BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Di era globalisasi seperti saat ini, persaingan antar organisasi yang
bergerak pada industri yang sejenis semakin meningkat. Hal ini salah satunya disebabkan oleh konsumen yang semakin cerdas dalam memilih sebuah produk, konsumen menuntut produk yang benar-benar berkualitas. Untuk memenuhi tuntutan tersebut masing-masing organisasi memiliki strategi tersendiri supaya produknya dapat bertahan di pasaran. Strategi perlu dirumuskan secara matang dan diimplementasikan oleh seluruh jajaran anggota organisasi, sehingga organisasi dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan apa yang diharapkan. Organisasi dapat tumbuh dan berkembang tidak hanya berkat pemimpinnya saja, akan tetapi seluruh karyawan juga memegang peran penting dalam kesuksesan sebuah organisasi. Oleh sebab itu, mengelola karyawan dengan baik merupakan hal yang sangat penting dan tidak boleh dianggap remeh. Organisasi yang sukses membutuhkan karyawan yang dapat melakukan pekerjaan dengan penuh tanggung jawab dan memberikan kinerja yang melebihi harapan. Dunia kerja dewasa ini semakin dinamis, sehingga karyawan dituntut untuk bisa bekerja dalam tim, fleksibilitas merupakan hal yang sangat dibutuhkan. Melihat hal ini organisasi membutuhkan karyawan yang mampu menampilkan perilaku kewargaan yang baik, karyawan diharapkan dapat menjadi individu yang
1
mampu beradaptasi pada lingkungan sekitar, bersedia membantu individu lain dalam tim, bersedia memajukan diri sendiri untuk melakukan hal ekstra dalam pekerjaannya, berkenan menaati peraturan yang telah disepakati bersama, menghindari konflik, serta bersedia untuk bertanggung jawab atau terlibat dalam kerugian yang terkait dengan pekerjaan yang melibatkannya. Dewasa ini manusia sering dijadikan subjek dan juga objek dalam penelitian-penelitian yang berkaitan dengan SDM, yang berguna untuk mencari hal baru yang dapat dijadikan sumber peningkatan kemampuan manusia. Salah satu aspek baru yang diungkap mengenai manusia adalah perilaku kewargaan organisasional (PKO). Perilaku kewargaan organisasional merupakan perilaku positif individu yang ada dalam organisasi, dapat diekspresikan dengan bentuk ketersediaan secara sukarela untuk mau melakukan perkerjaan lebih, memberikan kontribusi pada organisasi lebih dari yang dituntut secara formal oleh organisasi tempat individu tersebut bekerja. Menurut Kent (2001), perilaku kewargaan organisasional merupakan kontribusi individu dalam melebihi tuntutan peran di tempat kerja. Perilaku ini menggambarkan nilai tambah karyawan yang merupakan salah satu bentuk perilaku pro sosial, perilaku sosial yang positif, konstruktif, serta memiliki makna membantu. Perilaku kewargaan organisasional merupakan perilaku individual yang bersifat bebas, perilaku yang secara tidak langsung atau eksplisit mendapatkan suatu penghargaan (reward). Dikatakan bersifat bebas dan sukarela karena peilaku tersebut tidak diharuskan oleh persyaratan peran atau deskripsi jabatan yang secara jelas dituntut berdasarkan kontrak dengan organisasi, melainkan sebagai 2
pilihan personal (Podskoff et al., 2000). Shweta dan Srirang (2010) menyatakan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku kewargaan organisasional, antara lain: disposisi individu dan motif individu, kohesivitas kelompok, sikap pegawai
(komitmen
organisasi
dan
kepuasan
kerja),
kepemimpinan
transformasional, dan keadilan organisasi. Terdapat beberapa determinan penting supaya perilaku kewargaan organisasional dapat terbentuk dengan baik dalam sebuah organisasi, yaitu kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasional. Determinandeterminan tersebut saling berhubungan satu sama lain, dan tak dapat meniadakan salah satunya. Salah satu determinan yang tak dapat ditinggalkan dalam membentuk perilaku kewargaan organisasional secara optimal adalah komitmen Afektif yang merupakan satu-satunya dimensi pada komitmen organisasional yang melibatkan emosional dalam kerterikatan dengan organisasi. Karena dengan komitmen afektif yang tinggi, suatu pekerjaan dapat menghasilkan sesuatu yang optimal. Komitmen afektif merupakan nilai individu yang mengarah pada suatu sikap setia terhadap suatu organisasi dan bisa menjadi refleksi dari suka atau tidak suka seseorang terhadap organisasi tempat mereka bekerja. Menurut Kreitner dan Kinichi (2004), komitmen afektif dapat menggambarkan tingkat seorang karyawan dalam mengidentifikasikan dirinya dengan organisasi, dan merasa memiliki ikatan dengan tujuan organisasi tempat mereka bekerja.
