BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Potensi sektor perikanan Indonesia cukup besar. Indonesia memiliki perairan laut seluas 5,8 juta km2 (perairan nusantara dan teritorial 3,1 juta km2, perairan ZEE 2,7 km2) dan garis pantai sekitar 90 ribu km , yang merupakan basis kegiatan ekonomi perikanan. Artinya, kurang lebih 70 persen dari wilayah Indonesia terdiri dari laut yang kaya dengan sumberdaya hayati dan lingkungan yang sangat potensial. Potensi tersebut juga terlihat dari produksi perikanan Indonesia. Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan, produksi perikanan dalam periode 20002006 mengalami peningkatan rata-rata per tahun sebesar 6,36 persen, yakni dari 5,1 juta ton pada tahun 2000 menjadi 7,4 juta ton pada tahun 2006, yang terdiri dari perikanan budidaya 2,6 juta ton dan perikanan tangkap 4,8 juta ton. Produksi perikanan Indonesia dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Produksi Perikanan Indonesia Tahun 2000-2006 Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Jumlah produksi (Ton) Perikanan Budidaya Perikanan Tangkap 994.962 4.125.525 1.076.750 4.276.720 1.137.153 4.378.495 1.224.192 4.691.796 1.468.610 4.651.121 2.163.674 4.705.869 2.625.800 4.769.160 1
Total Produksi (Ton) 5.120.487 5.353.470 5.515.648 5.915.988 6.119.731 6.869.543 7.3949.60
Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan (2007)
1
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Departemen Kelautan dan Perikanan. http://www.dkp.go.id/ [6 Desember 2007]
Selain itu, selama periode 2001-2005 PDB sektor perikanan mengalami kenaikan sebesar 12,77 persen, lebih tinggi dari kenaikan PDB sektor pertanian, peternakan, dan kehutanan yang besarnya 8,62 persen. Sementara itu kontribusi sektor perikanan terhadap PDB nasional pada tahun 2005 sebesar 2,18 persen. PDB sektor perikanan tahun 2006 secara keseluruhan mengalami penurunan. Hal ini disebabkan adanya kenaikan harga BBM pada Oktober 2005. Namun, sebenarnya PDB sektor perikanan meningkat sebesar 18 persen dari tahun 2005 pada periode yang sama yakni triwulan III. PDB perikanan dibandingkan dengan PDB nasional dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Produk Domestik Bruto Perikanan (Berdasarkan Harga Berlaku, dalam Rp. Miliar) Lapangan Usaha Tanaman bahan makanan Tanaman perkebunan Peternakan dan hasilhasilnya Kehutanan Perikanan PDB Total PDB tanpa Migas
2002
Tahun 2004
2003
2005
2006
153.666,0
157.648,8
165.558,2
183.581,2
169.131,2
43.956,4
46.753,8
51.590,6
57.773,0
51.617,9
41.328,9
37.354,2
40.634,7
43.123,5
35.853,3
18.875,7 41.049,8 1.863.274,7
18.414,6 45.612,1 2.013.674,6
19.678,3 54.091,2 2.273.141,5
21.450,0 59.631,9 2.729.708,2
19.407,4 50.733,3 4.420.974,2
1.700.522,7
1.840.854,9
2.072.052,0
2.427.591,8
2.142.002,8
2
Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan (2007)
Produksi perikanan yang besar tersebut ternyata didominasi oleh produksi ikan. Hal ini terlihat dari Tabel 3 (hal 3) yang menunjukkan produksi perikanan menurut jenisnya. Ikan cukup potensial untuk dikembangkan pada saat ini. Besarnya kebutuhan masyarakat akan pangan sumber protein hewani menjadi 2
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Laporan Akuntabilitas dan Kinerja Departemen Kelautan dan Perikanan. http://www.dkp.go.id/ [6 Desember 2007]
salah satu alasannya. Perkembangan konsumsi ikan per kapita nasional pada periode tahun 2005-2006 mengalami peningkatan sebesar 4,51 persen, yakni dari 23,95
kg/kapita/tahun
pada
tahun
2005
diperkirakan
menjadi
25,03
kg/kapita/tahun pada tahun 2006. Sementara itu pada tahun 2007 sasaran konsumsi ikan sebesar 26,00 kg/kapita/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2007).
