1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Peminjaman atau pengadopsian tulisan dari bahasa lain merupakan sebuah fenomena yang sering terjadi (Coulmas 2000:42). Bahasa Jawa mengalami fenomena tersebut. Pengenalan tulisan Arab pada masyarakat Jawa tidak terlepas dari sejarah masuknya Islam. Pada abad 7 M, Islam sudah masuk ke pulau Jawa, yaitu ketika khalifah Utsman bin Affan mengutus Muawwiyah bin Abu Sufyan ke Jawa pada tahun 674 M (Ahmad 1978:25). Sampai pada awal abad ke16, penetrasi ajaran Islam berhasil masuk dalam budaya Jawa, tetapi efek pada bahasa Jawa tidaklah besar. Tulisan Arab hampir semuanya terbatas pada masalah keagamaan (Raffles 2014:283). Sampai sekarang bahasa Jawa yang bertuliskan Arab masih banyak dijumpai di Pondok Pesantren Salafi baik itu di Jawa Timur atau Jawa Tengah, seperti halnya Pondok al-Munawir Krapyak, Tebuireng Jombang, Kwagean Kediri, Candramawa Ngawi. Tulisan Arab dipakai untuk sarana pengajaran santri dalam memahami ajaran Islam. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya buku-buku pelajaran yang berbahasa Jawa dan bertuliskan Arab, seperti Basya>‘irul Khaira>t (BKH) karangan Agus Abdul Hamid (1996 M), Niz}amus Sullamil Munawaraq (NSM) karangan Bisyri Mustafa (1953 M), Masa>‘ilur Rija>l (MR) karangan Misbah ibn Zayn al-Mustafa (1422 H), Risa>latul Mah{i>d} (RM) karangan Masruhan Ihsan, I’anatun Nisa (IN) karangan Muhammad Utsman (1408 H), al-
2
Mar‘ah as-S{a>lih{ah (MS) karangan Masruhan al-Maghfuri, ‘Id{a>h Mawa>‘iz{il ‘Us}fu>riyyah (IMU) karangan Muhammad bin Abu Bakar (1965). Tulisan Arab yang digunakan pada delapan buku yang berbahasa Jawa ini dikenal juga dengan tulisan pegon atau pego, yaitu sesuatu yang menyimpang atau tidak biasa seperti ucapan orang Jawa (Aswadi 1994:23). Tulisan dari bahasa lain yang dipakai haruslah menyesuaikan struktur bahasa pengadopsi. Tulisan Arab jika dikaitkan dengan struktur bunyi fonem konsonan bahasa Arab terdiri dari 28 huruf konsonan. Fonem glotal stop /ʔ/ dilambangkan dengan hamzah ء, bilabial /b/ dilambangkan dengan ba>‘ ب, apikodental /t/ dilambangkan dengan ta>‘ ت, interdental frikatif /θ/ dilambangkan dengan s\a>‘ ث, palato-alveolar afrikatif /j/ dilambangkan dengan ji>m ج, pharinx /h{/ dilambangkan dengan h{a‘> ح, posvelar tidak bersuara atau uvular frikatif /x/ dilambangkan dengan kha>‘ خ, apiko-dental /t/ dilambangkan dengan da>l د, interdental frikatif bersuara /δ/ dilambangkan dengan z\a>l ذ, alveolar trill /r/ dilambangkan dengan ra>‘ ر, alveolar sibilan bersuara /z/ dilambangkan dengan
za>‘ ز, alveolar sibilan tidak bersuara /s/ dilambangkan dengan si>n س, palatoalveolar
tidak
bersuara
/ʃ/
dilambangkan
dengan
syi>n ش, konsonan
pharyngealized /s{/ dilambangan dengan s{a>d ص, konsonan alveolar stop bersuara pharyngealized /d{/ dilambangkan dengan d{ad> ض, konsonan aloveolar stop tidak bersuara pharyngealized /t}/ dilambangkan dengan t}a>‘ ط, interdental frikarif
phraringealized /z{/ dilambangkan dengan z{a>‘ ظ, laringal frikatif bersuara /’/ dilambangkan dengan ‘ain ع, posvelar bersuara /ɣ/ dilambangkan dengan gain غ, labio-dental frikatif tidak bersuara /f/ dilambangkan dengan fa>‘ ف, posvelar tidak
3
