BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Globalisasi yang identik dengan persaingan menuntut organisasi bertindak serba cepat dan rasional, bila tidak ingin dikalahkan oleh pesaing. Pada era persaingan, organisasi tidak dapat berkembang dengan sendirinya. Namun, diperlukan peran berbagai komponen seperti sumber daya manusia, teknologi, dan perangkat hukum (Hassin, 2010; Petzer et al., 2008; Gibson et al., 1996) sehingga tujuan organisasi dapat dicapai. Masalah globalisasi sampai saat ini masih sering didiskusikan baik pada forum internasional, nasional, maupun lokal, walaupun sebenarnya globalisasi sudah melanda beberapa belahan dunia termasuk di Indonesia. Pariwisata adalah bagian dari globalisasi itu sendiri. Globalisasi bila dikaji dari aspek epistimologinya berasal dari kata globe yang berarti dunia, sehingga globalisasi sebagai suatu aspek yang “mendunia”. Globalisasi dapat dipandang dari aspek konsep, dampaknya serta berbagai ikutan yang muncul dari adanya interaksi antara wisatawan dan tuan rumah (host). Globalisasi dapat dipandang dari berbagai sudut, sebagai dikotomi kekuatan positif dan negatif, bergantung kepada siapa yang memandangnya. Adapun dimensi globalisasi menurut Reisinger (2009:5) adalah: pertama adanya proses di mana ekonomi dunia menjadi meningkat secara integratif; kedua adanya ketergantungan, serta pendekatan yang berorientasi pasar untuk membangun penyebaran, privatisasi, dan deregulasi bidang investasi, liberalisasi dan
1
2
meningkatnya penetrasi dan kerjasama transnasional, sehingga dikenal istilah ekonomi global atau globalisasi dalam bidang ekonomi. Dalam konteks teknologi, globalisasi juga dipandang sebagai proses inovasi yang cepat dan meningkatnya hubungan international utamanya bagi informasi dan jasa komunikasi serta bioteknologi. Ini adalah suatu proses di mana pengetahuan adalah faktor yang sangat penting untuk menuju standar hidup melebihi dari modal dan tenaga. Dewasa ini, banyak pengetahuan yang benarbenar berbasis teknologi (World Bank, 1998). Jikalau dilihat dari aspek sosial, globalisasi adalah proses korporasi manusia menuju masyarakat satu dunia, yang dikenal dengan istilah ”desa global” atau ”desa internasional’ seperti di Ubud dan Kuta. Dalam aspek lingkungan, globalisasi merupakan proses peningkatan hubungan antara ekosistem, akselerasi inovasi biologi, penyederhanaan dan homogenitas sistem alam. Namun, globalisasi tidak selamanya dipandang memberikan manfaat positif. Ada pula yang memandangnya dari sisi negatif sehingga globalisasi dianggap sebagai ancaman. Beberapa kritik terhadap globalisasi (Reisinger, 2009) di antaranya sebagai berikut ini. 1) Menurunnya kemampuan dari pemerintahan nasional dan meningkatnya kemampuan perusahaan multinasional dan organisasi supranasional. Ekonomi nasional menjadi bebas dalam aktivitas bagi perusahaan multinasional utama yang memiliki modal dan tenaga ahli. Meningkatnya polarisasi dunia dan munculnya kekuatan ekonomi, serta adanya jurang yang tinggi antara yang kaya dan miskin.