Tabel 3. Produksi Perikanan Menurut Jenisnya Jenis Ikan Binatang berkulit keras (Crustacea) Binatang lunak (Mollusca) Binatang air lainnya Tanaman Air
1999 3.255.667 263.057
Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 3.350.475 3.445.369 3.507.860 3.785.356 3.832.733 273.531 297.812 273.634 289.144 291.665
103.460
105.857
161.574
171.897
147.779
172.735
37.088
34.616
26.255
64.384
96.214
14.431
23.152
42.712
34.450
55.731
64.610
8.667
3
Sumber: Departemen Kelautan dan Perikanan (2007)
Ikan dikenal mempunyai nilai protein tinggi dan kandungan lemaknya rendah sehingga banyak memberikan manfaat kesehatan bagi tubuh manusia. Komposisi ikan segar per 100 gram terdiri atas 76 persen air, 17 persen protein, 4,5 persen lemak, serta 2,52-4,50 persen mineral dan vitamin (Departemen Riset dan Teknologi, 2007)4 Ikan yang merupakan pangan sumber protein ini ternyata memiliki kelemahan yaitu tidak dapat bertahan lama. Komoditas ini cepat mengalami 3
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Statistika Perikanan 2005. http://dkp.go.id/ [25 November 2007] 4 Anonim. 2006. Abon ikan (Tentang Pengolahan Pangan). http://www.ristek.go.id/ [25 November 2007]
kerusakan sehingga memerlukan pengolahan lebih lanjut. Afrianto dan Liviawaty (1991) menyebutkan bahwa kegiatan pengolahan ikan dapat dilakukan dengan berbagai cara. Cara yang biasa dilakukan antara lain dengan cara penggaraman dan pengeringan (ikan asin), pengasapan (ikan asap), fermentasi ikan (silase ikan, terasi ikan, kecap ikan, ikan peda, ikan bekasem), dan pengolahan ikan menjadi produk olahan (petis, kerupuk, tepung ikan, ikan pindang, abon ikan, ikan kaleng). Menurut Herawati (2002), sebagian besar kegiatan pengolahan ikan di Indonesia masih tergolong pengolahan ikan tradisional dan dilakukan pada skala industri rumah tangga . Abon ikan merupakan salah satu hasil olahan dari ikan. Usaha pengolahan abon ikan ini dikategorikan ke dalam agroindustri dan kebanyakan usaha ini dilakukan oleh usaha kecil atau menengah yang tergolong dalam industri rumah tangga dan industri pengolahan. Pengembangan usaha kecil atau menengah saat ini menjadi perhatian. Menurut Widyaningrum (2003) krisis ekonomi yang melanda Indonesia telah menimbulkan harapan pada usaha kecil-mikro untuk dapat menjadi motor perekonomian Indonesia. Harapan ini muncul karena beberapa faktor. Pertama, usaha kecil mikro terbukti lebih tahan banting dalam menghadapi krisis. Menurut The Asia Foundation 2003, ketika krisis melanda Indonesia di pertengahan 1998 yang lalu, meskipun banyak usaha kecil mati, jumlah mereka yang dapat bertahan dan berkembang lebih banyak lagi. Faktor penentu usaha kecil dapat bertahan adalah karena umumnya usaha kecil bersifat local resources based industries dan usaha kecil tumbuh pada pasar kompetisi (Tambunan, 2002).
Kedua, unit usaha kecil lebih mampu menjadi sarana pemerataan kesejahteraan rakyat. Dengan jumlahnya yang cukup besar serta sifatnya yang umumnya padat karya, usaha kecil dapat menyerap tenaga kerja yang besar. Tabel 4 menunjukkan jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh UKM dan usaha besar.