bersuara /q/ dilambangkan dengan qa>f ق, velar stop tidak bersuara /k/ dilambangkan dengan ka>f ك, alveolar lateral bersuara /l/ dilambangkan dengan
la>m ل, nasal bilabial /m/ dilambangkan mi>m م, nasal alveolar /n/ dilambangkan dengan nu>n ن, glotal frikatif tidak bersuara /h/ dilambangkan dengan ha>‘ ه, semivokal bilabial bersuara /w/ dilambangan dengan wauw و, palato-alveolar semivokal /y/ dilambangkan dengan ya>‘ ً (Abu-Chacra 2007:5). Sementara itu, fonem konsonan bahasa Jawa berjumlah 23 konsonan yang terdiri dari / p, b, t, d, ṭ, ḍ, c, j, k, g, Ɂ m n
, ŋ, l, f, s, z, h, r, w, y/ (Marsono 1992:7). Jumlahnya lebih
sedikit dari 28 huruf konsonan Arab yang telah disebutkan, sehingga tidak semua huruf Arab dipakai. Guna menyesuaikan struktur bunyi fonem konsonan bahasa Jawa, pengguna TAJ menggunakan huruf modifikasi untuk bunyi-bunyi konsonan yang tidak ada dalam bahasa Arab, seperti konsonan bilabial /p/, konsonan apikopalatal tidak bersuara /t}/, konsonan apiko-palatal bersuara /d{/, medio-palatal /c/, dorso-velar /g/, nasal medio-palatal /n/ dan na al do on-vela /ŋ/. Masruhan Ihsan dalam RM menggunakan huruf modifikasi pa ڤuntuk fonem /p/ pada kata (1.1) ُ ڤُ ْو ِر ْي ْه/pu ih/ ‘menca i’ Ma uhan Maghfu i dalam MS menggunakan hu uf modifikasi t}a>‘ bertitik tiga ط ﮹untuk fonem /t}/ pada kata (1.2) ي ُْ كَا ْنط﮹ـ/kant}i/ ‘dengan’, Hamid dalam BKH menggunakan huruf modifikasi dha bertitik satu di bawah ڊuntuk fonem /d}/ pada kata (1.3) ڠ ُْ ڮٓڊُ ُْو/gəd}uŋ/ ‘gedung’ Abu Bakar dalam IMU menggunakan gha bertitik satu dibawah ُ كuntuk fonem /g/ pada kata (1.4) ُ اُِْي ُْڠكُ ْي ْه/iŋgih/ ‘iya’ Hanan dalam SF menggunakan nya ۑun uk fonem /n/ pada
4
kata (1.5) ُ بَاۑُ ْو/banu/ ‘ai ’ Muhammad
man dalam
menggunakan nga ڠ
un uk fonem /ŋ/ pada ka a (1.6) ت ُْ ڠ ُٓ سا َ / aŋə / ‘ anga ’. Perbedaan struktur bunyi juga terjadi pada fonem vokal. Vokal bahasa Arab terdiri dari /a, i, u, a>, i>, u>/. Vokal /a/ dilambangkan dengan diakritik fath{ah ََُ, vokal /i/ dilambangkan dengan diakritik kasrah َُ, ِ vokal /u/ dilambangkan dengan d{ammah َُ, vokal panjang /a>/ dilambangkan dengan ali>f ا, vokal panjang /i>/ dilambangkan dengan ya>‘ ً, vokal panjang /u>/ dilambangkan dengan wauw و (Abu-Chacra 2007:13). Sementara itu, vokal bahasa Jawa terdiri dari /a, i, u, e, ə, o/ (Wedhawati dkk, 2006:65). Melihat perbedaan struktur bunyi vokal bahasa Arab dan Jawa, belum ada tanda diakritik yang menandakan bunyi /e/, /ə/, dan /o/. Dengan begitu, pengguna tulisan Arab-Jawa (TAJ) menggunakan suatu kaidah baru untuk menyesuaikan tiga bunyi tersebut. Hanan dalam SF menggunakan
fath{ah ََُ yang dibarengi dengan wauw وuntuk bunyi /o/ pada kata (1.7) اَ ْو َرا/ora/ ‘tidak’. Masruhan Maghfuri menggunakan fath{ah ََُ yang dibarengi dengan ya>‘ ً untuk bunyi /e/ pada kata (1.8) َكُْي ُڠَ ْيُ ُْڠ/keŋeŋ/ ‘bisa’. Kemudian untuk bunyi /ə/, pengguna TAJ menggunakan tanda diakritik yang berbentuk seperti alis, yaitu
pepet َُٓ, seperti yang digunakan oleh Hamid dalam BKH pada kata (1.9) َسا ٓبُ ُْن /sabə/ ‘setiap’. Selain perbedaan bunyi vokal dan konsonan, perbedaan juga terjadi pada struktur suku kata antara bahasa Arab dan bahasa Jawa. Menurut Rayding (2005:35), terdapat dua aturan yang terkait pada struktur silabel bahasa Arab, yaitu silabel bahasa Arab selalu diawali dengan konsonan, dan tidak ada silabel
