BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Ada beberapa fungsi al-Qur‟an yang diturunkan oleh Allah SWT, fungsi-fungsi itu sangat berguna bagi manusia sebagai khalifah di bumi ini. Allah menurunkan al-Qur‟an kepada Nabi Muhammad sebagai petunjuk bagi umat manusia sebagaimana firman-Nya ( QS. Al-Baqarah: 185 ).
َُٖ َُٰ ِّ ََُٰتُ ُ ِّيٍَُ ُ ْٱنٓذَٛاس ُ َٔب ُِ َُّ ُِّ ُ ْٱنمزْ َءاٌُ ُْذًٖ ُنِّهِٛل ُف َُ َز َ َشْٓزُ ُ َر َي ِ ضاٌَُ ُٱنَّ ِذُٖ ُأ َ ْ ُُضًا ُأُْٔ ُ َعهََُٰٗ ُ َسفَزَٚص ًُّْ ُ َٔ َيٍ ُ َكاٌَُ ُ َي ِزٌٛ ُفَ ًٍَ ُ َش ِٓ َُذ ُ ِيُكىُ ُٱن َّش ْٓ َُز ُفَه ُِ َٔ ْٱنفزْ لَا َُذُ ُ ِبكىُ ُ ْٱنع ْس َُز ُ َٔنِت ْك ًِهٕاُ ُ ْٱن ِع َّذ ُةٚ ِزُٚ ل ُ َ َٔ ُ ْس َُزٛٱّلل ُ ِبكىُ ُ ُْٱن َُّ ُ ُذٚ ِزُٚ َّاوُ ُأ َخ َُزٍَٚ ُأ ُْ فَ ِع َّذةُ ُ ِّي ُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُ﴾٥٨١﴿ٌَُُٔٱّللَُ َعهََُُٰٗ َياَُْذ ََٰىك ُْىُ َٔنَ َعهَّك ُْىُتَ ْشكز َُّ َُُٔنِت َكبِّزٔا “Bulan Ramadan adalah (bulan) yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'an, sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang benar dan yang batil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu ada di bulan itu, maka berpuasalah. Dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (dia tidak berpuasa), maka (wajib menggantinya), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada harihari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, agar kamu bersyukur.”Ayat ini sering diperingati oleh umat Islam pada tanggal 17 Ramadhan. Al-Qur‟an sebagai pembawa berita yang sangat menakjubkan bagi penghuni langit dan bumi ( QS . al-Qadr : 1-2 ).
﴾٢﴿ُهَتُُ ْٱنمَ ْذ ُِرْٛ َكُ َياُن َُ ﴾ُ َٔ َياُُأَ ْد َر َٰى٥﴿ُهَ ُِتُ ْٱنمَ ُْذ ُِرْٛ َإََِّاُُأََ َز ْن ََُُُّٰفُِٗن “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Qur'an) pada malam qadar. Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu?”.
1
2
Ayat kedua ini, diyakini oleh mayoritas umat Islam adalah malammalam ganjil pada sepuluh malam terakhir dari bulan Ramadhan. Menjadi penawar atau obat penenang jiwa yang gelisah, sebagaimana firman-Nya ( QS. Al-'Isra'[17]:82 )
َٰ ُل ُ َّ ٍَُِ ُإًِٛ ِذُ ُٱنظَّهَٚ ِزُٚ ل ُ َ َٔ ُ ٌٍَُُِٛ ُ َيا ُْ َُٕ ُ ِشفَاءُ ُ َٔ َرحْ ًَتُ ُنِّ ْهً ْؤ ِي ُِ َََُٔ ِّزلُ ُ ِيٍَُ ُ ْٱنمزْ َءا ُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُُ﴾٨٢﴿َُخ َسارًا “ Dan Kami turunkan dari Al-Qur'an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang yang beriman, sedangkan bagi orang yang zalim (AlQur'an itu) hanya akan menambah kerugian.”1 Nabi SAW tidak hanya menghafalkan al-Qur‟an dan membacakannya kepada para sahabat dan kemudian di hafalkan oleh mereka, melainkan juga beliau menuliskannya dalam lembaran-lembaran. Apabila ada wahyu diturunkan kepada Nabi SAW., beliau memanggil sebagian penulis wahyu, kemudian memerintahkan mereka untuk menuliskan wahyu yang diturunkan, menunjukkan tempat wahyu itu harus diletakkan, dan tata cara penulisannya sesuai dengan petunjuk penjaga wahyu, Malaikat Jibril.2 Ketika al-Qur‟an al-Karim turun kepada Nabi SAW., beliau menyampaikannya kepada para sahabatnya secara perlahan-perlahan agar mereka menghafal lafaznya dan mampu memahami maknanya3. Begitu juga diantara usaha Nabi SAW. Beserta para sahabatnya, adalah bagaimana seseorang akan mengamalkan membaca al-Qur‟an tentunya bagaimana agar orang Islam itu mampu membaca al-Qur‟an dengan benar dan fasih serta
1