3
Komitmen afektif juga dapat diartikan sebagai suatu keyakinan kuat yang dimiliki oleh anggota organisasi yang berasal dari kekuatan emosional, merupakan penerimaan terhadap tujuan dan nilai-nilai organisasi, kemauan yang kuat untuk berusaha dengan keras demi organisasi, serta memelihara keanggotaannya dalam organisasi. Secara umum dapat diartikan bahwa seorang karyawan yang memiliki komitmen afektif, merasa bangga dengan organisasi dan senang menjadi bagian dari organisasi tersebut dan mereka berusaha sekuat mungkin untuk bekerja keras dalam menyelesaikan tugasnya sesuai dengan tanggung jawabnya, bahkan ia berusaha untuk memberikan hasil lebih baik. Komitmen afektif wajib untuk dimiliki setiap organisasi, karena setiap individu diharapkan dapat menunjukkan kesediaannya untuk bekerja dengan lebih baik dan maksimal demi mencapai tujuan organisasi, serta memiliki hasrat yang kuat dalam mempertahankan dirinya untuk tetap menjadi karyawan di organisasi tersebut. Karyawan yang memiliki komitmen afektif yang tinggi akan memiliki hasrat yang kuat untuk tetap berada atau bekerja pada suatu organisasi. Mereka bangga menyandang predikat sebagai karyawan organisasi tersebut. salah satu organisasi yang memiliki tingkat turnover yang rendah ialah PT Nutrifood Indonesia. Dengan komitmen afektif yang tinggi pula, organisasi tersebut berhasil mempertahankan karyawan terbaik mereka. Identifikasi karyawan terhadap nilainilai yang dianut organisasi yaitu I-CARE (Integrity, Collaboration, Innovation, Respect, dan Excellence) juga tampak dari kekompakan karyawan Nutrifood dalam menyelesaikan sebuah masalah, bagi mereka masalah organisasi adalah 4
masalah mereka juga. Selain itu, karyawan tersebut juga memiliki integritas yang tinggi, yaitu mereka tidak hanya menyerukan untuk hidup sehat saja, akan tetapi mereka juga menjalankannya secara nyata. Hal tersebut tampak pada karyawan yang enggan menggunakan lift dan lebih memilih menggunakan anak tangga untuk berpindah dari lantai satu ke lantai yang lain, serta mereka konsisten untuk mengkonsumsi makanan sehat, hal ini tampak pada menu makanan yang tersedia dikantin yang tidak ada satu pun makanan yang digoreng. Tentunya hal ini merupakan wujud dari penerimaan tujuan serta misi organisasi oleh karyawan PT Nutrifood Indonesia. Komitmen afektif yang tinggi dari karyawan seperti ini tak lepas dari peran pemimpin. Pemimpin harus mampu menyampaikan visi dan misi organisasi, memiliki kekuatan positif untuk mempengaruhi, serta mengarahkan bawahannya dalam mencapai visi dan misi organisasi. Selain itu, pemimpin harus mampu memberikan semangat antusiasme dalam bekerja (Kreitner & Kinichi, 2010). Relasi antara pemimpin dan pengikut merupakan suatu hal yang penting. Relasi antara pemimpin dan pengikut memiliki dua bentuk, yaitu kepemimpinan transformasional dan transaksional (Gibson et al., 2002). Kedua gaya kepemimpinan
tersebut
sama-sama
dibutuhkan
oleh
sebuah
organisasi.
