BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Dalam satu dekade terakhir, Kota Surakarta semakin menunjukkan eksistensinya sebagai kota wisata. Dengan mengusung slogan “SOLO THE SPIRIT OF JAVA”, Kota Surakarta membentuk citranya sebagai kota wisata budaya. Menurut Geriya (1995:103) pariwisata budaya adalah salah satu pariwisata yang mengandalkan potensi kebudayaan sebagai daya tarik yang paling dominan serta sekaligus memberikan identitas bagi pengembangan pariwisata tersebut. Selama sepuluh tahun, kinerja Pemerintah Kota Surakarta dalam mengembangkan kepariwisataan sudah menampakkan hasil. Telah banyak upaya yang selama ini dilakukan untuk mengembangkan aset-aset wisata yang dimiliki agar mampu mendongkrak kunjungan wisata, seperti halnya perbaikan fasilitas wisata, optimalisasi bangunan bersejarah dan kegiatan
kebudayaan sebagai aset wisata, serta pengoptimalan kinerja
berbagai dinas untuk saling berkoordinasi dalam membangun kepariwisataan di Kota Surakarta. Upaya pengembangan tersebut membuahkan hasil yang cukup memuaskan. Banyaknya antusiasme wisatawan untuk berkunjung ke Kota Surakarta membuktikan keberhasilan Pemkot Surakarta dalam mengimplementasikan kebijakan pengembangan kepariwisataan tersebut. Berikut adalah daftar
1
2
jumlah kunjungan wisatawan ke Kota Surakarta dalam kurun waktu lima tahun, yakni tahun 2008 sampai dengan tahun 2012:
Tabel 1.1: Jumlah Kunjungan Wisata Kota Surakarta Tahun 2008-2012 JUMLAH KUNJUNGAN WISATA
TOTAL
TAHUN
DOMESTIK
MANCA
KUNJUNGAN
2008
1.029.003
13.859
1.042.862
2009
1.054.283
26.047
1.080.330
2010
988.615
29.218
1.017.833
2011
1.695.731
38.420
1.734.151
2012
2.104.258
29.590
2.133.848
Sumber: Data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surakarta, 2013 (telah diolah untuk penelitian ini, 2014).
Data jumlah kunjungan wisata di atas diambil dari obyek wisata budaya dan buatan di Kota Surakarta yang sering dikunjungi oleh wisatawan. Data tersebut menunjukkan adanya peningkatan jumlah wisatawan dari tahun ke tahun. Walaupun sempat mengalami penurunan jumlah wisatawan pada tahun 2010 sebesar 5,8 % menjadi 1.017.833, namun peningkatan secara signifikan sebesar 70,37 % kemudian terjadi pada tahun 2011, yakni sejumlah 1.734.15. Peningkatan kunjungan wisatawan juga terjadi di tahun 2012 sebanyak 2.133.848, atau dengan kata lain hanya terjadi peningkatan sebesar 23.04 % saja.
3
Obyek wisata budaya yang ada di Surakarta didukung oleh sarana wisata yang disediakan oleh pemerintah kota. Menurut Suwantoro (2004:22) sarana kepariwisataan adalah semua fasilitas yang memungkinkan agar prasaranan kepariwisataan dapat hidup dan berkembang serta dapat memberikan pelayanan pada wisatawan untuk memenuhi kebutuhan mereka yang beraneka ragam. Sarana kepariwisataan tersebut adalah: a. Perusahaan akomodasi b. Perusahaan transportasi c. Rumah makan, restaurant, depot atau warung-warung yang berada di sekitar obyek wisata d. Toko-toko penjual cinderamata khas obyek wisata tersebut yang notabene mendapat peghasilan hanya dari penjualan barangbarang cinderamata khas obyek tersebut. e. Dan lain-lain. Salah satu sarana wisata yang keberadaannya menunjang kehidupan pariwisata budaya Kota Surakarta adalah Bus Tingkat Wisata Werkudara yang menjadi transportasi wisata. Transportasi wisata ini merupakan transportasi unik yang baru dikembangkan tiga tahun terakhir. Desain visualnya yang berwarna merah dan bergambar tokoh wayang Werkudara mampu menarik perhatian wisatawan untuk datang mencoba berwisata dengan bus tingkat wisata tersebut. Bus Tingkat Wisata Werkudara beroperasi layaknya bus tingkat wisata di Singapura dan Eropa yang membawa penumpang berkeliling kota menikmati pemandangan dan obyek
4
wisata yang ada. Bus yang dibeli Pemkot Surakarta seharga 1,8 Miliar tersebut merupakan produk buatan dalam negeri dan dioperasikan untuk pertama kalinya sebagai salah satu atraksi wisata di Kota Surakarta pada tanggal 20 Februari 2011 1. Bus tingkat setinggi 4,5 meter yang saat ini menjadi ikon pariwisata Kota Surakarta tersebut membawa kebanggaan tersendiri bagi masyarakat, karena merupakan bus tingkat wisata pertama di Indonesia dengan atap yang dapat dibuka dan ditutup. Dengan fasilitas dua lantai yang terdapat di dalamnya, wisatawan diajak untuk berkeliling kota menikmati pemandangan Kota Surakarta dari ketinggian sehingga memberikan pengalaman berbeda dari city tour (wisata berkeliling kota) yang biasa dilakukan. Keberadaan Bus Tingkat Wisata Werkudara tersebut secara tidak langsung tentu membawa dampak positif bagi kepariwisataan di Kota Surakarta. Sebagai bus tingkat wisata pertama di Indonesia, Bus Werkudara menginspirasi kota-kota lain untuk membuat sarana pariwisata serupa, seperti yang telah dilakukan oleh Pemerintah DKI Jakarta dan Kota Bandung. Kehadiran Bus Tingkat Wisata Werkudara di Kota Surakarta
kian
diminati masyarakat seiring berjalannya waktu. Masyarakat Kota Surakarta maupun dari luar kota Surakarta sangat mengapresiasi adanya bus tingkat pariwisata tersebut, sehingga tidak mengherankan bila Pemerintah Kota Surakarta menjadikan Bus Tingkat Wisata Werkudara sebagai ikon yang
1
http://surakarta.go.id/konten/bus-tingkat-werkudara. Diakses pada tanggal 14 Maret 2014 pukul 15:30
5
mampu merepresentasikan kepariwisataan Kota Surakarta. Hal tersebut dibuktikan dengan semakin meningkatnya jumlah wisatawan, baik dari dalam kota maupun dari luar kota Surakarta, yang menyempatkan untuk berwisata berkeliling kota dengan menggunakan jasa layanan Bus Tingkat Wisata Werkudara. Berikut adalah tabel jumlah kunjungan wisata selama tiga tahun pengoperasian Bus Werkudara: Tabel 1.2: Jumlah Kunjungan Wisata Bus Tingkat Wisata Werkudara Tahun 2011-2013 TAHUN
JUMLAH KUNJUNGAN WISATAWAN
2011
7.827
2012
12.463
2013
13.687
Sumber : Dinas Perhubungan dan Kominfo Kota Surakarta, 2014.