3
2) Adanya dampak bagi komunitas lokal, di mana ada banyak penggunaan tenaga kerja asing pada berbagai perusahaan yang mengabaikan tenaga kerja lokal. Dampak lain adalah adanya penggunaan produk luar negeri tanpa memperhatikan produk lokal. 3) Adanya degradasi lingkungan akibat dari globalisasi. Industri global telah mengeksploitasi lingkungan alam dan secara radikal mengubah kualitas tanah, laut, dan udara yang memiliki nilai komersial. Dengan demikian, globalisasi diibaratkan sebagai pisau bermata dua. Apabila salah menggunakannya, maka akan terjadi dampak negatif. Namun, bila digunakan dengan benar, justru akan diperoleh keuntungan. Sama halnya, pariwisata sebagai bagian dari arus globalisasi dan modernisasi tentunya akan memberikan manfaat positif di satu pihak dan dampak yang kurang baik di pihak lain. Pariwisata adalah salah satu fenomena globalisasi yang menuntut organisasi untuk dapat eksis dan berkembang. Salah satu organisasi yang terkait dengan parwisata adalah industri perhotelan. Hotel adalah salah satu industri jasa yang memiliki peran strategis dalam dunia pariwisata. Hotel sebagai salah satu organisasi dituntut untuk selalu dinamis dan menggunakan berbagai strategi untuk dapat memenangi persaingan. Salah satunya adalah dengan pemberdayaan sumber daya manusia sehingga mereka dapat bekerja sesuai dengan harapan perusahaan dan harapan mereka sebagai pekerja. Bali adalah salah satu tempat di mana globalisasi telah terjadi sejak dahulu yang dibuktikan dengan adanya kunjungan orang asing (wisatawan) sejak
4
tahun 1920an. Intinya, Bali sudah tidak asing dengan globalisasi, karena kedatangan wisatawan mancanegara adalah salah satu fenomena globalisasi. Globalisasi di Bali ditandai oleh kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali, yang telah dicatat dalam statistik pariwisata Bali sejak tahun 1969. Pertumbuhan kedatangan wisatawan mancanegara ke Bali sejak tahun 2007 sampai dengan 2013, menurut Dinas Pariwisata Provinsi Bali (2013), mengalami pertumbuhan rata-rata sebesar 13%. Jumlah wisatawan mancanegara yang langsung datang ke Bali sejak tahun 1994 sudah mencapai satu jutaan wisatawan dan tahun 2013 kedatangan wisatawan mancanegara yang langsung datang ke Bali sudah mencapai 3.278.598 wisatawan (Dinas Pariwisata Bali, 2013). Pertumbuhan pariwisata Bali juga ditandai oleh tumbuhnya berbagai akomodasi seperti hotel berbintang, hotel melati, dan juga pondok wisata, yang tersebar hampir di seluruh Bali. Industri pariwisata menjadi industri yang maju pesat dan akan terus berkembang di masa mendatang. Hal ini memiliki nilai penting pada penciptaan kesempatan kerja dan penghasilan devisa. Ketika ekonomi tumbuh, tingkat pendapatan
juga meningkat. Sebagian besar pendapatan berasal dari industri
pariwisata, khususnya dalam hal ini negara-negara berkembang (WTO, 2007). Bali adalah salah satu tujuan wisata terkenal di dunia. Bali telah dianugerahi beberapa penghargaan, antara lain adalah The Best Island di Asia Pasifik oleh Leisure Magazine dan Majalah Luxury Travel yang terbit di London (2007); The Best Island se-Asia Pasifik oleh majalah Destin-Asia Hong Kong (2009); “Island Destination of the Year” dalam ajang China Travel and Meetings
5
Industry Award 2013; dan penghargaan Worlds Best Awards 2014 dalam kategori The Best Island in Asia versi majalah pariwisata internasional, "Travel+Leisure” (Kompas, Selasa, 23 September 2014; metrobali.com/2014/09/23).
Beberapa
penghargaan ini memiliki pengaruh yang sangat positif terhadap jumlah kunjungan wisata. Selain itu, keamanan Bali yang baik dijamin juga memberikan kontribusi positif untuk meningkatkan kunjungan wisatawan. Data kunjungan wisatawan ke Bali untuk 7 tahun terakhir menunjukkan peningkatan. Berikut ini adalah data kunjungan wisatawan mancanegara ke Bali 2007-2013 (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Kunjungan Wisatawan Mancanegara yang Langsung ke Bali 2007-2013 Tahun
Jumlah wisatawan
Pertumbuhan (%)
2007
1.664.854
32,10
2008
1.968.892
18,26
2009
2.085.084
14,39
2010
2.385.122
8,01
2011
2.576.142
9,73
2012
2.826.709
4,34
2013
3.278.598
11,16
Sumber: Dinas Pariwisata Bali (2013a)
Tabel 1.1 menunjukkan bahwa pertumbuhan kunjungan langsung wisatawan mancanegara (wisman) ke Bali dalam periode 2007 – 2013 sangat fluktuatif. Kunjungan langsung wisman ke Bali pernah tumbuh sebanyak 32,10% pada tahun 2007 dan cenderung terus menurun sampai ke level 4,34% pada tahun 2012. Selanjutnya pada tahun 2013, kunjungan wisman naik lagi sebanyak 11,16%.