5
yang diawali dengan bunyi kluster. Lain halnya pada bahasa Jawa, kluster boleh mengawali suku kata, seperti kluster tr- pada kata santri [santri] ‘santri’, dan juga kluster kl- pada kata kliru ‘salah’. Akan tetapi ketika kedua kata ini ditulis dengan tulisan Arab terdapat ketidaksesuaian. Misbah dalam MR menulis santri dengan tulisan Arab menjadi (1.10) ُى َ [santəri] ‘santri’, dan Bisyri dalam ْ سا ْنُتٓ ِر NSM menulisan kliru dengan tulisan Arab menjadi (1.11) ُ[ ُٓك ِليْر ْوkəli u] ‘ alah’. Dengan adanya sisipan vokal [ə] pada dua konsonan yang membentuk kluster menandakan bahwa pengguna TAJ tidak menyesuaikan tulisan Arab pada struktur silabel bahasa Jawa melainkan mengikuti kaidah ortografis Arab yang tidak pernah digunakan untuk menulis kluster di awal suku kata. Penyisipan vokal [ə] pada struktur kluster ketika ditulis dalam TAJ merupakan sebuah permasalahan karena tidak mencerminkan struktur silabel bahasa Jawa yang mempunyai kluster. Oleh karena itu, disamping adanya penyesuaian tulisan Arab pada struktur bunyi konsonan dan vokal bahasa Jawa terdapat kaidah-kaidah yang dipegang oleh pengguna TAJ ketika mereka berhadapan dengan struktur bahasa Jawa yang asing bagi tulisan Arab. Kaidahkaidah tersebut menarik untuk diteliti guna mengungkapkan bentuk ortografis Arab-Jawa yang sesungguhnya. 1.1. Rumusan Masalah 1. Bagaimana kaidah penulisan Arab-Jawa dalam mempresentasikan konsonan dan vokal bahasa Jawa ? 2. Bagaimana kaidah penulisan Arab-Jawa dalam mempresentasikan gugus konsonan bahasa Jawa ?
6
1.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan sebelumnya, ada dua tujuan dari penelitian yang akan dicapai. Pertama, menjelaskan kaidah-kaidah penulisan Arab-Jawa dalam penulisan bunyi konsonan dan vokal bahasa Jawa. Kedua, menjelaskan kaidah-kaidah penulisan Arab-Jawa dalam bunyi gugus konsonan bahasa Jawa. 1.3 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik manfaat teoritis, maupun manfaat praktis. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan bisa memberikan penjelasan secara utuh mengenai sistem penulisan Arab-Jawa. Dalam ranah perkembangan ilmu bahasa, penelitian ini diharapkan membantu perkembangan linguistik khususnya di dalam ranah bahasa tulis. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu seorang yang ingin menggunakan tulisan Arab-Jawa beserta kaidah-kaidahnya. 1.4 Tinjauan Pustaka Penelitian mengenai tulisan Arab-Jawa ini pernah diteliti oleh Aswadi dari tahun 1994 sampai 1995. Pada tahun 1994 beliau menjelaskan tentang perkembangan pemakaian tulisan Arab dari negeri asalnya sampai belahan negara lain yang meliputi pemakainya pada bahasa Urdu di India, dan bahasa-bahasa lain yang berada di Nusantara. Penelitian beliau pertama diberi judul “Huruf Arab Dalam Lintasan Sejarah”, sebuah penelitian yang diajukan kepada Fakultas Sastra di Universitas Gadjah Mada. Kemudian setahun setelahnya, beliau meneliti
7
