Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
BAB I PENDAHULUAN A. Tugas, Fungsi, Organisasi, dan Sumber Daya Manusia 1. Perkembangan Unit Pengelola Utang Dalam rangka meningkatkan efektivitas pelaksanaan tugas dan mutu pelayanan kepada masyarakat, perlu diwujudkan suatu tata kelola yang baik di lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang. Unit pengelola utang telah mengalami beberapa kali perubahan seiring dengan semakin meningkatnya kompleksitas pengelolaan utang sebagai akibat semakin besar dan semakin beragamnya jumlah dan jenis utang Pemerintah. Perkembangan unit pengelola utang secara ringkas dapat disampaikan sebagai berikut: a. Sebelum tahun 1998, sebagian besar utang pemerintah dalam bentuk pinjaman luar negeri dikelola oleh Direktorat Dana Luar Negeri (DDLN) pada Direktorat Jenderal Anggaran; b. Tahun 1999, dibentuk Tim Debt Management Unit (DMU) di bawah Direktorat Jenderal Lembaga Keuangan yang mempunyai tugas mengelola obligasi negara yang diterbitkan untuk menyehatkan perbankan akibat krisis tahun 1998; c. Tahun 2001, Tim DMU diubah menjadi Pusat Manajemen Obligasi Negara (PMON) di bawah Sekretariat Jenderal yang secara khusus mengelola Surat Utang Negara (SUN). d. Tahun 2004, unit pengelolaan utang disatukan dalam Direktorat Jenderal Perbendaharaan. PMON menjadi Direktorat Pengelolaan SUN dan DDLN menjadi Direktorat Pengelolaan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri; e. Tahun 2006, dengan berkembangnya ruang lingkup pengelolaan utang dan dalam rangka memusatkan pengelolaanya dalam
unit tersendiri, dibentuk
Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang; dan f. Tahun 2007 s.d sekarang, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang telah 2 kali melaksanakan penataan organisasi (reorganisasi) yang ditetapkan melalui: 1) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 100/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan; dan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
1
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan. Penataan organisasi sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 76/PMK.01/2009 tentang Pedoman Penataan Organisasi di Lingkungan Departemen Keuangan, merupakan suatu proses yang dilakukan secara berkesinambungan untuk merespon dinamika perubahan lingkungan dan tuntutan publik, baik sebagai regulator maupun sebagai pemberi layanan kepada
masyarakat.
Penataan
organisasi
merupakan
upaya
untuk
menyempurnakan tugas, fungsi dan struktur organisasi demi terwujudnya pencapaian visi dan misi organisasi secara efektif dan efisien. 2. Tugas dan Fungsi Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, tugas Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang adalah merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengelolaan utang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundangundangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya, DJPU menyelenggarakan fungsi: a.
Perumusan kebijakan di bidang pengelolaan utang;
b.
Pelaksanaan kebijakan di bidang pengelolaan utang;
c.
Penyusunan norma, standar, prosedur, dan kriteria di bidang pengelolaan utang;
d. Pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang pengelolaan utang; dan e.