Abu Anwar, Ulumul Qur’an, Sebuah Pengantar, ( Jakarta: Amzah, 2012), hlm. 17-18 Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, Studi Ulumul Qur’an (Telaah atas Mushaf Ustmani ), terjemahan Taufiqurrahman, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1992), hlm. 24 3 Muhammad bin Muhammad Abu Syuhbah, Studi Ulumul Qur’an (Telaah atas Mushaf Ustmani ), terjemahan Taufiqurrahman, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1992), hlm. 10 2
3
mampu memahami maknanya. Tentunya bagi orang yang pandai dalam membaca al-Qur‟an dia harus mengajarkan dan mengamalkan apa-apa yang ia ketahui. Sebagaimana sabda Nabi SAW. dalam sebuah haditsnya:
َّ َٙ ض ٍُْ ْزك ْىُ َيٛ َخ:ُ ُِّٔ َسهَّىُلَا َلْٛ َصهَُّّٗللاُ َعه َ ُِّٙ َُّللاُ َع ُُّْع ٍَُْانَُّ ِب ِ ع ٍَُْع ْث ًَاٌَ ُ َر ْ تَ َعهَّ َى .)٘ذُٛانمزْ آٌَ ُ َٔعَهَّ ًَُّ ُُ(رٔاُِانبخارُ٘ٔانتزي Dari Utsman Ibnu Affan ra. berkata: Rasulullah SAW., bersabda: “Sebaik-baiknya diantara kamu semua adalah, orang yang yang mau belajar al-Qur’an kemudian mengajarkan atau mengamalkannya”4 Dengan memahami dan makna dari Hadits Nabi SAW. di atas, seseorang akhirnya mengokohkan prinsipnya untuk belajar dan kemudian mengajarkan al-Qur‟an. Sekalipun dalam mengajarkan al-Qur‟an seorang ustaz atau guru ngaji tidak mendapatkan gaji dari pemerintah tetapi dia yakin bahwa dirinya kelak akan mendapatkan balasan pahala dari Tuhannya yaitu Allah SWT. Apalagi ada pendapat ulama yang mengatakan bahwa, sesungguhnya orang yang mencari ilmu itu tidak akan berhasil memperoleh ilmu dan tidak akan manfaat ilmunya, kecuali dia mau mengagungkan ilmu dan ahlul ilmu serta mau mengagungkan seorang ustaz maksudnya mengagungkan guru ngaji, sebagian dari mengagungkan ilmu adalah mangagungkan kepada seorang guru yang telah mengajar ngaji.5
4
Abi Abdillah Muhammad bin Ismail al-Bukhori, Shohih al-Bukhori, (Damsyiq: DarulUlumiyah al-Insaniyah, 1981), hlm. 70 5 Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim Tharieq al-Ta’allum, (Pekalongan: Hasab Edrus, 2010), hlm. 60-61
4
Begitu banyak keistimewaan dan kelebihan-kelebihan orang yang mempunyai ilmu atau seorang ustaz (guru ngaji), namun agaknya di zaman era globalisasi ini, masyarakat beranggapan bahwa menjadi seorang ustaz atau kyai atau para guru ngaji, adalah suatu pekerjaan yang rendah sehingga beranggapan kalau menjadi seorang ustaz, kyai atau guru ngaji tidak akan mampu memenuhi kebutuhan sehari-harinya apalagi bisa mengumpulkan materi. Seorang guru ngaji bukanlah profesi yang patut diremehkan, profesi atau pekerjaan ini tidak kalah pentingnya dengan profesi-pofesi lainnya, bahkan seorang guru ngaji merupakan peletak dasar dari akhlak seseorang yang akan menentukan bagaimana orang tersebut bersikap di masyarakat. Bukan hanya beban secara fisik saja tapi juga terdapat beban mental yang harus ditanggung, hal ini untuk mencegah anak didiknya untuk keluar dari jalur yang sudah ditetapkan, yaitu jalur yang sudah ditetapkan dalam agama, harus menjadi contoh dan panutan serta pedoman dalam segala hal bagi anak didiknya, seperti misalnya, tidak gila hormat, tidak thoma‟ atau mengharapkan pemberian orang lain atau santrinya dan lain sebagainya, sehingga wibawa profesi sebagai guru ngaji tetap terjaga sekalipun hidup paspasan dan miskin. Begitu mulia kedudukan seorang ustaz atau guru ngaji, sehingga seseorang yang hendak mengaji disarankan agar bermusyawarah dan beristikhoroh terlebih dahulu sebelum seseorang itu memilih seorang ustaz untuk dijadikan sebagai guru ngajinya, dengan tujuan agar tidak menyakiti
