1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Anak usia sekolah mulai melepaskan diri dari kelompok orang dewasa dan memiliki rasa solidaritas terhadap kelompok teman sebaya (Wong, 2009). Peer group atau teman sebaya merupakan individu yang memiliki kedekatan dan tingkat kedewasaan yang sama. Teman sebaya merupakan teman dengan usia sama yang dengan kedekatan dan rasa saling memiliki. Anak usia sekolah fokus terhadap peraturan teman, namun orangtua masih berpengaruh dalam memberikan arahan untuk anak (Santrock, 2008; Wong, 2009). Hubungan yang positif dengan teman sebaya merupakan hal yang penting pada anak usia sekolah. Hubungan dengan teman sebaya dapat membantu dalam mengatasi masalah (Huston & Ripker, dalam Santrock, 2008). Kelompok teman sebaya memiliki peran yang sangat penting bagi perkembangan anak usia sekolah baik secara emosional maupun secara sosial. Anak usia sekolah biasa disebut anak usia pertengahan. Periode usia tengah merupakan periode usia 6-11 tahun (Santrock, 2008). Periode usia sekolah dibagi menjadi tiga tahapan umur yaitu tahap awal 6-7 tahun, tahap pertengahan 7-9 tahun dan pra remaja 10-12 tahun (DeLaune & Ladner, 2002; Potter & Perry, 2005). Anak usia sekolah menurut Erikson dalam Wong (2009) berada dalam fase industri. Anak mulai mengarahkan energi untuk meningkatkan pengetahuan dari kemampuan yang ada (Santrock, 2008). Anak
2
belajar berkompetisi dan bekerja sama dari aturan yang diberikan (Wong, 2009). Anak mulai ingin bekerja untuk menghasilkan sesuatu dengan mengembangkan kreativitas, keterampilan, dan keterlibatan dalam pekerjaan yang berguna secara sosial (Santrock, 2008; Wong, 2009) Anak-anak usia sekolah umumnya setiap hari menghabiskan seperempat waktunya di sekolah, demikian halnya akan berpengaruh pada pola makan anak. Anak sekolah mempunyai banyak aktivitas sehingga sering melupakan waktu makan. Anak yang tidak sarapan cenderung memiliki asupan energi dan zat gizi lebih sedikit daripada anak yang sarapan pagi (Andarwulan Madanijah, Zulaikhah, 2009). Hal ini juga akan meningkatkan perilaku mengkonsumsi jajanan di lingkungan sekolah. Selain kebiasaan tidak sarapan di rumah, kebiasaan memberikan uang jajan kepada anak sekolah juga merupakan salah satu faktor pencetus munculnya perilaku jajan tidak sehat di sekolah (Februhartanty & Iswarawanti, 2004) Perilaku jajan sehat anak dikaitkan dengan pengetahuan, sikap dan tindakan anak dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi di sekolah. Karakteristik jajanan sehat di sekolah adalah jajanan yang disediakan di kantin sekolah dan jajanan yang dibawa oleh siswa dari rumah (Andarwulan, 2009). Sedangkan perilaku jajanan sehat yaitu perilaku anak yang mengkonsumsi jajanan yang disediakan di kantin sekolah dan jajanan yang dibawa atau disediakan oleh orang tua di rumah serta memiliki kebiasaan untuk sarapan sebelum berangkat ke sekolah (Depkes RI, 2000)
3
Anak-anak sekolah dasar usia 6-12 tahun adalah kelompok yang memiliki interaksi yang intensif dengan lingkungan sekolah, teman dan media massa. Anak yang berada dalam usia tersebut akan sangat mudah terpengaruh oleh lingkungannya, termasuk dalam hal memilih makanan. Anak-anak dalam rentang usia 6-12 tahun belum dapat dikategorikan sebagai konsumen yang kritis sebab anak dalam rentang usia tersebut masih sangat mudah terpengaruh oleh pilihan-pilihan teman sebaya termasuk dalam hal memilih jajanan di sekolah (Sumarwan 2007). Anak suka mengkonsumi jajanan seperti keripik, kue-kue, makanan gorengan dan minuman bersoda. Dimana jajanan tersebut hanya menyuplai sebagian kecil dari energi yang dibutuhkan anak. Alasan lain yang mendorong anak untuk mengkonsumsi jajanan adalah daya tarik seperti rasa, warna dan kemasan jajanan tersebut (Walker 2005). Kebiasaan anak sekolah untuk mengkonsumsi jajanan di sekolah yang belum diketahui kandungan gizi dan kebersihannya akan berpengaruh terhadap kesehatan dan dapat menimbulkan suatu masalah kesehatan. Dari hasil penelitian pada tahun 2007 telah terjadi 28 kejadian luar biasa keracunan pangan di Bogor, dimana sebanyak 16% terjadi di lingkungan sekolah dan jajanan berkontribusi sebesar 28.5% sebagai pangan penyebab kejadian luar biasa. Evaluasi yang dilakukakan pemerintah setelah kejadian luar biasa keracunan pangan di Bogor menemukan bahwa siswa SD merupakan kelompok yang paling sering (67%) mengalami keracunan pangan jajanan anak sekolah (BPOM RI, 2008). Evaluasi oleh pemerintah tersebut kemudian dilanjutkan dengan monitoring dan verifikasi profil keamanan pangan jajanan
4