6
Wisatawan yang datang akan tinggal untuk sementara di Pulau Bali. Rata-rata lama tinggal wisatawan mancanegara dan nusantara di Bali dari tahun 2008 sampai dengan tahun 2013 ditunjukkan pada Tabel 1.2. Tabel 1.2 Lama Menginap Wisatawan Mancanegara di Bali 2008-2013 Tahun
Lama menginap (hari) Asing
Domestik
2008
9.65
3.50
2009
8.75
4.20
2010
9.49
4.20
2011
9.27
3.90
2012
9.10
3.60
2013
9.60
3.70
Sumber: Dinas Pariwisata Bali (2013b)
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.2, rata-rata lama tinggal wisatawan di Bali dalam beberapa tahun terakhir tergolong cukup tinggi, yakni lebih dari 9 hari untuk wisatawan mancanegara dan lebih dari 3 – 4 hari untuk wisatawan domestik. Data Badan Pusat Statistik Indonesia menunjukkan bahwa jumlah total wisatawan tinggal di Bali tahun 2012 adalah sebesar 6.415.156 orang, yang mana 3.748.320 tinggal di hotel berbintang sementara 2.666.836 tinggal di hotel non-bintang (BPS Provinsi Bali 2013). Jumlah wisatawan mancanegara yang tinggal di hotel menunjukkan bahwa wisatawan mancanegara lebih suka hotel berbintang daripada hotel non-bintang. Berbeda halnya dengan wisatawan domestik yang lebih memilih hotel nonbintang untuk fasilitas akomodasi mereka. Akomodasi merupakan elemen penting dalam pariwisata. UU Pariwisata No10/2009 menyatakan bahwa bisnis jasa akomodasi ditetapkan dalam Pasal IV
7
Bab 14, di mana ada 13 jenis usaha pariwisata. Dalam salah satu pasalnya, disebutkan adanya sarana akomodasi. Sarana akomodasi dan pelayanan adalah salah satu komponen penting yang dibutuhkan oleh wisatawan. Fasilitas akomodasi dapat berupa hotel berbintang, hotel nonbintang (melati), dan pondok wisata, yang disesuaikan dengan daya beli segmen pasar yang ada. Tabel 1.3 menunjukkan jumlah penginapan di Bali Tahun 2014. Tabel 1.3
Jumlah Penginapan di Bali Tahun 2014
Jenis Akomodasi
2014 Jumlah kamar
Unit 217
29.541
48%
Hotel melati
1.178
24.356
40%
Pondok Wisata
1.644
7.128
12%
Jumlah
3.039
61.025
100%
Hotel berbintang
Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2014
Sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 1.3, sampai dengan Tahun 2014, di Bali terdapat 3.039 unit fasilitas akomodasi dengan 61.025 kamar. Sebagian besar kamar (48%) adalah hotel berbintang, sisanya 40% kamar hotel melati dan 12% kamar pondok wisata. Dari sisi tenaga kerja, faktor-faktor yang menjadi penyebab tinggi rendahnya kinerja hotel berbintang di Bali
salah satu di antaranya adalah
kemampuan organisasi hotel dalam mengantisipasi pengaruh perubahan lingkungan eksternal serta kurang cepatnya organisasi dalam beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Clarke (1994) mengungkapkan bahwa mengelola perubahan
8
secara efektif adalah sumber keunggulan kompetitif dan perubahan dalam bisnis saat ini merupakan sesuatu yang tidak terhindarkan, terutama adanya tekanan dari para pesaing. Perubahan terjadi sangat cepat dan memerlukan tanggapan yang cepat pula jikalau ingin tetap bertahan (survive). Pemberdayaan sumber daya manusia menurut beberapa hasil penelitian menunjukkan hasil yang signifikan terhadap kinerja organisasi (Clarke, 1994; Kasali, 2007; Luekitinan, 2014). Walaupun demikian, beberapa hasil penelitian menunjukkan hasil yang tidak signifikan yang mungkin disebabkan oleh faktor lainnya seperti perubahan organisasi (Suaedi, 2005; Triatmanto et al., 2010). Sumber daya manusia memiliki peran yang sangat sentral dalam sebuah organisasi. Tujuan perusahaan akan dapat tercapai apabila memiliki manajemen sumber daya manusia yang profesional. Sumber daya manusia harus dikelola dengan baik dan merupakan bagian dari tugas para manajer untuk mencapai kesuksesan organisasi saat ini dan di masa mendatang (Rachmawati, 2008: 4; Nawawi, 2011: 13). Diyakini akan pentingnya sumber daya manusia dalam mencapai efektivitas dan efisiensi perusahaan dan kemampuan sumber daya manusia untuk berinovasi yang berasal dari motivasi dan moral kerja. Semakin gencarnya inovasi perusahaan juga ditentukan oleh potensi sumber daya manusia yang dimiliki; mereka dapat berinovasi bagi perusahaan karena adanya motivasi dan moral kerja sumber daya bersangkutan. Terkait dengan kompetensi sumber daya manusia, tantangan eksternal yang muncul akibat dari tingginya tingkat persaingan adalah menyangkut perubahan susunan tenaga kerja dan harapan yang terlalu tinggi dari para konsumen. Adapun tantangan