Tabel 4 Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Kecil Menengah dan Besar Tahun 2005 – 2006 Golongan Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar Jumlah
Tahun 2005 Unit Usaha Tenaga Kerja (unit) (orang) 47.006.889 78.994.872 95.855 4.238.921 6.811 47.109.555
3.212.033 86.445.826 5
Tahun 2006 Unit Usaha Tenaga kerja (unit) (orang) 48.822.925 80.933.384 1 06.711 4.483.109 7.204 48.936.840
3.388.462 88.804.955
Sumber: Departemen Koperasi dan UKM (2007)
Ketiga, di dalam kondisi krisis saat ini usaha dan investasi yang masih berjalan dengan baik adalah investasi pada usaha skala kecil. Hal ini mengisyaratkan usaha kecil menempati posisi strategis dalam perekonomian di Indonesia. Terbukti bahwa usaha kecil menyumbang PDB yang cukup besar bagi perekonomian Indonesia. PDB dari usaha kecil dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Usaha Kecil, Menengah dan Besar Tahun 2005 – 2006 Atas Dasar Harga Konstan (dalam Rp. Miliar) Skala Usaha Usaha Kecil Usaha Menengah Usaha Besar Sumber: Departemen Koperasi dan UKM (2007)
5
5
Tahun 2005 688.909,1 290.803,3 7 70.943,6
2006 725.959,4 306.614,5 814.081,0
Departemen Koperasi dan UKM. 2006. Statistik Usaha Kecil dan Menengah 2005-2006. http://www.depkop.go.id/ [18 November 2007]
Menurut Hubeis (1997), industri kecil di Indonesia merupakan bagian penting dari sistem perekonomian nasional. Industri kecil ini berperan dalam mempercepat pemerataan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan ikut berperan dalam meningkatkan perolehan devisa serta memperkokoh struktur industri nasional Usaha pengolahan ikan yang berbentuk industri kecil atau rumah tangga telah banyak dijumpai. Walaupun usaha pengolahan ikan ini dilakukan secara tradisional namun potensinya cukup besar. Besarnya potensi ekspor produk perikanan hasil olahan tradisional ditunjukkan dengan semakin meningkatnya volume dan nilai ekspor produk-produk tersebut. Data yang dirilis oleh Dinas Kelautan dan Perikanan, sepanjang
2005 volume ekspor produk olahan
tradisional mencapai 22.624,7 ton dengan nilai US$ 63.375,085. Nilai tersebut jauh meningkat jika dibandingkan dengan volume ekspor produk sejenis di 2004 yang hanya sebesar 16.930,542 ton, senilai US$ 50.491.017.6 Salah satu contoh wilayah yang memiliki potensi perikanan adalah wilayah Jawa Barat. Potensi sumberdaya perikanan dan kelautan Jawa Barat sangat besar yang terdiri dari potensi perikanan tangkap, perikanan budidaya dan bioteknologi kelautan. Potensi lestari sumberdaya perikanan diperkirakan sekitar 880.000 ton per tahun berasal dari potensi perikanan tangkap sebesar 260.000 ton per tahun terdiri dari perikanan laut 240.000 ton yang tersebar diperairan utara dan selatan Jawa Barat, dan penangkapan di perairan umum sebesar 20.000 ton serta ZEEI sebesar 60.000 ton selebihnya dari kegiatan budidaya7. Berdasarkan data dari 6
Anonim. 1 Mei 2007. Bisnis Olahan Terganjal Bahan Kaku. http//www.trobos.com/ [1 Januari 2008] 7 Departemen Kelautan dan Perikanan. 2005. Potensi Sumber Daya Perikanan dan Kelautan Jawa Barat. http://www.dkp.go.id/content.php?c=2370 [13 Mei 2008]
Sistem Informasi Statistik Perikanan dan Kelautan Indonesia (2007), produksi ikan Jawa Barat pada perairan selatan Jawa mencapai 8.312 ton ikan pada tahun 2005. Hal ini diikuti dengan produksi ikan olahan yang mencapai 3.864 ton. Salah satu tempat pengolahan ikan terdapat di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Di wilayah ini terdapat usaha kecil yang memproduksi abon ikan. Produksi abon ikan wilayah ini cukup potensial karena produk abon ikan yang dihasilkan cukup diminatinya oleh konsumen8.
