BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Laporan keuangan disusun berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) yang telah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). SAK memberikan fleksibilitas bagi manajemen dalam memilih metode maupun estimasi akuntansi yang dapat digunakan. Wardhani (2008) menyatakan fleksibilitas tersebut akan mempengaruhi perilaku manajer dalam melakukan pencatatan akuntansi dan pelaporan transaksi keuangan perusahaan. Kebebasan dalam
memilih metode ini, dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan laporan keuangan yang berbeda-beda di setiap perusahaan. Karena aktivitas perusahaan yang dilingkupi dengan ketidakpastian maka penerapan prinsip konservatisme menjadi salah satu pertimbangan perusahaan dalam kaitannya dengan akuntansi dan laporan keuangannya. Konsep ini mengakui biaya dan rugi lebih cepat, mengakui pendapatan dan untung lebih lambat, menilai aktiva dengan nilai yang terendah, dan kewajiban dengan nilai yang tertinggi. Konservatisme merupakan prinsip akuntansi yang jika diterapkan akan menghasilkan angka-angka pendapatan dan aset cenderung rendah, serta angkaangka biaya cenderung tinggi. Akibatnya, laporan keuangan akan menghasilkan laba yang terlalu rendah (understatement). Kecenderungan seperti itu terjadi karena konservatisme menganut prinsip memperlambat pengakuan pendapatan serta mempercepat pengakuan biaya. Secara tradisional, konservatisme dalam
1
2
akuntansi dapat diterjemahkan melalui
pernyataan tidak mengantisipasi
keuntungan, tetapi megantisipasi semua kerugian (Watts, 2003a). Lo (2006) menyatakan bahwa SAK cenderung pada akuntansi konservatif pada beberapa Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) yaitu (1) PSAK No. 57 (Revisi 2000): Kewajiban Diestimasi, Kewajiban Kontijensi, dan Aktiva Kontijensi memperkenankan perusahaan mengakui kewajiban diestimasi di neraca tetapi tidak memberikan peluang pengakuan kemungkinan adanya “aktiva diestimasi”; (2) PSAK No. 13 (1994): Akuntansi untuk Investasi, paragraf 38 menyatakan investasi yang diklasifikasikan sebagai aktiva lancar harus dicatat dalam neraca pada nilai terendah antara biaya dan nilai pasar; (3) PSAK No. 14 (1994): Persediaan, paragraf 38 menyatakan bahwa persediaan diukur berdasarkan biaya atau nilai realisasian bersih mana yang lebih rendah; (4) PSAK No. 19 (Revisi 2000): Aktiva Tidak Berwujud, paragraf 36 menyatakan bahwa perusahaan tidak boleh mengakui aktiva tidak berwujud yang timbul dari riset (atau dari tahap riset pada suatu proyek intern). Pengeluaran untuk riset (atau tahap riset pada suatu proyek intern) diakui sebagai beban pada saat terjadinya. Paragraf 39 menyatakan suatu aktiva tidak berwujud yang timbul dari pengembangan (atau dari tahap pengembangan pada suatu proyek intern) diakui jika, dan hanya jika, perusahaan dapat memenuhi enam kriteria tertentu; (5) PSAK No. 48 (1998): Penurunan Nilai Aktiva, paragraf 41 menyatakan jika nilai yang diperoleh kembali dari suatu aktiva lebih kecil dari nilai tercatatnya, nilai tercatat aktiva harus diturunkan menjadi sebesar nilai yang dapat diperoleh kembali.
3
Penurunan tersebut merupakan rugi penurunan nilai aktiva dan harus segera diakui sebagai beban pada saat laporan laba rugi. Konservatisme
merupakan
konsep
akuntansi
yang
kontroversial
(Mayangsari dan Wilopo, 2002). Di kalangan para peneliti pun, prinsip konservatisme akuntansi ini masih dianggap sebagai suatu prinsip yang kontroversial. Di satu sisi, konservatisme akuntansi dianggap sebagai kendala yang akan mempengaruhi kualitas laporan keuangan. Di sisi lain, konservatisme akuntansi bermanfaat untuk menghindari perilaku oportunistik manajer berkaitan dengan kontrak-kontrak yang menggunakan laporan keuangan sebagai media kontrak (Watts, 2003). Laporan akuntansi yang dihasilkan dengan metoda yang konservatif cenderung bias dan tidak mencerminkan realita (Supriyanto dan Kiryanto, 2006). Pendapat ini dipicu oleh definisi mengenai akuntansi konservatif, dimana metode ini mengakui kerugian lebih cepat daripada pendapatan. Monahan (1999) menyatakan bahwa semakin konservatif akuntansi maka nilai buku ekuitas yang dilaporkan akan semakin bias. Kondisi yang demikian menunjukkan bahwa laporan keuangan tersebut sama sekali tidak berguna karena tidak dapat mencerminkan nilai perusahaan yang sesungguhnya. Namun, ada juga pendapat yang mendukung penerapan metode ini. Penggunaan metode akuntansi yang konservatif akan dapat menghasilkan laporan keuangan yang pesimis. Hal ini diperlukan untuk menetralkan sikap optimistis yang berlebihan para manajer dan pemilik bahwa perusahaan tidak selalu mendapatkan keuntungan yang sama.
4
Konservatisme merupakan prinsip yang paling mempengaruhi penilaian dalam akuntansi (Sterling, 1970 dalam Sari, 2004). Definisi konservatisme berdasarkan glossary pada Financial Accounting Standard Board (FASB) No. 2 merupakan reaksi hati-hati (prudent reaction) menghadapi ketidakpastian untuk mencoba memastikan bahwa ketidak pastian dan risiko yang melekat pada situasi bisnis telah cukup dipertimbangkan (Juanda, 2007). Basu (1997) menyebutkan bahwa konservatisme adalah praktik akuntansi yang mengurangi laba (dan menurunkan aktiva bersih) ketika menghadapi bad news, akan tetapi tidak meningkatkan laba (dan menaikkan aktiva bersih) ketika menanggapi good news. Ditinjau dari sudut pandang manajemen laba, definisi ini tampak serupa namun yang membedakan adalah pada kata “tidak meningkatkan laba (dan menaikkan nilai aktiva bersih) ketika menghadapi good news” (Fala, 2007). Penman dan Zhang (2002) menyatakan bahwa konservatisme akuntansi mencerminkan kebijakan akuntansi yang permanen. Secara empiris penelitian mereka menunjukkan bahwa
laba yang berkualitas diperoleh
jika manajemen
menerapkan akuntansi konservatif secara konsisten tanpa adanya perubahan metode akuntansi atau perubahan estimasi. Manajemen laba umumnya tidak memberikan perbedaan yang bersifat permanen pada peningkatan atau penurunan laba, sedangkan konservatisme akuntansi akan memberikan dampak yang permanen pada perbedaan laba yang dilaporkan. Manajer mempunyai kewajiban untuk memaksimumkan kesejahteraan para pemegang saham, namun disisi lain manajer juga mempunyai kepentingan untuk memaksimumkan kesejahteraan mereka. Penyatuan kepentingan pihak-
5
pihak ini seringkali menimbulkan masalah yang disebut dengan masalah keagenan (Faizal, 2004). Masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham muncul sebagai akibat dari pemisahan fungsi pengelolaan dan fungsi kepemilikan. Ketika prosentase saham yang dimiliki oleh manajemen lebih rendah dari saham yang dimiliki oleh pemegang saham, maka besar kemungkinan akan terjadi masalah keagenan. Prosentase kepemilikan saham yang lebih rendah yang dimiliki manajer dapat mendorong manajer untuk melakukan tindakan oportunistik yang akan menguntungkan dirinya sendiri. Hal tersebut membuat manajer mengabaikan tugas utamanya, yaitu menciptakan nilai bagi pemegang saham. Oleh karena itu, mekanisme corporate governance dapat menjembatani masalah keagenan yang ada. Corporate governance merupakan konsep yang diajukan demi peningkatan kinerja perusahaan melalui supervisi atau monitoring kinerja manajemen dan menjamin akuntabilitas manajemen terhadap stakeholder dengan mendasarkan pada kerangka peraturan. Konsep corporate governance diajukan demi tercapainya pengelolaan perusahaan yang lebih transparan bagi semua pengguna laporan keuangan. Bila konsep ini diterapkan dengan baik maka diharapkan pertumbuhan ekonomi akan terus menanjak seiring dengan transparansi pengelolaan perusahaan yang makin baik dan nantinya menguntungkan banyak pihak (Nasution dan Setiawan, 2007). Sistem corporate governance memberikan perlindungan efektif bagi pemegang saham dan kreditor sehingga mereka yakin akan memperoleh return atas investasinya dengan benar. Corporate governance juga membantu menciptakan lingkungan kondusif demi terciptanya pertumbuhan
6
yang efisien dan sustainable di sektor korporat. Corporate governance dapat didefinisikan sebagai susunan aturan yang menentukan hubungan antara pemegang saham, manajer, kreditor, pemerintah, karyawan, dan stakeholder internal dan eksternal yang lain sesuai dengan hak dan tanggung jawabnya (FCGI). Mekanisme corporate governance mungkin memainkan sebuah aturan yang signifikan dalam pengimplementasian akuntansi yang konservatif. Corporate governance mencakup semua ketentuan dan mekanisme yang menjamin bahwa asset didalam perusahaan dikelola secara efisien serta dapat mengurangi pengambilalihan sumber daya yang tidak tepat oleh manajer atau bagian lain dari perusahaan (Lara, et al., 2005). Implementasi dari corporate governance dilakukan oleh semua pihak dalam perusahaan, dengan aktor utamanya adalah manajemen puncak perusahaan yang berwenang untuk menetapkan kebijakan perusahaan dan mengimplementasikan kebijakan tersebut. Salah satu dari kebijakan ini terkait dengan prinsip konservatisme yang digunakan oleh perusahaan dalam melaporkan kondisi keuangannya.