Tabel jumlah wisatawan dalam kurun waktu tiga tahun di atas memperlihatkan peningkatan jumlah wisatawan yang menggunakan jasa layanan dengan Bus Tingkat Wisata Werkudara pada tiap tahunnya. Terjadi peningkatan jumlah wisatawan yang signifikan dari tahun pertama menuju tahun kedua pengoperasian bus wisata tersebut, yakni sebesar 4.636 orang. Melihat tabel jumlah wisatawan yang menggunakan jasa layanan Bus Tingkat Wisata Werkudara yang terus meningkat dari tahun ke tahun, dapat dipastikan
6
bahwa keberadaan Bus Werkudara akan menyumbang pendapatan asli daerah (PAD) yang cukup besar bagi Kota Surakarta. Kunjungan wisatawan yang makin meningkat tiap tahun serta belum adanya penelitian terkait pengevaluasian terhadap pelayanan yang diberikan menjadi alasan peneliti menulis skripsi ini. Dengan adanya penelitian ini maka akan mempermudah pengelola Bus Tingkat Wisata Werkudara untuk mengevaluasi kembali pelayanan yang telah dilakukan serta dapat mengidentifikasi sejauh mana pengaruh kegiatan manajemen yang ada dan tentunya dapat berbenah diri apabila pelayanan yang selama ini dilakukan belum dapat memuaskan apa yang diinginkan oleh wisatawan. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan batasan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana tanggapan wisatawan terhadap kualitas pelayanan (service quality) yang diberikan oleh pengelola Bus Tingkat Wisata Werkudara? 2. Apa saja kesenjangan (gap) yang terjadi di setiap dimensi kualitas pelayanan yang diberikan? 3. Bagaimana cara untuk meminimalisir kesenjangan yang terjadi pada setiap dimensi pelayanan agar dapat tercipta pelayanan yang berkualitas?
7
1.3 Tujuan Penelitian 1. Mengetahui tanggapan wisatawan terhadap kualitas pelayanan (service quality) yang diberikan oleh pengelola Bus Tingkat Wisata Werkudara. 2. Mengetahui kesenjangan (gap) yang terjadi di setiap dimensi kualitas pelayanan yang diberikan. 3. Mengetahui cara untuk meminimalisir kesenjangan yang terjadi pada setiap dimensi pelayanan agar dapat tercipta pelayanan yang berkualitas. 1.4 Manfaat Beberapa manfaat yang diharapkan dari penelitian ini di antaranya: 1.4.1. Manfaat Teoritis 1)
Memberikan sumbangan pengetahuan dalam bidang akademis pariwisata yang berupa wacana dan referensi, khususnya mengenai pemenuhan kualitas pelayanan wisata yang dianalisis dengan metode Servqual (service quality/kualitas pelayanan) dari Parasuraman,dkk (1988).
2)
Dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian selanjutnya.
1.4.2. Manfaat Praktis Sebagai bahan pertimbangan dan masukan bagi Dishubkominfo dan Dinas Pariwisata Kota Surakarta dalam mengelola Bus Tingkat Wisata
8
Werkudara untuk meningkatkan pelayanan kepada wisatawan agar menghasilkan manfaat optimal dari kegiatan wisata yang ada. Selain itu, hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan oleh pihak pengelola sebagai bahan pertimbangan dalam mengembangkan dan menyempurnakan kebijakan yang akan dikeluarkan ke depannya. 1.5 Tinjauan Pustaka Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh tingkat kepuasan wisatawan dilihat dari kualitas pelayanan yang diberikan oleh pengelola selama menggunakan jasa Bus Tingkat Wisata Werkudara. Bus Tingkat Wisata Werkudara merupakan salah satu transportasi wisata yang kehadirannya menjadi kebanggaan tersendiri bagi Kota Surakarta. Bus Tingkat Wisata Werkudara adalah bus tingkat wisata pertama di Indonesia buatan kota Magelang, Jawa Tengah. Secara langsung belum pernah ada penelitian yang membahas tentang pengevaluasian kualitas pelayanan Bus Tingkat Wisata Werkudara. Namun, ada beberapa penelitian yang pernah dilakukan dengan obyek bus wisata ini walaupun belum terfokus pada penelitian tentang pariwisata. Beberapa penelitian tersebut dipaparkan sebagai berikut: 1) “Studi Kelayakan Atraksi Wisata Bus Tingkat Werkudara di Kota Surakarta”, sebuah Skripsi Ekonomi Pembangunan Universitas Sebelas Maret, karya Andryanto (2013). Penelitian tersebut menganalisis kelayakan dan manfaat ekonomi dari kegiatan wisata
Bus Tingkat
Werkudara. Penelitian yang dilakukan Alvian ini menggunakan metode
9
kriteria investasi yang terdiri dari NPV (Net Present Value), IRR (Internal Rate Return), B/C Ratio (Benefit Cost Ratio), PBP (Pay Back Period). Dari analisis yang dilakukan disimpulkan bahwa proyek Bus Tingkat Wisata Werkudara dianggap layak dan dapat terus dijalankan apabila dalam satu hari frekuensi jalan Bus Werkudara 3 rit dan beroperasi per bulan berjumlah 26 hari, ditambah setiap tahunnya pendapatan dari charter naik 16%. Selain itu, penelitian ini juga menyimpulkan bahwa ternyata usaha Bus Tingkat Wisata Werkudara tersebut dapat memberikan manfaat langsung dan tidak langsung terhadap masyarakat Kota Surakarta walaupun belum terlalu besar. 2) “Strategi Promosi Wisata Surakarta Melalui Bus Tingkat Werkudara Bagi Pelajar Sekolah Menengah Atas”, sebuah skripsi dalam bidang Desain Komunikasi Visual, UNS, yang dibuat oleh Putra (2013). Dalam penelitiannya penulis meneliti tentang upaya promosi yang dapat dilakukan untuk menarik pasaran anak muda dengan merancang bentuk visual yang kreatif sesuai karakter anak muda. Hal tersebut dilakukan agar remaja dapat berpartisipasi dalam kegiatan brand activation dalam rangka melestarikan budaya yang ada di Kota Surakarta Selain penelitian yang berhubungan dengan obyek Bus Tingkat Wisata Werkudara, ada pula beberapa penelitian yang tidak terkait dengan obyek kajian namun memiliki metode penelitian yang mendukung penelitian ini. Beberapa penelitian tersebut di antaranya:
10
1) “ Bagaimana Kualitas Pelayanan Mempengaruhi Kepuasan Pelanggan di Starbucks Coffee di Ambarrukmo Plaza, Yogyakarta”, merupakan sebuah tugas akhir dari Febrilla (2014), Jurusan D3 Bahasa Inggris, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Dalam penelitiannya penulis menganalisis tentang pengaruh dari kualitas pelayanan terhadap kepuasan pelanggan pada gerai Starbucks Coffee di Ambarrukmo Plaza, Yogyakarta. Penulis menggunakan dimensi Servqual (service quality/kualitas pelayanan) dalam melakukan analisisnya. Dari penelitian tersebut ditemukan bahwa kelima dimensi Servqual mempengaruhi kepuasan pelanggan di gerai Starbucks Ambarrukmo Plaza. Hasil penelitian menjelaskan bahwa kepuasan pelanggan tercapai ketika harapan pelanggan terhadap pelayanan dan produk sesuai dengan performa yang baik dari pelayan. 2) “Analisis Penentuan Faktor Loyalitas Konsumen Terhadap Kualitas Pelayanan (SERVQUAL) Pada Perusahaan Pengiriman Barang (Cargo) (Studi Kasus di Garuda Ekspress Delivery, Sleman, Yogyakarta)” merupakan sebuah skripsi karya Wulansari (2013), Jurusan Teknologi Industri Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Dalam penelitiannya, penulis menganalisis dan menentukan faktor-faktor yang memengaruhi loyalitas perusahaan terhadap jasa pengiriman di Garuda Ekspress Delivery. Penelitian ini menggunakan metode Servqual dan AHP (Analytical Hierarchy Process). Metode Servqual digunakan untuk menentukan kualitas pelayanan dengan menghitung nilai gap dan menentukan saran perbaikan dari setiap gap yang ada. Sedangkan metode AHP digunakan
11
untuk penentuan faktor loyalitas konsumen. Hasil yang diperoleh menunjukkan faktor reliability (kehandalan) sebagai faktor prioritas pada loyalitas konsumen dan diikuti faktor assurance (jaminan) dan keterikatan hubungan kerja dengan pemberian perhatian khusus bagi pelanggan. 3) “Analisis Kualitas Layanan Pengunjung Pada Bisnis Rekreasi PT. Taman Impian Jaya Ancol” merupakan sebuah Tesis karya Putri (2013) dari Program
Magister
Manajemen,
Universitas
Gadjah
Mada.
Pada
penelitiannya tersebut penulis meneliti tentang kepuasan pengunjung terhadap kualitas pelayanan yang diberikan oleh PT. Taman Impian Jaya Ancol. Dalam penelitiannya, penulis menggunakan dua alat analisis untuk mengukur kualitas layanan, yaitu Servqual dan Importance Performance Analysis
(IPA).
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengidentifikasi
kesenjangan kualitas layanan yang diberikan pihak manajemen dengan yang diharapkan pengunjung dan menentukan kualitas layanan yang menjadi skala prioritas untuk dilakukan perbaikan. 1.6. Landasan Teori 1.6.1. Kualitas Pelayanan (Servqual) Kualitas terbentuk dari keputusan pelanggan yang didasarkan pada pengalaman aktualnya terhadap produk atau jasa yang diukur berdasarkan persyaratan tersebut (Wijaya, 2011:11). Kualitas merupakan faktor yang sangat penting dalam sebuah pelayanan. Penerapan kualitas dalam jasa
12
sangat berkontribusi pada penciptaan diferensiasi, positioning, dan strategi bersaing setiap organisasi pemasaran. Goetsch & Davis (dalam Tjiptono & Chandra, 2005:110) mendefinisikan kualitas jasa sebagai kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses, dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan. Pengertian tersebut memberikan kesimpulan sederhana bahwa kualitas pelayanan sangat memperhatikan hasil akhir yang berupa kepuasan konsumen. Yoeti (1999:32) mengungkapkan bahwa dalam industri pariwisata, kualitas pelayanan sangat tergantung dari kerjasama tiap unsur dalam organisasi atau badan wisata itu sendiri. Tiap bagian dan tiap orang yang diserahi tanggung jawab harus dapat menjalankan tugasnya dengan baik, memiliki disiplin tinggi, selalu menjaga ketepatan waktu, sesuai dengan sistem prosedur operasi yang sudah digariskan. Ada dua faktor yang harus diterapkan dalam pelayanan industri pariwisata, yaitu: 1) Faktor pelayanan (services) : berkaitan dengan aspek teknis mempersiapkan produk dan pelayanan yang akan diberikan kepada wisatawan. Hal yang perlu mendapat perhatian khusus adalah kualitas produk atau jasa, dan ketepatan waktu penyampaian. 2) Faktor kepuasan (satisfaction) : kemampuan berkomunikasi, sikap dan tingkah laku, etika, keramahtamahan, kesediaan untuk membantu dan dapat memecahkan masalah yang dihadapi wisatawan.