tentang perubahan tulisan Jawa dengan tulisan Arab yang diberi judul “Rekonstruksi Kaidah Penulisan Naskah Jawa dengan Huruf Arab”. Penelitian beliau berhasil mengungkapkan perubahan huruf dari hancaraka ke tulisan huruf Arab yang sudah dimodifikasi, akan tetapi penelitian beliau tidak dilandasi teori yang pasti dan tidak menerangkan hubungan tulisan tersebut dalam ranah linguistik. Penelitianya hanya bertujuan untuk menggungkapan kaidah-kaidah yang dipakai oleh para penulis Arab-Jawa yang dilihat dari data-data naskah yang lama yang berada di musium Sonobudoyo, seperti Serat Seh Melaya Saha Suluk Bayanmani, serat Tajusalatin, Serat Bagenda, Serat Jangkung, Al-Qu ’an Saha Cathetan Tasawuf Warna-warni, Serat Kadis, Kitab Takrib. Di Indonesia mungkin jarang sekali yang meneliti tentang sistem penulisan yang kaji dari ranah Linguistik, akan tetapi jika melihat perkembangan kajian linguistik di luar negri, para sarjanawan linguistik mulai tertarik dengan fenomena-fenomena kebahasan yang terkait dengan tulisan, berikut penelitianpenelitian yang didapatkan dari berbagai sumber. Penelitian yang pertama dilakukan oleh Muqit Jawid dengan judul “Ta’sirul Abjadiyah al-Arabiyah fi Abjadiyatil Lughah Fakistaniyah” (Peranan Alfabatis Arab terhadap Ortografi Bahasa di Pakistan) tanpa tahun yang diunduh pada tanggal 20 september 2014 di laman http://pu.edu.pk/images/journal/uoc/PDFFILES/(3)%20Dr.%20Moqeet%20Javed_86_2.pdf. . Penelitian beliau mengungkapan
tulisan Arab yang telah distandarisasikan dengan bunyi-bunyi bahasa di Pakistan terjadi beberapa modifikasi tulisan. Penelitian beliau menghasilkan kesimpulan bahwa setiap bahasa yang berada di Pakistan; Urdu, Sidhi, Pushto, dan Baluchi,
8
telah memakai tulisan Arab sebagai literatur mereka dan masing-masing dari bahasa tersebut mempunyai perbedaan bentuk huruf dan ejaan tulisan Arab. Penelitian tentang tulisan Arab selanjutnya dilakukan oleh Andy WarenRothlin, beliau meneliti pemakaian tulisan yang berada di Nigeria Modern. Penelitian ini berjudul “Arabic Script in Modern Nigeria” yang merupakan bagian dari kumpulan proyek penelitian Advances in Minority Language in Nigeria. Tulisan ini diunduh pada laman https://www.academia.edu/ pada tanggal 27 september 2014, Penelitian mengungkapan bahwa bahasa Hausa di Nigeria termasuk bahasa digraphia karena terdapat dua sistem penulisan, sistem penulisan alfabetis dengan tulisan Romawi dan sistem penulisan konsonan dengan tulisan Arab. Kedua tulisan ini dipakai pada kelompok tertentu, tulisan Arab dipakai oleh umat Islam, sedangkan tulisan Romawi dipakai untuk umat Kristen. Walaupun tulisan Arab diidentikan oleh Islam, akan tetapi di Nigeria tidak hanya dipakai untuk
keperluan yang agamis akan tetapi juga dipakai untuk keperluan profan
seperti label barang dan pamflet-pamflet, e.g. < كلوس اپClose Up> (merek pasta gigi). Pada tahun 1998, sebuah penelitian tentang sistem penulisan pernah dikaji oleh Tiun Hak-Khiam, ia meneliti tentang fenomena tiga sistem penulisan yang dipakai di Taiwan, penelitianya diberi judul “Writing in Two Scripts: A Case Study of Digraphia in Taiwanese”. Penelitian ini dikaji berdasarkan kerangka kerja sosiolinguistik. Dikarenakan faktor modernisasi yang terjadi di Taiwan, pemerintahan disana mulai mencanangan standarisasi penulisan sebagai praktek dari perencanaan bahasa. Sistem penulisan di Taiwan menuai kesulitan