Karakteristik
dari
manajemen
puncak
perusahaan
akan
mempengaruhi tingkat konservatisme yang akan digunakan perusahaannya dalam menyusun laporan keuangannya (Wardhani, 2008). Penerapan corporate governance dilakukan oleh seluruh pihak dalam perusahaan dengan adanya dewan yang mengelola dan mengawasi kinerja perusahaan. Dalam mengelola dan mengawasi kinerja perusahaan, dewan direksi sebagai pengelola perusahaan menetapkan kebijakan-kebijakan yang harus
7
diterapkan di dalam perusahaan seperti kebijakan mengenai penerapan akuntansi konservatif. Sedangkan dewan komisaris bertugas untuk mengawasi kinerja direksi dan manajer dalam hal kesesuaian tugas yang dilakukan manajemen perusahaan dengan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan dan memastikan bahwa direksi dan manajer telah benar-benar bekerja demi kepentingan perusahaan sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan. Pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris supaya lebih ketat maka dewan komisaris dapat membentuk komite-komite seperti komite audit, komite nominasi, maupun komite kompensasi atau remunerasi. Dewan komisaris mensyaratkan informasi yang berkualitas dalam menjalankan tugas pengawasannya. Oleh karena itu, dewan komisaris akan cenderung menginginkan penerapan prinsip akuntansi yang konservatif. Penerapan prinsip konservatisme, diharapkan dapat menghasilkan laporan keuangan yang andal dan dipercaya oleh investor karena konservatisme dapat menghindari pelaporan keuangan yang berlebihan. Selain itu dewan komisaris memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan terciptanya good corporate governance. Berdasarkan hal tersebut di atas maka karakteristik dari dewan komisaris akan mempengaruhi tingkat konservatisme akuntansi yang diterapkan di dalam perusahaan. Karakteristik
dewan
komisaris
terkait
dengan
proporsi
komisaris
independen perlu diperhatikan supaya terdapat independensi dalam proses pengawasan yang dilakukan terhadap kinerja perusahaan. Dengan adanya komisaris yang independen, pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris
8
akan lebih ketat sehingga akan cenderung mensyaratkan akuntansi yang konservatif untuk mencegah sikap oportunistik manajer. Perusahaan juga perlu memiliki komisaris independen yang memiliki keahlian di bidangnya agar fungsi pengawasan dapat berjalan dengan baik. Salah satu dari dewan komisaris harus memiliki latar belakang akuntansi atau keuangan. Kepemilikan saham oleh komisaris yang terafiliasi dapat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan. Apabila komisaris yang terafiliasi bekerja dengan baik dalam melaksanakan tugas pengawasannya, dengan memiliki sebagian saham perusahaan akan membuat komisaris menjalankan fungsi pengawasannya dengan lebih ketat. Hal tersebut dikarenakan komisaris memiliki kepentingan finansial di dalam perusahaan sehingga lebih mensyaratkan akuntansi yang konservatif. Akan tetapi, apabila kepemilikan saham oleh komisaris tersebut justru mendorong komisaris melakukan pengambilalihan perusahaan maka prinsip akuntansi yang digunakan kurang konservatif. Ukuran dewan komisaris yang terkait dengan jumlah anggota dewan komisaris akan mempengaruhi mekanisme pengawasan terhadap perusahaan. Ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan menyebabkan tugas setiap anggota dewan komisaris menjadi lebih khusus karena terdapat komite-komite yang lebih khusus dalam mengawasi perusahaan. Spesialisasi yang lebih besar tersebut dapat menunjukkan pengawasan yang lebih efektif sehingga penerapan akuntansi yang disyaratkan dewan komisaris lebih konservatif. Oleh karena itu, jumlah anggota dewan komisaris harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan kompleksitas perusahaan supaya pengawasan yang dilakukan lebih efektif.
9
Penelitian yang dilakukan Ahmed dan Duellman (2007) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara praktek akuntansi yang konservatif dengan karakteristik board of directors. Secara spesifik penelitian mereka menyimpulkan adanya hubungan yang negatif antara persentase inside directors dalam dewan dengan konservatisme dan hubungan yang positif antara persentase kepemilikan perusahaan oleh outside directors dengan konservatisme. Persentase inside directors berhubungan negatif dengan konservatisme karena inside directors berhubungan dengan pengelolaan
dan manajemen
perusahaan sehingga
mendorong mereka untuk menguntungkan dirinya sendiri. Hubungan persentase kepemilikan oleh outside directors dengan konservatisme dalam penelitian tersebut dapat mendorong pengawasan yang lebih kuat karena outside directors memiliki saham di perusahaan sehingga merasa menjadi bagian dari perusahaan dan akan melakukan pengawasan dengan lebih baik untuk kebaikan dan kemajuan perusahaan. Secara keseluruhan penelitian ini menegaskan adanya bukti yang konsisten terhadap pendapat yang menyatakan bahwa
konservatisme
dalam
akuntansi akan membantu komisaris untuk mengurangi biaya agensi dalam perusahaan. Keberadaan komite audit dalam perusahaan juga sangat penting dan merupakan keharusan bagi perusahaan yang terdaftar di bursa efek untuk membentuk dan memfungsikan komite audit pada perusahaan yang bersangkutan. Berdasarkan uraian di atas, maka penelitian ini menguji pengaruh karakteristik dewan komisaris pada tingkat konservatisme akuntansi. Variabel karakteristik dewan komisaris yang digunakan dalam penelitian ini berkaitan dengan proporsi komisaris independen, kepemilikan saham oleh komisaris dan
10
direksi, keberadaan komite audit, dan jumlah dewan komisaris. Pengukuran konservatisme dengan ukuran akrual mengacu pada penelitian yang dilakukan oleh Sari (2005), Dewi (2004), dan Almilia (2004.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang tersebut, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Apakah
proporsi
komisaris
independen
berpengaruh
pada
tingkat
konservatisme akuntansi di Indonesia? 2) Apakah kepemilikan saham oleh komisaris dan direksi berpengaruh pada tingkat konservatisme akuntansi di Indonesia? 3) Apakah jumlah komite audit berpengaruh pada tingkat konservatisme akuntansi di Indonesia? 4) Apakah jumlah dewan komisaris berpengaruh pada tingkat konservatisme akuntansi di Indonesia? 1.3 Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1) Untuk mengetahui pengaruh proporsi komisaris independen pada tingkat konservatisme akuntansi di Indonesia; 2) Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan saham oleh komisaris dan direksi pada tingkat konservatisme akuntansi di Indonesia; 3) Untuk mengetahui pengaruh jumlah komite audit pada tingkat konservatisme akuntansi di Indonesia;
11
4) Untuk mengetahui pengaruh jumlah dewan komisaris pada tingkat konservatisme akuntansi di Indonesia. 1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut: 1) Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan dan pengetahuan serta bukti empiris mengenai pengaruh karakteristik dewan komisaris sebagai salah satu mekanisme dari corporate governance. Penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti yang akan melakukan penelitian lebih lanjut. 2) Manfaat Praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai tingkat konservatisme yang diterapkan oleh perusahaan dan pengaruh karakteristik dewan komisaris sebagai salah satu mekanisme dari corporate governance serta implikasinya bagi investor.
12
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori keagenan (agency theory) Istilah agen dalam hal ini, adalah pihak manajemen/direksi perusahaan, yang mendapat mandat hak mengelola perusahaan dari pihak pemilik ( principal ). Kebanyakan perusahaan-perusahaan yang go public di manage oleh pihak professional yang bukan sebagai pemegang saham mayoritas. Kendatipun dalam kenyataannya ada kepemilikan saham oleh pihak manajemen/direksi, porsinya relative kecil dan kebanyakan diperoleh dari kebijakan saham bonus. Banyak manfaat dari penyerahan mandat pengelolaan perusahaan kepada pihak professional diluar pihak pemilik perusahaan, yaitu : 1. Pengelolaan perusahaan akan lebih efisien, karena dikendalikan oleh orang-orang yang akhli pada bidangnya masing-masing. 2. Penanganan permasalahan perusahaan yang bersifat komplek akan lebih mudah bagi jajaran direksi yang professional, bila dibandingkan dengan penanganan oleh pemegang saham mayoritas walau beserta keluarganya. 3. Kesinambungan eksistensinya perusahaan lebih terjamin, karena sangat kecil kemungkinan perusahaan dapat hidup permanen, dibawah kendali seorang pemilik setelah diwariskan kepada anak dan cucunya, karena pihak pewarisnya belum tentu berbakat seperti pendahulunya.
13
4. Pemegang saham oleh pihak masyarakat ( publik ) tidak akan mungkin secara perseorangan berposisi sebagai pemegang saham mayoritas, dan bila sebagai institusi yang menguasai sebagian besar saham suatu perusahaan, akan lebih tepat berposisi sebagai dewan komisaris.
Kerja sama antara pihak agen dan principal dalam hal ini, sebenarnya sangat mulia dan akan saling menguntungkan, apabila masing-masing pihak mentaati komitmen yang telah disepakati sebagaimana tertuang dalam kontrak kerja. Dari pihak agen, dalam hal ini dituntut agar mencurahkan kemampuan profesionalnya demi peningkatan nilai perusahaan yang dikelolanya. Sedangkan dari pihak principal sebagai pemilik perusahaan, berkewajiban memberikan balas jasa/fee kepada pihak agen dalam jumlah yang realistis dan adil serta pasti. Bila kriteria tersebut telah dipenuhi, maka kecil kemungkinan bagi pihak agen untuk merekayasa informasi keuangan perusahaan yang di kelolanya sebagaimana kita kenal dengan istilah asimetri informasi. Jika pihak agen merasa haknya tidak sesuai dengan pengorbanan jasanya sebagai agen dan tidak ada kepastian tentang jumlah fee yang akan diperoleh baik menyangkut besarnya maupun waktunya, maka akan ada kemungkinan mereka melakukan manajemen laba, alokasi sumber daya dan dana perusahaan yang kurang bermanfaat bagi peningkatan nilai perusahaan, dan praktek lainnya yang bermuara pada keuntungan yang relatif lebih besar bagi pihak agen sendiri.
14
Teori agensi menyatakan bahwa apabila terdapat pemisahan antara pemilik sebagai principal dan manajer sebagai agen yang menjalankan perusahaan maka akan muncul permasalahan agensi karena masing-masing pihak tersebut akan selalu berusaha untuk memaksimalisasikan fungsi utilitasnya (Jensen dan Meckling, 1976). Agen memiliki informasi yang lebih banyak dibandingkan dengan prinsipal, sehingga menimbulkan adanya asimetri informasi yaitu suatu kondisi adanya ketidakseimbangan perolehan informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi dengan pihak pemegang saham dan stakeholder sebagai pengguna informasi. Konservatisme dapat dijelaskan dari perspektif teori keagenan. Teori tersebut menyatakan perusahaan merupakan nexus of contract yakni tempat bertemunya kontrak antar berbagai pihak yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan. Konflik tersebut tercermin dari kebijakan dividen, pendanaan, dan kebijakan investasi (Jensen and Meckling 1976). Ketiga kebijakan tersebut dapat digunakan oleh investor untuk mengatur manajer dan mentransfer keuntungan dari kekayaan kreditor. Upaya investor tersebut akan menjadi lebih sulit dengan adanya laporan keuangan yang konservatif. Konservatisme akuntansi akan mendukung terciptanya kontrak yang efisien antara berbagai pihak, khususnya pihak investor dan kreditor sebagai pengguna utama laporan keuangan (Juanda, 2007). Siallagan dan Machfoedz (2006) dalam perspekif teori keagenan menyatakan bahwa agen yang risk averse dan yang cenderung mementingkan dirinya sendiri akan mengalokasikan resources (berinvestasi) yang tidak meningkatkan nilai perusahaan. Permasalahan agensi ini akan mengindikasikan
15
bahwa nilai perusahaan akan naik apabila pemilik perusahaan bisa mengendalikan perilaku manajemen agar tidak menghamburkan resources perusahaan, baik dalam bentuk investasi yang tidak layak, maupun dalam bentuk shirking (kelalaian).
