BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penentuan harga merupakan hal yang sangat penting bagi perusahaan.
Griffin dan Ebert (2006) menjelaskan bahwa penentuan harga merupakan tindakan penyeimbang. Tindakan penyeimbang berarti bahwa harga harus mendukung beragam biaya seperti biaya operasi, administrasi, riset, dan pemasaran, namun harga juga tidak dapat terlalu tinggi karena konsumen dapat berpaling ke produk-produk pesaing. Oleh karena itu, penentuan harga adalah keputusan yang mewakili nilai dari produk yang dapat diterima oleh konsumen, di lain sisi juga mendukung biaya produksi, diilustrasikan pada Gambar 1.1.
Nilai/Value
» Konsumen
+ Harga Biaya/Cost
» Perusahaan
Gambar 1.1. Harga Sebagai Tindakan Penyeimbang
Pentingnya keputusan penentuan harga juga dinyatakan oleh Kotler dan Keller (2009) sebagai salah satu aspek yang menentukan pendapatan. Griffin dan Ebert (2006) memiliki pendapat yang sama bahwa harga merupakan komponen kedua dari bauran pemasaran yang menentukan berapa akan diterima perusahaan atas produk-produknya. Monroe (2007) menambahkan bahwa harga adalah satusatunya variabel dalam bauran pemasaran yang secara langsung mendatangkan pendapatan. Penentuan harga juga digunakan oleh perusahaan sebagai salah satu strateginya. Kotler (Damareza, 2011) menjelaskan bahwa strategi penentuan harga mempengaruhi posisi produk di pasar, kompetisi, kualitas produk dan target pasar dari produk tersebut. Griffin dan Ebert (2006) membagi 3 strategi penentuan harga produk yaitu penentuan harga di atas harga pasar, penentuan harga di bawah 1
2
harga pasar, dan penentuan harga pada pasar. Penentuan harga di atas pasar memanfaatkan asumsi umum bahwa harga yang lebih mahal memiliki kualitas yang lebih baik. Sedangkan penentuan harga dibawah harga pasar yang berlaku dapat berhasil apabila suatu perusahaan dapat menawarkan produk yang kualitasnya dapat diterima dengan menjaga harga dibawah harga pesaing. Pentingnya strategi penentuan harga memiliki dampak yang langsung terlihat pada pendapatan (Griffin dan Ebert, 2006). Perusahaan memiliki berbagai tujuan terkait dengan strategi penentuan harga. Dijelaskan oleh Kotler dan Keller (2009), ada 5 tujuan perusahaan terkait strategi penentuan harganya yaitu kemampuan bertahan, laba saat ini maksimum, pangsa pasar maksimum, dan kepemimpinan kualitas produk. Perusahaan mengejar kemampuan bertahan sebagai tujuan utama jika mengalami kelebihan kapasitas, persaingan ketat, atau keinginan konsumen yang berubah. Selama harga menutup biaya variabel dan beberapa biaya tetap, perusahaan tetap berada dalam bisnis. Selain itu, perusahaan ingin memaksimalkan laba, pangsa pasar, menjadi pemimpin kualitas produk, dan menciptakan teknologi baru yang dapat memberikan harga tinggi untuk memaksimalkan pasar. Griffin dan Ebert (2006) menyebutkan tujuan yang serupa mengapa perusahaan perlu menerapkan strategi dalam penentuan harganya. Perusahaan seringkali memberi harga produknya untuk memaksimalkan laba, namun juga untuk tujuan yang lain. Beberapa perusahaan ingin mendominasi pasar atau mempertahankan pangsa pasar yang tinggi. Keputusan penentuan harga juga dipengaruhi oleh kebutuhan untuk dapat tetap bertahan dalam pasar yang bersaing, melalui kepedulian sosial dan etika, dan bahkan melalui citra korporasi. Strategi penentuan besarnya harga mempengaruhi jumlah permintaan konsumen (Mankiw, 2006). Dalam hukum permintaan (law of demand) dijelaskan bahwa ketika harga suatu barang meningkat, maka jumlah permintaannya akan menurun, dan ketika harganya turun, maka jumlah permintaannya naik (Mankiw, 2006). Karena jumlah permintaan turun seiring naiknya harga dan meningkat seiring turunnya harga, dapat dikatakan bahwa jumlah permintaan berhubungan secara negatif terhadap harga. Hubungan antara jumlah permintaan (Q) dan harga produk (P) diilustrasikan pada Gambar 1.2.