13
Sebagai sebuah jasa, terkadang sulit untuk mengukur kualitas pelayanan wisata yang diberikan kepada wisatawan. Namun Parasuraman, Zeithaml dan Berry (dalam Zeithaml & Bitner, 2003:93-98) merumuskan dimensi kualitas jasa yang dapat dijadikan sebagai alat ukur untuk menilai jasa, yaitu: 1) Reliability : Memberikan pelayanan yang sesuai janji Reliability didefinisikan sebagai kemampuan untuk melakukan layanan yang dijanjikan secara terpercaya dan akurat. Dalam arti luas, reliability berarti bahwa penyedia jasa memberikan layanan yang telah dijanjikan kepada konsumen, seperti janji tentang pengiriman, penyediaan layanan, penyelesaian masalah dan harga. Setiap konsumen menginginkan peenyedia jasa yang tepat janji untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan mereka, terutama dalam menepati janji-janji tentang atribut layanan inti. Semua penyedia jasa perlu menyadari harapan pelanggan terhadap aspek reliabilitas. Apabila tidak memberikan layanan inti seperti apa yang diharapkan konsumen maka secara langsung hal ini dapat mengecewakan konsumen. Pentingnya pemenuhan aspek reliability juga didukung oleh teori yang mengungkapkan bahwa harapan konsumen tentang sebuah layanan cenderung meningkat ketika layanan tersebut tidak dipenuhi seperti yang dijanjikan. Ketika kegagalan dalam pelayanan terjadi, zona toleransi pelanggan
14
cenderung akan menyusut dan tingkat layanan yang memadai dan yang mereka inginkan cenderung untuk meningkat. 2) Responsiveness : Kesediaan untuk membantu Responsiveness adalah kesediaan untuk membantu konsumen dan memberikan layanan yang cepat dan tepat. Dimensi ini menekankan perhatian dan ketepatan dalam berurusan dengan permintaan pelanggan, pertanyaan, keluhan dan masalah. Responsiveness disampaikan kepada konsumen dari lamanya waktu yang diterima konsumen saat meminta bantuan, menjawab pertanyaan yang diajukan konsumen, atau perhatian terhadap masalah yang mereka terima. Responsiveness juga menangkap gagasan fleksibilitas dan kemampuan untuk menyesuaikan layanan dengan kebutuhan konsumen. Untuk dapat unggul pada dimensi responsiveness, perusahaan harus dapat melihat proses penyampaian pelayanan dan penanganan permintaan dari cara pandang pelanggan, bukan pada cara pandang perusahaan. Standar kecepatan dan ketepatan yang selama ini telah ditetapkan oleh penyedia jasa mungkin akan sangat berbeda dari persyaratan konsumen akan kecepatan dan ketepatan pelayanan. Agar dapat benar-benar membedakan responsiveness, penyedia jasa perlu mengatur dengan baik bagian pelayanan konsumen seperti menaruh pegawai yang cepat tanggap pada bagian front liner yang berhubungan langsung dengan konsumen.
15
3) Assurance: memberikan kepercayaan dan keyakinan Assurance diartikan sebagai pengetahuan karyawan dan kesopanan serta kemampuan penyedia jasa dan karyawannya untuk memberikan kepercayaan dan keyakinan kepada konsumen. Kepercayan yang diberikan penyedia jasa mungkin diwujudkan melalui seseorang yang menghubungkan pelanggan ke perusahaan, tetapi dalam situasi lain mungkin diwujudkan dalam organisasi itu sendiri. Pada tahap awal dalam hubungan dengan penyedia jasa, pelanggan dapat menggunakan bukti nyata untuk menilai dimensi assurance. Bukti nyata seperti popularitas, penghargaan dan sertifikasi khusus dapat memberikan kepercayaan pelanggan baru dalam menilai suatu penyedia jasa. 4) Emphaty: memperlakukan pelanggan secara personal Emphaty didefinisikan sebagai kepedulian dan perhatian personal penyedia jasa yang diberikan kepada konsumennya. Inti dari emphaty adalah menyampaikan jasa melalui pelayanan secara pribadi sehingga konsumen merasa diutamakan. Setiap konsumen memiliki ego untuk selalu ingin dipahami. Hal tersebut sangat penting untuk diperhatikan oleh penyedia jasa agar dapat menyediakan layanan yang dapat memperhatikan keadaan emosional konsumen.
16
5) Tangibles: Penampilan fisik layanan Tangibles didefinisikan sebagai penampilan fisik dari fasilitas, peralatan, maupun personel. Hal tersebut membuat representasi fisik atau gambar dari layanan yang konsumen akan pergunakan untuk mengevaluasi kualitas jasa yang mereka dapat. Industri jasa yang menekankan tangibles dalam strategi mereka mencakup layanan perhotelan di mana konsumen jasa harus mengunjungi tempat produksi jasa untuk dapat menikmati layanan. Kelima hal tersebut kemudian dikenal dengan dimensi Servqual. Servqual merupakan sebuah metode yang ditemukan pertama kali oleh Parasuraman, Zeithaml dan Berry pada tahun 1985. Dalam perkembangannya telah terjadi pembaharuan metode mulai dari tahun 1985, 1988, 1990, 1991, 1993, sampai 1994 (dalam Tjiptono & Chandra, 2005:145). Metode ini dirancang untuk memudahkan manajemen perusahaan agar mengerti persepsi konsumen dan harapan konsumen akan pelayanan yang diberikan (Wijaya, 2011:73). Pola urutan dalam kelima dimensi Servqual bisa berubah karena bukan merupakan urutan baku, misalnya seperti yang dituliskan oleh Parasuraman, et al. (1988:23) yang mengurutkan tangible pertama kali lalu diikuti dengan reliability, responsiveness, assurance dan emphaty.