Perspektif hubungan keagenan merupakan dasar yang digunakan
untuk memahami corporate governance. Teori keagenan (agency theory) menjelaskan adanya pemisahan antara kepemilikan dan pengelolaan suatu perusahaan dapat menimbulkan masalah keagenan (agency problems), yaitu ketidak sejajaran kepentingan antara principal (pemilik/pemegang saham) dan agent (manajer). Masalah keagenan ini dapat diminimumkan melalui suatu mekanisme monitoring yang bertujuan untuk menyelaraskan (alignment) berbagai kepentingan. Mekanisme monitoring yang efektif dalam pengelolaan perusahaan (corporate governance mechanism) yaitu; (a) memperbesar kepemilikan saham perusahaan oleh manajemen (managerial ownership), sehingga kepentingan pemilik atau pemegang saham akan dapat disejajarkan dengan kepentingan manajer, (b) kepemilikan saham oleh investor institusional karena dianggap sebagai sophisticated investor dengan jumlah kepemilikan yang cukup signifikan dapat memonitor manajemen, dan (c) melalui peran monitoring oleh dewan direksi (board of directors). 2.1.2 Konservatisme akuntansi Konservatisme didefinisikan sebagai reaksi kehati-hatian (prudent) terhadap ketidakpastian, ditujukan untuk melindungi hak-hak dan kepentingan pemegang saham (shareholders) dan pemberi pinjaman (debtholders) yang
16
menentukan sebuah verifikasi standar yang lebih tinggi untuk mengakui goodnews daripada badnews (Lara, et.al, 2005) Konservatisme merupakan salah satu prinsip yang digunakan dalam akuntansi. Akuntansi konservatif yaitu merupakan sikap yang diambil oleh akuntan dalam menghadapi dua atau lebih alternatif dalam penyusunan laporan keuangan. Apabila lebih dari satu alternatif tersedia maka sikap konservatif ini cenderung memilih alternatif yang tidak akan membuat aktiva dan pendapatan terlalu besar (Baridwan, 2002:14). Wolk et.al, (2001:144) mendefinisikan konservatisme akuntansi sebagai usaha untuk memilih metoda akuntansi berterima umum yang (a) memperlambat pengakuan revenues, (b) mempercepat pengakuan expenses, (c) merendahkan penilaian aktiva, dan (d) meninggikan penilaian utang. Secara
tradisional,
konservatisme
dalam
akuntansi
dapat
diterjemahkan melalui pernyataan “tidak mengantisipasi keuntungan, tetapi mengantisipasi
semua
kerugian”
(Bliss,
1924
dalam
Watts,
2003a).
Konservatisme dalam akuntansi ini mengimplikasikan adanya persyaratan verifikasi yang asimetris antara pengakuan laba dan rugi. Semakin tinggi tingkat perbedaan dalam verifikasi yang disyaratkan untuk pengakuan laba versus pengakuan rugi, maka semakin tinggi tingkat konservatisme akuntansinya (Watts, 2003a). Watts (2003a) menyatakan penerapan akuntansi konservatif dapat memberikan manfaat bagi perusahaan yaitu sebagai berikut:
17
1)
Membatasi manajer dalam berperilaku oportunistik; Laporan keuangan berfungsi untuk memberikan informasi kepada investor tentang kinerja manajemen yang akan mempengaruhi keputusan investor dalam investasi dan keputusan dalam hal kesejahteraan manajemen. Kondisi tersebut dapat membuat manajemen mempengaruhi angka-angka dalam laporan keuangan untuk memaksimalkan kepentingannya. Prinsip konservatisme akuntansi dapat membatasi perilaku oportunistik dari manajemen.
2)
Meningkatkan nilai perusahaan; Konservatisme dapat meningkatkan nilai perusahaan karena akan membatasi opportunistic payment kepada manajer (dalam bentuk bonus) dan juga kepada pemegang saham dalam bentuk dividen.
3)
Mengurangi potensi tuntutan hukum (litigation); Tuntutan hukum mendorong perkembangan konservatisme karena tuntutan hukum banyak muncul pada saat laba dan aktiva dicatat terlalu tinggi.
Adanya
overstatement,
potensi membuat
tuntutan
hukum
manajemen
dan
akibat
pencatatan
yang
auditor
terdorong
untuk
melaporkan laba dan aktiva yang konservatif. 4)
Mentaati peraturan; Peraturan yang dibuat oleh penyusun standar akuntansi juga memberikan insentif kepada perusahaan untuk menerapkan akuntansi konservatif seperti pengakuan secara historical cost ketika terjadi kenaikan
18
harga sepanjang tahun,
atau penterapan metoda penilaian persediaan
comwill pada kondisi harga yang fluktuatif.
2.1.3 Good Corporate governance (GCG); Definisi Good Corporate Governance sesuai dengan Surat Keputusan Menteri BUMN No Kep-117/M-MBU/2002 tanggal 31 Mei 2002 tentang penerapan praktik GCG pada BUMN adalah: “Suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilainilai etika”.
Definisi ini menekankan pada keberhasilan usaha dengan memperhatikan akuntabilitas yang berlandaskan pada peraturan perundangan dan nilai-nilai etika serta memperhatikan stakeholders yang tujuan jangka panjangnya adalah untuk mewujudkan dan meningkatkan nilai pemegang saham. Ada empat unsur penting dalam corporate governance yang merupakan prinsip-prinsip dalam corporate governance, yaitu (FCGI) : 1) Fairness (Keadilan); Menjamin perlindungan hak-hak para pemegang saham, termasuk hak-hak pemegang saham minoritas dan para pemegang saham asing, serta menjamin terlaksananya komitmen dengan para investor. Penetapan
19
tanggung jawab dewan komisaris, direksi, kehadiran komisaris independen dan komite audit, serta penyajian informasi (terutama laporan keuangan) dengan pengungkapan penuh merupakan perwujudan dari prinsip keadilan/kewajaran ini. 2) Transparency (Transparansi); Mewajibkan adanya suatu informasi yang terbuka, tepat waktu, serta jelas, dan dapat diperbandingkan yang menyangkut keadaan keuangan, pengelolaan perusahaan, dan kepemilikan perusahaan 3) Accountability (Akuntabilitas); Menjelaskan peran dan tanggung jawab, serta mendukung usaha untuk menjamin penyeimbangan kepentingan manajemen dan pemegang saham, sebagaimana yang diawasi oleh Dewan Komisaris (dalam Two Tiers System). Realisasi dari prinsip ini dapat berupa pendirian dan pengembangan komite audit yang dapat mendukung terlaksananya fungsi pengawasan dewan komisaris, juga perumusan yang jelas terhadap fungsi audit internal. Khusus untuk bidang akuntansi, penyiapan laporan keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku serta diterbitkan tepat waktu juga jelas merupakan perwujudan dari prinsip akuntabilitas ini. 4) Responsibility (Pertanggungjawaban); Memastikan dipatuhinya peraturan serta ketentuan yang berlaku sebagai cerminan dipatuhinya nilai-nilai sosial. Prinsip tanggung jawab ini juga berhubungan dengan kewajiban perusahaan untuk mematuhi semua
20
peraturan dan hukum yang berlaku, termasuk juga prinsip-prinsip yang mengatur tentang penyusunan dan penyampaian laporan keuangan perusahaan. Adanya komisaris independen dalam struktur organisasi perusahaan yang biasanya beranggotakan dewan komisaris yang berasal dari luar perusahaan berfungsi untuk menyeimbangkan dalam pengambilan keputusan khususnya dalam rangka perlindungan terhadap pemegang saham minoritas dan pihak-pihak lain yang terkait. Komisaris independen merupakan posisi terbaik untuk melaksanakan fungsi monitoring agar tercipta perusahaan yang good governance. Boediono (2005) menyatakan bahwa komposisi dewan komisaris merupakan jumlah keanggotaan yang berasal dari luar perusahaan (outside directors) terhadap keseluruhan jumlah anggota dewan. Komisaris independen adalah anggota dewan komisaris yang tidak terafiliasi dengan manajemen, anggota dewan komisaris lainnya dan pemegang saham pengendali, bebas dari hubungan bisnis atau hubungan lainnya yang dapat mempengaruhi kemampuannya untuk bertindak independen atau bertindak semata-mata demi kepentingan perusahaan (Wardhani (2008).