Kepemimpinan transaksional memiliki fungsi untuk memberikan arahan, memperjelas perilaku yang diharapkan, serta memberikan reward ataupun punishment yang diharapkan dapat memberikan pengaruh pada kinerja karyawan. Sedangkan, untuk kepemimpinan transformasional dapat memberikan pengaruh kepada pengikutnya agar dapat memberikan kinerja yang lebih dari apa yang
5
dibutuhkan organisasi secara formal, serta membuat perasaan nyaman terhadap para pengikutnya, sehingga mereka merasa bahwa pemimpin tersebut tidak akan mengambil keuntungan dari mereka. Kepemimpinan transformasional ini memiliki fungsi utama, yaitu untuk membangun sistem motivasi yang efektif agar para pengikut dapat bekerja sesuai dengan apa yang telah diperintahkannya. Pemimpin tersebut harus dapat memberikan rangsangan kepada karyawan supaya dapat menyumbangkan hal positif terhadap pencapaian tujuan organisasi. Pemimpin dengan gaya kepemimpinan transformasional dapat menciptakan nilai bagi bawahannya dalam mendukung visi perusahaan yang dapat dibentuk melalui pembentukan kepercayaan terhadap visi yang disampaikan kepada bawahannya (Stone et al., 2004). Gaya kepemimpinan memiliki pengaruh terhadap stres kerja dan komitmen organisasional, pada saat pemimpin tidak dapat menjaga komunikasi baik serta tidak dapat memenuhi kebutuhan karyawan, maka pada saat itulah terjadi penurunan kepuasan karyawan yang dapat mengakibatkan stres kerja dan berujung pada rendahnya komitmen organisasional. Konsekuensinya, berujung pula pada penurunan perilaku kewargaan organisasional. Di sini dapat terlihat hubungan yang jelas antara kepemimpinan transformasional dengan komitmen organisasional serta tercapainya perilaku kewargaan organisasional. Setiap organisasi tentunya menginginkan seluruh jajaran anggota organisasinya memiliki komitmen organisasional yang berpengaruh positif
6
terhadap sikap ekstra peran atau perilaku kewargaan organisasional. Hal ini tak lepas dari peran seorang pemimpin organisasi itu sendiri yaitu CEO (Chief Executive Officer) yang memiliki peran besar, karena sukses dan gagalnya suatu organisasi berada ditangannya. Namun hanya sedikit CEO yang piawai dalam pekerjaan mereka, pada kenyataannya hanya satu dari dua puluh CEO yang berhasil berada di puncak kesuksesan, sebagian besar dari mereka bahkan tidak mengetahui secara pasti apa pekerjaan yang sebenarnya mereka lakukan (Himawan, 2013). Salah satu dari banyak CEO yang sukses di Indonesia ialah CEO PT Nutrifood Indonesia, yang baru saja dinobatkan menjadi CEO terbaik 2013 versi majalah SWA. Menurut wawancara dengan beberapa karyawan PT Nutrifood Indonesia, CEO PT Nutrifood Indonesiaa dinobatkan menjadi CEO terbaik tahun 2013, karena tak lepas dari apresiasi seluruh anggota organisasi atas gaya kepemimpinannya yang bisa dikatakan unik dan tak lepas dari budaya organisasi PT Nutrifood Indonesia, yaitu I CARE yang merupakan abresiasi dari integrity, collaboration, innovation, respect, dan excellence. CEO tersebut memiliki hubungan yang sangat dekat dengan bawahannya, membangun komunikasi yang baik dengan bawahan adalah hal yang sangat penting baginya. Karena kesuksesan suatu organisasi dalam mencapai tujuan membutuhkan sinergi yang baik antara atasan dan bawahan. Integritas merupakan hal yang dijunjung tinggi oleh CEO tersebut, kesesuaian antara perkataan dan perbuatan. Jika ia tak menginginkan karyawannya datang terlambat, maka ia akan berusaha sekuat mungkin untuk tidak pernah datang terlambat. Pemimpin tersebut 7
juga membangun suasana yang santai dengan membuat forum-forum seperti FGD (Forum Group Discussion), hal ini untuk menstimulasi bawahannya supaya mereka lebih bebas dalam mengemukakan gagasan atau pendapat, karena dengan suasana yang santai akan meminimalisir adanya tekanan emosional, sehingga akan memotivasi karyawan untuk berkontribusi maksimal pada organisasi. Gaya kepemimpinan yang dilakukan oleh CEO Nutrifood Indonesia tersebut bisa saja memberikan dampak positif terhadap kinerja karyawannya, atau bahkan juga dapat memberikan dampak negatif. Karena dengan gaya kepemimpinan tersebut sangat memungkinkan adanya retensi dari karyawan yang sebelumnya tak terbiasa dengan