9
internalnya disebabkan oleh retensi karyawan, motivasi, dan perkembangan karyawan. Hal ini ditunjukkan oleh keterkaitan antara pemberdayaan sumber daya manusia dan perubahan organisasi (Rachmawati, 2008). Dalam upaya untuk menyelaraskan perubahan yang terjadi di eksternal organisasi dengan perubahan yang terjadi di internal organisasi, maka dibutuhkan pemberdayaan sumber daya manusia. Pemberdayaan sumber daya manusia merupakan suatu strategi perubahan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan individu dan kinerja organisasi. Pemberdayaan dilakukan untuk peningkatan kemampuan (ability), pengetahuan (knowledge), dan keterampilan (skill) serta berbagai potensi yang sesungguhnya dimiliki oleh pegawai. Dengan pemberdayaan,
pegawai akan memiliki otonomi untuk berinisiatif, semakin
produktif, dan hasil pekerjaannya akan menjadi semakin berkualitas (Kadarisman, 2012). Pemberdayaan sumber daya manusia terkait dengan perubahan organisasi dan peningkatan kinerja organisasi. Perubahan organisasi yang dimaksud adalah kemampuan organisasi untuk menanggapi dan beradaptasi terhadap perubahan eksternal, yaitu perubahan dalam persaingan dari yang bersifat material menuju kompetisi dasar pengetahuan. Untuk itu, dibutuhkan peran sumber daya manusia yang lebih besar dalam beradaptasi terhadap kecepatan perubahan yang terjadi (Kasali, 2007). Perubahan organisasi adalah proses yang secara sengaja dilakukan dengan tujuan membuat kondisi organisasi menjadi lain dari yang sebelumnya. Kondisi di sini mempunyai arti yang luas, dari yang sangat teknikal sampai yang
10
sangat konseptual. Upaya perubahan telah banyak dilakukan oleh berbagai organisasi. Organisasi yang mau melihat dan menerima perubahan di lingkungannya akan lebih mudah beradaptasi dan akan lebih survive dalam melakukan persaingan dengan organisasi lain. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan melakukan perubahan, kinerja organisasi dapat maju dengan pesat (Wibowo, 2006; Karmelia, 2007). Sumber daya manusia merupakan salah satu unsur yang sangat menentukan keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan, sebagaimana yang dikemukakan oleh Moekijat (2002) bahwa ”orang merupakan unsur yang sangat penting dalam organisasi”. Untuk mencapai tujuan organisasi, maka salah satu hal yang perlu dilakukan oleh pemimpin adalah memberikan daya pendorong yang mengakibatkan, menyalurkan, dan memelihara perilaku para pegawai agar bersedia bekerja sesuai dengan yang diinginkan oleh organisasi. Daya pendorong tersebut disebut sebagai motivasi. Hasibuan (2003) mengemukakan bahwa motivasi berasal dari kata latin movere yang berarti dorongan atau daya penggerak. Motivasi ini hanya diberikan kepada manusia, khususnya kepada para bawahan atau pengikut. Motivasi mempersoalkan bagaimana caranya mendorong gairah kerja bawahan agar mereka mau bekerja keras dengan memberikan semua kemampuan dan keterampilannya untuk mewujudkan tujuan perusahaan. Greenberg dan Baron (dalam Djatmiko, 2005) mendefinisikan bahwa ”motivasi kerja adalah suatu proses yang mendorong, mengarahkan, dan memelihara perilaku manusia ke arah pencapaian suatu tujuan”. Senada dengan
11
pernyataan McCormick (dalam Mangkunegara, 2006) yang dalam hubungannya dengan lingkungan kerja, mengemukakan bahwa ” Motivasi kerja didefinisikan sebagai
kondisi
yang
berpengaruh
membangkitkan,
mengarahkan,
dan