2.2 Penelitian Sebelumnya Lara et al (2005) melakukan penelitian mengenai hubungan board of directors characteristics dengan konservatisme akuntansi dengan sampel perusahaan-perusahaan di Spanyol. Penelitian mereka menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki dewan yang kuat sebagai mekanisme corporate
21
governance mensyaratkan tingkat konservatisme yang lebih tinggi daripada perusahaan dengan dewan yang lemah. Selain itu hasil penelitian juga menunjukkan bahwa persyaratan adanya konservatisme akuntansi akan lebih mengurangi dampak yang disebabkan oleh risiko litigasi. Penelitian yang dilakukan oleh Pehman dan Zhang (2000) dan Basu (1997) dalam Dewi (2004) mengungkapkan bahwa konservatisme akuntansi akan menghasilkan kualitas laba yang rendah dan kurang relevan sehingga tidak berguna bagi pengguna laporan keuangan seperti investor. Namun, hal tersebut bertentangan dengan penelitian yang dilakukan oleh Watts (1993) yang menyatakan bahwa eksistensi konservatisme penting dalam laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan oleh Mayangsari dan Wilopo (2002) sesuai dengan model Feltham-Ohlson (1996) membuktikan bahwa prinsip konservatif memiliki value relevance, artinya dengan menggunakan prinsip konservatif laporan keuangan yang disajikan juga dapat menunjukkan nilai pasar perusahaan. Jadi, dengan akuntansi konservatif, untuk menilai suatu perusahaan tidak cukup dengan earnings saja tetapi juga dibutuhkan nilai buku aktiva operasi perusahaan. Selain itu, hasil penelitian mereka juga menunjukkan bahwa semakin konservatif penerapan prinsip akuntansi maka semakin tinggi pula pertumbuhan perusahaan tersebut dan semakin kecil kemungkinan manajemen perusahaan melakukan manajemen laba. Dewi (2004) melakukan penelitian mengenai pengaruh konservatisme laporan keuangan terhadap earnings response coefficient pada perusahaan manufaktur dan non-manufaktur (kecuali perbankan) dari tahun 1996 hingga 2000, menemukan bukti bahwa akrual diskresioner dengan konservatisme laporan
22
keuangan berhubungan signifikan tetapi lemah. Sedangkan hubungan earnings response coefficient dengan konservatisme laporan keuangan, khususnya bahwa earnings response coefficient laporan yang optimis lebih besar dibandingkan earnings response coefficient laporan yang konservatif. Hasil pengujian juga menunjukkan bahwa earnings response coefficient laporan yang cenderung persisten optimis lebih tinggi dibandingkan earnings response coefficient laporan yang cenderung persisten konservatif. Widya (2005) melakukan penelitian dengan judul "analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan perusahaan terhadap akuntansi konservatif.” Dalam penelitiannya, Widya menggunakan struktur kepemilikan, kos politis, kontrak utang dan pertumbuhan sebagai variabel bebas. Sedangkan variabel terikatnya adalah konservatisme. Hasil dari penelitian tersebut menunjukkan bahwa konsentrasi struktur kepemilikan, besarnya kos politis dan pertumbuhan penjualan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi pilihan perusahaan terhadap akuntansi konservatif. Semakin besar konsentrasi struktur kepemilikan perusahaan terhadap modal, serta semakin besar kos politis yang dikeluarkan perusahaan, maka perusahaan tersebut cenderung untuk memilih strategi akuntansi konservatif. Disisi lain, penelitian tersebut menunjukkan bahwa leverage bukan merupakan faktor yang mempengaruhi pilihan perusahaan terhadap akuntansi konservatif. Ahmed dan Duellman (2007) menguji mengenai karakteristik dewan terhadap konservatisme akuntansi menemukan bukti bahwa inside directors berhubungan negatif signifikan dengan konservatisme akuntansi yang diukur
23
dengan ukuran akrual, sedangkan outside directors berhubungan positif. Ukuran dewan menunjukkan hasil yang tidak signifikan dengan konservatisme akuntansi yang diukur dengan ukuran akrual, sedangkan kepemilikan institusional dan ukuran perusahaan sebagai variabel kontrol berhubungan negatif dan tidak signifikan. Wardhani (2008) meneliti pengaruh karakteristik board of directors sebagai bagian dari implementasi corporate governance terhadap praktek konservatisme. Wardhani (2008) menggunakan dua ukuran konservatisme yaitu ukuran akrual dan nilai pasar, sedangkan board of directors mencakup independensi dari komisaris, kepemilikan perusahaan oleh komisaris dan direksi, dan keberadaan komite audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat konservatisme dengan menggunakan ukuran akrual. Melalui ukuran pasar, penelitian menunjukkan bahwa semakin besar proporsi komisaris independen dan kepemilikan institusional
maka
semakin
mendorong
penggunaan
prinsip
akuntansi
konservatisme. Wardhani (2008) menyatakan bahwa konservatisme akuntansi dalam perusahaan diterapkan dalam tingkatan yang berbeda-beda. Salah satu faktor yang sangat menentukan tingkatan konservatisme dalam pelaporan keuangan suatu perusahaan adalah komitmen manajemen dan pihak internal perusahaan dalam memberikan informasi yang transparan, akurat, dan tidak menyesatkan bagi investornya. Hal tersebut merupakan suatu bagian dari implementasi good corporate governance.
24
Dewan komisaris memegang peranan yang sangat penting dalam perusahaan terutama dalam pelaksanaan good corporate governance. Menurut FCGI (2001) dalam Pramesti (2008), dewan komisaris merupakan inti dari corporate governance yang ditugaskan untuk menjamin pelaksanaan strategi perusahaan,
mengawasi
manajemen
dalam
mengelola
perusahaan
serta
mewajibkan terlaksananya akuntabilitas. Menurut Lafond dan Rouchowdhury (2007), kepemilikan manajerial merupakan presentase kepemilikan saham perusahaan oleh direktur perusahaan dibandingkan dengan jumlah saham perusahaan yang beredar secara keseluruhan. Hubungan antara kepemilikan manajerial dan konservatisme terjadi pada saat perusahaan akan melakukan investasi yang akan berpengaruh terhadap laba perusahaan. Hal ini disebabkan konservatisme akuntansi akan membuat perusahaan lebih mengakui kerugian dan menunda pengakuan keuntungan yang dapat berpengaruh terhadap penilaian kinerja manajer. Ahmed dan Duellman (2007) melakukan penelitian tentang pengaruh insider ownership dan independen board director terhadap konservatisme akuntansi. Kepemilikan saham perusahaan oleh pihak insider diharapkan dapat mengurangi masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persentase kepemilikan insider berpengaruh negatif
terhadap
konservatisme
akuntansi.
Independen
board
director
berpengaruh signifikan terhadap konservatisme akuntansi dengan size, leverage, dan institusional ownership sebagai variabel kontrol.
25
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir SAK memberikan fleksibilitas dalam memilih metode akuntansi yang digunakan dalam penyusunan laporan keuangan. Pemilihan metode akuntansi ini dampaknya semakin jelas dan dapat lebih dirasakan terutama untuk perusahaanperusahaan publik atau yang disebut emiten, dimana informasi akuntansi yang disusun oleh perusahaan harus diinformasikan kepada pasar atau masyarakat luas melalui publikasi. Melalui informasi yang dipublikasikan, akan dapat diketahui bagaimana reaksi pasar terhadap suatu informasi tersebut. Pasar yang mengetahui dan meyakini bahwa laba yang dilaporkan oleh perusahaan memiliki kandungan informasi, maka akan tercermin pada harga saham perusahaan tersebut. Aktivitas perusahaan yang dilingkupi oleh ketidakpastian, maka konvensi seperti konservatisme menjadi pertimbangan penting dalam akuntansi dan laporan keuangan. Glossary pada Financial Accounting Standard Board (FASB) No. 2 dalam Juanda (2007) menjelaskan bahwa konservatisme merupakan reaksi yang hati-hati (prudent reaction) menghadapi ketidakpastian yang melekat dalam perusahaan untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan risiko yang inheren dalam bisnis sudah cukup dipertimbangkan. Selain merupakan konvensi penting dalam laporan keuangan, konservatisme mengimplikasikan kehati-hatian dalam mengakui dan mengukur pendapatan.
26
Mekanisme corporate governance mungkin memainkan sebuah aturan yang signifikan dalam pengimplementasian akuntansi yang konservatif. Corporate governance mencakup semua ketentuan dan mekanisme yang menjamin bahwa asset didalam perusahaan dikelola secara efisien serta dapat mengurangi pengambilalihan sumber daya yang tidak tepat oleh manajer atau bagian lain dari perusahaan (Lara, et al., 2005). Penerapan corporate governance dilakukan oleh seluruh pihak dalam perusahaan dengan adanya dewan yang mengelola dan mengawasi kinerja perusahaan. Dalam mengelola dan mengawasi kinerja perusahaan, dewan direksi sebagai pengelola perusahaan menetapkan kebijakan-kebijakan yang harus diterapkan di dalam perusahaan seperti kebijakan mengenai penerapan akuntansi konservatif. Sedangkan dewan komisaris bertugas untuk mengawasi kinerja direksi dan manajer dalam hal kesesuaian tugas yang dilakukan manajemen perusahaan dengan kebijakan yang telah ditetapkan perusahaan dan memastikan bahwa direksi dan manajer telah benar-benar bekerja demi kepentingan perusahaan sesuai dengan strategi yang telah ditetapkan. Dewan komisaris mensyaratkan informasi yang berkualitas dalam menjalankan tugas pengawasannya. Oleh karena itu, dewan komisaris akan cenderung menginginkan penerapan prinsip akuntansi yang konservatif. Penerapan prinsip konservatif diharapkan dapat menghasilkan laporan keuangan yang andal dan dipercaya oleh investor karena konservatisme dapat menghindari pelaporan keuangan yang berlebihan. Selain itu dewan komisaris memiliki peran yang sangat penting dalam mewujudkan terciptanya good corporate governance.
27
Karakteristik
dewan
komisaris
terkait
dengan
proporsi
komisaris
independen perlu diperhatikan supaya terdapat independensi dalam proses pengawasan yang dilakukan terhadap kinerja perusahaan. Dengan adanya komisaris yang independen, pengawasan yang dilakukan oleh dewan komisaris akan lebih ketat sehingga akan cenderung mensyaratkan akuntansi yang konservatif untuk mencegah sikap oportunistik manajer. Perusahaan juga perlu memiliki komisaris independen yang memiliki keahlian di bidangnya agar fungsi pengawasan dapat berjalan dengan baik. Salah satu dari dewan komisaris harus memiliki latar belakang akuntansi atau keuangan. Kepemilikan saham oleh komisaris yang terafiliasi dapat mempengaruhi kinerja suatu perusahaan. Apabila komisaris yang terafiliasi bekerja dengan baik dalam melaksanakan tugas pengawasannya, dengan memiliki sebagian saham perusahaan akan membuat komisaris menjalankan fungsi pengawasannya dengan lebih ketat. Hal tersebut dikarenakan komisaris memiliki kepentingan finansial di dalam perusahaan sehingga lebih mensyaratkan akuntansi yang konservatif. Akan tetapi, apabila kepemilikan saham oleh komisaris tersebut justru mendorong komisaris melakukan pengambilalihan perusahaan maka prinsip akuntansi yang digunakan kurang konservatif. Ukuran dewan komisaris yang terkait dengan jumlah anggota dewan komisaris akan mempengaruhi mekanisme pengawasan terhadap perusahaan. Ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan menyebabkan tugas setiap anggota dewan komisaris menjadi lebih khusus karena terdapat komite-komite yang lebih khusus dalam mengawasi perusahaan. Spesialisasi yang lebih besar
28
tersebut dapat menunjukkan pengawasan yang lebih efektif sehingga penerapan akuntansi yang disyaratkan dewan komisaris lebih konservatif. Oleh karena itu, jumlah anggota dewan komisaris harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan dan kompleksitas perusahaa, supaya pengawasan yang dilakukan lebih efektif. Hipotesis dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan regresi linear berganda untuk menguji pengaruh karakteristik dari dewan komisaris yang meliputi: proporsi komisaris independen, kepemilikan saham oleh komisaris dan direksi, jumlah anggota komite audit dan jumlah anggota dewan komisaris pada konservatisme akuntansi. Adapun kerangka berpikir dari penelitian ini seperti pada Gambar 3.1. halaman 29.
