BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Masa anak adalah masa yang paling penting dalam proses pembentukan dan pengembangan kepribadian baik dalam aspek fisik, psikis, spiritual, maupun etika-moral. Perkembangan anak sangat penting untuk diperhatikan karena akan berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia di masa mendatang (Andriani, 2013). Keberhasilan dari perkembangan anak dapat dilihat dari tugas perkembangan yang harus diselesaikan pada periode tertentu. Bimbingan dari orang tua merupakan dasar yang kuat dalam keberhasilan perkembangan anak (Wong, 2008). Periode penting dalam tumbuh kembang anak adalah masa balita atau toddler, dimana pada periode ini pertumbuhan dan perkembangan berlangsung sangat cepat dan akan mempengaruhi perkembangan anak selanjutnya (Soetjiningsih, 2014). Menurut perkembangan psikoseksual anak terdapat 5 tahap yaitu tahap oral, tahap anal, tahap oedipal/phalik, tahap laten dan tahap genital (Hidayat, 2008). Anak toddler masuk dalam tahap anal dimana fokus kesenangan berubah ke area anal, anak-anak semakin tertarik pada sensasi kesenangan pada daerah anal. Pada tahap ini anak mulai mampu untuk mengontrol buang air besar dan buang air kecil. Pada tahap inilah waktu yang tepat untuk orang tua mengajarkan anak tentang toilet training (Soetjiningsih, 2014).
1
2
Toilet training pada anak merupakan suatu usaha untuk melatih anak agar mampu mengotrol dalam melakukan buang air kecil (BAK) dan buang air besar (BAB), mengajarkan anak untuk dapat membersihkan kotoran sendiri dan memakai kembali celananya. Toileting secara umum dapat dilaksanakan pada setiap anak yang sudah mulai memasuki fase kemandirian karena membutuhkan kematangan otot-otot pada daerah anus dan saluran kemih (Hidayat, 2008). Suksesnya toilet training tergantung pada kesiapan yang ada pada diri anak dan keluarga seperti kesiapan fisik, psikologi, intelektual, emosi, dan prilaku orang tua. Kemampuan anak secara fisik sudah mampu duduk dan berdiri sendiri akan memudahkan anak untuk dilatih toilet training. Suasana yang nyaman dan pemahaman anak tentang arti dari b.a.b dan b.a.k juga akan memudahkan pengontrolan dan pengetahuan anak tentang kapan saatnya BAB dan BAK tersebut, sehingga akan menjadikan anak memiliki kemandirian dalam mengontrol toileting (Hidayat, 2005), selain itu anak juga harus mampu mengenali dorongan untuk melepaskan atau menahan dan mampu mengkomunikasikannya. Melatih anak untuk BAK dan BAB bukan pekerjaan sederhana, namun orang tua harus tetap termotivasi untuk merangsang anaknya agar terbiasa BAB atau BAK sesuai waktu dan tempatnya (Zuraidah, 2014). Kegagalan dalam mengontrol proses berkemih dapat mengakibatkan mengompol pada anak. Mengompol merupakan gangguan dalam pengeluaran urine yang tidak bisa dikendalikan pada waktu siang atau malam hari pada anak yang berumur lebih dari empat tahun tanpa ada kelainan fisik maupun penyakit organik (Kroeger, 2009). Pada anak umur empat tahun kondisi sfingter eksterna vesika
3
urinaria sudah mampu dikontrol akan tetapi pada usia tersebut belum bisa mengendalikan buang air kecil karena disebabkan oleh salah satu faktor yaitu kegagalan dalam toilet training. Kegagalan toilet training apabila berlangsung lama dan panjang akan mengganggu perkembangan anak (Warner, 2007).