5
hati guru ngaji ketika suatu saat seseorang merasa bosan dan tidak cocok dengan guru ngajinya yang pertama kemudian berpindah kepada guru ngaji yang lain. Imam hakim berkata: ”ketika kamu pergi ke Bukhoro, maka janganlah tergesa-gesa dalam memilih ulama, diamlah selama dua bulan sehingga mengangan-angan dan menentukan seorang guru ngaji”.6 Selain itu, memang bagi orang yang mengajarkan al-Qur‟an dia adalah sebaik-baiknya orang, sebagaimana Hadits Nabi yang telah diterangkan di atas. Konsekuensinya adalah bagaimana seorang muslim, belajar dan kemudian mengajarkan al-Qur‟an setelah seorang mengetahui serta meyakini bahwa al-Qur‟an adalah mu‟jizat Nabi SAW., yang terbesar juga akan mendapatkan pahala bagi orang-orang yang membacanya terlebih apabila orang tersebut mau mengamalkannya. Al-Qur‟an adalah mu‟jizat Nabi yang terbesar, sebagai seorang muslim kita harus mempelajarinya, agar fasih dalam membacanya, betul tajwidnya, makhorijul hurufnya, kemudian mengerti artinya, memahaminya dan beruntunglah bagi orang-orang yang mau mengamalkan atau mengajarkan kepada orang lain dia merupakan sebaik-baik orang, sebagaimana ada sebuah Hadits Nabi SAW. yang menerangkan bahwa: “Sebaik-baiknya diantara kamu semua adalah, orang yang yang mau belajar al-Qur’an kemudian mengajarkan atau mengamalkannya.”7
6
Zarnuji, Ta’lim al-Muta’allim Tharieq al-Ta’allum, (Pekalongan: Hasab Edrus, 2010), hlm. 49-50 7 Ustaz Rosyadin, tokoh agama dan guru ngaji di Kelurahan Kedungkebo Kecamatan Karangdadap Kabupaten Pekalongan, wawancara pribadi pada tanggal 15 Desembaer 2015
6
Sekalipun kurang diperhatikan oleh pemerintah, tetapi para guru ngaji yang ada di Desa Kedungkebo Kecamatan Karangdadap Kabupaten Pekalongan sangat antusias dan semangat dalam mengajarkan al-Qur‟an kepada anak-anak didiknya dikarenakan termotivasi dengan Hadits Nabi tersebut, sehingga inilah yang membuat penulis tertarik untuk meneliti para guru ngaji yang ada di Desa Kedungkebo.
B. Perumusan Masalah Dalam penelitian ini penulis hanya akan memaparkan kajian tentang beberapa pokok masalah yang secara sederhana dapat penulis rumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana pemahaman terhadap Hadits tentang mengajarkan al-Qur‟an menurut guru ngaji di Desa Kedungkebo? 2. Bagaimana pengamalan terhadap Hadits tentang mengajarkan al-Qur‟an menurut guru ngaji di Desa Kedungkebo?
C. Tujuan Penelitian 1. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang pemahaman guru ngaji terhadap Hadits tentang mengajarkan al-Qur‟an. 2. Untuk mengetahui dan menjelaskan tentang pengamalan guru ngaji terhadap Hadits tentang mengajarkan al-Qur‟an.
7
D. Kegunaan Penelitian Setelah beberapa tujuan di atas bisa tercapai, maka diharapkan penelitian ini akan membawa manfaat sebagai berikut: 1.
Secara teoritis, penelitian ini diharapkan bisa memberi masukan yang berarti terhadap masyarakat Kedungkebo mengenai masalah memandang terhadap guru ngaji dalam pandangan Islam.
2.
Secara praktis, penelitian ini diharapkan bisa menjadi dasar pemikiran masyarakat Kedungkebo untuk lebih bisa mementingkan kedudukan guru ngaji sehingga paling tidak mereka memang butuh terhadap guru ngaji.
3.
Secara social, penelitian ini diharapkan bisa menjadi pijakan dan manfaat bagi para peneliti yang akan meneliti di kemudian hari, khususnya yang berkaitan dengan masyarakat terhadap pekerjaan sebagai guru ngaji serta tentang status sosial guru ngaji.