9
menggunakn tulisan lama mereka yaitu han-ji karena ada beberapa morfem bahasa Taiwan yang tidak memiliki karakter atau simbol, disamping itu mereka juga mengadopsi tulisan Romawi yang mereka sebut sebagai lo-ma-ji. Dari masalah tersebut bahasa di Taiwan mulai membuat suatu sistem penulisan baru yaitu perpaduan antara lo-ma-ji dan han-ji yang mereka sebut sebagai sistem penulisan han-lo. Penelitiian beliau menyimpulkan bahwa tulisan han-lo lah yang sesui untuk standarisasi penulisan di Taiwan. Kemudian pada tahun 2001, kajian sistem penulisan di Taiwan diteruskan oleh Wi-vun Taiffalo Chiung, penelitian beliau diberi judul “Digraphia with and Witohut Biliteracy: A Case Study of Taiwan”. Beliau menjelaskan bahwa terjadi pengaturan tinggi dan rendahnya status sosial (Biliteracy) yang dikaitkan dengan sistem penulisan di Tawian. Di Taiwan golongan yang bisa berbabahasa Mandarin Cina dan bisa menulis Hanji dan Bopomo lebih tinggi levelnya dari pada Bahasa Taiwan yang memakai tulisan Hanji ataupun Romawi. Penelitian tentang sistem penulisan yang dikaitkan dengan Linguistik terus berkembang sampai tahun 2009. Diawali dari tahun 2006, ditemukan penelitianya Elena Berlanda, seorang mahasiswi York University, yang diberi judul “New Prespective on Digraphia: A Framework for Sociolonguistics of Writing System”. Kemudian ditahun yang sama pula, seorang mahasiswa paskasarjana University of North Dakota, Elke Karan, meneliti tentang sistem penulisan yang lebih condong ke perubahan ortografis. Penelitianya diberi judul “Writing System Development and Refrom: A Process”. Kemudian ditahun 2008, terbit sebuah jurnal
10
International Journal of The Sociology of Language yang membahas khusus tentang pemilihan tulisan dalam kajian sosiolinguistik. Dari keenam penelitian yang sudah ditemukan, penelitian yang dekat dengan pembahasan tulisan Arab-Jawa adalah penelitian Aswadi, yaitu rekontruksi kaidah penulisan nasakah Jawa dengan huruf Arab. Perbedaan penelitian beliau dengan penelitian yang dilakukan dalam tesis ini dapat dilihat cara analisis yang dipakai. Aswadi menganilisis tulisan Arab-Jawa dengan cara mengkaitkanya dengan tulisan hancaraka, sehingga jumlah huruf arab yang ditemukan mengikuti jumlah aksara Jawa. Tulisan pegon yang dikaitkan dengan hancaraka terdapat 20 huruf, yaitu ha→ ُا,ُ هـ, na→ ن, ca→ چ, ra→ ر, ka→ كـ, n da→ د, ta→ ت, sa→ س, wa→ و, la→ ل, pa→ ڤ, dha→ ﮆ, ja→ ج, ya→ ً, nya→ ث, ma→ م, gha→ ڬـ, bha→ ب, tha→ ط ﮹, nga→ ڠ. Sementara itu, huruf-huruf konsonan yang dianalisis dalam teisis ini tidak dikaitkan dengan hanacaraka melainkan dikaitkan dengan struktur bunyi fonem bahasa Jawa, sehingga jumlah huruf yang ditemukan akan lebih banyak dari penelitian Aswadi. 1.5
Landasan Teori Adanya suatu teori dalam suatu penelitian sangatlah penting, melihat ia
merupakan pembimbing dalam penelitian ilmu tertentu. Tanpa teori, hanya ada pengetahuan tentang serangkaian fakta saja, tetapi tidak akan ada ilmu pengetahuan (Hasan dan Koentjaraningrat dalam Mastoyo 2007:37). Dengan begitu berikut teori-teori yang mendukung penelitian tentang sistem penulisan Arab-Jawa.