Dampak yang paling umum dalam kegagalan toilet training seperti adanya perlakuan atau aturan yang ketat dari orang tua kepada anaknya yang dapat mengganggu kepribadian dimana anak cenderung bersikap keras kepala bahkan kikir (Gilbert, 2009). Bila orang tua santai dalam memberikan aturan dalam toilet training maka anak akan dapat mengalami kepribadian eksprensif dimana anak lebih tega cenderung ceroboh, emosional, seenaknya melakukan kegiatan sehari hari, tidak mandiri dan masih membawa kebiasaan mengompol hingga besar. Toilet training yang tidak diajarkan sejak dini akan membuat orang tua semakin sulit untuk mengajarkan pada anak ketika anak bertambah usianya (Hidayat, 2008). Keberhasilan toilet training pada anak diperlukan dukungan dari orang tua. Pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anak sangat berperan penting dalam keberhasilan toilet training. Seperti yang disampaikan oleh Zuraidah (2014) dalam penelitiannya tentang hubungan pola asuh orang tua dan kesiapan psikologi anak dengan keberhasilan toilet training pada anak usia prasekolah, didapatkan hasil pola asuh dan kesiapan psikologi anak berperan penting dalam keberhasilan toilet training. Riset yang dilakukan di Amerika menunjukkan usia rata-rata anak menguasai latihan toilet training adalah usia 35 bulan bagi anak perempuan dan usia 39 bulan
4
bagi anak laki-laki dan hampir 90% anak dapat mengendalikan kandung kemihnya saat siang hari yaitu pada usia 3 tahun. Sekitar 90% anak biasanya berhenti mengompol pada usia 5-6 tahun (Zuraidah, 2014). Choby dan George (2008) mengemukakan bahwa di Amerika Serikat usia toilet training telah meningkat selama empat dekade dari rata-rata dimulai antara 21 dan 36 bulan menjadi 18 bulan. Setengah juta anak di Inggris dan 5-7 juta anak di Amerika Serikat sering mengompol, hal ini disebabkan oleh kurangnya pengetahuan orang tua dalam membantu anak mengontrol kebiasaan buang air kecilnya (Gilbert, 2009). Menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) nasional tahun 2010, di Indonesia jumlah balita mencapai 30 % dari 250 juta jiwa penduduk Indonesia, dan diperkirakan jumlah balita yang susah mengontrol BAB dan BAK (ngompol) di usia toddler sampai prasekolah mencapai 75 juta anak. Fenomena ini dipicu karena banyak hal yaitu: pemakaian popok sekali pakai, hadirnya saudara baru, dan pengetahuan orang tua yang kurang tentang cara melatih perilaku BAB dan BAK (Wawan, 2010). Orangtua memiliki peran yang besar dalam upaya keberhasilan toilet training anak. Dalam mengajarkan toilet training dibutuhkan metode atau cara yang tepat sehingga mudah dimengerti oleh anak serta perlu kesabaran bagi ibu untuk melatih anak tahap demi tahap sehingga berhasil diterapkan pada anak. Penggunaan metode yang tepat akan mempengaruhi keberhasilan ibu dalam mengajarkan toilet training yang benar pada anak. Usaha pemberian kesempatan belajar dan memperoleh informasi yang bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan dan merubah sikap anak dalam melakukan toilet training dapat
5
dilakukan dengan penyuluhan tentang bagaimana cara melakukan toilet training yang benar. Keberhasilan penyuluhan tergantung kepada komponen pembelajaran. Media penyuluhan merupakan salah satu komponen dari proses pembelajaran yang akan mendukung komponen-komponen yang lain. Media diartikan sebagai segala bentuk atau saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan dan informasi (Sadiman, 2009). Media penyuluhan sebenarnya tidak hanya berfungsi sebagai pelengkap yaitu membantu pemberi informasi untuk pengingat, namun media mempunyai fungsi atensi yaitu memiliki kekuatan untuk menarik perhatian. Media yang menarik akan memberikan keyakinan, sehingga perubahan kognitif afeksi dan psikomotor dapat dipercepat (Setiawati & Dermawan, 2008). Pengelompokan media berdasarkan perkembangan teknologi dibagi menjadi media cetak, audiovisual dan komputer. Audiovisual merupakan salah satu media yang menyajikan informasi atau pesan secara audio dan visual (Setiawati dan Dermawan, 2008). Audiovisual memberikan kontribusi yang sangat besar dalam perubahan perilaku masyarakat, terutama dalam aspek informasi dan persuasi. Media ini memberikan stimulus pada pendengaran dan penglihatan, sehingga hasil yang diperoleh lebih maksimal. Media audiovisual mempunyai kelebihan antara lain bisa memberikan gambaran yang lebih nyata serta meningkatkan retensi memori karena lebih menarik dan mudah diingat (Sadiman, 2009). Pengetahuan atau tingkah laku model yang terdapat dalam media audiovisual akan merangsang peserta untuk meniru atau