E. Tinjauan Pustaka Dari beberapa tinjauan pustaka yang peneliti lakukan dalam rangka penulisan skripsi yang berkaitan tentang mengajarkan al-Qur‟an, memang sudah ada yang menulisnya tetapi berbeda dengan penulis paparkan, diantaranya penelitian yang dilakukan, Pertama,
dengan
judul
“Kreativitas
Ustaz/Ustazah
Dalam
Pembelajaran Al-Qur’an di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) al-Ikhlash Samirono Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta.”Judul ini milik mahasiswa Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan
8
Kalijaga Yogyakarta untuk Memenuhi sebagian syarat memperoleh gelar Sarjana Strata Satu Pendidikan Islam yang disusun oleh Masfufatul Aufa.8 Penelitian ini menjelaskan bahwa kreativitas ustaz/ustazah sangat penting dalam kegiatan pembelajaran al-Qur‟an yang bertujuan untuk memberikan kemampuan kepada santri agar bisa membaca al-Qur‟ân. Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan pendidikan adalah ustaz/ ustazah, untuk itu dalam kegiatan belajar mengajar kreativitas ustaz/ ustazah mutlak diperlukan. Karenanya
dalam penyelenggaraan pendidikan menuntut
ustaz/ustazah yang terlatih, mahir, dan kreatif sehingga keikutsertaannya akan dapat memperkaya kehidupan anak-anak didiknya. Permasalahan dalam penelitian
ini
adalah,
bagaimana
kreativitas
ustaz/
ustazah
dalam
pembelajaran al-Qur‟an di TPA al-Ikhlash, dan bagaimana hasil yang dicapai sehubungan dengan kreativitas ustaz/ ustazah tersebut. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan kreativitas ustaz/ustazah dalam pembelajaran alQur‟an di TPA al-Ikhlash Samirono, dan mengetahui hasil yang dicapai dari proses kreatif itu. Kedua, skripsi dengan judul “Model Pembelajaran Membaca alQur’an Siswa Kelas Satu Sekolah Dasar” (Studi Kasus Sekolah Dasar Muhammadiyah Sapen Yogyakarta).”9 Judul skripsi ini ditulis oleh Nazid Mafaza, Fakultas Tarbiyah 8
Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
Masfufal Aufa, “Kreativitas Ustadz/Ustadzah Dalam Pembelajaran Al-Qur’an di Taman Pendidikan Al-Qur’an (TPA) Al-Ikhlash Samirono Caturtunggal Depok Sleman Yogyakarta.”, Skripsi, Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2010 9 Nazid Mafaza, “Model Pembelajaran Membaca al-Qur’an Siswa Kelas Satu Sekolah Dasar” (Studi Kasus Sekolah Dasar Muhammadiyah Sapen Yogyakarta)”, Skripsi, Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2008
9
Yogyakarta.
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mendiskripsikan
model
pembelajaran membaca al-Qur‟an bagi siswa kelas satu sekolah dasar, yang dilaksanakan di SD Muhammadiyah Sapen Yogyakarta, faktor-faktor pendukung dan penghambat di dalam pelaksanaannya, dan tingkat keberhasilan yang telah dicapai dengan program tersebut, hasil penelitian ini dapat menambah wawasan bagi peneliti dan dapat berguna bagi pengembangan model pembelajaran membaca al-Qur‟an disekolah. Ketiga, skripsi dengan judul “Peningkatan Kemampuan Membaca AlQur’an Secara Tartil Melalui Penggunaan Metode Qiroati ( Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas V SDN Pandanretno Kec. Kajoran Kab. Magelang Tahun 2010).”10Judul skripsi ini ditulis oleh Zairuddin, jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga. Adapun penelitan ini adalah sebuah penelitian tindakan kelas yaitu penelitian yang mengkombinasikan prosedur penelitian dengan tindakan substantif, suatu tindakan yang dilakukan dalam disiplin inkuri atau suatu usaha seseorang untuk memahami apa yang terjadi sambil terlibat dalam sebuah proses perbaikan Penelitian ini mengacu pada perbaikan pembelajaran yang berkesinambungan. Berkaitan dengan pemahaman sebuah Hadits dalam mengajarkan alQur‟an, dan dalam pemahaman Hadits ini, penulis juga berusaha menerjemahkan ajaran yang ada dalam hadits ini pada realitas kehidupan
10