cara atau kebiasaan yang dilakukan CEO tersebut. Bahkan hal tersebut dapat menjadi tekanan tersendiri bagi karyawan yang nantinya bisa menimbulkan stres kerja yang berdampak pada perilaku kewargaan organisasional karyawannya. Charlesworth dan Nathan (1996) mengemukakan bahwa stres kerja dapat timbul karena adanya tuntutan atau tantangan hidup yang berasal dari dalam diri seseorang ataupun dari peristiwa sekitar. Begitu besar peran seorang pemimpin atau CEO dalam sebuah organisasi, itulah sebabnya mengapa seorang CEO harus dipilih secara baik dan teliti dari berbagai aspek. Kualitas seorang pemimpin sering kali menjadi aspek utama penentu dalam keberhasilan sebuah organisasi. Untuk menjadi pemimpin yang baik, seorang CEO harus tahu strategi kepemimpinan yang tepat, sehingga berdampak efektif dalam mencapai tujuan. Seorang pemimpin harus mampu mempengaruhi seluruh anggota organisasi yang dipimpinnya melalui cara-cara yang positif untuk mencapai tujuan organisasi. 8
Pemimpin dalam sebuah organisasi memiliki andil dalam memperkuat atau bahkan memperlemah perilaku kewargaan organisasional. Kepemimpinan merupakan tulang punggung pengembangan kebijakan organisasional, seorang pemimpin yang baik mampu melaksanakan kepemimpinannya sesuai dengan kebijakan dan aturan yang telah disepakati di suatu organisasi. Kapasitas untuk memahami situasi wajib dimiliki oleh seorang pemimpin, sehingga ia dapat menyesuaikan gaya kepemimpinanannya dengan situasi dan kondisi internal dan ekternal organisasi saat ini. Dengan demikian seorang pemimpin organisasi harus cermat dalam menghadapi persoalan komitmen organisasional, karena gaya kepemimpinan seorang pemimpin merupakan salah satu faktor penentu tinggi rendahnya komitmen organisasional karyawan. Emery dan Barker (2007) meneliti kaitan antara gaya kepemimpinan dengan kepuasan kerja karyawan serta komitmen organisasional, penelitian tersebut mengatakan bahwa gaya kepemimpinan memiliki pengaruh terhadap komitmen organisasional, gaya kepemimpinan transformasional
lebih
memberikan
pengaruh
positif
dari
pada
gaya
kepemimpinan transaksional. Dalam penelitian ini peneliti ingin menguji dan menganalisis pengaruh langsung
kepemimpinan
transformasional
pada
perilaku
kewargaan
organisasional, serta pengaruh tidak langsung kepemimpinan transformasional pada perilaku kewargaan organisasional yang dimediasi oleh komitmen afektif. Subjek penelitian ialah para karyawan manajerial PT Nutrifood Indonesia yang berkantor pusat di Jakarta. 9
B.
Rumusan Masalah Dalam
sebuah
organisasi
terdapat
banyak
variabel
yang
dapat
mempengaruhi kesuksesan organisasi dalam mencapai tujuan. Sesuai dengan pemaparan sebelumnya, di dalam penelitian ini terdapat tiga variabel penting yang dapat menentukan kesuksesan sebuah organisasi. Variabel tersebut adalah perilaku kewargaan organisasional yang dipengaruhi oleh dua variabel, yaitu kepemimpinan transformasional dan komitmen afektif. Variabel-variabel tersebut juga terdapat pada penelitian sebelumnya yang mengambil studi pada organisasi publik/non profit. Oleh karena itu, dalam penelitian ini penulis ingin menguji apakah pengaruh antara variabel-variabel tersebut berlaku secara konsisten pada profit organization, seperti PT Nutrifood Indonesia yang pada periode saat ini dipimpin oleh pemimpin yang memiliki gaya kepemimpinan transformasional. Kepemimpinan tersebut tersebut dijalankan oleh pemimpin PT Nutrifood Indonesia sebagai salah satu upaya untuk memotivasi karyawan supaya mereka semakin bersemangat dalam melakukan pekerjaan dan tanggung jawabnya melebihi dengan ekspektasi yang diharapkan. Keberhasilan suatu organisasi tidak ditentukan hanya oleh pemimpinnya saja. Akan tetapi, dipengaruhi oleh seluruh jajaran anggota organisasi. Relasi baik antara pemimpin dan karyawannya merupakan hal yang sangat penting untuk dipertahankan. Oleh sebab itu, seluruh anggota organisasi diharapkan sadar akan tanggung jawab masing-masing, serta mampu memberikan penampilan kinerja yang maksimal melebihi dari apa yang diharapkan organisasi secara formal. Hal
10