3
Harga Produk(P)
P1
P2
Jumlah Permintaan (Q) Q1
Q2
Gambar 1.2. Hubungan Harga dan Jumlah Permintaan (Mankiw, 2006)
Griffin dan Ebert (2006) memiliki pendapat yang sama bahwa strategi penentuan harga rendah dan harga tinggi dapat menjadi efektif pada situasi yang berbeda. Harga-harga rendah, misalnya, mengakibatkan volume penjualan yang lebih besar. Harga tinggi biasanya membatasi ukuran pasar tetapi meningkatkan laba per unit. Harga tinggi dapat juga menarik perhatian konsumen karena mengisyaratkan bahwa produk memiliki kualitas yang tinggi. Dari berbagai pendapat yang dikemukakan dapat ditegaskan bahwa penentuan harga suatu produk atau jasa adalah salah keputusan vital yang harus dihadapi oleh manajemen di suatu perusahaan (Monroe, 2007). Dalam menentukan harga perusahaan tidak hanya mempertimbangkan faktor terukur (tangible), melainkan juga harus mempertimbangkan faktor tak terukur (intangible). Chareonsuk et al (2008) mendefinisikan bahwa yang termasuk faktor tangible seperti operating cost dan marketing expenses dapat didokumentasikan dalam proses akuntansi perusahaan, sedangkan faktor intangible tidak dapat didokumentasikan karena tidak tersedianya data. Ditegaskan oleh Fahin (2010) bahwa dalam menentukan harga produk, perusahaan tidak hanya memperhitungkan faktor tangible saja akan tetapi perusahaan juga harus memperhitungkan faktor intangible. Pentingnya pertimbangan untuk menghitung besar nilai intangible suatu produk saat ini menjadi tantangan suatu perusahaan. Chaeronsuk dan Chansangavej (2008) berpendapat bahwa gaya manajemen modern telah berubah sebagai bentuk adaptasi respon kompetisi global. Fokus pada aset tangible pada era
4
industri sebelumnya telah berpindah menuju fokus aset intangible pada era pengetahuan saat ini. Green dan Ryan (2005) dalam pernyataannya mengatakan, “Prior to the knowledge era, businesses lived in a world of tangibles, which work well with current accounting practices; however, things are different in today’s world of intangibles”. Pentingnya fokus pada aset intangible terus meningkat pada proses penciptaan nilai perusahaan dalam berbagai organisasi (Chaeronsuk dan Chansa-ngavej, 2008; Johnson, 2006). Pada tahun 1978, aset intangible hanya memiliki pengaruh 5% dari total aset, sedangkan saat ini aset intangible berkontribusi 78% terhadap keseluruhan aset (Ciprian et al, 2012). Guthrie et al (Chaeronsuk dan Chansa-ngavej, 2008) menyebutkan bahwa 50%-90% dari nilai yang diciptakan oleh perusahaan saat ini datang dari intellectual capital perusahaan. Komponen intangible adalah
komponen yang sangat penting di
seluruh perusahaan saat ini (Lin dan Tang, 2009). Pentingnya memprediksi nilai intangible
produk
dan
mengetahui
faktor-faktor
intangible
yang
mempengaruhinya menjadi latar belakang penelitian ini. Penelitian bertujuan untuk memprediksi nilai intangible guna penentuan harga produk.
1.2.
Rumusan Masalah Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor intangible
apa saja yang berpengaruh pada produk dan bagaimana faktor-faktor intangible tersebut dapat digunakan untuk membangun model persamaan prediksi nilai intangible guna penentuan harga produk di suatu perusahaan.
1.3.
Asumsi dan Batasan 1. Obyek pada penelitian ini adalah 20 perusahaan di Daerah Istimewa Yogyakarta yang memproduksi produk belanja dan produk khusus (shopping-specialty products). 2. Penghitungan
nilai
intangible
pada
harga
produk
menggunakan
pendekatan cost-based pricing. 3. Variabel intangible yang digunakan untuk membangun model persamaan prediksi nilai intangible adalah variabel intangible yang diukur dari produk.
5
1.4.
Tujuan 1. Mengidentifikasikan faktor-faktor intangible yang berpengaruh pada produk. 2. Menghitung dan memprediksi besar nilai intangible untuk produk shopping-specialty melalui model yang dibangun. 3. Mengetahui hubungan variabel intangible yang harus diperhatikan terhadap nilai intangible.
1.5.
Manfaat 1. Didapatkan faktor-faktor intangible yang berpengaruh pada produk. 2. Didapatkan model yang dapat menghitung dan memprediksi besar nilai intangible pada produk shopping-specialty. 3. Diketahui hubungan variabel intangible yang harus diperhatikan dan diprioritaskan dalam menghitung nilai intangible guna penentuan harga produk.