Zairuddin, “Peningkatan Kemampuan Membaca Al-Qur’an Secara Tartil Melalui Penggunaan Metode Qiroati ( Penelitian Tindakan Kelas pada Siswa Kelas V SDN Pandanretno Kec. Kajoran Kab. Magelang Tahun 2010), Skripsi, Jurusan Tarbiyah Program Studi Pendidikan Agama Islam Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Salatiga, 2010
10
masyarakat Indonesia sekarang. lni dilakukan karena sebuah ajaran tidak akan bermakna apa-apa apabila tidak diejawantahkan dalam wilayah praksis, tindakan nyata. Sebuah ajaran baru bisa bermakna apabila ia mampu terwujud dalam sebuah tindakan. Sehingga pada akhirnya pemahaman yang dilakukan atas Hadits ini bukan hanya pemahaman pada tataran konsep-konsep tetapi juga pemahaman dan pemaknaan dalam wujud aktualisasi ajaran hadits ini dalam realitas. Ini telah dibuktikan oleh begitu banyak orang-orang yang telah meneliti tentang kajian Hadits tentang mengajarkan al-Qur‟an, tetapi penulisan skripsi ini jelas tidak ada kesamaan dengan judul-judul skripsi di atas. Di antara persamaannya adalah membahas tentang bagaimana cara yang terbaik dalam mengajarkan al-Qur‟an agar dapat diterima dengan baik oleh anak-anak atau orang-orang yang belajar al-Qur‟an, tetapi peneliti menerangkan tentang pemahaman tentang sebuah Hadits dalam mengajarkan al-Qur‟an inilah perbedaannya.
F. Kerangka Teori Dalam kitab Shahihnya, Imam Al-Bukhari meriwayatkan sebuah Hadits dari Hajjaj bin Minhal dari Syu‟bah dari Alqamah bin Martsad dari Sa‟ad bin Ubaidah dari Abu Abdirrahman As-Sulami dari Utsman bin Affan Radhiyallahu Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
11
آن َو َعلَّ َم ُه َ َْخ ْي ُر ُك ْم َمنْ َت َعلَّ َم ْالقُر “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.” Masih dalam hadits riwayat Al-Bukhari dari Utsman bin Affan, tetapi dalam redaksi yang agak berbeda, disebutkan bahwa Nabi Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda,
آن َو َعلَّ َمه َ ْان فضل ُك ْم َمنْ َت َعلَّ َم ْالقُر “Sesungguhnya orang yang paling utama di antara kalian adalah yang belajar Al-Qur`an dan mengajarkannya.”
Dalam dua Hadits di atas, terdapat dua amalan yang dapat membuat seorang muslim menjadi yang terbaik di antara saudara-saudaranya sesama muslim lainnya, yaitu belajar al-Qur`an dan mengajarkan al-Qur`an. Tentu, baik belajar ataupun mengajar yang dapat membuat seseorang menjadi yang terbaik di sini, tidak bisa lepas dari keutamaan al-Qur`an itu sendiri. AlQur`an adalah kalam Allah, firman-firman-Nya yang diturunkan kepada Nabi-Nya melalui perantara Malaikat Jibril Alaihissalam. Al-Qur`an adalah sumber pertama dan acuan utama dalam ajaran Islam. Karena keutamaan yang tinggi inilah, yang membuat Abu Abdirrahman As-Sulami-salah seorang yang meriwayatkan Hadits ini-rela belajar dan mengajarkan al-Qur`an sejak zaman Utsman Ibnu Affan hingga masa Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Hadits ini menunjukkan akan keutamaan membaca Al-Qur‟an. Suatu ketika Sufyan Tsauri ditanya, manakah yang engkau cintai orang yang berperang atau yang membaca al-Qur‟an? Ia berkata, membaca al-Qur‟an,
12
karena Rasulullah Shalallahu „alaihi wasallam bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkannya kepada orang lain.”Abu Abdurrahman As-Sulami tetap mengajarkan al-Qur‟an selama empat puluh tahun di masjid agung Kufah disebabkan karena ia telah mendengar Hadits ini. Setiap kali ia meriwayatkan Hadits ini, selalu berkata: “Inilah yang mendudukkan aku di kursi ini”. Maksud dari sabda Rasulullah Shalallahu „alaihi wasallam “Sebaik-baik kalian adalah orang yang belajar al-Qur’an dan mengajarkan kepada orang lain” adalah, bahwa ini sifat-sifat orang-orang mukmin yang mengikuti dan meneladani para rasul. Mereka telah menyempurnakan diri sendiri dan menyempurnakan orang lain. Hal itu merupakan gabungan antara manfaat yang terbatas untuk diri mereka dan yang menular kepada orang lain. Dari Abdullah bin Masud ra., ia berkata: Rasulullah saw. bersabda kepadaku: Bacakan al-Qur’an kepadaku. Aku bertanya: Wahai Rasulullah, aku harus membacakan al-Qur’an kepada baginda, sedangkan kepada bagindalah
al-Qur’an
diturunkan?
