lontong. Harga rata-rata untuk tiap makanan cepat saji ini bisa lebih dari Rp 10.000,- tiap porsi.
Dari beberapa jenis makanan di atas, makanan yang biasa disajikan dalam acara prasmanan dalam lingkup pedagang kaki lima, antara lain : makanan tradisional Indonesia, makanan dengan kuah khusus, dan makanan berkuah kental. Selain itu pada restoran yang menjual masakan khas Padang penyajiannya juga dengan cara prasmanan. Khusus untuk makanan yang perlu diolah terlebih dahulu maupun masakan cepat saji, nampaknya kurang cocok untuk penyajian secara prasmanan.
1.4. Rumusan Masalah Adapun permasalahan dalam penyajian makanan secara sistem semi prasmanan pada sebuah rombong adalah : 1. Cara menghadirkan sistem semi prasmanan ke dalam sebuah sarana jual pedagang kaki lima, aspek-aspek yang harus diselesaiakan adalah mengenai kapasitas penataan storage makanan, display makanan, storage peralatan, kebersihan dan kerapian. 2. Makanan yang dipajang secara terus-menerus tanpa system penghangat khusus (pengatur kestabilan temperatur makanan) lama kelamaan akan cepat basi dan menjadi tidak fresh, maka diperlukan sistem penghangat khusus agar temperatur makanan tetap stabil.
Gambar 1.20 Sistem Penataan Prasmanan Kadang Tidak Diatur Sesuai Dengan Perbedaan Karakteristik Makanan.
3. Penataan secara prasmanan pada jenis makanan yang berbeda-beda membutuhkan pengaturan khusus agar karakteristik dan aroma makanan tidak bercampur. Pada beberapa kasus penyajian makanan prasmanan tidak diperhatikan segi kesehatan (higienis) penyajian, makanan yang dihidangkan
21
dibiarkan terbuka tanpa penutup, seharusnya untuk menjaga makanan agar tetap higienis, terutama agar terhindar dari debu & kotoran, sangat diperlukan sistem penutup yang baik. 4. Optimalisasi kinerja penjual atau pramusaji dalam melayani pembeli membutuhkan pemanfaatan ruang dan sirkulasi mobilitas yang baik. 5. Kebanyakan pedagang kaki lima tidak memperhatikan segi kebersihan dan kerapian area kerjanya, sehingga mengurangi nilai estetika dan kenyamanan pembeli.
Gambar 1.21. Sistem Sanitasi Yang Kurang Diperhatikan Pedagang Kaki Lima
1.5. Batasan Masalah Desain yang akan coba diselesaikan pada Judul Tugas Akhir ini adalah sebuah sarana jual yang mendukung fasilitas berjualan makanan secara semi prasmanan : a)
Sebuah rombong yang menjual makanan secara semi prasmanan, yaitu dengan bantuan seorang pramusaji untuk memandu pembeli.
b)
Jenis makanan yang dijual antara lain : - Makanan tradisional Indonesia, semisal gado-gado, tahu lontong, ketoprak, dengan variasi isi dan bumbu. - Makanan berkuah, makanan berbumbu kental/pasta, dengan variasi lauk-pauk. - Minuman, sebagai sajian pelengkap.
c)
Rombong bersifat movable (mudah dipindah), compact (mudah diringkas), dan rapi.
d)
Sarana ini diperuntukkan bagi pedagang kaki lima di daerah perkotaan yang telah memenuhi kriteria seperti yang ditetapkan oleh Pemerintah Kota.
e)
Area mangkal rombong pada kawasan yang diijinkan pihak Pemerintah Kota, yang telah difasilitasi dengan tenda (kanopi), meja makan dan tempat duduk, air bersih, dan aliran listrik.
22
1.6. Tujuan dan Manfaat a)
Adapun tujuan Tugas Akhir ini antara lain : 1. Untuk menciptakan sarana jual berupa rombong bagi penjual makanan kaki lima dengan sistem penyajian secara semi prasmanan. 2. Meningkatkan daya jual bagi penjual makanan kaki lima dengan sistem semi prasmanan. 3. Meningkatkan mutu pelayanan terhadap pembeli dengan sistem yang lebih cepat dan praktis. 4. Mengutamakan kemudahan aktivitas penjual & kenyamanan pembeli dalam penyajian makanan secara semi prasmanan.
b)
Sedangkan manfaat dengan diciptakan desain rombong pada Tugas Akhir ini : 1. Diharapkan dapat memperbaiki citra pedagang kaki lima yang terkesan hanya untuk kalangan kelas bawah yang identik dengan istilah jorok dan kumuh. 2. Dapat memperkenalkan sistem semi prasmanan sebagai suatu sistem yang memudahkan cara pelayanan dan transaksi penjualan pada lingkup pedagang kaki lima. 3. Meningkatnya persaingan dan variasi usaha yang bisa berdampak pula pada peningkatan taraf perekonomian masyarakat. 4. Diharapkan dapat mempercantik estetika perkotaan dengan bentuk sarana jual yang unik dan rapi.