memelihara perilaku yang berhubungan dengan lingkungan kerja”. Definisi yang diberikan oleh beberapa ahli di atas mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan motif adalah suatu perangsang atau daya pendorong yang ada dalam diri seseorang yang perlu dipenuhi agar orang tersebut dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Lebih lanjut, motivasi adalah daya pendorong yang menimbulkan kemauan dan kerelaan dalam diri individu untuk mengerjakan berbagai tugas yang menjadi tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan. Motivasi timbul atas dorongan pada seorang individu yang dapat menggerakkan dan mengarahkan perilaku. Selanjutnya, motivasi kerja adalah proses mendorong, mengarahkan perilaku manusia yang berhubungan dengan lingkungan kerja untuk mencapai tujuan. Perubahan organisasi selalu dikaitkan dengan manajemen perubahan, di mana perubahan harus dikelola dengan baik sehingga mendapatkan hasil yang sesuai dengan harapan perusahaan. Perubahan organisasi sudah tentu didasarkan pada tujuan perusahaan atau organisasi, yakni (1) mencapai produktivitas yang tinggi, (2) tercapainya kepemimpinan industrial, (3) kesejahteraan karyawan, (4) stabilitas organisasi dalam mencapai laba, (5) efisiensi organisasi, (6) kesejahteraan sosial, dan (7) pertumbuhan organisasi (Winardi, 2004). Dengan demikian, untuk sebuah organisasi seperti hotel, agar dapat memenangi persaingan, salah satu upayanya adalah melakukan manajemen
12
perubahan, karena dengan ketatnya persaingan sebuah organisasi dituntut untuk melakukan proses penyesuain secara terus menerus (Davidson, 2010). Berbagai model atau variasi perubahan dilakukan oleh perusahaan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, di antaranya; meningkatkan keragaman tenaga kerja, perubahan struktur organisasi yang lebih rata, membantu keseimbangan pekerjaan dan kehidupan pribadi para staf profesional, memperluas jalur komunikasi bahkan mengembangkan filosofi operasi, dan pembentukan citra perusaahan (Davidson, 2010). Wibowo (2006) menyatakan bahwa perubahan organisasi merupakan sesuatu yang tidak dapat dihindari; perubahan adalah sebagai suatu tuntutan agar perusahaan dapat bertahan dalam
persaingan yang semakin ketat
(faktor
eksternal) dan tuntutan organisasi untuk dapat memperoleh laba yang berkelanjutan (faktor internal). Tuntutan untuk melakukan perubahan menurut Hussey (2000) dalam Wibowo (2012) disebabkan oleh adanya lima tuntutan penting dewasa ini, yakni (1) perubahan teknologi yang menuntut adanya perubahan, (2) tuntutan persaingan global, (3) perubahan selera konsumen di mana konsumen menginginkan banyak tuntutan, (4) profil demografi yang semakin berubah, seperti adanya peningkatan pendapatan konsumen sehingga memiliki keinginan yang tinggi untuk melakukan perjalanan wisata, dan (5) privatisasi bisnis milik masyarakat yang semakin berlanjut. Berkaitan dengan tuntutan ini, maka semakin berat tugas seorang manajer atau pimpinan perusahaan yang mendapatkan dua tekanan sekaligus dari karyawan dan dari konsumen.
13
Sumber daya manusia merupakan pemain kunci untuk keberhasilan perubahan. Oleh karena itu, sumber daya manusia yang ada harus meningkatkan pengetahuan dan keterampilannya secara terus menerus (Wibowo, 2006). Dalam prakteknya, terkadang terjadi penolakan terhadap perubahan organisasi, karena perubahan tersebut memunculkan ketidakpastian; penolakan tersebut mulai dari penolakan yang sifatnya halus sampai dengan penolakan yang memusuhi secara terang-terangan terhadap perubahan organisasi tersebut (Smith, 2005). Perubahan adalah suatu proses yang konstan, tidak ada titik berhenti dan perubahan dipacu oleh adanya teknologi baru, pasar baru dan minat pelanggan, tekanan politik dari pemerintah, serta harapan-harapan sosial (Clarke, 1994). Pada dasarnya, perubahan akan terjadi apabila individu atau kelompok dalam organisasi mengambil keputusan bahwa sesuatu harus dilakukan untuk meningkatkan efektivitas dan kinerja organisasi (Alwi, 2001). Organisasi yang dinamis akan selalu melakukan perubahan agar tetap eksis dan mampu mempertahankan keunggulan kompetitif yang dimilikinya. Secara teoritis, pemberdayaan sumber daya manusia berpengaruh terhadap kesuksesan manajemen perusahaan (Wilkinson, 1998; Noe et al., 2004) di mana pemberdayaan dimaksudkan sebagai pemberian tanggung jawab dan wewenang kepada karyawan untuk membuat keputusan yang berhubungan dengan semua aspek dari pengembangan produk atau pelayanan pelanggan (Noe et al., 2004). Di samping itu, pemberdayaan sumber daya manusia juga mampu meningkatkan kontribusi sumber daya manusia terhadap organisasi (Alwi, 2001).