Rasulullah
SAW.
bersabda:
Sesungguhnya aku senang bila mendengarkan dari orang selainku. Kemudian aku membaca surat An-Nisa‟. Ketika sampai pada ayat yang berbunyi: {Maka bagaimanakah (halnya orang kafir nanti), jika Kami mendatangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan Kami mendatangkan engkau (Muhammad) sebagai saksi atas mereka itu (umatmu).} Aku angkat kepalaku atau secara mendadak ada seseorang
13
berada di sampingku. Dan ketika aku angkat kepalaku, aku melihat beliau mencucurkan air mata. Sahih Muslim No: 1332 Imam Nawawi berkata[Ada beberapa hal yang dapat dipetik dari Hadits ini, di antaranya: sunat hukumnya mendengarkan bacaan al-Qur‟an, merenungi, dan menangis ketika mendengarnya, dan sunat hukumnya seseorang meminta kepada orang lain untuk membaca al-Qur‟an agar dia mendengarkannya, dan cara ini lebih mantap untuk memahami dan mentadabburi al-Qur‟an, dibandingkan dengan membaca sendiri]. “Orang yang membaca al-Qur’an sedangkan dia mahir melakukannya, kelak mendapat tempat di dalam syurga bersama-sama dengan rasul-rasul yang mulia lagi baik. Sedangkan orang yang membaca al-Qur’an, tetapi dia tidak mahir, membacanya tertegun-tegun dan nampak agak berat lidahnya (belum lancar), dia akan mendapat dua pahala.” (Riwayat Bukhari & Muslim) “Perumpamaan orang mukmin yang membaca al-Qur’an adalah seperti buah Utrujjah yang baunya harum dan rasanya enak. Perumpamaan orang mukmin yang tidak membaca al-Qur’an seperti buah kurma yang tidak berbau sedang rasanya enak dan manis. Perumpamaan orang munafik yang membaca al-Qur’an adalah seperti raihanah yang baunya harum sedang rasanya pahit. Dan perumpamaan orang munafik yang tidak membaca al-Qur’an adalah seperti hanzhalah yang tidak berbau sedang rasanya pahit.” (Riwayat Bukhari & Muslim) “Sesungguhnya Allah swt mengangkat derajat beberapa golongan manusia dengan kalam ini dan merendahkan derajat golongan lainnya.” (Riwayat Bukhari & Muslim) “Bacalah al-Qur’an karena dia akan datang pada hari kiamat sebagai juru syafaat bagi pembacanya.” (Riwayat Muslim) “Tidak bisa iri hati, kecuali kepada dua seperti orang: yaitu orang lelaki yang diberi Allah swt pengetahuan tentang al-Qur’an dan diamalkannya sepanjang malam dan siang; dan orang lelaki yang dianugerahi Allah swt harta, kemudian dia menafkahkannya sepanjang malam dan siang.” (Riwayat Bukhari & Muslim)
14
Rasulullah SAW. bersabda, Allah berfirman: “Barangsiapa disibukkan dengan mengkaji al-Qur’an dan menyebut nama-Ku, sehingga tidak sempat meminta kepada-Ku, maka Aku berikan kepadanya sebaikbaik pemberian yang Aku berikan kepada orang-orang yang meminta. Dan keutamaan kalam Allah atas perkataan lainnya adalah seperti, keutamaan Allah atas makhluk-Nya”. (Riwayat Tirmidzi) “Sesungguhnya orang yang tidak terdapat dalam rongga badannya sesuatu dari al-Qur’an adalah seperti rumah yang roboh.” (Riwayat Tirmidzi) “Dikatakan kepada pembaca al-Qur’an, bacalah dan naiklah serta bacalah dengan tartil seperti engkau membacanya di dunia karena kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca.” (Riwayat