11
1.5.1
Sistem penulisan Ada banyak ilmuwan yang mempelajari tentang penulisan, baik itu dari
kalangan filolog, sejarawan, pendidik, psikolog, antropolog, ahli tipograf, dan pakar linguistik. Semuanya tertarik untuk meneliti bagaimana penulisan itu bekerja, apa fungsinya, dan metode apa yang digunakan, kesemuanya dilihat dari sudut pandang disiplin ilmu mereka masing-masing. Dalam ranah linguistik, pada awal perkembanganya, tulisan dipandang sebelah mata dan memprioritaskan bahasa verbal sebagai objek utama dari linguistik, sementara tulisan hanya berperan sebagai representasi dari bahasa verbal saja tidak lebih. Akan tetapi akhir dekade ini para ahli linguistik mulai melirik tulisan sebagai objek kajian Linguistik, seperti Geoffrey Sampson, Florian Coulmas, dan Henry Rogers. Sampson (2014:1), mengungkapkan bahwa tulisan yang merupakan sebuah teknologi yang mucul setidaknya seribu tahun yang lalu mendapat kurangnya perhatian dari kalangan sarjanawan linguistik, dan sekarang menjadi salah satu cabang dari linguistik.
Perkembangnya dapat dilihat dari
munculnya buku-buku linguistik yang mulai cenderung membahas tentang tulisan, dimulai dari buku karangan I.J. Gelb dengan judul A study of Writing (1952), Florian Coulmas salah satu ilmuwan yang tekun membahas sistem penulisan, sekiranya terdapat tiga buku yang ia susun The Writing Systems of the World (1989), The Blackwell Encyclopedia of Writing Systems (1996), Writing System Introduction to their Linguistics Analysis (2002). Kemudian Henry Rogers dengan bukunya Writing Systems a Linguistics Approach (2005).
12
Istilah sistem penulisan atau writing system digunakan untuk membedakan beberapa sistem yang menggambarkan unit-unit kebahasaan dari berbagai tingkatan struktur, seperti kata, silabel, dan fonem (Coulmas 2000:37). Sistem penulisan dibedakan pengertianya dengan transliterasi dan transkripsi. Sistem penulisan adalah sekumpulan simbol yang digunakan untuk mempresentasikan unit-unit bahasa secara sistematis. Tansliterasi adalah penggantian grafem yang dimiliki oleh salah satus sistem penulisan ke sistem penulisan yang lain. Transkripsi adalah representasi visual dari ujaran dengan simbol fonetis yang berupa huruf-huruf alfabetis (Coulmas 1999:537-38). Dalam perkembanganya, sistem penulisan berupa sistem penulisan kata atau word writing system, yaitu satu lambang mewakili satu kata, seperti yang dipakai oleh Mesir kuno. Kemudian berkembang kepada sistem penulisan silabel, yaitu satu lambang mempunyai urutan silabel yang terdapat rhyme dan coda atau CV, CCV, seperti yang terjadi pada penulisan cuneiform, cree, cherokee, dan kana yang mengadopsi tulisan Cina. Setelah itu muncul sistem penulisan fonem atau phonemic writing sistem, yaitu satu lambang mewakili satu fonem atau satu bunyi, sistem seperti ini berlaku pada sistem penulisan alfabetis dan konsonan, seperti tulisan phoenician kuno, tulisan yunani kuno, dan tulisan Romawi. Dan sistem penulisan konsonan terjadi pada tulisan hebrew dan tulisan Arab ( Coulmas 2000:57-200).
13
1.5.1.2 Script atau tulisan Dari sistem penulisan tersebut terdapat bagian yang lebih spesifik yaitu tulisan atau script, Coulmas (2000: 37-38), menyataka script merupakan bagian dari sistem penulisan yang berwujud grafis. Script dalam bahasa Indonesian dikenal dengan aksara, yaitu sistem tanda-tanda grafis yang dipakai manusia untuk berkomunikasi, dan sedikit banyaknya mewakili ujaran (Kridalaksana 1982:4). Penelitian ini memakai istilah tulisan yang merujuk ke script.