Pelaksanaan
administrasi
direktorat
Bagan 1.1 Best Practise
jenderal Pengelolaan Utang. 3. Organisasi Dalam rangka penerapan international best practice organisasi pengelola utang, Direktorat
Jenderal
Pegelolaan
Utang
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
2
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
mengkategorikan dan membagi struktur organisasinya berdasarkan: a. fungsi front office dilaksanakan oleh:
1) Direktorat Pinjaman dan Hibah (Dit PH); 2) Direktorat Surat Utang Negara (Dit SUN); dan 3) Direktorat Pembiayaan Syariah (Dit PS). b. fungsi middle office dilaksanakan oleh Direktorat Strategi dan Portofolio Utang (Dit SPU); c. fungsi back office dilaksanakan oleh Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen (Dit EAS); serta d. fungsi supporting unit (sebagai pendukung kegiatan teknis) dilaksanakan oleh Sekretariat Direktorat Jenderal. Proses bisnis dari keempat fungsi tersebut tergambar dalam bagan berikut: Bagan 1.2 Proses Bisnis DJPU
4. Stakeholders Pengelolaan Utang Dalam pelaksanaan tugas selaku pengelola utang negara, peran DJPU terkait secara langsung dengan berbagai institusi baik internal maupun eksternal Kementerian Keuangan, yang dapat dijelaskan antara lain sebagai berikut:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
3
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
a. Internal Kementerian Keuangan antara lain dengan: 1) Direktorat Jenderal Anggaran (DJA) dalam penyusunan komponen pembiayaan APBN dan penyusunan dokumen anggaran, serta penyiapan Daftar Kegiatan (Proyek) yang telah mendapatkan alokasi dana dari APBN, untuk digunakan sebagai underlying penerbitan Project Base Sukuk; 2) Badan Kebijakan Fiskal (BKF) dalam pelaksanaan kebijakan fiskal; 3) Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPBN) dalam: a) koordinasi pengelolaan kas khususnya untuk mengharmonisasikan pelaksanaan/eksekusi penerbitan/pengadaan utang tunai dengan ketersediaan kas untuk pembiayaan. b) koordinasi pengelolaan penerusan pinjaman. 4) Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dalam penyusunan underlying asset yang akan digunakan dalam penerbitan sukuk; 5) Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (BAPEPAM-LK) sebagai regulator pasar modal dan secara bersama-sama berperan dalam pengembangan pasar surat berharga dan infrastruktur pasar sekunder; 6) Direktorat
Jenderal
Pajak
(DJP)
terkait
aspek
perpajakan
dalam
pengelolaan utang; 7) Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan: a) Biro Perencanaan dan Keuangan terkait penyusunan rencana jangka menengah, jangka pendek, strategis, dan rencana kerja tahunan, dan penyusunan anggaran dan Laporan Keuangan Kementerian; b) Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan terkait pelaksanaan penataan organisasi, tata laksana, dan jabatan fungsional; c) Biro Hukum terkait pelaksanaan perumusan peraturan perundangundangan dan memberikan pertimbangan hukum dalam rangka penyelesaian masalah hukum yang berkaitan dengan tugas; d) Biro Bantuan Hukum terkait koordinasi dan pelaksanaan penelaahan kasus hukum, memberikan bantuan hukum, pendapat hukum,
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
4
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
perimbangan hukum yang berkaitan dengan tugas Kementerian Keuangan; e) Biro Sumber Daya Manusia terkait pembinaan dan pengelolaan sumber daya manusia di
lingkungan
DJPU
sesuai dengan
peraturan
perundang-undangan yang berlaku; f) Biro Komunikasi dan Layanan Informasi terkait pelaksanaan tugas aktivitas komunikasi, layanan informasi kebijakan pengelolaan utang, penyusunan strategi komunikasi kehumasan, penyusunan program komunikasi publik, monitoring opini publik; g) Biro Perlengkapan terkait pengelolaan perlengkapan DJPU berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku; h) Biro Umum terkait pelaksanaan koordinasi urusan tata usaha, rumah tangga; i)
Pusat Informasi dan Teknologi Keuangan (Pusintek) terkait aspek pengembangan sistem teknologi, informasi, dan komunikasi di lingkungan Kementerian Keuangan;
j)
Pusat Analisis dan Harmonisasi Kebijakan terkait pelaksanaan analisis, harmonisasi dan sinergi kebijakan atas pelaksanaan program dan kegiatan Menteri Keuangan, pengelolaan program dan kegiatan Menteri Keuangan, dan pengelolaan indikator kinerja utama di lingkungan Kementerian Keuangan; dan