1.2 Rumusan Permasalahan Usaha abon ikan di Kecamatan Cisolok telah berkembang sekitar 14 tahun lalu. Usaha ini dimulai dengan terbentuknya Kelompok Usaha Bersama (KUB) Hurip Mandiri pada tahun 1994. Pembentukan usaha ini dilatarbelakangi oleh adanya keinginan pemerintah setempat untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama wanita tani dan nelayan. KUB Hurip Mandiri saat ini menghadapi persaingan yang semakin ketat. Keberadaan usaha abon ikan di berbagai wilayah menciptakan persaingan yang cukup tinggi mengingat pasar yang dituju relatif sama. Usaha abon ikan telah dijumpai di beberapa wilayah. Beberapa wilayah di Indonesia yang telah mengembangkan agroindustri abon ikan diantaranya Jawa Barat (Indramayu, Ciamis, Purwakarta, dan Sukabumi), DKI Jakarta, Jawa Tengah (Semarang dan Cilacap), Bali (Jembrana), Kalimantan Tengah (Barito Selatan), dan Jambi
8
Marsis Santoso. 27 Februari 2006. Abon Cisolok Diminati. http//www.pikiranrakyat.com/. [25 November 2007]
(Tanjung Jabung Timur)9. Umumnya pasar yang dituju adalah pasar lokal dan pasar di luar daerah produksi seperti Bandung dan Jakarta (Wijaya, 2007). Usaha abon ikan tersebut umumnya masih dilakukan secara tradisional dan dalam skala usaha kecil dan menengah. Kesamaan karakteristik usaha abon ikan menciptakan persaingan diantara para pelaku usaha tersebut. Menurut Tambunan (2002), usaha kecil pada umumnya tumbuh pada pasar kompetitif. Selain itu, kemudahan proses produksi dan teknologi pembuatan abon ikan membuat pendatang baru dengan mudah masuk ke industri ini. Terlebih saat ini pembentukan usaha baru yang serupa sangat didukung oleh pemerintah setempat karena Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi saat ini sedang melaksanakan program peningkatan produktivitas masyarakat. Pesaing yang dihadapi oleh KUB Hurip Mandiri ternyata bukan hanya pengusaha abon ikan dari daerah lain tetapi juga pengusaha abon ikan dari daerah Kabupaten Sukabumi sendiri. Menurut Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi, saat ini terdapat tiga KUB yang memayungi para pembuat abon ikan di Kabupaten Sukabumi yaitu KUB Hurip Mandiri , KUB Tenggiri, dan KUB Loji. Seiring dengan berjalannya waktu, ternyata usaha abon ikan KUB Hurip Mandiri belum mengalami perkembangan yang signifikan. Berdasarkan studi pendahuluan, usaha abon KUB Hurip Mandiri ternyata masih dikelola secara sederhana baik dari segi manajemen, produksi, pemasaran, atau keuangan. Kendala lain yang dihadapi oleh KUB Hurip Mandiri adalah bahan baku yang tidak selalu tersedia. Ketersedian bahan baku seperti marlin, ikan tenggiri, dan tuna umumnya tergantung musim. Apabila di laut sedang berlangsung musim
9
http//www.brkp.dkp.go.id
barat nelayan akan mengalami paceklik dan minim hasil tangkapan. Kenaikan harga BBM juga menyisakan dampak banyaknya nelayan yang tidak bisa melaut sehingga berakibat kurangnya pasokan bahan baku untuk pengolahan. Pengusaha abon ikan berusaha memesan bahan baku ke tempat lain seperti ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Pelabuhan Ratu, TPI Binuangen (Banten), TPI Muara Angke (Jakarta) dan TPI Muara Baru (Jakarta) Hal tersebut dilakukan untuk menghadapi masalah ketidaktersediaan bahan baku utama di TPI Pajagan. Konsekuensinya biaya transportasi melonjak tinggi. Permasalahan lain yang dihadapi olah KUB Hurip mandiri adalah penjualan yang mengalami penurunan tiap tahunnya. Total penjualan KUB hurip Mandiri tiap tahunnya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Total Penjualan Abon Ikan Per Tahun di KUB Hurip Mandiri Tahun 2004 2005 2006 2007
Total Penjualan (kg) 6.329 2.558 3.199 2.286
Persentase Perubahan Turun 59, 58 % Naik 25, 06 % Turun 28, 54 %
Sumber: KUB Hurip Mandiri (2008)
Ditinjau dari karakteristiknya, usaha abon ikan KUB Hurip Mandiri dapat digolongkan sebagai usaha kecil. Usaha kecil tentu memiliki kelebihan atau kekurangan. Kombinasi kekuatan dan kelemahan serta interaksi keduanya dengan situasi eksternal akan menentukan seberapa besar kemungkinan usaha kecil berkembang. Tiga ciri usaha kecil yang sangat penting bagi pembinaan dan pengembangan adalah: kemampuan bertahan hidup sangat tinggi, kemampuan menggunakan pasokan secara efisien, dan rentan terhadap perubahan iklim usaha (Sjaifudian, Haryadi, dan Maspiyati, 1995).