29
Kajian
Kajian Empiris
Agency theory Corporate Governance Konservatisme Akuntansi
Feltham dan Ohlson (1995) Liu dan Ohlson 1999) Pehman dan Zhang (2000) Mayangsari dan Wilopo (2002) Watts (1993, 2003a, 2003b) Dewi (2004) Sari (2004) Lo (2005) Ahmed dan Duellman (2007) Fala (2007) Wardhani (2007)
Hipotesis
Pengujian Statistik
Tesis
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir
30
3.2 Konsep Penelitian Berdasarkan kerangka berpikir penelitian ini, dapat disusun konsep penelitian untuk melihat hubungan-hubungan antara variabel penelitian seperti ditunjukan pada Gambar 3.2.
Proporsi Komisaris Independen
Kepemilikan Saham oleh Komisaris dan Direksi
Tingkat Konservatisme Akuntansi
Jumlah Komite Audit Jumlah Dewan Komisaris
Gambar 3.2 Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian 3.3.1 Pengaruh proporsi komisaris independen pada tingkat konservatisme akuntansi ; Salah satu fungsi utama dari komisaris independen adalah untuk menjalankan fungsi monitoring yang bersifat independen terhadap kinerja manajemen perusahaan. Keberadaan komisaris dapat menyeimbangkan kekuatan
31
pihak manajemen (terutama CEO) dalam pengelolaan perusahaan melalui fungsi monitoringnya (Wardhani, 2008). Penelitian Wardhani (2008) menyatakan bahwa semakin tinggi proporsi komisaris independen terhadap total jumlah komisaris maka semakin besar pula tingkat konservatisme akuntansi yang diukur dengan ukuran pasar. Dalam menjalankan fungsinya, komisaris independen akan sangat membutuhkan informasi yang akurat dan berkualitas. Konservatisme merupakan alat yang sangat berguna bagi komisaris independen dalam menjalankan fungsi mereka sebagai pengambil keputusan dan pihak yang memonitor manajemen. Board of directors yang kuat (board of directors yang didominasi oleh komisaris independen) akan mensyaratkan informasi yang lebih berkualitas sehingga mereka akan cenderung untuk lebih menggunakan prinsip akuntansi yang lebih konservatif. Dilain pihak, board of directors yang didominasi oleh pihak internal atau board of directors yang memiliki insentif monitoring yang lemah akan memberikan kesempatan yang lebih besar bagi manajer untuk menggunakan prinsip akuntansi yang lebih agresif (Ahmed dan Duellman, 2007). Semakin banyak proporsi komisaris independen dalam suatu perusahaan akan menunjukkan dewan komisaris yang kuat maka semakin tinggi pula tingkat konservatisme yang diinginkan karena adanya persyaratan informasi keuangan yang lebih berkualitas. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dikembangkan adalah: H1 :
Proporsi
komisaris
independen
konservatisme akuntansi.
berpengaruh
positif
pada
tingkat
32
3.3.2 Pengaruh kepemilikan saham oleh komisaris dan direksi pada tingkat konservatisme akuntansi; Jensen dan Meckling (1976) menyatakan bahwa kepemilikan saham oleh manajemen akan menurunkan permasalahan agensi karena semakin banyak saham yang dimiliki oleh manajemen maka semakin kuat motivasi mereka untuk bekerja dalam meningkatkan nilai saham perusahaan. Dalam konteks konservatisme, kepemilikan oleh inside directors (komisaris diluar komisaris independen) dan manajemen ini memiliki dua pandangan yang berbeda. Kepemilikan oleh inside directors dan manajemen ini dapat berperan sebagai fungsi monitoring dalam proses pelaporan keuangan, dan juga dapat menjadi faktor pendorong dilakukannya ekspropriasi terhadap pemegang saham minoritas. Apabila inside directors dan manajemen menjalankan fungsi monitoringnya dengan baik, maka i akan mensyaratkan informasi dari pelaporan keuangan yang memiliki kualitas tinggi sehinga mereka akan menuntut penggunaan prinsip konservatisme yang lebih tinggi pula. Namun, apabila kepemilikan mereka tersebut justru mendorong dilakukannya ekspropriasi terhadap perusahaan, maka mereka akan lebih cenderung untuk menggunakan prinsip akuntansi yang lebih liberal (lebih agresif). LaFond dan Roychowdhury (2007) menyatakan bahwa konservatisme dalam pelaporan keuangan ini merupakan salah satu mekanisme dalam mengatasi permasalahan agensi ketika timbul pemisahan antara
kepemilikan dan
pengendalian. Mereka menghipotesiskan bahwa dengan semakin kecilnya kepemilikan manajerial maka permasalahan agensi yang muncul akan semakin besar sehingga permintaan atas laporan yang bersifat konservatif akan semakin
33
meningkat. Konsisten dengan hipotesa tersebut, mereka menemukan adanya hubungan yang negatif antara kepemilikan manajerial dengan konservatisme yang diukur dengan menggunakan ukuran asymmetric timeliness dari pengakuan laba dan rugi. Penelitian Wu (2006) menyimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki persentase kepemilikan manajerial yang lebih tinggi menunjukkan pola yang lebih konservatif dalam pelaporan pendapatannya. Hal ini menunjukkan bukti bahwa ada hubungan yang positif antara kepemilikan manajerial dengan tingkat konservatisme dalam perusahaan. Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis yang dikembangkan adalah: H2 : Kepemilikan saham oleh komisaris dan direksi dalam perusahaan berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi.
3.3.3 Pengaruh jumlah komite audit pada tingkat konservatisme akuntansi; Komite audit berfungsi membantu dewan komisaris dalam memastikan dilaksanakannya tata kelola perusahaan yang baik, yang meliputi tugas-tugas untuk mengkaji perencanaan audit baik oleh pihak internal maupun eksternal, menelaah laporan audit internal dan eksternal, menelaah penerapan tata kelola perusahaan, etika bisnis serta pedoman perilaku. Tugas dan tanggung jawab komite audit perseroan diantaranya : melakukan penelaahan atas informasi laporan perseroan serta memproyeksikan informasi keuangan lainnya, melakukan penelahaan atas ketaatan terhadap undang-undang di bidang pasar modal dan undang-undang lainnya yang
34
berhubungan dengan kegiatan perusahaan, melakukan pemeriksaan terhadap kinerja audit internal serta menjaga kerahasiaan data/dokumen perusahaan. Kesemuanya akan menjadi bahan pelaporan kepada dewan komisaris untuk ditindak lanjuti. Jadwal pelaksanaan tugas dan pertemuan yang diadakan anggota komite audit ini minimal 12-15 kali pertahun yang dihadiri minimal 2 orang anggota. Keberadaan komite audit dalam suatu perusahaan akan berpengaruh secara langsung terhadap penataan dan pelaporan akuntansi atas perusahaan yang bersangkutan. Wardhani (2008) meneliti pengaruh karakteristik board of directors sebagai bagian dari implementasi corporate governance terhadap praktek konservatisme. Wardhani (2008) menggunakan 2 ukuran konservatisme yaitu ukuran akrual dan nilai pasar, sedangkan board of directors mencakup independensi dari komisaris, kepemilikan modal perusahaan oleh komisaris dan direksi, keberadaan komite audit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat konservatisme dengan menggunakan ukuran akrual. Melalui ukuran pasar penelitian menunjukkan bahwa semakin besar proporsi komisaris independen dan kepemilikan institusional maka semakin mendorong penggunaan prinsip akuntansi yang bersifat konservatif. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis yang dikembangkan adalah : H3 : Jumlah anggota komite audit berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi.
35
3.3.4 Pengaruh jumlah dewan komisaris pada tingkat konservatisme akuntansi; Jumlah dewan komisaris adalah jumlah yang tepat dari anggota dewan komisaris dalam menjalankan tugasnya. Menurut pedoman umum Good Corporate Governance Indonesia, jumlah anggota dewan komisaris harus disesuaikan dengan kompleksitas perusahaan dengan tetap memperhatikan efektifitas dalam pengambilan keputusan. Jumlah anggota dewan komisaris merupakan elemen penting dari karakteristik dewan komisaris yang mempengaruhi tingkat konservatisme akuntansi. Penelitian Lara, et al (2005) menunjukkan bahwa perusahaan yang memiliki dewan
yang
kuat sebagai mekanisme
corporate governance
mensyaratkan tingkat konservatisme yang lebih tinggi daripada perusahaan dengan dewan yang lemah. Komposisi anggota seimbang dengan
dewan komisaris yang tidak
dewan direksi akan menyebabkan komisaris mengalami
kesulitan dalam berdiskusi dengan dewan direksi dan mengawasi kinerja perusahaan. Dewan komisaris akan lebih menginginkan penerapan prinsip akuntansi yang konservatif untuk mencegah perilaku yang menyimpang dari direksi dan manajer. Menurut Klein dalam Ahmed dan Duellman (2007) ukuran dewan komisaris berhubungan dengan adanya komite audit yang menjalankan tugasnya secara lebih spesifik. Ukuran dewan komisaris yang lebih besar akan menyebabkan tugas setiap anggota dewan komisaris menjadi lebih khusus karena terdapat komite-komite yang lebih khusus dalam mengawasi perusahaan.
36
Spesialisasi yang lebih besar tersebut dapat menunjukkan pengawasan yang lebih efektif. Oleh sebab itu, diperlukan jumlah anggota dewan komisaris yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan perusahaan supaya proses monitoring lebih efektif. Sehingga semakin besar ukuran dewan komisaris maka semakin besar kekuatan dari dewan komisaris dalam melakukan pengawasan sehingga penggunaan akuntansi yang konservatif akan semakin tinggi pula. Berdasarkan uraian tersebut, maka hipotesis yang dikembangkan adalah: H4 : Jumlah dewan komisaris berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi.
37
BAB IV METODA PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian Rancangan penelitian adalah rencana dari struktur riset yang mengarahkan proses dan hasil riset sedapat mungkin menjadi valid, objektif, efesien dan efektif (Jogiyanto, 2007:53). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh proporsi komisaris independen, kepemilikan saham oleh komisaris dan direksi, jumlah anggota komite audit, dan jumlah anggota dewan komisaris, pada tingkat konservatisme akuntansi. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 2008-2010. Sampel dipilih dengan metoda proportional random sampling. Setelah sampel ditetapkan, dilanjutkan dengan pengumpulan data melalui metode observasi non partisipan, yaitu dengan cara membaca, mengamati, mencatat serta mempelajari uraian buku-buku, jurnaljurnal akuntansi dan bisnis, Indonesian Capital Market Directory (ICMD) serta mengakses situs-situs internet yang relevan. Hipotesis dalam penelitian ini akan dianalisis menggunakan regresi linear berganda untuk menguji pengaruh karakteristik dari variabel-variabel bebas,
yang meliputi: proporsi komisaris
independen, kepemilikan saham oleh komisaris dan direksi, jumlah anggota komite audit, jumlah anggota dewan komisaris pada konservatisme akuntansi. Hasil analisis kemudian diinterpretasikan dan dilanjutkan dengan menyimpulkan dan memberikan saran. Untuk lebih jelasnya, rancangan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.1.