k) Pusat Layanan Pengadaan Secara Elektronik terkait pelaksanaan pengadaan barang/jasa pemerintah secara elektronik, pembinaan dan pengawasan pelaksanaan pengadaan secara elektronik, pengelolaan sistem Layanan Pengadaan Secara Elektronik serta memberikan pelayanan pengadaan secara elektronik Kementerian Keuangan. 8) Inspektorat
Jenderal
Kementerian
Keuangan
terkait
pelaksanaan
pengawasan intern;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
5
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
9) Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK) khususnya Pusdiklat Keuangan Umum dan Pusdiklat Pengembangan SDM terkait pelaksanaan Capacity Building DJPU. b. Eksternal Kementerian Keuangan, antara lain dengan: 1) Dewan Perwakilan Rakyat antara lain terkait alokasi pembiayaan melalui utang dalam APBN, persetujuan penggunaan BMN sebagai underlying asset penerbitan SBSN, persetujuan penggunaan dana SAL untuk pembelian SBN dalam rangka stabilisasi pasar SBN; 2) Bank Indonesia (BI) yang dalam kaitannya dengan pengelolaan utang memiliki dua peran yaitu: a) sebagai pengelola kebijakan moneter dan neraca pembayaran dalam kerangka Asset and Liability Management (ALM); dan b) sebagai mitra dalam pengembangan pasar dan sebagai agen lelang, agen penatausahaan utang dan setelmen utang. 3) Pelaku pasar/investor termasuk dealer utama/primary dealers dan peserta lelang
dalam
mengembangkan
kapasitas
daya
serap
pasar
dan
memperoleh input atas kondisi pasar keuangan pada umumnya (market update), preferensi instrumen, dan rencana alokasi investasi; 4) Lembaga Pemeringkat/Rating agencies dalam rangka assessment tahunan dan assessment transaksi penerbitan SBN valas; 5) Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas), dalam rangka: a) koordinasi penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM); b) perencanaan usulan kegiatan yang dapat dibiayai dengan pinjaman atau sebagai underlying asset sukuk project; dan c) pelaksanaan dan monitoring/evaluasi kegiatan yang dibiayai dari pinjaman.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
6
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
6) Kementerian/Lembaga dalam rangka pelaksanaan kegiatan yang dibiayai dari pinjaman dan penyiapan policy matrix pinjaman program/program loan. 7) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dalam pemenuhan dokumen pengefektifan pinjaman. 8) DSN – MUI dalam rangka penerbitan Fatwa dan Pernyataan Kesesuaian Syariah (Opini Syariah) penerbitan SBSN. 9) Pemberi Pinjaman/Lender dalam rangka memperoleh informasi mengenai fokus pembiayaan dan indikasi besaran/alokasi pinjaman dan 10) Lembaga atau negara pemberi donor. 5. Sumber Daya Manusia Berdasarkan data pegawai per 31 Desember 2011, komposisi pegawai DJPU adalah sebagai berikut: Grafik 1.1 Komposisi Pegawai Menurut Golongan
Grafik 1.2 Komposisi Pegawai Menurut Unit Eselon II 100 80 60 40 20
No.
Golongan Pegawai
Jumlah Pegawai
1
IV/d
3
1
Setditjen
80
2
IV/c
2
2
Dit PH
61
3
IV/b
8
3
Dit SUN
42
4
IV/a
18
4
Dit PS
40
5
III/d
55
5
Dit SPU
41
No.
Unit Eselon II
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
Jumlah Pegawai
7
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
6
III/c
45
7
III/b
37
8
III/a
96
9
II/d
22
10
II/c
38
11
II/b
2
12
II/a
1
JUMLAH
6
Dit EAS JUMLAH
Jabatan Pegawai
327
327
Grafik 1.3 Komposisi Pegawai Menurut Jabatan
No.
63
Grafik 1.4 Komposisi Pegawai Menurut Jenis Kelamin
Jumlah Pegawai
No.
Jenis Kelamin Pegawai
Jumlah Pegawai
1
Eselon I
1
1
Laki-laki
252
2
Eselon II
4
2
Perempuan
75
3
Eselon III
24
4
Eselon IV
86
5
Pelaksana
212
JUMLAH
JUMLAH
327
327
B. Mandat yang Diberikan kepada Instansi Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi DJPU berdasarkan mandat yang diberikan oleh peraturan perundang-undangan, antara lain: 1. Pedoman umum meliputi: a.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pengendalian Jumlah Kumulatif Defisit APBN dan APBD, yang mengatur bahwa:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
8
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
1) Jumlah kumulatif defisit APBN dan APBD dibatasi tidak melebihi 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) tahun bersangkutan; 2) Jumlah kumulatif pinjaman Pemerintah dan Pemda dibatasi tidak melebihi 60% dari PDB tahun yang bersangkutan. b.