Sebagai suatu usaha dimana banyak orang menggantungkan nasibnya, usaha abon ikan KUB Hurip Mandiri tidak boleh mati. Tekad untuk bertahan dan tumbuh tersebut menuntut kemampuan usaha ini dan para pendukungnya untuk memahami situasi internal (kekuatan dan kelemahan) maupun situasi eksternal (peluang dan ancaman). Berdasarkan hal tersebut, sangat penting untuk diformulasikan strategi pengembangan usaha abon ikan KUB Hurip Mandiri di Kecamatan Cisolok. Dalam kaitannya dengan upaya pengembangan usaha kecil, rencana strategis sangat dibutuhkan mengingat usaha kecil harus mampu merespon berbagai perubahan pada lingkungan yang seringkali tidak dapat diprediksi. Untuk itu harus selalu dilakukan penelaahan agar usaha kecil dengan segala kekuatan yang dimiliki mampu mengambil keuntungan dari peluang yang ada, mampu meminimalkan kelemahan yang dimiliki, serta mampu menghadapi tantangan yang ada. Sehubungan dengan latar belakang dan permasalahan yang telah dikemukakan maka perumusan permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana faktor-faktor eksternal dan internal yang dihadapi dalam pengembangan usaha abon ikan KUB Hurip Mandiri? 2. Bagaimana alternatif strategi pengembangan usaha yang dapat diberikan pada usaha abon ikan KUB Hurip Mandiri berdasarkan analisis lingkungan eksternal dan internal? 3. Strategi apa yang menjadi prioritas terbaik bagi pengembangan usaha abon ikan KUB Hurip Mandiri?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan penelitian yang dilakukan adalah : 1. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor eksternal dan internal yang dihadapi oleh usaha abon ikan KUB Hurip Mandiri. 2. Menyusun alternatif strategi pengembangan usaha abon ikan KUB Hurip Mandiri berdasarkan analisis lingkungan eksternal dan internal. 3. Merekomendasikan alternatif strategi terbaik bagi pengembangan usaha abon ikan KUB Hurip Mandiri.
1.4 Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat bagi berbagai pihak di antaranya: 1. Memberikan masukan bagi usaha abon ikan KUB Hurip Mandiri dalam menentukan arah dan pedoman pengembangan usaha. 2. Memberikan informasi dan masukan bagi pemerintah daerah dalam membuat kebijakan pengembangan usaha abon ikan. 3. Informasi bagi pembaca yang ingin melakukan penelitian yang terkait dengan pengembangan usaha abon ikan. 4. Sarana pembelajaran bagi penulis dalam penerapan ilmu yang dimiliki dan mempertajam kemampuan menganalisis permasalahan.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini hanya mencakup penyusunan alternatif strategi pengembangan usaha abon ikan di KUB Hurip Mandiri berdasarkan analisis lingkungan eksternal dan internal. Implementasi strategi diserahkan sepenuhnya pada pengambil keputusan pada usaha abon ikan tersebut.