14
Kinerja organisasi menurut beberapa peneliti dipengaruhi oleh adanya pemberdayaan sumber daya manusia pada suatu organisasi (Noe et al., 2004; Lashley, 1999; Jarrar & Zairi, 2002 dalam Triatmanto et al., 2010). Bahkan pemberdayaan
organisasi
adalah
salah
satu
alternatif
strategi
dalam
pengembangan organisasi (Jarrar & Zairi, 2002 dalam Triatmanto et al., 2010). Hasil dari upaya pemberdayaan sumber daya manusia adalah kinerja organisasi. Kinerja organisasi tersebut bisa diwujudkan apabila sumber daya manusia pelakunya memiliki motivasi kerja yang tinggi (Rispati et al., 2013; Arimbawa dan Dewi 2013). Suatu organisasi akan berhasil melaksanakan program-programnya apabila orang-orang yang bekerja dalam organisasi tersebut dapat melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai dengan bidang dan tanggung jawabnya masing-masing. Dalam melaksanakan pekerjaannya tersebut, para pegawai perlu diberi dorongan dan motivasi sehingga potensi yang ada dalam dirinya dapat diubah menjadi prestasi yang menguntungkan organisasi (Kadarisman, 2012). Sumber daya manusia yang memiliki motivasi kerja yang tinggi akan siap menghadapi perubahan organisasi, termasuk perubahan struktur organisasi, peningkatan kualitas program, dan pemanfaatan teknologi baru agar organisasi bisa dikembangkan secara lebih efektif dan efisien sesuai dengan tantangan gobal saat ini. Organisasi yang terus melakukan perubahan untuk bertahan hidup dan melakukan adaptasi akan siap menjadi pemenang di abad 21 (Pant, 1991; Kotter, 1997). Pada akhirnya, perubahan organisasi diharapkan mampu mendukung peningkatan kinerja organisasi (Luekitinan, 2014; Fong et al., 2011).
15
Upaya peningkatan kinerja organisasi menjadi tantangan dalam pengembangan bisnis perhotelan di Bali. Latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah karena di Bali sudah terjadi kelebihan akomodasi. Dalam 4 tahun terakhir (tahun 2010 – 2014), jumlah kamar hotel/penginapan di Bali meningkat sebesar 34% , yaitu dari 45.408 kamar pada tahun 2010 menjadi 61.015 kamar pada tahun 2014 (lihat Tabel 1.4). Tabel 1.4 Jumlah Penginapan di Bali Tahun 2010 dan 2014 2010 Jenis Akomodasi Hotel berbintang Hotel melati Pondok Wisata Jumlah
2014 Jumlah kamar
Unit
Jumlah kamar
Unit
158
20.558
217
29.541
1.036
20.410
1.178
24.356
996
4.440
1.644
7.128
2.190
45.408
3.039
61.025
Sumber: Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2014
Peningkatan jumlah kamar hotel di Kabupaten Badung dalam periode 2011-2014 telah menimbulkan perang tarif sehingga harga kamar hotel jatuh. Pada beberapa hotel, harga kamar yang semula dijual dengan harga berkisar Rp. 500.000 – Rp. 750.000 diturunkan menjadi Rp. 250.000 – Rp. 350.000. Hal ini dinilai oleh beberapa pihak sebagai fenomena bisnis pariwisata yang kurang sehat karena dalam jangka panjang akan merugikan pengusaha jasa akomodasi wisata karena nilai kembali investasinya (return of investment/ROI) sangat sulit (Kompas, 19 Agustus 2012). Peningkatan jumlah kamar hotel tersebut menyebabkan tingkat hunian kamar hotel menurun. Dengan penurunan hunian
16
kamar hotel, otomatis service charge yang harus diterima oleh pegawai hotel juga menurun sehingga menyebabkan motivasi kerja karyawan menurun dan kinerja hotel juga menurun. Hasil studi pendahuluan terhadap beberapa hotel berbintang di wilayah kabupaten Badung mengindikasikan bahwa terjadi banyak persoalan akibat peningkatan jumlah kamar hotel. Di antaranya adalah masalah ketenagakerjaan, kebutuhan akan peningkatan skill dan motivasi tenaga kerja serta tantangan pemasaran produk hotel yang perlu lebih kreatif. Menurut Irmansjah Madewa, general manager hotel Aston Kuta, dengan meningkatnya jumlah akomodasi di Bali, terjadi kondisi sulit untuk mendapatkan tenaga kerja perhotelan yang sudah terlatih. Aston group hotel di Bali berjumlah 20 unit dengan 2000 kamar (di seluruh Indonesia terdapat 100 hotel group Aston). Group hotel Aston mempekerjakan tenaga kerja sebanyak jumlah kamar (perbandingan antara jumlah kamar hotel dan pekerja adalah 1:1). Akibat tenaga terlatih relatif kurang, maka group hotel Aston terpaksa mempekerjakan pegawai baru yang baru lulus sekolah perhotelan dengan kualitas yang masih relatif rendah. Untuk itu, pihak manajemen group hotel Aston dalam 1-2 tahun pertama memberikan
berbagai
pelatihan
kepada
pekerjanya
untuk
peningkatan
profesionalitas mereka. Di hotel Aston Kuta, manajemen melakukan pelatihan selama 8 jam untuk setiap karyawan per bulannya, baik yang dilakukan oleh staf intern (in-house training) maupun pelatihan yang melibatkan expert dari luar hotel.