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yang mengatur antara lain: 1) Pembebanan biaya pengadaan utang/hibah Pemerintah pada APBN; 2) Tata cara pengadaan utang negara dan penerusan utang/hibah luar negeri kepada Pemda dan BUMN/BUMD.
c.
Undang-Undang tentang APBN yang ditetapkan setiap tahun antara lain menyebutkan bahwa Pemerintah dapat melakukan perubahan instrumen utang dalam hal terdapat sumber utang yang lebih menguntungkan.
2. Pedoman khusus meliputi: a. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2002 tentang SUN, yang antara lain mengatur tentang tujuan penerbitan SUN; b. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang SBSN yang antara lain mengatur tentang tujuan penerbitan SBSN; c. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pengadaan dan Penerusan Pinjaman Dalam Negeri Oleh Pemerintah, yang antara lain mengatur tentang penggunaan pinjaman dalam negeri; d. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Tahun 2010-2014; e. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pengadaan Pinjaman Luar Negeri dan Penerimaan Hibah, yang antara lain mengatur tentang perencanaan, penggunaan, penatausahaan, pemantaun, evaluasi, dan pelaporan serta pengawasan pinjaman luar negeri dan hibah; f.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
9
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
g. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 86/PMK.05/2008 tentang Sistem Akuntansi Utang Pemerintah; h. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 33/PMK.08/2010 tentang Monitoring, Evaluasi, Pelaporan, Publikasi, dan Dokumentasi Pinjaman dan/atau Hibah Pemerintah; i.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah;
j.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 230/PMK.05/2011 tentang Sistem Akuntansi Hibah;
k. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 514/KMK.08/2010 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2010-2014. C. Peran Strategis Instansi DJPU adalah organisasi yang memegang peranan strategis di bidang pengelolaan utang. Peran strategis DJPU digambarkan sebagai berikut: 1. Memenuhi pembiayaan APBN yang bersumber dari utang Selain penerimaan pajak dan bukan pajak, utang mempunyai kontribusi yang penting dalam menjamin kesinambungan pelaksanaan kegiatan pemerintahan dalam kerangka pembangunan nasional. Sampai saat ini peranan utang baik yang bersumber dari dalam maupun luar negeri masih menjadi sumber utama pembiayaan APBN. Untuk memenuhi pembiayaan APBN tersebut maka pembiayaan melalui utang harus dapat disediakan dalam jumlah yang cukup, tersedia pada saat diperlukan dengan biaya yang efisien dan tingkat risiko terkendali. Utang digunakan untuk membiayai defisit dan sebagian pengeluaran pembiayaan antara lain pelunasan pokok utang jatuh tempo, buyback, dan penerusan pinjaman. Sumber pembiayaan dari utang, meliputi penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) yaitu Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) serta pengadaan Pinjaman Luar Negeri (Pinjaman Program dan Pinjaman Proyek) dan Pinjaman Dalam Negeri.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
10
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
2. Mewujudkan kesinambungan fiskal melalui pengelolaan portofolio dan risiko utang Pengelolaan utang yang dilaksanakan secara profesional, akuntabel, dan transparan dimaksudkan untuk mencapai kondisi keuangan negara yang sehat dan mempertahankan kemampuan negara dalam melaksanakan pembiayaan secara berkesinambungan. Pengelolaan utang yang tidak profesional akan berdampak negatif terhadap kondisi fiskal Pemerintah yang tercermin antara lain dalam ketidakmampuan Pemerintah membayar kewajiban utang secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, membengkaknya kewajiban utang di luar perkiraan, dan terhambatnya