17
1.6.2. Persepsi Wisatawan Terhadap Layanan (Perceived Service) Dalam berbagai literatur tentang kepuasan pelanggan dan kualitas jasa, perceived performance (dalam hal ini perceived service) didefinisikan sebagai keyakinan mengenai jasa yang dialami (Tjiptono & Chandra, 2005:206). Wisatawan membentuk persepsi kualitas jasa yang diterimanya berdasarkan ekspektasinya dan evaluasi kinerja pada berbagai level. Mereka kemudian akan mengombinasikan evaluasi tersebut guna menentukan persepsi kualitas jasa secara keseluruhan. Dalam konteks Servqual, pengguna jasa akan menilai layanan yang diberikan berdasarkan kelima aspek dimensi dalam Servqual seperti yang telah disebutkan di atas, yaitu : Reliability dengan memberikan pelayanan yang sesuai janji, Responsiveness dengan kesediaan untuk membantu, Assurance dengan memberikan kepercayaan dan keyakinan, Emphaty dengan memperlakukan pelanggan secara personal, dan Tangibles dengan penampilan fisik layanan (Zeithaml & Bitner, 2003:93-98). Dimensi tersebut cukup mewakili kualitas jasa apa saja yang diharapkan terpenuhi oleh konsumen. Morley (dalam Ross, 1998:9) meyakini dampak fasilitas dan pelayanan pada wisatawan pada umumnya diabaikan, padahal dampak itu bisa memainkan peran yang sangat penting, bukan hanya untuk wisatawan sendiri, tetapi juga bagi permintaan, melalui penyebaran informasi dari mulut ke mulut, saran dan kunjungan ulang.
18
1.6.3. Ekspektasi/Harapan Wisatawan Terhadap Layanan Dalam konteks kualitas pelayanan dan kepuasan pelanggan, telah disepakati bahwa harapan pelanggan (wisatawan) berperan penting sebagai standar perbandingan dalam mengevaluasi kualitas maupun kepuasan. Menurut Olson dan Dover (dalam Tjiptono & Chandra, 2005:122),
Harapan/ekspektasi
pelanggan
merupakan
keyakinan
pelanggan sebelum mencoba atau membeli suatu produk, yang dijadikan standar atau acuan dalam menilai kinerja produk yang bersangkutan. Ekspektasi/harapan yang ada pada diri wisatawan dibentuk berdasarkan keinginan dan kebutuhan yang ingin mereka penuhi saat melakukan kegiatan wisata. Terkadang, keinginan dan kebutuhan wisatawan antara satu dengan lainnya berbeda. Maka dari itu, perlu kepekaan dari pengelola jasa pariwisata untuk dapat menyesuaikan diri dan melihat keinginan dan kebutuhan mereka sesuai situasi dan kondisi yang ada. Faktor lain yang dapat memengaruhi ekspektasi wisatawan adalah komunikasi pemasaran, komunikasi gethok tular (komunikasi dari mulut ke mulut), citra penyedia jasa, dan harga. Komunikasi pemasaran dari penyedia jasa yang dapat dikenali wisatawan seperti keberadaan websites dan iklan yang dilakukan di berbagai media secara tidak langsung dapat berpengaruh pada harapan wisatawan akan layanan jasa. Komunikasi gethok tular yang dilakukan orang terdekat wisatawan juga merupakan hal penting yang memengaruhi keputusan wisatawan untuk membeli
19
produk layanan jasa wisata. Terkadang ada sebagian dari mereka yang lebih cenderung memercayai peran dari komunikasi gethok tular dari pada komunikasi pemasaran yang dilakukan oleh penyedia jasa. Kesaksian dari orang terdekat yang dijadikan sebagai referensi tentu akan memengaruhi ekspektasi mereka terhadap layanan yang akan mereka dapatkan. Selain hal tersebut, citra penyedia jasa memberikan pengaruh dalam pembentukan ekspektasi wisatawan. Pemberitaan positif di media masa akan menambah kredibilitas penyedia jasa dimata wisatawan sehingga mereka yakin menggunakan jasa tersebut. Adanya citra positif yang dibentuk oleh penyedia jasa tentu akan meningkatkan ekspektasi wisatawan akan jasa yang ingin mereka dapatkan. Bagi mereka yang baru pertama kali berinteraksi dengan penyedia jasa, komunikasi pemasaran, komunikasi gethok tular dan citra penyedia jasa dapat digunakan sebagai tolok ukur dalam membentuk ekspektasi pelayanan. 1.6.4. Kesenjangan (Gap) Lima dimensi kualitas pelayanan yang ada pada Servqual harus diramu dengan baik. Jika tidak, hal tersebut dapat menimbulkan kesenjangan (gap) antara manajemen perusahaan dan pelanggan karena perbedaan persepsi mereka tentang wujud pelayanan. Kelima gap yang dikemukakan oleh Parasuraman (dalam Wijaya, 2011:72) adalah: 1) Gap 1 : Kesenjangan antara harapan konsumen dan persepsi manajemen. Manajemen tidak selalu merasakan dengan tepat apa yang diinginkan pelanggan.
20
2) Gap 2 : Kesenjangan antara persepsi manajemen dan spesifikasi kualitas jasa. Manajemen mungkin merasakan keinginan pelanggan dengan tepat, tetapi tidak menetapkan standar kinerja yang spesifik. 3) Gap
3:
Kesenjangan
antara
spesifikasi
kualitas
jasa
dan
penyampaian jasa. Karyawan mungkin tidak dilatih dengan baik atau mereka mengemban terlalu banyak pekerjaan dan tidak mampu memenuhi standar. 4) Gap 4 : Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Pengharapan konsumen dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh perwakilan dan iklan perusahaan. 5) Gap 5: Kesenjangan antara jasa yang dirasakan konsumen dan jasa yang diharapkan. Kesenjangan ini terjadi saat konsumen mengukur kinerja perusahaan dalam cara yang berbeda dan salah menilai kualitas jasa. Pemaparan tentang gap diatas menyimpulkan bahwa gap 1-4 merupakan gap yang berasal dari sudut pendang penyedia layanan jasa sedangkan gap 5 berasal dari sudut pandang pengguna jasa (konsumen jasa). Melalui analisis terhadap berbagai skor gap tersebut, suatu pengelola jasa pariwisata dapat menilai kualitas jasa sesuai dengan yang dipersepsikan wisatawan secara keseluruhan. Apabila hasil yang dipaparkan tidak sesuai dengan skor ideal, maka pengelola dapat mengidentifikasi dimensi-dimensi kunci dan aspek yang membutuhkan penyempurnaan kualitas dalam setiap dimensi tersebut.