17
Pemberdayaan tenaga kerja juga dilakukan oleh manajemen hotel Padma, Legian Kuta. Menurut Daniel Christiawan Sembel, HRM hotel Bali Padma, Legian pemberdayaan sumber daya manusia dilakukan dengan melakukan cross training bagi pekerjanya. Tiap bulan, terdapat 15 tenaga kerja yang di rolling dari satu departemen ke departemen lain, sehingga mereka memiliki multi skill. Dengan sistem rolling, tiap pekerja akan memiliki lebih dari 1 keterampilan sehingga mereka bisa menangani permasalahan layanan hotel jika diperlukan. Peningkatan jumlah kamar hotel di Bali ternyata diikuti oleh permasalahan sirkulasi/mobilitas (turn over) tenaga kerja perhotelan yang cukup tinggi. Turn over tenaga kerja perhotelan yang relatif tinggi ini terjadi akibat adanya kesempatan kerja lain, seperti kesempatan kerja di kapal pesiar, bekerja di hotel-hotel luar negeri, terutama di Maladewa dan Timur Tengah. Untuk mengantisipasi kelangkaan tenaga kerja perhotelan ini, group hotel Aston merekrut 20% tenaga harian yang belum terlatih (daily worker). Tenaga harian ini kontraknya diperpanjang setiap 3 bulan. Sesuai dengan tuntutan kualitas pelayanan, maka pihak manajemen hotel memberikan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas (skill) tenaga kerjanya. Selain itu, pihak manajemen hotel juga melakukan peningkatan motivasi bagi pekerjanya, di antaranya adalah dengan memberikan insentif berupa tambahan satu kali gaji (1 bulan) dalam setahun, program best employee of the month, best employee of the quarterly, best employee of the year serta pemberian kesempatan bagi karyawannya untuk peningkatan karir mereka di hotel group Aston.
18
Upaya pihak manajemen group hotel Aston di atas juga dilakukan oleh group hotel Accor. Menurut Kahar Salamun, general manager hotel All Season Kuta anggota group Accor, terjadinya peningkatan akomodasi luar biasa di Kabupaten Badung menyebabkan beberapa permasalahan yang perlu diantisipasi, di antaranya adalah perlunya strategi untuk meningkatkan motivasi kerja karyawan serta peluang untuk peningkatan karir yang jelas bagi mereka. Selain itu, pihak manajemen juga terus mempertimbangkan sejumlah hal yang mempengaruhi kepuasan kerja, lingkungan kerja, keamanan, kenyamanan, career development, dan kesejahteraan pegawai. Para pengelola jasa akomodasi hotel berbintang di Bali memang dihadapkan kepada tantangan dalam upaya memberikan service yang berkualitas kepada konsumennya. Dalam kaitan ini, general manager hotel All Season Kuta itu menyatakan sebagai berikut: “Hotel boleh banyak, tetapi, yang akan keluar sebagai pemenangnya adalah hotel yang memiliki excellence service: antara lain: bagaimana membuat guests feel home, terus berupaya meningkatkan kualitas layanan terbaik, menjalankan tugas secara profesional, melakukan tindakan yang cepat, mengembangkan sistem komunikasi terbaik dengan relasi dan tamu hotel, serta melaksanakan kegiatan sesuai time frame layanan yang jelas” (hasil wawancara dengan Kahar Salamun, 53 tahun pada tanggal 31 Oktober 2014). Sesuai tuntutan pasar, hotel-hotel berbintang di wilayah Bali terus berinovasi dalam mengembangkan layanannya. Hotel All Season, misalnya, pada tahun 2014 telah berhasil melakukan pemasaran dengan memanfaatkan jaringan sosial media, yakni on-line travel agent dan websites yang memberikan kontribusi terhadap tingkat hunian sebesar 56%. Tahun 2015, pemasaran on-line ini ditargetkan akan memberikan kontribusi terhadap tingkat hunian kamar sebesar
19
65%. Selain itu, juga diterapkan sistem dynamic pricing, yakni menaikkan harga kamar hotel pada waktu high season, dan menurunkannya pada waktu low season. Di samping pemanfaatan teknologi mutakhir dalam sistem pemasaran produk hotel, hotel-hotel berbintang di Bali juga melakukan perubahan dan penyesuaian struktur organisasi. Sesuai tuntutan perkembangan pasar, struktur organisasi hotel berbintang telah menambah bagian e-commerce staff dan revenue manager. Kondisi tersebut perlu direspon dengan berbagai langkah strategis, di antaranya adalah dengan mengupayakan standarisasi harga kamar hotel serta pembatasan