kegiatan
pemerintahan
akibat
tidak
terjaminnya
sumber
pembiayaan. Selain itu, dampak selanjutnya dapat berupa menurunnya kepercayaan investor dan kreditor, terjadinya penurunan peringkat utang (sovereign credit rating), terhambatnya perkembangan pasar keuangan domestik, serta ekonomi biaya tinggi. Sebagai gambaran, total jumlah nominal utang pada tanggal 31 Desember 2011 mencapai Rp1.803,49 triliun. Jumlah utang yang relatif besar tersebut memerlukan pengelolaan secara cermat dan berhati-hati, karena utang mempunyai dimensi risiko yang berpotensi menimbulkan masalah terhadap kesinambungan fiskal, antara lain risiko nilai tukar, risiko tingkat bunga, dan risiko refinancing.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
11
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Tabel 1.1 Posisi Utang Pemerintah (2006-2011) 2006
2007
2008
2009
Des '11 +
2010
Nominal
%
a. Pinjaman (dlm. miliar US$) 1). Pinjaman Luar Negeri Bilateral *) Multilateral **) Komersial ***) Suppliers ***) Lain-Lain ***) 2). Pinjaman Dalam Negeri
62.02
62.25
66.69
65.02
68.12
67.91
62.02
62.25
66.69
65.02
68.10
67.82
41.07
41.03
44.28
41.27
41.89
41.64
20.9%
18.84
19.05
20.34
21.53
23.13
23.36
11.7%
2.01
2.08
1.98
2.15
3.02
2.77
1.4%
0.11
0.08
0.09
0.07
0.06
0.06
0.0%
-
-
-
-
-
-
0.0%
-
-
-
-
0.02
0.09
b. Surat Berharga Negara (dlm. miliar US$)
82.34
118.39
130.97
65.9%
Denominasi Valas Denominasi Rupiah
Total Utang Pemerintah Pusat (dlm. miliar US$) Total Utang Pemerintah Pusat
34.1%
85.26
82.78
104.20
5.50
7.00
11.20
15.23
18.02
21.57
10.8%
76.84
78.26
71.58
88.97
100.37
109.40
55.0%
144.36
147.51
149.47
169.22
186.50
198.89
100.0%
1,302.16
1,389.41
1,636.74
1,590.66
1,676.85
1,803.49
100.0%
693.12
737.13
783.86
836.31
902.43
992.03
55.0%
49.61
65.93
122.64
143.15
161.97
195.63
10.8%
(ekuivalen dlm. triliun Rupiah) diantaranya SBN Denominasi Rupiah (triliun Rupiah)
SBN Denominasi Valas (triliun Rupiah) Pinjaman Denominasi Rupiah (triliun Rupiah) Pinjaman Denominasi Valas (triliun Rupiah) Nilai Tukar Rupiah (IDR/US$1)
0.17
0.81
0.0%
559.43
-
586.36
-
730.25
-
611.20
-
612.28
615.02
34.1%
9,020
9,419
10,950
9,400
8,991
9,068
Catatan: + Angka Sangat-Sangat Sementara , per 31 Desember 2011 * Termasuk semi commercial ** Beberapa termasuk semi concessional *** Seluruhnya termasuk commercial Sumber: Perkembangan Utang Negara Edisi Januari 2012
Oleh karena itu, pembiayaan APBN melalui utang harus didukung dengan pengelolaan berbagai risiko dimaksud melalui upaya antara lain dengan melakukan:
debt securities buyback, loan prepayment, debt-switch/reprofiling, debt
swap, restrukturisasi pinjaman, dan hedging. 3. Pengembangan pasar yang dalam, aktif, dan likuid Saat ini, peningkatan target pembiayaan melalui SBN belum sebanding dengan pertumbuhan daya serap pasar SBN domestik yang masih terbatas. Peningkatan likuiditas dan daya serap pasar SBN domestik diperlukan agar target pembiayaan SBN dapat dipenuhi dengan biaya yang efisien tanpa menyebabkan peningkatan risiko utang yang berlebihan. Basis investor baik domestik maupun luar negeri yang besar dan terdiversifikasi, diperlukan untuk memperkuat dan menjaga kestabilan permintaan terhadap instrumen utang negara. Penerbitan utang dalam bentuk SBN berperan strategis dalam pengembangan pasar keuangan khususnya pasar domestik antara lain:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
12
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