Abu Dawud, Tirmidzi dan Nasa‟I) “Barangsiapa membaca al-Qur’an dan mengamalkan isinya, Allah memakaikan pada kedua orang tuanya di hari kiamat suatu mahkota yang sinarnya lebih bagus dari pada sinar matahari di rumah-rumah di dunia. Maka bagaimana tanggapanmu terhadap orang yang mengamalkan ini.” (Riwayat Abu Dawud). Maksud dari belajar al-Qur`an di sini, yaitu mempelajari cara membaca al-Qur`an. Bukan mempelajari tafsir al-Qur`an, asbabun nuzulnya, nasikh mansukhnya, balaghahnya, atau ilmu-ilmu lain dalam ulumul Qur`an. Meskipun ilmu-ilmu al-Qur`an ini juga penting dipelajari, namun Hadits ini menyebutkan bahwa mempelajari al-Qur`an adalah lebih utama. Mempelajari al-Qur`an adalah belajar membaca al-Qur`an dengan disertai hukum tajwidnya, agar dapat membaca al-Qur`an secara tartil dan benar seperti ketika al-Qur`an diturunkan. Karena Allah dan Rasul-Nya sangat menyukai seorang muslim yang pandai membaca al-Qur`an. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam bersabda:
ْ َ ْم َزأُُٚ٘انبَ َز َر ِةُ َٔانَّ ِذ ْ ُان ِك َز ِاو ْ ْان ًَا ِْزُبِ ْانمزْ آ ٌُِ َي َعُان َّسفَ َز ِة ُِّ َٛتَتَ ْعتَعُ ِفَٚٔ ُ ٌَُانمزْ آ ٌّ ُِّ َشاْٛ ََْٔ َُٕ َعه )ُّٛ(يتفكُعه.ٌُا ِ قُنَُّأَجْ َز
15
“Orang yang pandai membaca al-Qur`an, dia bersama para malaikat yang mulia dan patuh. Sedangkan orang yang membaca al-Qur`an dengan terbata-bata dan berat melafalkannya, maka dia mendapat dua pahala.” (Muttafaq Alaih) Dan dalam al-Qur`an disebutkan perintah Allah Subhanahu wa Ta‟ala untuk membaca al-Qur`an dengan tartil,
.ُل ُ ً ُُِْٛمُُْانمُزُْ َُءاٌَُُُتَزُْت ُِ َُُِٔ َُرت “Dan bacalah al-Qur`an dengan setartil-tartilnya.” (Al-Muzzammil: 4) Adapun maksud dari mengajarkan al-Qur`an, yaitu mengajari orang lain cara membaca al-Qur`an yang benar berdasarkan hukum tajwid. Sekiranya mengajarkan ilmu-ilmu lain secara umum atau menyampaikan sebagian ilmu yang dimiliki kepada orang lain adalah perbuatan mulia dan mendapatkan pahala dari Allah, tentu mengajarkan al-Qur`an lebih utama. Bahkan ketika Sufyan Ats-Tsauri ditanya, mana yang lebih utama antara berjihad di jalan Allah dan mengajarkan al-Qur`an, dia mengatakan bahwa mengajarkan alQur`an lebih utama. Ats-Tsauri mendasarkan pendapatnya pada Hadits ini. Namun demikian, meskipun orang yang belajar al-Qur`an adalah sebaik-baik orang muslim dan mengajarkan al-Qur`an kepada orang lain juga sebaik-baik orang muslim, tentu akan lebih baik dan utama lagi jika orang tersebut menggabungkan keduanya. Maksudnya, orang tersebut belajar cara membaca al-Qur`an sekaligus mengajarkan kepada orang lain apa yang telah dipelajarinya. Dan, dari Hadits ini juga dapat dipahami, bahwa orang yang mengajar al-Qur`an harus mengalami fase belajar terlebih dahulu. Dia harus sudah pernah belajar membaca al-Qur`an sebelumnya. Sebab, orang yang
16
belum pernah belajar membaca al-Qur`an, tetapi dia berani mengajarkan alQur`an kepada orang lain, maka apa yang diajarkannya akan banyak kesalahannya, karena dia mengajarkan sesuatu yang tidak dia kuasai ilmunya.