38
Masalah Penelitian
Hipotesis: H1: H 2: H3:
Proporsi komisaris independen berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi. Gambar 4.1 Kepemilikan saham oleh komisaris dan direksi dalam perusahaan berpengaruh pada tingkat Rancangan penelitia konservatisme akuntansi. Jumlah komite audit berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi. H 4: Jumlah dewan komisaris berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi.
Variabel Bebas: -
Variabel Terikat: Tingkat Konservatisme
Proporsi komisaris independen Kepemilikan saham oleh komisaris dan direksi Jumlah Komite Audit Jumlah dewan komisaris
Instrumen dan
Metode
Pengumpulan Data Pengolahan
Pembahasan Hasil Analisis Kesimpulan
Gambar 4.1 Rancangan penelitian
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
39
Lokasi penelitian dilakukan di Denpasar dengan mengunduh data dari situs resmi Bursa Efek Indonesia (BEI)
yaitu www.idx.co.id dan Indonesian
Capital Market Directory (ICMD). Unit analisis dalam penelitian ini merupakan organisasi berupa seluruh perusahaan yang terdaftar di BEI pada tahun 20082010. 4.3 Jenis dan Sumber Data 4.3.1 Jenis data Berdasarkan jenisnya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka-angka. Data kuantitatif dalam penelitian ini adalah laporan keuangan, jumlah komisaris independen, kepemilikan saham oleh komisaris dan direksi, jumlah anggota komite audit, dan jumlah dewan komisaris perusahaan yang terdaftar di BEI tahun 2008-2010. 4.3.2 Sumber data Berdasarkan sumber datanya, data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data diperoleh dari sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data. Dalam penelitian ini data diperoleh dari website BEI dan ICMD. 4.4 Penentuan sampel penelitian Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008:72). Dalam penelitian ini populasinya adalah perusahaan-perusahaan yang terdaftar di BEI
40
pada tahun 2008-2010. Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008:73). Sampel dalam penelitian ini dipilih dengan metoda purposive proportional random sampling dengan menggunakan kriteria sebagai berikut : 1) Perusahaan yang terdaftar di BEI berturut-turut dari tahun 2008-2010. 2) Perusahaan yang memiliki data komposisi komisaris independen, kepemilikan manajerial, komite audit, dan jumlah dewan komisaris. 3) Perusahaan yang menerbitkan laporan keuangannya untuk perioda yang berakhir 31 Desember. 4) Laporan keuangan tahunan perusahaan-perusahaan anggota sampel yang bersifat konservatif. 4.5 Identifikasi Variabel Penelitian Berdasarkan teori-teori dan hipotesis penelitian, maka variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat (Sugiyono, 2008:59). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas adalah proporsi komisaris independen, kepemilikan saham oleh komisaris dan direksi, jumlah komite audit, dan jumlah dewan komisaris. a. Proporsi dewan komisaris independen (KOMIND) K OMIND
Jumlah keanggotaan dari luar perusahaan Total jumlah anggota dewan komisaris
b. Kepemilikan saham oleh komisaris dan direksi (KEPMAN) KE = Persentase kepemilikan saham oleh komisaris dan
41
PMAN
direksi
c. Jumlah Komite Audit (KODIT) Adalah jumlah komite audit perusahaan masing-masing, dalam prosentase ( rasio ) terhadap jumlah anggota komite audit yang paling besar/banyak. d. Jumlah dewan komisaris (DEKOM) DEKOM = Jumlah anggota dewan komisaris perusahaan masing masing, dalam prosentase ( rasio ) terhadap jumlah anggota dewan komisaris yang paling banyak/besar. 2) Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2008:59). Dalam penelitian ini yang menjadi variabel terikat adalah tingkat konservatisme akuntansi. Givoly dan Hayn (2000) dalam Sari (2004) mengukur konservatisme dengan melihat kencederungan dari akumulasi akrual selama beberapa tahun. Akrual yang dimaksud adalah perbedaan antara laba bersih sebelum depresiasi atau amortisasi dan arus kas kegiatan operasi. Apabila terjadi akrual negatif (laba bersih lebih kecil daripada arus kas kegiatan operasi) yang konsisten selama beberapa tahun, maka merupakan indikasi diterapkannya konservatisme. Semakin besar akrual negatif yang diperoleh maka semakin konservatif akuntansi yang diterapkan. Hal ini dilandasi oleh teori bahwa konservatisme menunda pengakuan pendapatan dan mempercepat pengakuan biaya. Laporan laba rugi yang konservatif akan menunda pengakuan pendapatan yang belum terealisasi dan biaya yang terjadi pada perioda tersebut akan segera
42
dibebankan pada perioda tersebut dibandingkan menjadi cadangan (biaya yang ditangguhkan) pada neraca. Rumus dari proksi konservatisme ini adalah sebagai berikut : KONACCit NI it CFOit …………………………………………………..1
Keterangan: KONACCit: tingkat konservatisme NIit : net income sebelum extraordinary item ditambah depresiasi dan amortisasi. CFit : cash flow dari kegiatan operasional. Hasil perhitungan KONACC di atas dibagi dengan total aktiva kemudian dikalikan dengan -1, sehingga semakin besar konservatisme ditunjukkan dengan semakin besarnya nilai KONACC (Wardhani, 2007). Jumlah net operating income dari laporan laba/rugi suatu perusahaan tentunya sudah memperhitungkan beban operasional perusahaan yang diantaranya termasuk beban kerugian piutang tak tertagih, beban kerugian atas penurunan nilai surat-surat berharga, dan beban-beban lainnya yang bersifat antisipatif, yaitu beban-beban yang diperhitungkan atas kemungkinan kerugian yang akan terjadi kemudian, dimana biaya-biaya tersebut belum berpengaruh pada arus pengeluaran kas. Kondisi inilah yang dipakai pijakan dari formula konservatisme dengan proxy KONACC yang dianalisis dalam penelitian ini. 4.6 Teknik Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode observasi non partisipan, yaitu dengan cara membaca, mengamati, mencatat serta
43
mempelajari uraian buku-buku, jurnal-jurnal akuntansi dan bisnis, ICMD serta mengunduh data dan informasi dari situs-situs internet yang relevan.
4.7 Teknik Analisis Data 4.7.1 Uji asumsi klasik Analisis data menggunakan teknik analisis regresi berganda. Sebelum model regresi digunakan untuk menguji hipotesis, tentunya model tersebut harus bebas dari gejala asumsi klasik karena model yang baik harus memenuhi kriteria BLUE (Best Linear Unbiased Estimator). Adapun uji asumsi klasik yang digunakan adalah sebagai berikut. 1) Uji normalitas Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi, data memiliki distribusi normal. Pengujian normalitas data dilakukan dengan menggunakan One Sample Kormogorov-Smirnov Test, bila probabilitas asymp.sig > 0,05 maka data berdistribusi normal (Ghozali, 2006:110). 2) Uji multikolinieritas Uji multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik seharusnya tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Multikolinieritas dapat dilihat dengan Variance Inflation Factor (VIF), bila nilai VIF < 10 dan nilai tolerance > 0,10 maka tidak terdapat gejala multikolinieritas (Ghozali, 2006:124).
44
3) Uji autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada perioda t dengan kesalahan pengganggu pada perioda t-1 (sebelumnya). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi akan dilakukan pengujian Durbin-Watson (DW test). Bila angka DW berada di sekitar DU
45
KONACC = α + β1KOMIND+ β2KEPMAN + β3KODIT + β4DEKOM + ……. 2 Keterangan: KONACC α β1, β2, , β3, β4 KOMIND KEPMAN KODIT DEKOM
= tingkat konservatisme akuntansi = konstanta = koefisien regresi = proporsi komisaris independen = kepemilikan saham oleh komisaris dan direksi = jumlah komite audit = jumlah komisaris = error
Ketepatan dari fungsi regresi sampel dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari goodness of fitnya. Secara statistik diukur dari nilai koefisien determinasi (R2), uji F (uji kelayakan model), dan uji t (uji secara parsial) (Ghozali, 2006:83). (1)
Koefisien determinasi (R2) Koefisien determinasi (R2) pada intinya mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali, 2006:83). Nilai koefisien determinasi adalah antara nol dan satu. Nilai R2 yang kecil berarti kemampuan variabel-variabel independen dalam menjelaskan variasi dependen amat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independen memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependen. Kelemahan dari koefisien determinasi (R2) adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang dimasukkan ke dalam model. Setiap tambahan satu variabel independen, maka R2 pasti meningkat tidak peduli apakah variabel tersebut berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen.
46
Oleh karena itu, dalam penelitian ini digunakan nilai Adjusted R2. Nilai Adjusted R2 dapat naik atau turun apabila satu variabel independen ditambahkan ke dalam model.
(2)
Uji kelayakan model (uji statistik F) Pengujian model fit (kelayakan model) dilakukan dengan uji F. Apabila PValue < 0,05 maka dapat dikatakan modelnya layak untuk melakukan pengujian.
(3)
Uji secara parsial (uji statistik t) Pengujian dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel bebas secara individu terhadap variabel terikat. Apabila P Value < 0,05 maka variabel bebas berpengaruh pada variabel terikat.
47
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1. Seleksi Sampel Dari 423 perusahaan yang terdaftar di BEI (ICMD 2010), dalam penelitian ini diambil sebagai sampel sebanyak 221 perusahaan selama 3 tahun yaitu tahun 2008-2010. Data yang menjadi sampel pengamatan dapat dilihat pada Tabel 5.1 Tabel 5.1 Seleksi Sampel K
J
J
L
L
eterang
mlh
mlh
ap.
ap.
an
Perusa
Lap.