6
menghambat tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku yang ada di media (Notoatmodjo, 2012). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Dwi Aprilina Andriani (2013) yang berjudul “Pengaruh Pendidikan Kesehatan dengan Audio Visual terhadap Perilaku Cuci Tangan Pakai Sabun Anak Prasekolah di PAUD Aisyiah Dalung”, menunjukkan bahwa sebelum diberikan pendidikan kesehatan dengan audio visual 90,9% atau 30 anak berkategori perilaku cukup baik untuk melakukan cuci tangan pakai sabun, sedangkan yang berada di kategori perilaku kurang baik yaitu 9,1 % atau 3 anak. Setelah dilakukan pendidikan kesehatan dengan audio visual seluruh anak prasekolah di PAUD Aisyiah Dalung berada dikategori perilaku baik dalam melakukan cuci tangan pakai sabun. Sehingga dapat disimpulkan ada pengaruh pendidikan kesehatan dengan audio visual terhadap perilaku cuci tangan pakai sabun anak prasekolah di PAUD Aisyiah Dalung. Hasil studi pendahuluan dengan metode wawancara yang peneliti lakukan pada tanggal 5 November 2014 terhadap 25 ibu yang memiliki anak umur 2 sampai 3 tahun di Banjar Taman Palekan, didapatkan hasil tujuh ibu sudah mengajarkan anaknya yang berusia 2 sampai 3 tahun tentang toilet training dengan cara lisan sejak anaknya mulai duduk dan berjalan, tetapi anak belum berhasil melakukan toilet training, dan delapan belas ibu tidak mengajarkan anaknya tentang toilet training, karena ibu menganggap bahwa BAK dan BAB akan dapat dilakukan sendiri oleh anak seiring dengan pertumbuhan dan perkembangan anak. Dari hasil wawancara juga didapatkan hasil bahwa belum pernah dilakukan penyuluhan tentang toilet training dengan menggunakan media audiovisual di banjar tersebut.
7
Berdasarkan latar belakang diatas dan mengingat pentingnya toilet training pada anak maka peneliti tertarik untuk meneliti mengenai “Efektivitas Penyuluhan dengan Media Audio Visual terhadap Keberhasilan toilet training pada Anak Umur 2-3 Tahun di Banjar Taman Palekan Batubulan” 1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut : “Bagaimana efektivitas penyuluhan dengan media audio visual terhadap keberhasilan toilet training pada anak umur 2-3 tahun?” 1.3
Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum Untuk
mengetahui
efektivitas
penyuluhan
dengan
audiovisual
terhadap
keberhasilan toilet training pada anak umur 2-3 tahun di Banjar Taman Palekan Batubulan. 1.3.2 Tujuan Khusus 1. Mengidentifikasi karakteristik responden anak berdasarkan usia dan jenis kelamin yang memiliki masalah dalam melakukan toilet training 2. Mengidentifikasi keberhasilan toilet training pada anak umur 2-3 tahun sebelum diberikan penyuluhan dengan audio visual 3. Mengidentifikasi keberhasilan toilet training pada anak umur 2-3 tahun sesudah diberikan penyuluhan dengan audio visual 4. Menganalisis keberhasilan toilet training anak umur 2-3 tahun sebelum dan sesudah diberikan penyuluhan dengan audio visual.
8
5. Menganalisis pengaruh usia terhadap keberhasilan toilet training pada anak. 6. Menganalisis pengaruh jenis kelamin terhadap keberhasilan toilet training pada anak. 7. Menganalisis pengaruh pendidikan ibu terhadap keberhasilan toilet training pada anak.
1.4
Manfaat
1.4.1 Teoritis Menambah khasanah ilmu pengetahuan dibidang perawatan anak mengenai efektivitas penyuluhan dengan media audiovisual terhadap keberhasilan toilet training pada anak.
1.4.2 Praktis 1. Pengembangan Ilmu Keperawatan Bagi pengembangan ilmu keperawatan diharapkan dapat memberi sumbangan konsep dan teori khususnya tentang efektivitas penyuluhan dengan media audiovisual terhadap keberhasilan toilet training pada anak 2. Untuk Keluarga a. Peneliti berharap agar hasil penelitian ini dapat menambah ilmu pengetahuan anak tentang pentingnya melaksanakan toilet training dengan cara yang benar. b. Peneliti berharap dengan penelitian ini akan meningkatkan kemampuan anak dalam melakukan toilet training yang benar.
9
3. Untuk Mahasiswa Dapat menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman mahasiswa dalam melakukan penelitian terkait efektivitas penyuluhan dengan media audiovisual terhadap keberhasilan toilet training pada anak.