21
1.7 Metode Penelitian 1.7.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota Surakarta, Provinsi Jawa Tengah. Kota Surakarta terletak kurang lebih 100 kilometer dari Kota Semarang yang merupakan pusat administratif Provinsi Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian ini didasarkan pada alasan bahwa Kota Surakarta merupakan kota pariwisata satu-satunya di Jawa Tengah yang memiliki bus tingkat wisata sebagai fasilitas sekaligus atraksi. Sebagai bus tingkat wisata pertama di Indonesia, keberadaan Bus Werkudara mampu menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Kota Surakarta. 1.7.2. Tahap Penelitian Dalam melakukan penelitian ini, penulis membutuhkan waktu sekitar 5 bulan untuk menyelesaikan penelitian. Penelitian dimulai pada bulan Februari 2014 dan berakhir pada bulan Juni 2014. Berikut adalah tahapan-tahapan yang dilalui penulis dalam melakukan penelitian: 1) Tahap Persiapan Tahap persiapan berlangsung dari bulan Februari 2014 sampai dengan Maret 2014. Pada tahap ini penulis melakukan observasi untuk menentukan tema penelitian dengan mencoba mengikuti perjalanan wisata city tour pada Bus Tingkat Wisata Werkudara. Setelah permasalahan penelitian didapatkan, penulis mengurus
22
perijinan penelitian dan mencari literatur yang terkait dengan permasalahan
penelitian
untuk
dipergunakan
sebagai
acuan
pembuatan pedoman wawancara bagi beberapa informan dari pihak terkait (Dishubkominfo Surakarta dan Dinas Kebudayaan & Pariwisata Surakarta) dan menyusun pertanyaan kuesioner untuk responden penelitian. 2) Tahap Pelaksanaan Secara keseluruhan tahap pelaksanaan dilakukan pada bulan April 2014. Pada tahap ini, penulis melakukan penelitian lapangan untuk menjawab pertanyaan yang tergolong dalam data primer dengan menyebar kuesioner kepada responden, melakukan wawancara dengan pihak-pihak terkait dalam penelitian dan melakukan observasi ulang terhadap kenyataan pelayanan yang terjadi di lapangan untuk kemudian didokumentasikan. Khusus untuk pelaksanaan wawancara sudah mulai penulis lakukan pada akhir bulan Februari dikarenakan surat penelitian yang sudah disetujui oleh pihak terkait serta kesediaan waktu salah satu informan penelitian. Selain itu, penulis juga melakukan studi literatur (studi pustaka) untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan dan tergolong pada data sekunder. 3) Tahap Penyelesaian Tahap penyelesaian dilakukan pada Bulan Mei sampai dengan Juni 2014. Pada tahap penyelesaian, penulis melakukan analisis terhadap
23
data-data yang telah diperoleh dari tahap pelaksanaan dan studi literatur untuk kemudian dilanjutkan dengan penyusunan laporan akhir. 1.7.3. Jenis Penelitian Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah metode kombinasi (mix methods). Menurut Sugiyono (2011:404) metode penelitian
kombinasi
adalah
suatu
metode
penelitian
yang
mengkombinasikan atau menggabungkan atara metode kuantitatif dan metode kualitatif untuk digunakan secara bersama-sama dalam suatu kegiatan penelitian, sehingga diperoleh data yang lebih komprehensif, valid, reliabel dan obyektif. Pemilihan mix method sebagai metode dalam penelitian ini bertujuan agar dapat memperoleh pemahaman yang paling baik dibandingkan dengan hanya menggunakan satu jenis metode penelitian saja. 1.7.4. Teknik Pengumpulan Data Agar dapat mengetahui keadaan yang sesungguhnya tentang kualitas pelayanan pariwisata yang diberikan pengelola Bus Werkudara dimata wisatawan, maka penulis melakukan penelitian dengan menggunakan beberapa metode. Dalam metode ini data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis sehingga dapat memberikan gambaran permasalahan yang berguna dalam pemecahan masalah. Adapun metode yang dilakukan dalam penelitian, yaitu:
24
1) Studi pustaka Teknik pencarian data untuk mempelajari buku referensi yang berhubungan dengan permasalahan yang diangkat serta penelitian sejenis terdahulu yang sudah pernah dilakukan, baik di obyek yang sama maupun dengan pengkajian yang sama. Hal ini bertujuan agar validitas penelitian dapat dipertanggung jawabkan secara akademik. 2) Metode Observasi Teknik observasi adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan mengamati dan mencatat secara sistematik gejala yang diselidiki (Utama & Mahadewi, 2012:52). Teknik observasi ini dilakukan dengan mengamati obyek penelitian yang dikaji secara langsung. Dalam penelitian ini, observasi dilakukan secara langsung dengan mengikuti perjalanan city tour yang diselenggarakan oleh Bus Tingkat Wisata Werkudara agar dapat mengetahui permasalahan yang ingin diselidiki berkaitan dengan aspek kualitas pelayanan wisata yang diberikan oleh pengelola. Selain itu, observasi dilakukan dengan mendokumentasikan keadaan lingkungan penelitian sehingga diperoleh gambaran kondisi penelitian yang relevan dengan keadaan yang sesungguhnya. 3) Metode Wawancara Teknik wawancara dilakukan dengan pihak-pihak terkait, yaitu Dinas Perhubungan dan Kominfo Kota Surakarta selaku pengelola Bus Tingkat Wisata Werkudara dari segi operasional serta Dinas
25
Pariwisata dan Kebudayaan Surakarta selaku pihak yang berperan terhadap upaya promosi dan pemasaran Bus Werkudara. Teknik ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai kondisi objek penelitian terkini. 4) Metode Survei Metode survei (questionnaire method) dilakukan dengan penyebaran kuesioner yang diberikan kepada responden. Metode kuesioner merupakan sebuah daftar yang berisi pertanyaan yang dirangkai mengenai permasalahan yang akan diteliti (Utama & Mahadewi, 2012:56). Kuesioner diberikan kepada wisatawan yang melakukan perjalanan city tour dengan Bus Tingkat Wisata Werkudara sebagai responden dalam penelitian ini. Pertanyaan yang diberikan bersifat tertutup dan menggunakan skala likert dengan tingkatan skor 1-5. Skala likert dipilih sebagai alat ukur dalam penelitian ini karena tingkat reliabilitasnya yang tinggi untuk dapat mengukur sikap, pendapat, dan persepsi responden terhadap fenomena yang ingin diteliti. Jawaban untuk setiap instrumen skala likert mempunyai gradasi dari negatif sampai positif. Untuk keperluan analisis, kuesioner penelitian dibuat dengan dua pengukuran yaitu harapan dan kenyataan. Adapun skalanya adalah sebagai berikut:
26
Tabel 1.3: Skala penilaian kuesioner beserta bobot skor tiap skala Tingkat Ekspektasi
Tingkat Persepsi
Skor
Sangat Tidak
Sangat Tidak Puas (STP)
1
Mengharapkan (STM) Tidak Mengharapkan (TH)
Tidak Puas (TP)
2
Ragu-Ragu (RR)
Ragu Ragu (RR)
3
Mengharapkan (H)
Puas (P)
4
Sangat Mengharapkan (SH)
Sangat Puas (SP)
5
Pertanyaan yang diajukan disusun berdasarkan lima dimensi yang ada pada metode Servqual untuk dapat mengukur tingkat kualitas pelayanan yang diberikan oleh pengelola Bus Tingkat Wisata Werkudara
kepada
wisatawan,
yaitu
:
tangible,
reliability,
responsiveness, assurance, emphaty (Parasuraman, et.al, 1988:23). Selain itu, di dalam kuesioner penelitian juga disertakan kolom kritik dan saran bagi responden untuk mengemukakaan pendapatnya mengenai pelayanan yang diberikan oleh pihak pengelola. Kritik dan saran dari responden kemudian dipergunakan lebih lanjut untuk menganalisis data yang didapat dari hasil skor sehingga dapat dijelaskan secara rinci faktor apa saja yang mempengaruhi kinerja pengelola dalam menyadiakan pelayanan wisata. Kritik dan saran responden juga akan dipergunakan sebagai dasar untuk membuat solusi perbaikan tiap atribut yang mendapat skor gap negatif. 5) Populasi dan Sampel Penelitian Populasi adalah jumlah keseluruhan dari alat unit analisis dalam penelitian. Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah wisatawan
27
yang melakukan perjalanan city tour dengan Bus Tingkat Wisata Werkudara. Terdapat dua jenis pelayanan yang diberikan pengelola untuk wisatawan yang melakukan city tour dengan Bus Werkudara. Pelayanan tersebut adalah charter (sistem sewa) dan reguler (penumpang perseorangan). Penelitian ini menetapkan populasi dari obyek yang diteliti mencakup semua penumpang baik dengan sistem charter maupun reguler. Sampel merupakan bagian dari populasi yang memiliki sifat yang sama dari obyek yang merupakan sumber data (Sukadarrumidi dalam Utama & Mahadewi, 2012:68). Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik nonprobability sampling yang memungkinkan suatu individu agar tidak mendapatkan kemungkinan yang sama untuk dipilih menjadi sampel. Adapun secara teknis pembagian kuesioner dilakukan dengan teknik accidental sampling. Teknik tersebut memungkinkan peneliti untuk mengambil sampel secara bebas, yaitu setiap individu di wilayah penelitian yang kebetulan ada dan cocok dijadikan sebagai sumber data. Jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini dihitung berdasarkan rumus Slovin (Kusmayadi & Sugiarto, 2000:74), sebagai berikut:
28
Keterangan: n= jumlah sampel N= jumlah populasi e = presentase kelonggaran karena kesalahan pengambilan sampel yang ditoleransikan (10 % ) 1.7.5. Pengolahan Data 1) Identifikasi Atribut Pelayanan Untuk Kuesioner Penelitian ini menggunakan metode Servqual yang diciptakan oleh Parasuraman, Berry dan Zeithmal (1991). Metode Servqual dibuat untuk mengukur kualitas pelayanan jasa yang seringkali tidak dapat diukur dengan jelas karena sifatnya yang tidak berbentuk (intangible). Untuk dapat mengukur gejala yang terjadi di lapangan, diperlukan identifikasi lebih lanjut terhadap atribut-atribut yang sesuai dengan teori Servqual untuk kemudian dirangkaikan sebagai pertanyaan dalam kuesioner. Dalam penelitian ini, atribut pertanyaan diperoleh dari observasi penulis di lapangan dan dari hasil wawancara dengan pihak pengelola yang kemudian dicocokkan kedalam kategori yang ada dalam kelima dimensi Servqual, yaitu: tangible, reliability, responsiveness, assurance, emphaty (Parasuraman, et.al, 1988:23). 2) Uji Validitas Uji Validitas digunakan untuk mengukur valid (sah) tidaknya butir pertanyaan yang digunakan dalam pengambilan sampel. Menurut
29
Endar dan Sugiarto (2000:109) sebuah instrument dikatakan valid apabila: (1) dapat mengukur gejala/konsep yang hendak diukur; (2) menunjukkan
tingkat
kesesuaian
antara
konsep
dan
hasil
pengukuran; (3) tepat dipakai untuk mengukur konsep atau variabel yang hendak diukur. Analisis validitas butir kuesioner diukur dengan metode korelasi product moment pearson. Uji validitas ini dilakukan dengan mengkorelasikan skor jawaban yang diperoleh pada masingmasing item dengan skor total keseluruhan item (Wijaya, 2011: 165). Hasil korelasi kemudian dibandingkan dengan nilai koefisien dari r tabel (lihat di lampiran) yang memenuhi syarat (tingkat signifikansi dalam penelitian ini adalah 5%) sesuai dengan jumlah sampel yang diujikan. Penghitungan validitas dengan metode product moment pearson ini akan diolah menggunakan software SPSS 20 untuk memudahkan penghitungan. 3) Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas instrumen penelitian dilakukan setelah menguji validitas instrumen. Untuk mengetahui tingkat reliabel alat ukur sebuah penelitian digunakan penghitungan dengan rumus alpha cronbach sebagai berikut: k ∑ σb ) )(1 − (σ 2t ) k −1 2
α =( Keterangan: α
: Koefisien Alpha Cronbach
30
k
: Jumlah butir pertanyaan
∑σb2: Jumlah varian butir σt2 : Jumlah varian total Kriteria: Instrument dikatakan reliabel jika α > r tabel (df: α, n-2).