Hal
tersebut dikarenakan istilah tulisan lebih netral daripada aksara. Aksara dalam artian lain merujuk kepada tulisan sansakerta yang salah satu simbol mewakili satu silabel, seperti tulisan brahmi, devanagiri (Rogers 2005:210). 1.5.1.3 Ortografi atau sistem ejaan Ortografis sangat terkait sekali dengan bahasa, dan terkadang setiap bahasa memakai tulisan atau script yang sama akan tetapi memiliki kaidah-kaidah penulisan yang berbeda. Bahasa Indonesia dan Inggris memakai tulisan yang sama yaitu Romawi, akan tetapi cara pengejaan setiap huruf berbeda dan standarisasi penulisan yang berbeda pula, dengan begitu ortografis juga bisa disamakan artinya dengan ejaan atau spelling (Peter T. Daniels dan William Bright 1996:629). Sama halnya dengan pengertian dari Kridalaksana (1982:38), ia mendefinisikan ortografis dengan sistem ejaan suatu bahasa, dan ejaan dapat dimengeti sebagai penggambaran bunyi bahasa dengan kaidah tulis-menulis yang distandarisasikan. Terdapat tiga aspek yang perlu diperhatikan dalam ortografi, yaitu aspek fonologis yang menyangkut penggambaran fonem dengan huruf dan penyusunan abjad;
14
asperk morfologis yang menyangkut penggambaran satu-satuan morfemis; aspek sintaksis yang menyangkut penanda ujaran berupa tanda baca. Dari tiga aspek tersebuk komponen inti yang perlu diperhatikan dari ortografi adalah korespondensi antara bunyi dengan lambang (Coulmas 1999:379). 1.5.2
Korepondensi Grafem-fonem (grapheme-phoneme correspondence) Coulmas
(1999:175)
mendefinisikan
Korespondensi
grafem-fonem
sebagai sebuah cara untuk menganalisis keterkaitan antara grafem dengan fonem. Grapheme-phoneme correspondence kebanyakan dipakai untuk mengungkapkan kerumitan ortografi yang terjadi pada alfabet, seperti ortografi alfabet ejaan Inggris, ejaan Perancis, dan ejaan Jerman. Dengan analisis ini dapat ditemukan bahwa grafem tunggal kadang dapat berkorespondensi dengan banyak fonem, dan kadang juga dua grafem atau lebih yang berlainan dapat berkorespondensi dengan satu bentuk fonem. Seperti halnya grafem
dalam bahasa Inggris, ia dapat berkorespondensi lebih dari satu fonem, seperti fonem /s/ dalam cipher \sīfər\ ‘ andi’, dan /k/ dalam come /kʌm/ ‘da ang’. Dalam tulisan romawi-Inggris juga terdapat dua grafem yang berlainan berkorespondensi dengan satu fonem, seperti grafem dan berkorespondensi dengan fonem /k/, seperti cat /kæt/ ‘kucing’ dan king /kiŋ/ ‘ aja’ (Coulmas 199:175-176). Korespondensi grafemfonem pada cat dapat dirumuskan seperti ini: (1.1)
/ c æ t/
Analisis ini diterapkan dalam penelitian ini untuk menemukan bagaimana cara penulisan Arab-Jawa mempresentasikan fonem konsonan dan vokal bahasa
15
Jawa. Kata (1.12) ا َ َجا/aja/ ‘jangan’ dalam SF jika diko e ponden ikan ben uk grafem beserta fonem menjadi seperti ini: (1.12) ََُُـا-ُُجـ-َُُ-ا /a - j - a - ø/ Dengan cara tersebut dapat dilihat bahwa terdapat empat grafem dalam kata (1.12) اَ َجا/aja/ ‘jangan’. G afem alif اdi awal kata ia hanya sebagai penompang fath{ah ََُ, sehingga ia diberi lambang /ø/ karena tidak berparalel terhadap fonem. Grafem fath{ah ََُ ia berkorespondensi dengan fonem /a/, grafem
ji>m جberkorespondensi dengan fonem /j/, dan grafem fath{ah ali>f ََُـا berkorespondensi dengan /a/. Dari analisa ini dapat diketahui bahwa dalam tulisan Arab Jawa terdapat dua cara mempresentasikan /a/ yaitu dengan fah{ah ََُ saja ketika di awal kata atau dengan fath{ah ali>f ََاketika di akhir kata. Kemudian untuk fonem /j/, mereka merepresentasikanya dengan grafem ji>m ج. 1.6 Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan melewati empat tahapan strategi, yaitu, tahap persiapan, tahap penyediaan data, tahap analisis data, dan tahap pemaparan analisis. Pada tahap persiapan, peneliti membeli berbagai buku bahasa Jawa yang bertulisakan Arab, dan menyususn rancangan prosposal yang akan dipresentasikan di kelas. Kemudian setelah terkumpul berbagai buku yang dibeli, rancangan proposal yang telah disetujui oleh pembimbing, peneliti melanjutkan untuk langkah yang kedua, yaitu tahap penyediaan data.