a. Mendukung pengembangan institusi/lembaga keuangan domestik dengan memberikan alternatif instrumen investasi; b. Mendukung kebutuhan industri keuangan dalam pengelolaan ALM; c. Yield SBN berperan sebagai benchmark bagi penerbitan instrumen keuangan lainnya; d. Pasar SBN yang berkembang akan mendukung terbentuknya pasar repo, derivatif yang akan semakin mengefisienkan pasar keuangan secara keseluruhan; dan e. Memperluas basis investor domestik. D. Sistematika Penyajian LAKIP ini bertujuan untuk mengkomunikasikan pencapaian kinerja DJPU pada tahun 2011, yaitu dengan melakukan analisis atas capaian kinerja (performance results) tahun 2011 terhadap rencana kinerja (performance plans) tahun 2011. Analisis tersebut memungkinkan teridentifikasikannya sejumlah celah kinerja (performance gap) sebagai umpan balik perbaikan kinerja di masa datang. Sejalan dengan hal tersebut, sistematika penyajian LAKIP adalah sebagai berikut: Bab I
– Pendahuluan, menyajikan latar belakang, tugas dan fungsi, dan struktur organisasi.
Bab II – Rencana Strategis dan Penetapan Kinerja, menyajikan rencana strategis tahun 2011 dan penetapan kinerja tahunan 2011. Bab III – Akuntabilitas Kinerja dan Akuntabilitas Keuangan, menyajikan analisis terhadap capaian kinerja dan keuangan pada tahun 2011. Bab IV – Penutup, menyajikan simpulan terhadap pencapaian kinerja di tahun 2011. Lampiran-lampiran
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
13
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
BAB II RENCANA STRATEGIS DAN PENETAPAN KINERJA A. Rencana Strategis 2010-2014 Berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Nomor KEP16/PU/2010 tentang Rencana Strategis (Renstra) Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014, telah ditetapkan arahan dalam pelaksanaan tugas DJPU dalam periode 5 tahun ke depan yang dituangkan dalam Renstra. Penyusunan Renstra tersebut mempertimbangkan beberapa hal, yaitu: 1. Undang-Undang Pembangunan menyusun
Nomor Nasional,
Rencana
25 yang
Strategis
Tahun
2004
mewajibkan
tentang setiap
Kementerian/Lembaga
Sistem
Perencanaan
kementerian/lembaga (Renstra-KL)
untuk
menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan serta tercapainya penggunaan sumber daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan. 2. Salah satu prioritas bidang ekonomi dalam RPJMN tahun 2010-2014, yaitu Prioritas Pengelolaan APBN yang Berkelanjutan dengan Fokus Prioritas Perumusan
Kebijakan
Fiskal,
Pengelolaan
Pembiayaan
Anggaran,
dan
Pengendalian Risiko. Fokus prioritas tersebut ditujukan untuk mengoptimalkan pengelolaan utang pemerintah, baik yang berasal dari SBN maupun pinjaman dengan biaya dan tingkat risiko yang terkelola dengan baik untuk mendukung kesinambungan fiskal. 3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 40/KMK.01/2010 tentang Rencana Strategis Kementerian Keuangan Tahun 2010-2014, yang mengamanatkan penyusunan Renstra kepada unit-unit organisasi (Eselon I, Eselon II, Instansi Vertikal, dan Unit Pelaksana Teknis/UPT) di lingkungan Kementerian Keuangan. Dalam Renstra tersebut ditetapkan visi, misi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai DJPU dalam periode Tahun 2010-2014, yaitu: 1. Visi Visi DJPU untuk periode tahun 2010-2014 sebagaimana dalam dokumen Rencana Strategis adalah “Menjadi Pengelola Utang yang mampu menyediakan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
14
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
sumber pembiayaan APBN yang paling efisien dan aman melalui kegiatan pengelolaan yang mengedepankan standar tata kelola internasional, dengan mengutamakan pemanfaatan potensi pendanaan dari pasar keuangan domestik” namun
dalam
perkembangannya
telah
dilakukan
penyempurnaan
dan