G. Metode Penelitian Setiap kegiatan ilmiah untuk lebih terarah dan rasional maka diperlukan suatu metode yang sesuai dengan obyek yang dikerjakan, karena metode itu sendiri berfungsi sebagai pedoman mengerjakan sesuatu agar dapat menghasilkan hasil yang memuaskan dan maksimal. Adapun metode yang digunakan dalam skripsi ini adalah: 1. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian lapangan (field research), dengan menggunakan metode kualitatif yaitu penelitian yang secara khusus menghasilkan kekayaan data yang rinci tentang banyak jumlah orang yang terbatas. Data kualitatif menyediakan kedalaman dan kerincian melalui pengutipan secara langsung dan deskripsi yang teliti tentang situasi program, kejadian, orang, interaksi, dan perilaku yang teramati.11 2. Sumber Data a. Data primer Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dari guru ngaji yang ada di Desa Kedungkebo Kecamatan Karangdadap Kabupaten 11
hlm. 5-6
Miccael Quinn Patton, Metode evaluasi Kualitatif, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009),
17
Pekalongan sebanyak 7 orang, antara lain bapak kyai Samudi, ustaz Rosyadin, ustaz Nasikhul Yaqin, ustaz Muhammad Taufiq, ustaz Zulfa Maulana Nasih, ustazah Sofiyatun, dan ustazah Azizatul Mila. Data yang diperoleh melalui wawancara,12 dalam hal ini adalah hasil wawancara dengan informan yang dapat dipertanggungjawabkan yaitu, beberapa guru ngaji serta tokoh masyarakat di Desa Kedungkebo Kecamatan Karangdadap Kabupaten Pekalongan. b. Data Sekunder Begitu pula dengan data-data sekunder penulis ambil dari bukubuku keagamaan yang membahas tentang keutamaan orang yang mengajar atau guru ngaji, buku-buku fiqih dan makalah, serta artikel ilmiyah. Data-data ini sebagai bahan perbandingan dalam membahas masalah yang sedang dikaji. 3. Metode Pengumpulan Data Adapun tekhnik untuk mengumpulkan data yang penulis gunakan dalam melakukan penelitian ini adalah: a.
Metode Interview ( wawancara) Wawancara adalah teknik pengumpulan data dengan interview pada satu atau beberapa orang yang bersangkutan. Wawancara merupakan cara untuk mengumpulkan data dengan mengadakan tatap
12
muka
secara
langsung
antara
orang
yang
bertugas
Ahmad Tanzeh, Metologi Penelitian Praktis, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 80.
18
mengumpulkan data dengan orang yang menjadi sumber data atau data obyek penelitian.13 b.
Metode Observasi Observasi adalah kegiatan pemuatan perhatian terhadap sesuatu objek dengan menggunakan seluruh indera. Observasi merupakan
metode
pengumpulan
data
yang
menggunakan
pengamatan terhadap obyek penelitian yang dapat dilaksanakan secara langsung maupun tidak langsung.14 c.
Metode Dokumentasi Metode ini dipergunakan dalam rangka melakukan catatan dokumen, maupun monografi data yang memiliki nilai historis yang terkait
dalam
permasalahan
dalam
pembahasan
mengenai
pemahaman guru ngaji desa Kedungkebo terhadap Hadits tentang mengajarkan al-Qur‟an. 4. Tekhnik Analisis data Analisis dalam penelitian ini adalah, a.
Analisis data deskriptif Analisis data deskriptif adalah analisis yang bertujuan untuk memberikan deskripsi objek penelitian berdasarkan data data dari variabel yang diperoleh.
b.
13 14
Analisis data deduktif
Ahmad Tanzeh, Metologi Penelitian Praktis, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 89. Ahmad Tanzeh, Metologi Penelitian Praktis, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 84.
19
Analisa deduktif adalah cara menganalisis data dari suatu teori yang bersifat umum, diverivikasi, kemudian dilakukan pada beberapa kasus yang bersifat khusus15. c. Analisis data induktif Cara menganalisis data melalui pola berfikir yang mencari pembuktiannya dari hal-hal yang bersifat khusus untuk sampai kepada kesimpulan umum.
H. Sistematika Penulisan Untuk memperoleh pemahaman yang utuh dan sistematis, serta mudah dipahami, maka pembahasan dalam penelitian ini terdiri dari lima bab, dan terbagi menjadi beberapa sub bab pada tiap babnya. Untuk lebih detailnya akan akan penulis jelaskan sebagai berikut.
Bab pertama, terdiri pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori, metode penelitian dan sistematika penulisan. hal ini dimaksudkan agar penelitian dapat lebih terarah. Bab kedua, pada bab ini memaparkan pengertian Hadits, Hadits-hadits tentang mengajarkan al-Qur‟an, pendapat para ulama tentang Hadits tersebut. Bab ketiga, dalam bab ini menguraikan objek penelitian yakni tentang profil Kelurahan Kedungkebo, Pemahaman Guru Ngaji di Desa Kedungkebo 15
hlm. 10.
Andi Rosadisastra, Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial, (Jakarta: Amzah, 2007),
20
terhadap Hadits Mengajarka al-Qur‟an, serta Pengamalan Guru Ngaji di Desa Kedungkebo terhadap Hadits Mengajarka al-Qur‟an. Bab keempat, dalam bab ini membahas tentang analisis bagaimana guru ngaji di Kedungkebo memahami dan mengamalkan sebuah Hadits tentang mengajarkan al-Qur‟an. Bab kelima, merupakan bab terakhir dari seluruh pembahasan, yang berisi kesimpulan, saran dan kata penutup.