ini bertujuan supaya karyawan tidak hanya mampu melaksanakan tugas sesuai dengan perintah saja, akan tetapi dengan sadar berkenan menjalankan pekerjaan tersebut yang dianggap sebagai bagian dari kehidupannya, serta merasa lingkungan pekerjaaanya merupakan rumah mereka sendiri, di mana tempat mereka mencari nafkah. Sehingga, secara suka rela mereka mau meningkatkan etos kerja serta kecintaannya pada pekerjaan yang berimplikasi pada penampilan kerja yang maksimal, penuh energi, dan mau berkorban lebih, terutama dalam hal tenaga dan pikiran demi memperoleh hasil kerja yang sempurna. Pada kenyataannya banyak karyawan dalam organisasi yang memiliki sikap kewargaan organisasional yang rendah, mereka hanya mau melakukan pekerjaan sesuai dengan perintah dan hanya sekedar memenuhi kewajiban saja. Mereka menganggap tempat kerja hanya sebagai tempat di mana mereka memperoleh uang yang penuh dengan tekanan, sehingga perilaku kewargaan organisasional karyawan tidak dapat berjalan secara optimal. Dari pemaparan diatas peneliti ingin melakukan penelitian pada PT Nutrifood Indonesia dengan judul: Pengaruh Kepemimpinan Transformasional pada Perilaku Kewargaan Organisasional yang dimediasi oleh Komitmen Afektif (Studi Pada PT Nutrifood Indonesia).
C.
Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian singkat pada latar belakang di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa pertanyaan penelitian ini adalah:
11
1. Apakah kepemimpinan transformasional berpengaruh positif pada perilaku kewargaan organisasional? 2. Apakah komitmen afektif memediasi pengaruh positif kepemimpinan transformasional pada perilaku kewargaan organisasional?
D.
Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk meneliti beberapa hal
diantaranya: 1. Untuk menguji dan menganalisa pengaruh positif kepemimpinan transformasional pada perilaku kewargaan organisasional. 2. Untuk menguji dan menganalisa peran pemediasian komitmen afektif terhadap pengaruh positif kepemimpinan transformasional pada perilaku kewargaan organisasional.
E.
Manfaat Penelitian Penelitian ini diharap dapat memberikan manfaat yang sekiranya mampu
memberikan sumbangan teoritis maupun praktis. Manfaat bagi kajian teoritis adalah: 1. Dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya ilmu manajemen secara umum dan manajemen sumber daya manusia.
12
2. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi tambahan bagi penelitian lanjutan, khususnya mengenai pengaruh kepemimpinan transformasional pada perilaku kewargaan organisasional.
Sedangkan untuk kepentingan praktisi diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat sebagai berikut. 1. Bagi pemimpin, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih untuk meningkatkan perilaku kepemimpinan transformasional dan komitmen organisasional bawahan (karyawan organisasi), sehingga perilaku kewargaan organisasional karyawan dapat semakin meningkat. 2. Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat pengaruh komitmen afektif pada perilaku kewargaan organisasional karyawan. 3. Dapat memberikan informasi berdasarkan fakta yang dikumpulkan secara empiris
mengenai
pengaruh
kepemimpinan
transformasional
dan
komitmen organisasional terhadap peningkatan perilaku kewargaan organisasional karyawan. 4. Instrumen pengumpulan data berupa kuesioner yang dipakai dalam penelitian ini diharapkan dapat digunakan secara praktis untuk mengetahui kekuatan kepemimpinan transformasional dalam mempengaruhi perilaku kewargaan organisasional yang dimediasi oleh komitmen afektif organisasional.
13
F.
Ruang Lingkup atau Batasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti membatasi penelitian pada satu organisasi yang bergerak pada bidang consumer goods, yaitu PT Nutrifood Indonesia yang berlokasi di DKI Jakarta. Populasi dari penelitian ini merupakan seluruh anggota organisasi (karyawan) yang telah bekerja minimal satu tahun, sehingga mereka telah merasakan proses organisasional yang berlangsung pada organisasi tersebut. Dalam penelitian ini peneliti membagi variabel-variabel sebagai berikut. 1.
Variabel
bebas
atau
variabel
independen
(X):
kepemimpinan
transformasional. 2.
Variabel terikat atau variabel dependen (Y): perilaku kewargaan organisasional.
3.
Variabel pemediasi (M): komitmen afektif.
14