Keuan
Keua
haan
Keua
gan
ngan
ngan
Konse
yg
rvatif
diana lisis
M anufaktu
7 3
1 87
4 7 (31)
3 9
ring Fi nance & insuranc
3 7
1 05
4 5 (25)
2 6
48
e R eal
3
8
0
3
2 3 (15)
1 2
estate & property O thers
8
2
1 Ju
mlah
18 2
6 1 (43)
5
21
93
4 7
1 76
1 24
(114) D
6
Data laporan keuangan yang menjadi sampel
1
ata outlier
pengamatan
18
Sumber : Lampiran 1 & 2 Dari Tabel: 5.1 dapat dijelaskan bahwa dari 221 perusahaan yang terpilih sebagai sampel, diperoleh laporan tahunan sebanyak 593 laporan keuangan, dimana sebanyak 176 laporan keuangan atas 114 perusahaan, bersifat konservatif. Sebanyak 52 laporan keuangan konservatif tidak memiliki data kepemilikan manajerial, sehingga jumlah laporan keuangan konservatif yang tersedia untuk dianalisis sebanyak 124 laporan. Oleh karena 6 laporan keuangan diantara 124 laporan keuangan konservatif tersebut bersifat ekstrim, yang dikatagorikan 4 7
49
sebagai data outlier, maka data laporan keuangan perusahaan yang menjadi sampel pengamatan sebanyak 118 laporan, terdiri atas 37 laporan keuangan perusahaan manufacturing, 24 laporan keuangan perusahaan finance & insurance, 10 laporan keuangan perusahaan real estate & property, dan 47 laporan keuangan perusahaan kelompok lainnya ( others ). 5.2 Statistik Deskriptif; Statistik deskriptif dalam penelitian ini disajikan untuk memberikan informasi tentang karakteristik variabel penelitian yang akan dimasukkan dalam model penelitian sebagaimana disajikan dalamTabel : 5.2 Tabel 5.2 StatistikDeskriptif Va
M
riabel
ean
D eviasi Standar
KO NACC
. 18
KO MIND
. 18
KE PMAN
418633 .
18
KO DIT
085257
142990 .
18
536730
.0 887064 .1 461765 .2 089906 .1 431142
50
DE KOM
. 18
438136
.1 925623
Val id
N
18
(listwise) Sumber :Lampiran 3 Tabel : 5.2 menunjukkan nilai rata-rata dan deviasi standar untuk variabel proporsi komisaris independen, kepemilikan modal manajerial, jumlah komite audit dan jumlah anggota dewan komisaris serta rasio KONACC. Variabel proporsi komisaris independen memiliki mean atau rata-rata 0,418633 dan deviasi standar sebesar 0,0887064. Variabel kepemilikan modal manajerial memiliki nilai mean atau rata-rata 0,142990 dan deviasi standar sebesar 0,2089906. Variabel jumlah komite audit memiliki mean atau rata-rata 0,536730 dan deviasi standar sebesar 0,1431142. Variabel jumlah anggota dewan komisari smemiliki mean atau rata-rata 0,438136 dan deviasi standar sebesar 0,1925623. Rasio KONACC yang merupakan variabel dependen memiliki nilai mean atau rata-rata 0,085257 dan deviasi standar sebesar 0,0887064. Berdasarkan hasil analisis statistik deskriptif dapat dijelaskan bahwa dari perusahaan sampel sebanyak 221 perusahaan ternyata laporan keuangan perusahaan kelompok finance and insurance mengandung konservatisme yang relatif paling tinggi, yaitu sebesar 43%, (45:105) disusul dengan perusahaan kelompok lain-lain (others) dan real estate and property sama-sama sebesar 28% (61:218 dan 23:83) dan terakhir kelompok manufacturing sebesar 25 % (47:187), dengan rasio KONACC rata-rata
51
sebesar 0,085257. Berdasarkan rasio KONACC atas 118 laporan keuangan konservatif yang menjadi sampel pengamatan dalam penelitian ini sebagaimana tersaji pada Lampiran 2, dapat dihitung rata-rata KONACC dari masing-masing kelompok perusahaan sebagai berikut : Finance & Insurance, 295,30 : 24
= 12,30 %
Others, 370,33 : 47
= 7,90 %
Manufacturing, 257,10 : 37
= 6,95 %
Real Estate & Property, 36 : 10
= 3,60 %
5.3 Pengujian Asumsi Klasik 5.3.1 Pengujian Normalitas Statistik uji yang dipergunakan untuk menguji normalitas adalah OneSample Kolmogorov – Smirnov (K-S) Test. Kriteria yang dipergunakan adalah H0 diterima bila Sig.K-S > 0,05. Sebaliknya, bila Sig. K-S < 0,05 maka H0 ditolak. Dari pengujian, diperoleh Sig. K-S = 0,303. Oleh karena nilai K-S > 0,05 maka dengan demikian H0 diterima. Artinya data yang diolah memiliki residual yang berdistribusi normal seperti yang disajikan dalam Tabel : 5.3. Tabel 5.3 Uji Normalitas Residual One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardi zed Residual
52
N
118
Normal Parametersa,bMean
.0000000
Std.Deviation
.06991571
Most
Extreme
.133
Absolute
.133
Differences
Positive
-.090 1.011
Negative
.303
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp.Sig. (2 tailed)
a. b.
Test distribution is Normal Calculated from data.
Sumber :Lampiran 4 5.3.2 Pengujian Heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas, bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidak samaan varian dari residual satu pengamatan kepengamatan yang
lain.
Untuk
mendeteksi
ada
atau
tidaknya
heteroskedastisitas,
mempergunakan Uji Glejser (Glejser Test) yaitu meregres nilai absolute residual terhadap variabel bebas. Apabila secara parsial tidak terdapat pengaruh signifikan setiap variabel indepen den, terhadap variabel dependen (Sig. > 0,05) maka dinyatakan tidak terdapat masalah heterokedastisitas.
53
Hasil pengujian Uji Glejser, diperoleh ternyata tidak ada satupun variabel bebas yang berpengaruh signifikan seperti yang ditunjukkan dalam Tabel : 5.4. Tabel 5.4 Uji Heteroskedastisitas Variabel Independen
Signifikansi
KOMIN
0,340
KEPM
0,549
AN
0,603 KODIT
0,261
DEKO M Sumber :Lampiran 5 5.3.3 PengujianAutokorelasi Uji autokorelasi bertujuan menguji apakah dalam model regresi linier ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada perioda t dengan kesalahan pengganggu pada perioda t-1 (sebelumnya). Untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi akan dilakukan pengujian Durbin-Watson (DW-test). Bila angka DW berada di sekitar DU
54
Ni ilai
Kesimpula
lai DU
n
DW Per samaan
1, ,824
Tidak
752
terjadi
regresi
autokorelasi
Sumber :Lampiran 6 5.3.4 Pengujian Multikolinearitas Uji Multikolinearitas adalah untuk melihat ada atau tidaknya korelasi yang tinggi antara variabel-variabel bebas dalam suatu regresi linear berganda. Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas, dapat digunakan nilai toleransi atau VIF (variance inflation factor). Jika nilai Tolerance lebih dari 0,1 atau nilai VIF kurang 10 maka hal tersebut menunjukkan tidak terjadi multi kolinearitas. Tabel 5.6 menunjukkan besarnya nilai toleransi atau VIF untuk pengujian hipotesi 1, hipotesis 2, hipótesis 3 dan hipótesis 4.
Tabel 5.6 Hasil Uji Multikolinearitas VariabelBebas
To
V
Keterangan
55
lerance KOMIND
IF
0,7 94
KEPMAN
1 .260
0,8 64
KODIT
,158
01 DEKOM
Multikolinearitas 1
0,7 ,426
20
Non Multikolinearitas
1 ,220
Non Multikolinearitas
1
0,8
Non
Non Multikolinearitas
Sumber:Lampiran 6 BerdasarkanTabel 5.6 terlihat bahwa semua variabel independen mempunyai nilai tolerance di atas 0,1 dan nilai VIF dibawah 10. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terjadi multikolinearitas. 5.3.5 Pengujian Good of Fit Model Secara statistik dapat diukur dari koefisien determinasi, nilai statistik F. 1)
Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi mencerminkan seberapa besar variasi
dari
variabel terikat dapat diterangkan oleh variasi variable bebas. Dari hasil pengujian R2 diperoleh sebesar 0,379, hal ini menunjukkan bahwa sebesar 37,9 persen variasi koservatisme akuntansi, dapat dijelaskan oleh variasi keempat variabel bebas yang terdiri dari proporsi komisaris independen, kepemilikan modal manajerial, jumlah anggota komite audit dan jumlah anggota dewan komisaris, sedangkan sisanya sebesar 62,1 persen dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukan dalam model penelitian. Hasil koefisien determinasi ditunjukkan pada Tabel 5.7.
56
Tabel 5.7 Nilai Koefisien Determinasi (R2)
Model
R
R Square
Adjusted R Square
1
0,615
0,379
0,357
Sumber: Lampiran 6 2) Pengujian Statistik F Berdasarkan hasil pengujian Fhitung diperoleh nilai F sebesar 17,226 dengan signifikansi 0,000 yang nilainya lebih kecil dari 0,05. Ini menunjukkan bahwa modelnya Fit yang berarti proporsi komisaris independen, kepemilikan modal manajerial, jumlah anggota komite audit dan jumlah anggota dewan komisaris mampu menjelaskan atau memprediksi konservatisme akuntansi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Hasil pengujian F ditunjukkan pada Tabel 5.8. Tabel 5.8 Hasil Uji F Sum D
Model
of Square 1 Regression
f
n Square
ig.
4
0,08
17,2
0,572
1
7
26
13
Residual
0,00 1
Sumber: Lampiran 6
F
0,349
0,921
Total
Mea
17
5
,000
57
3) Pengujian Statistik t Pengujian statistik t pada dasarnya menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Dengan taraf signifikansi 0,05, Ho ditolak dan Hi diterima apabila Sig. t = 0,05, dan Ho diterima dan Hi ditolak apabila Sig. t > = 0,05. Hasil pengujian statistik t (uji t) dan hasil regresi pengaruh variabel-variabel KOMIND, KEPMAN, KODIT dan DEKOM pada tingkat konservatisme akuntansi, disajikan pada Tabel 5.9. Tabel 5.9 Hasil Pengujian Statistik t (uji t ) dan Analisis Regresi Pengaruh Proporsi Komisaris Independen, Kepemilikan Modal Manajerial, Jumlah AnggotaKomite Audit, dan Jumlah Anggota Dewan Komisaris pada tingkat Konservatisme Akuntansi Regresi
Var
t
B
iabel Persamaan KONACC = α + ß1KOMIND +ß2KEPMAN +ß3KODIT + ß4DEKOM+
g.