pembangunan
hotel
baru
di
wilayah
Kabupaten
Badung
(Beritabali.com, Selasa, 19 Maret 2013). Selain itu, secara internal masing-masing manajemen hotel perlu melakukan langkah antisipasi agar bisa tetap bersaing dalam kondisi yang sangat ketat ini. Sebagaimana yang dilakukan oleh sejumlah hotel berbintang di Kabupaten Badung di atas, pihak manajemen hotel perlu mengantisipasi masalah yang terkait dengan kebutuhan sumber daya manusia yang profesional, kebutuhan peningkatan skill dan motivasi sumber daya manusia, serta melakukan terobosan pemasaran produk hotel yang kreatif dengan menggunakan media on line. Upaya pemberdayaan sumber daya manusia dan peningkatan motivasi kerja karyawan ini dilakukan agar perubahan organisasi yang terjadi dapat meningkatkan kinerja organisasi usaha jasa sektor perhotelan di Bali. Penelitian yang dilaporkan dalam disertasi ini sengaja dilakukan pada hotel berbintang (III, IV, V) di seluruh Bali dengan harapan agar hasil kajiannya berguna bagi pengembangan bisnis perhotelan seluruh Kabupaten/Kota di Bali. Selain itu, kajian ini diharapkan dapat
20
menghasilkan rekomendasi bagi pemerintah dalam menentukan kebijakan investasi jasa sektor perhotelan di seluruh Bali. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan
uraian
pada
latar
belakang,
dapat
dirumuskan
permasalahan penelitian sebagai berikut ini. 1) Bagaimanakah pengaruh pemberdayaan sumber daya manusia terhadap motivasi kerja pekerja, perubahan organisasi, dan kinerja organisasi usaha perhotelan di Bali? 2) Bagaimanakah pengaruh motivasi kerja terhadap perubahan organisasi, dan kinerja organisasi usaha perhotelan di Bali? 3) Bagaimanakah pengaruh perubahan organisasi terhadap kinerja organisasi usaha perhotelan di Bali? 3.3
Tujuan Penelitian
3.3.1 Tujuan Umum Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan menganalisis masalah manajemen organisasi sektor jasa perhotelan yang berkaitan dengan upaya pemberdayaan sumber daya manusia, motivasi kerja, perubahan organisasi, dan kinerja organisasi sektor usaha jasa perhotelan di Bali. 3.3.2 Tujuan Khusus Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengkaji dan menganalisis:
21
1) pengaruh pemberdayaan sumber daya manusia terhadap motivasi kerja pekerja, perubahan organisasi, dan kinerja organisasi usaha perhotelan di Bali, 2) pengaruh motivasi kerja terhadap perubahan organisasi, dan kinerja organisasi usaha perhotelan di Bali, dan 3) pengaruh perubahan organisasi terhadap kinerja organisasi usaha perhotelan di Bali. 1.4 Manfaat Penelitian
Secara umum, sebuah penelitian ditujukan untuk mengelola masalah dengan cara berfikir science, sehingga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan dunia science maupun dunia empiris, khususnya industri pariwisata. Hasil penelitian ini tidak hanya bermanfaat bagi Bali, tetapi juga dapat digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan pengembangan industri pariwisata pada skala yang lebih luas. 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya pada bidang ilmu manajemen sumber daya manusia dalam industri perhotelan. Secara lebih spesifik, penelitian ini berkaitan dengan kinerja organisasi usaha perhotelan yang dipengaruhi oleh pemberdayaan sumber daya manusia, motivasi kerja, dan perubahan organisasi.
22
1.4.2 Manfaat Praktis Manfaat praktis penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Bagi para pengusaha yang berkecimpung dalam usaha jasa akomodasi (perhotelan), hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengaruh pemberdayaan sumber daya manusia, motivasi kerja, perubahan organisasi, serta kinerja organisasi, agar dapat diketahui pentingnya memperhatikan berbagai upaya untuk memberdayakan sumber daya manusia, memotivasi pekerja, melakukan perubahan organisasi yang melibatkan tenaga kerja usaha perhotelan. 2) Bagi pemerintah, hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar untuk menetapkan kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan pemberdayaan sumber daya manusia perhotelan dan pengelolaan organisasi usaha perhotelan.