16
Pada tahap yang kedua, peneliti memakai metode simak atu observasi, yaitu menyimak pengguna bahasa. Dikarenakan objek formal dari penelitian ini adalah tulisan maka peneleti menyimak penggunaan bahasa seseorang yang berbentuk tulisan (Mastoyo 2007:43). Teknik yang pertama yang dipakai adalah teknik sadap, yaitu peneliti menyadap penggunaan tulisan Arab yang digunakan dalam menuliskan bahasa Jawa. Untuk melaksanakan teknik ini, pertama-tama peneliti menulusuri kata-kata bahasa Jawa yang bertuliskan Arab pada delapan buku yang telah dikumpulkan, buku-buku tersebut yaitu: al-Mar’atus S{a>lih{ah (MS) karangan Kiyai Masruhan al-Magfuri Rembang, Naz}mu Assullamil
Munawwaraqi fil Mant}iq (NSM) karangan Kiyai Bisyri Mustafa Rembang, I‘a>natun Nisa>’ (IN) karangan Kiyai Muhammad Ustman Kediri, Sullamul Futu>h{at> (SF) karangan Kiyai Abdul Hanan Kediri, Masa>’ilur Rija>l
(MR)
karangan Kiyai Misbah Bangelan, I { Mawa>‘iz{il ‘us{fu>riyah (IMU) karangan Kiyai Muhammad ibn Abu Bakr, Risa>>latul Mah{i>d} (RM) karangan Masruhan Ihsan Rembang, al-Mar‘ah as-S{alih{ah (MS) karangan Masruhan al-Maghfuri Surabaya, Basya>‘irul Khaira>t (BKH) karangan Agus Abdul Hamid Ngawi. Kemudian, Setelah kata yang tertulis tersebut ditemukan, tulisan Arab itu diberikan tanda kemudian dialihkan ke Microsoft Word Office untuk dianalisis. Setelah semua data telah terkumpulkan, peneliti menganalisis data tersebut dengan melihat pola kesamaan penulisan Arab dalam menuliskan vokal, konsonan, gugus konsonan bahasa Jawa dari data yang sudah tersedia. Dengan melihat pola kesamaan tersebut, peneliti akan menemukan kaidah umum yang berlaku selama ini pada sistem penulisan Arab-Jawa. Analisis ini menggunakan
17
metode padan, yaitu memadankan tulisan Arab yang dipakai untuk bahasa Jawa dengan tulisan Arab yang dipakai untuk bahasa Arab sendiri sebagai bahan standarisasi. Metode yang menggunakan tulisan sebagai alat penentunya ini disebut dengan metode ortografis (Sudaryanto 1993:15). Metode ini memakai teknik hubungan banding menyamakan (HBS) dan hubungan banding memperbedakan (HBB) antara tulisan Arab yang berbahasa Jawa dengan tulisan Arab yang berbahasa Arab. Untuk mengetahui bagaiam kaidah penulisan ArabJawa dalam mempresentasikan fonem bahasa Jawa, peneliti menerapkan analisa korespondensi grafem-fonem seperti yang telah dijelaskan pada 1.5.2. Tahapan yang terkahir adalah pemaparan analisis. Setelah tahapaan analisis sudah dilakukan, sebuah hasil dari analisis haruslah disajikan kepada pembaca. Penyajian tersebut dapat berbentuk fomal ataupun informal. Penyajian informal adalah perumusan dengan kata-kata biasa, sedangkan penyajian formal adalah perumusan dengan tanda dan lambang-lambang (Sudaryanto 1993:144). 1.7 Sistematika Penyajian Penelitian ini terdiri atas empat bab. Bab pertama merupakan pendahuluan yang menjelaskan latar belakang penelitian, perumusan masalah, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penyajian. Pada bab ini, peneliti menguraikan beberapa latar belakang masalah kenapa memilih penelitian ini, dan juga memuat beberapa permasalahan; bagaimanakah kaidahkaidah penulisan Arab-Jawa dalam bunyi vokal dan konsonan?, bagaimanakah kaidah-kaidah penulisan Arab-Jawa dalam bunyi gugus konsonan dan deret
18
konsonan?, Faktor apa yang menjadikan penulisan Arab-Jawa problematis?. Pada bab kedua, peneliti akan menjawab permasalah yang pertama. Pada bab ketiga, peneliti akan menjawab permasalahan kedua. Dan bab keempat merupakan penutup yang memuat kesimpulan dan saran dari peneliti.