Ko nstanta
4,396
KO M IND
Sumber; Lampiran 6
142
,133
0,
0,
3
0, 035
0, 203
2 ,007
000
006
072
,704
0,
0,
2
DE KOM
0,127
,815
KO DIT
-
2
KE PMAN
Si
0, 000
0, 076
0, 047
58
Dari hasil regresi linear berganda seperti yang ditunjukkan pada Tabel 5.9 maka persamaan pengaruh proporsi komisaris independen, kepemilikan modal manajerial, jumlah anggota komite audit dan jumlah anggota dewan komisaris pada tingkat konservatisme akuntansi, adalah:
KONACC = - 0,127 + 0,142KOMIND + 0,072KEPMAN + 0,203KODIT + 0,076DEKOM Berdasarkan persamaan regresi, nilai konstanta sebesar -0,127, berarti bahwa jika tidak ada variabel bebas yang terdiri proporsi komisaris independen, kepemilikan modal manajerial, jumlah anggota komite audit dan jumlah anggota dewan komisaris maka tingkat konservatisme akuntansi memiliki nilai -0,127. Variabel independen KOMIND, mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,142 dan hasil uji t sebesar 2,815 dengan signifikansi 0,006 yang lebih kecil dari 0,05. Ini menunjukkan bahwa, keberadaan komisaris independen berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi. Variabel KEPMAN mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,072 dan hasil uji t sebesar 2,133 dengan signifikansi 0,035 yang lebih kecil dari 0,05. Ini menunjukkan bahwa, kepemilikan modal manajerial berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi. Variabel KODIT mempunyai koefisien regresi positif sebesar 0,203 dan hasil uji t sebesar 3,704 dengan signifikansi 0,000. Ini menunjukkan bahwa, jumlah anggota komite audit berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi.
59
Variabel DEKOM mempunyai koefisien regresi 0,076 dan hasil uji t sebesar 2,007 dengan signifikansi 0,047 yang lebih kecil dari 0,05. Ini menunjukkan bahwa, jumlah anggota dewan komisaris berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi.
60
BAB VI PEMBAHASAN
Pada bagian ini, akan
dijelaskan dan di interpretasikan hasil dari
pengujian pengaruh proporsi komisaris independen,
kepemilikan modal
manajerial, jumlah anggota komite audit, dan jumlah anggota dewan komisaris pada tingkat konservatisme akuntansi perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode pengamatan tahun 2008 sampai dengan tahun 2010. 6.1
Pengaruh
Proporsi
Komisaris
Independen
pada
Tingkat
Konservatisme Akuntansi. Hasil uji regresi menunjukkan bahwa model regresi dengan variable dependen
konservatisme akuntansi yang diproksikan dengan selisih Net
Operating Income plus depresiasi dan amortisasi, dikurangi dengan jumlah Net Operating Cash Flow dan variable independen proporsi komisaris independen secara statistik signifikan pada tingkat 5 persen. Hasil pengujian menunjukkan variable proporsi komisaris independen mempunyai koefisien positif sebesar 0,142 dengan tingkat signifikansi 0,006 < 0,05, yang berarti H1 yang menyatakan proporsi komisaris independen perusahaan berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi diterima. Ini sesuai dengan penelitian Pramesti (2008) dan penelitian Ahmed dan Duellman (2007) yang menyatakan outside directors berhubungan positif dengan konservatisme akuntansi. Semakin besar proporsi dewan komisaris independen dalam suatu perusahaan maka monitoring terhadap
5 8
61
manajemen perusahaan tersebut akan semakin intensive dan efektif, yang akan berdampak pada tingkat konservatisme akuntansi yang semakin tinggi.
6.2
Pengaruh
Kepemilikan
Modal
Manajerial
pada
Tingkat
berganda
menunjukkan
bahwa
variabel
Konservatisme Akuntansi Hasil
pengujian
regresi
kepemilikan modal manajerial mempunyai koefisien sebesar 0,072 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,035. Bila dibandingkan dengan (0,05) maka tingkat signifikansi (0,035) lebih kecil dari (0,05), hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua yang menyatakan kepemilikan modal pada tingkat konservatisme
manajerial berpengaruh positif
akuntansi, diterima. Semakin tinggi kepemilikan
modal manajerial maka akan semakin tinggi pula tingkat konservatisme akuntansinya. Ini sesuai dengan penelitian Widya (2005) namun bertentangan dengan penelitian Ahmed dan Duellman (2007) yang menyimpulkan bahwa persentase kepemilikan insider berpengaruh negative terhadap konservatisme akuntansi. Kepemilikan modal manajerial dalam hal ini akan memotivasi pihak manajemen menata keuangan perusahaan yang di kelolanya secara lebih berhatihati, yang berkontribusi pada konservatisme akuntansi dan bermuara pada good corporate governance.
62
6.3
Pengaruh Anggota Komite Audit pada Tingkat Konservatisme Akuntansi Hasil pengujian dengan menggunakan regresi berganda menunjukkan
variabel jumlah anggota komite audit mempunyai koefisien sebesar 0,023 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 jauh lebih kecil dibandingkan dengan nilai (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah anggota komite audit berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi yang berarti H3 diterima. Ini sesuai dengan penelitian Wardhani (2008) yang menyatakan bahwa keberadaan komite audit berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap tingkat konservatisme akuntansi. Keberadaan komite audit yang pada umumnya berasal dari pihak eksternal, yang bertugas mengkaji perencanaan audit, membuat telahaan atas berbagai hal yang relevan dengan bidang tugas dan tanggung jawabnya baik menyangkut penterapan tata kelola perusahaan, etika bisnis, informasi laporan perseroan ketaatan terhadap undang-undang serta permasalahan yang lainnya, akan berpengaruh pada tingkat konservatisme akuntansi dan pencapaian good corporate governance. 6.4
Pengaruh
Jumlah
Anggota
Dewan
Komisaris
pada
Tingkat
Konservatisme Akuntansi Hasil pengujian dengan menggunakan regresi berganda menunjukkan variabel jumlah anggota dewan komisaris mempunyai koefisien sebesar 0,076 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,037, lebih kecil dibandingkan dengan nilai (0,05). Hal ini menunjukkan bahwa jumlah anggota dewan komisaris berpengaruh positif
pada tingkat konservatisme akuntansi yang berarti H4
63
diterima. Ini sesuai dengan penelitian Lara et al (2005) ,yang menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki dewan yang kuat sebagai mekanisme corporate governance mensyaratkan tingkat konservatisme yang lebih tinggi dari pada perusahaan dengan dewan yang lemah. Jumlah anggota dewan komisaris yang semakin besar, memungkinkan untuk melakukan pembagian fungsi monitoring terhadap manajemen perusahaan secara lebih efektif terutama bagi perusahaan yang berskala besar dengan permasalahan yang sangat komplek. Pengawasan yang lebih efektif dari dewan komisaris menutup celah bagi pihak manajemen untuk melakukan manajemen laba, alokasi sumber daya dan dana perusahaan yang sifatnya irasional, sehingga akan berdampak pada tingkat konservatisme akuntansinya dan kinerja manajemen yang semakin meningkat pula.
64
BAB VII SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN
7.1
Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh proporsi komisaris independen,
kepemilikan modal
manajerial, jumlah anggota komite audit dan jumlah anggota dewan komisaris, pada tingkat konservatisme akuntansi perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Sampel dalam penelitian ini adalah 221 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode 2008 sampai dengan 2010. Berdasarkan hasil pembahasan pada bab terdahulu, maka disimpulkan hal-hal sebagai berikut: 1) Proporsi komisaris independen yang diukur berdasarkan rasio antara komisaris independen dengan keseluruhan jumlah anggota dewan komisaris pada perusahaan masing-masing berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan oleh Pramesti (2008) dan Ahmed dan Duellman (2007). Koefesien Regresi 0,142 mengandung makna bahwa jika variabel KEPMAN, KODIT dan DEKOM bernilai 0 maka variabel KOMIND berpengaruh terhadap variasi KONACC sebesar 14,2%. 2) Kepemilikan modal manajerial yang diukur berdasarkan rasio modal pihak direksi dan komisaris dengan keseluruhan jumlah modal perusahaan yang bersangkutan berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Widya (2005) namun
65
bertentangan dengan penelitian Ahmed dan Duellman (2007). Koefesien Regresi variabel KEPMAN sebesar 0,072 artinya jika variabel KOMIND, KODIT dan DEKOM bernilai 0 maka pengaruh variabel KEPMAN terhadap variasi KONACC sebesar 7,2%. 3) Jumlah anggota komite audit yang diukur dengan rasio jumlah anggota komite audit pada perusahaan yang bersangkutan dibagi dengan jumlah anggota komite audit yang paling besar jumlahnya diantara perusahaan anggota sampel, berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi. Hal ini, berarti semakin banyak jumlah anggota komite audit, maka tingkat konservatisme akuntansi perusahaan yang bersangkutan semakin tinggi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Wardhani (2008) . Koefesien Regresi variabel KODIT sebesar 0,203 mencerminkan bahwa jika variabel KOMIND, KEPMAND dan DEKOM bernilai 0 maka pengaruh variabel KODIT terhadap variasi KONACC sebesar 20,3%. 4) Jumlah anggota dewan komisaris yang diukur dengan rasio jumlah anggota dewan komisaris pada perusahaan yang bersangkutan dibagi dengan jumlah anggota dewan komisaris yang paling besar jumlahnya diantara perusahaan sebagai anggota sampel, berpengaruh positif pada tingkat konservatisme akuntansi. Hal ini, berarti semakin banyak jumlah anggota dewan komisaris, maka tingkat konservatisme akuntansi perusahaan yang bersangkutan semakin tinggi. Hasil penelitian ini mendukung penelitian Lara et al (2005). Koefesien Regresi variabel DEKOM sebesar 0,076 berarti jika variabel KOMIND, KEPMAN dan
66
KODIT bernilai 0 maka variabel DEKOM berpengaruh sebesar 7,6% terhadap variasi KONACC. 7.2
Keterbatasan dan Saran Penelitian ini, tidak memasukkan dalam analisis faktor-faktor lain yang
juga dapat berpengaruh pada tingkat konservatisne akuntansi seperti size yaitu ukuran perusahaan berdasarkan jumlah modal maupun total aktivanya, usia perusahaan dan reputasi menejernya yang dapat mempengaruhi keputusan manajemen dalam menentukan pilihan antara akuntansi yang bersifat konserfatif dan akuntansi yang agresif. Berdasarkan keterbatasan tersebut, maka disarankan untuk penelitian selanjutnya, agar memasukkan faktor-faktor tersebut dan pembahasan yang lebih lengkap untuk setiap kelompok perusahaan, baik dari segi jenis usahanya maupun dari besar kecilnya perusahaan yang bersangkutan. Disamping itu juga, untuk meningkatkan bobot dari hasil penelitiannya, dianjurkan untuk menambahkan dengan menganalisis pengaruh dari variabelvareabel lainnya, selain dari variabel yang telah dianalisis dalam penelitian ini.