Tabel 1.4: Kriteria Tingkat Reliabilitas No
Interval
Kriteria
1.
< 0,200
2.
0,200 – 0,399
Rendah
3.
0,400 – 0,599
Cukup
4.
0,600 – 0,799
Tinggi
5.
0,800 – 1,000
Sangat Tinggi
Sangat rendah
Sumber: http://maksi.unsoed.ac.id/wp-content/uploads/2012/04/UjiValiditas-dan-Reliabilitas_20091.ppt , diakses pada 9 Mei 2014 12 :11
4) Mengolah data dengan metode Servqual Setelah data primer terkumpul maka langkah penelitian berikutnya adalah mengidentifikasi gap skor dengan metode Servqual pada faktor kualitas jasa yang telah diterima wisatawan Bus Tingkat Wisata Werkudara. Dalam penelitian ini gap yang diteliti adalah gap 5, yaitu mengukur kesenjangan antara jasa yang dirasakan konsumen (perceived) dan jasa yang diharapkan (expected).
31
Langkah pertama yang dilakukan untuk mengetahui nilai gap tiap atribut adalah menghitung nilai rata-rata ekspektasi (harapan) dan rata-rata
persepsi
(kenyataan)
dari
setiap
aspek
pertanyaan.
Penghitungan rata-rata dari atribut yang ada di aspek yang tercantum pada ekspektasi dan persepsi dilakukan dengan membobotkan hasil setiap jawaban responden dengan skor dari skala likert. Hasil yang didapatkan kemudian dibagi dengan jumlah responden yang ada sehingga menghasilkan nilai rata-rata. Setelah mendapatkan nilai reratanya langkah berikutnya adalah menentukan nilai gap dengan menggunakan rumus:
G= P-E Keterangan : G = nilai Gap P = nilai rata-rata pada atribut Perceptions (Kenyataan) E = nilai rata-rata pada atribut Expectations (Harapan) Apabila hasil perhitungan yang diperoleh dari suatu atribut bernilai positif (+), kinerja atribut memuaskan bagi wisatawan sehingga perlu dipertahankan. Sebaliknya, jika hasil pada atribut bernilai negatif (-), hal ini menunjukkan kinerja pengelola pada suatu atribut kurang sehingga berdampak pada kurangnya kepuasan wisatawan. Menurut Wijaya (2011:157) semakin besar kesenjangan yang ada, semakin lebar jurang pemisah antara keinginan konsumen dan sesuatu yang mereka peroleh sebelumnya.
32
Agar dapat memberikan gambaran yang jelas, aspek yang memperoleh nilai gap kemudian dianalisis melalui kenyataan pelayanan yang terjadi di lapangan. 5) Penentuan Tingkat Kepentingan Penentuan tingkat kepentingan dilakukan untuk mengetahui atribut pelayanan mana yang memerlukan perbaikan secepatnya. Hasil gap yang diperoleh tiap atribut menjadi penentu posisi tingkat kepentingan atribut. Semakin besar nilai gap yang didapatkan oleh suatu atribut maka semakin atas posisi atribut tersebut dalam penentuan tingkat kepentingan.
Penentuan
secara
hirarkis
ini
bertujuan
untuk
memudahkan pihak pengelola dalam memberikan gambaran arah pengembangan untuk pelayanan jasa yang telah diberikan sesuai dengan dimensi yang terdapat dalam Servqual. 6) Solusi Perbaikan Solusi perbaikan merupakan langkah lanjutan yang digunakan setelah penentuan tingkat kepentingan. Dari tingkat kepentingan yang telah tersusun, dilakukan analisis lebih lanjut tentang saran dan perbaikan atribut pelayanan yang ada dari poin teratas hingga terbawah. Solusi perbaikan dibuat berdasarkan kritik dan saran yang diberikan oleh responden
penelitian
serta
ditambah
dengan
literatur
yang
berhubungan dengan peningkatan pelayanan dalam bidang pariwisata.
33
1.7.6. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Data primer Data primer biasa diperoleh melalui wawancara atau kuesioner. Sumber data yang diperoleh dalam penelitian ini adalah tanggapan responden yang diperoleh dari hasil kuesioner tentang kualitas pelayanan yang disebarkan kepada sampel yang telah ditentukan sebelumnya, yaitu wisatawan yang melakukan city tour dengan Bus Tingkat Wisata Werkudara. 2) Data sekunder Data sekunder adalah data yang diperoleh dari organisasi atau perorangan. Data sekunder dalam penelitian ini berupa sumber pustaka yang mendukung penelitian serta diperoleh dari literatur yang relevan seperti buku referensi, jurnal, artikel, website, maupun keterangan dari dinas terkait yang berhubungan dalam penelitian yang berkaitan dengan kualitas pelayanan.
1.8 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan adalah penjelasan singkat tentang isi dari masing-masing bab yang disajikan dari keseluruhan bagian skripsi. Skripsi ini tersusun dari 4 bab. Adapun susunannya adalah sebagai berikut : BAB I
: PENDAHULUAN
34
Bab ini menguraikan tentang alasan pemilihan judul, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian , dan sistematika penulisan. BAB II
: GAMBARAN UMUM Bab ini menguraikan tentang profil Bus Tingkat Wisata Werkudara, pelayanan pariwisata dengan Bus Tingkat Wisata Werkudara, dan pengalaman berwisata dengan Bus Tingkat Wisata Werkudara.
BAB III
: PEMBAHASAN Bab ini menguraikan tentang pembahasan dan analisis dari hasil data penelitian yang meliputi tiga sub bab, yaitu : metode penentuan sampel penelitian, analisis data, dan solusi perbaikan atribut.
BAB IV
: PENUTUP Bab
ini
menguraikan
tentang
kesimpulan
dari
keseluruhan penelitian dan juga saran perbaikan secara umum dari penulis bagi pihak yang terkait dengan penelitian.