anak sekolah nasional tahun 2008 yang dilakukan oleh SEAFAST dan Badan POM RI mengungkapkan bahwa >70% penjaja PJAS menerapkan praktek keamanan pangan yang kurang baik termasuk higiene dari penjaja PJAS (Andarwulan, Madanijah, Zulaikhah 2009). Hasil evaluasi Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Denpasar tahap I selama 2013, diketahui 11,9% PJAS masih berbahaya dan tidak memenuhi syarat. Dari 210 sampel, 25 sampel tidak memenuhi syarat karena mengandung pemanis buatan, pewarna tekstil hingga tidak higienis. Sementara formalin dan boraks sudah tidak ditemukan kembali. Temuan zat berbahaya pada PJAS di tahun 2013 memang menurun dibandingkan saat evaluasi tahap I di tahun 2012, dimana dari 420 sampel 13,3% sampel tidak memenuhi syarat. Kendati persentase menurun bukan berarti PJAS sudah terbebas dari zat berbahaya. Jajanan sekolah yang tidak memenuhi syarat juga ditemukan di Kabupaten Jembrana berupa 7 sampel jajanan yang mengandung Rhodamin B dan 1 sampel jajanan yang mengandung boraks (BBPOM Bali, 2013). Penggunaan bahan tambahan pangan tersebut memiliki efek jangka pendek maupun jangka panjang terhadap kesehatan. Pengaruh jangka pendek penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ini menimbulkan gejala-gejala yang sangat umum seperti pusing, mual, muntah, diare atau bahkan kesulitan buang air besar (Judarwanto 2006). Diare merupakan salah satu penyakit yang paling sering dialami oleh anak usia sekolah akibat perilaku jajan tidak sehat. Hal tersebut didukung oleh hasil monitoring kesehatan nasional di tahun 2012
5
yang menyatakan sebanyak 31,4% anak usia 6-11 tahun menderita diare (BPPK, 2012). Studi pendahuluan untuk memperoleh gambaran perilaku jajan anak sekolah dilakukan di sekolah dasar Islam Hidayatullah di wilayah Pemogan Kecamatan Denpasar Selatan. Pemilihan lokasi tersebut didasarkan pada rujukan BPOM Denpasar yang pada evaluasi tahap pertama di tahun 2013 menemukan 2 sampel PJAS di sekolah tersebut mengandung pemanis buatan dan 1 sampel PJAS yang mengandung pewarna tekstil. Dari hasil observasi yang dilakukan, dapat digambarkan sebagian siswa sekolah tersebut mengkonsumsi jajanan di sekolah pada jam istirahat. Sedangkan dari hasil wawancara yang dilakukan terhadap 15 orang siswa kelas 3 didapat hasil sebanyak 100% (15 orang) pergi membeli jajanan di sekitar lingkungan sekolah pada jam istirahat. Meskipun dalam hasil wawancara ditemukan 3 orang siswa yang kadang-kadang membawa bekal makanan ke sekolah, namun ketiga orang tersebut juga menyatakan tetap membeli jajanan di lingkungan sekitar sekolah meskipun sudah membawa bekal makanan dari rumah. Hal ini membuktikan bahwa jajan tidak sehat telah menjadi kebiasaan bagi anak usia sekolah. Kebiasaan seseorang berhubungan dengan karakteristik personal dan faktor lingkungan. Dalam hal ini, lingkungan yang paling berpengaruh pada perilaku jajan sehat anak adalah keluarga dan lingkungan di sekolah. Kebiasaan dan pola perilaku yang tercipta di kalangan anak usia sekolah
6
sangat dipengaruhi oleh teman sebaya, termasuk juga perilaku untuk mengkonsumsi jajanan di sekolah (Februhartanty & Iswarawanti, 2004) Anak usia sekolah yang sedang bermain dengan teman-teman dekatnya atau berada dalam lingkungan teman sebaya, biasanya akan melakukan apa yang dilakukan oleh temannya (Milgram dalam Wade & Tavris, 2007). Pengaruh yang diberikan oleh teman-teman kelompok sebaya akan berdampak terhadap perilaku anak sehari-hari, termasuk juga akan mempengaruhi perilaku untuk jajan sehat di sekolah. Oleh karena itu, peneliti berkeinginan untuk memberikan intervensi berupa peer group tutorial kepada anak usia sekolah dan melihat pengaruhnya terhadap perilaku jajan sehat anak di sekolah.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang disebutkan di atas, dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut apakah pemberian peer group tutorial berpengaruh terhadap perilaku jajan sehat siswa kelas 3 di SD Islam Hidayatullah Denpasar Selatan?
1.3 Tujuan Penelitian
1.3.1 Tujuan Umum Mengetahui pengaruh peer group tutorial terhadap perilaku jajan sehat siswa kelas 3 di SD Islam Hidayatullah Denpasar Selatan .
7
1.3.2 1.3.2.1
Tujuan Khusus Mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan siswa kelas 3 sekolah dasar sebelum diberikan peer group tutorial.
1.3.2.2
Mengidentifikasi tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan siswa kelas 3 sekolah dasar setelah diberikan peer group tutorial.
1.3.2.3
Menganalisa pengaruh peer group tutorial terhadap tingkat pengetahuan, sikap dan tindakan jajan sehat siswa kelas 3 sekolah dasar.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis 1.4.1.1
Dapat dimanfaatkan sebagai acuan dalam pengembangan metode promosi kesehatan di sekolah.
1.4.1.2
Dapat dimanfaatkan sebagai sumber informasi yang dapat membantu dalam peningkatan perilaku jajan sehat anak sekolah.
1.4.2 Manfaat Praktis 1.4.2.1
Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh orang tua dan tenaga pendidik dalam mengembangkan metode kegiatan belajar mengajar baik di rumah maupun di sekolah.
8
1.4.2.2
Penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh perawat komunitas dan mahasiswa keperawatan dalam pengembangan metode pelaksanaan promosi kesehatan di sekolah.