dicantumkan dalam Peta Strategi Tahun 2011 yaitu “Menjadi unit yang profesional dalam mendukung pembiayaan APBN secara efisien dan aman untuk menuju kemandirian keuangan negara”. Visi tersebut di atas lebih menekankan pada pengelolaan utang secara profesional, yaitu mampu memenuhi standar tata kelola internasional dan memperhatikan penerapan prinsip-prinsip tatakelola yang baik (good governance principles). Penyediaan sumber pembiayaan APBN dilakukan dengan tujuan agar dalam jangka panjang dapat dicapai biaya utang yang minimal dengan tingkat risiko yang terkendali. Di masa yang akan datang, DJPU sebagai unit pengelola utang diharapkan mampu mengendalikan utang agar dapat mendukung peningkatan kemampuan kemandirian keuangan negara. 2. Misi Misi DJPU yang dirumuskan untuk mewujudkan visi tahun 2010-2014 yaitu: a. Mewujudkan
pengelolaan
portofolio
utang
pemerintah
yang
efektif,
transparan, dan akuntabel dengan strategi yang mengedepankan peningkatan daya dukung terhadap ketahanan dan kesinambungan fiskal; b. Mengendalikan pengadaan/penerbitan utang melalui penetapan kapasitas berutang yang mendukung stabilitas fiskal; c. Mewujudkan kemandirian pembiayaan pembangunan nasional melalui upaya mengedepankan sumber-sumber dalam negeri
dan pengembangan pasar
keuangan domestik yang efisien dan stabil; d. Mewujudkan kerjasama internasional dalam rangka memperoleh sumber pembiayaan alternatif, sekaligus mendukung stabilitas pasar keuangan regional.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
15
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
3. Nilai-Nilai Menteri Keuangan telah melakukan Launching Nilai-Nilai Kementerian Keuangan pada tanggal 29 Juli 2011. Nilai-nilai ini menjadi penting karena dengan dasar itulah organisasi bergerak mencapai visi dan misinya. Sosialisasi Nilai-Nilai Kementerian Keuangan di lingkungan Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang telah dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2011. Adapun Corporate value dimaksud terdiri dari 5 nilai dan 10 perilaku utama yaitu: a. Integritas 1) Bersikap jujur, tulus dan dapat dipercaya; 2) Menjaga
martabat
dan
Bagan 2.1 Nilai-nilai Kementerian Keuangan
tidak
melakukan hal-hal tercela; b. Profesionalisme 3) Mempunyai
keahlian
dan
pengetahuan yang luas; 4) Bekerja dengan hati; c. Sinergi 5) Memiliki sangka baik, saling percaya dan menghormati; 6) Menemukan dan melaksanakan solusi terbaik; d. Pelayanan 7) Melayani dengan berorientasi pada kepuasan pemangku kepentingan; 8) Bersikap proaktif dan cepan tanggap; e. Kesempurnaan 9) Melakukan perbaikan terus menerus; 10) Mengembangkan inovasi dan kreativitas. 4. Tujuan Berdasarkan visi dan misi DJPU tahun 2010-2014, maka ditetapkan tujuan pengelolaan utang pada tahun 2010-2014 yaitu:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
16
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
a. Mengamankan kebutuhan pembiayaan APBN melalui utang dengan biaya minimal pada tingkat risiko terkendali sehingga kesinambungan fiskal dapat terpelihara; dan b. Mendukung upaya untuk menciptakan pasar SBN yang dalam, aktif dan likuid. Adapun tujuan jangka pendek pengelolaan utang tahun 2011 adalah “Memastikan tersedianya dana untuk menutup defisit dan pembayaran kewajiban pokok utang secara tepat waktu dan efisien”. 5. Sasaran Strategis Sasaran strategis pengelolaan utang untuk tahun 2011 adalah sebagai berikut: a. Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman bagi kesinambungan fiskal; b. Transparansi pengelolaan utang; c. Akuntabilitas pengelolaan utang; d. Kredibilitas pengelolaan utang; e. Perumusan strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang berkualitas; f.
Pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid;
g. Pengelolaan portofolio utang yang optimal; h. Pengelolaan kewajiban utang yang efektif; i.
Monitoring dan evaluasi kepatuhan yang efektif dalam pengelolaan utang;
j.
Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi;
k. Penataan organisasi yang andal; l.
Perwujudan sistem TIK yang terintegrasi;
m. Pengelolaan anggaran yang optimal 6. Kebijakan Kebijakan yang ditetapkan DJPU pada tahun 2011 adalah sebagai berikut:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
17
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
a. Mengoptimalkan potensi pembiayaan utang dari pasar domestik melalui penerbitan SBN Rupiah maupun penarikan pinjaman dalam negeri; b. Terus melakukan diversifikasi instrumen utang agar diperoleh fleksibilitas dalam memilih berbagai instrumen yang lebih cost-efficient dan risiko minimal; c. Pengadaan pinjaman/kredit luar negeri dilakukan sepanjang untuk memenuhi kebutuhan prioritas, memberikan terms & conditions yang menguntungkan Pemerintah, dan tanpa agenda politik dari kreditor; d. Tetap mempertahankan kebijakan pengurangan pinjaman/kredit luar negeri secara bertahap; e. Meningkatkan koordinasi dengan otoritas moneter dan otoritas pasar modal, terutama dalam rangka mendorong upaya financial deepening; f.
Meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan sovereign credit rating.
7. Strategi Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan strategi-strategi yang efektif dan tepat sasaran, dimana di sisi lain dapat sekaligus mengatasi permasalahan yang ada. Strategi-strategi yang disusun harus dapat mengoptimalkan potensi-potensi yang dimiliki, baik internal maupun eksternal. Adapun strategi DJPU untuk periode tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut: a. Melaksanakan pengelolaan utang secara prudent dengan tujuan untuk meminimalkan biaya utang pada tingkat risiko yang terkendali; b. Meningkatkan koordinasi dengan unit terkait dalam rangka pengelolaan kas dan kebijakan fiskal serta penyediaan underlying asset penerbitan SBSN; c. Menyelesaikan penyusunan kerangka hukum dalam pengelolaan pinjaman, hibah, kewajiban kontinjensi, dan hedging; d. Menyiapkan infrastruktur yang dibutuhkan untuk pelaksanaan transaksi dalam rangka pengelolaan portofolio utang; e. Melakukan pengembangan instrumen utang agar diperoleh fleksibilitas dalam memilih berbagai instrumen yang lebih cost-efficient dan risiko minimal;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
18
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
f.
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM), organisasi, teknologi informasi dan komunikasi (termasuk sistem informasi manajemen utang), dan pengelolaan anggaran;
g. Meningkatkan koordinasi dengan otoritas moneter dalam pelaksanaan AssetLiability Management (ALM); h. Mengoptimalkan potensi pendanaan APBN melalui utang dari sumber domestik melalui penerbitan SBN Rupiah maupun penarikan pinjaman dalam negeri agar dapat mengurangi ketergantungan dari pembiayaan luar negeri; i.
Mempertahankan kebijakan pengurangan pinjaman luar negeri dalam periode jangka menengah, pengadaan
dilakukan
sepanjang untuk memenuhi
kebutuhan prioritas, memberikan terms & conditions yang wajar (favourable) bagi Pemerintah, dan tanpa agenda politik dari kreditor; j.
Meningkatkan koordinasi dengan otoritas moneter, otoritas pasar modal, dan pelaku pasar dalam rangka mengembangkan pasar SBN domestik yang solid dan efisien melalui perluasan basis investor domestik dan mengoptimalkan infrastruktur pasar yang mendukung pasar SBN yang likuid;
k. Meningkatkan koordinasi dan komunikasi dengan berbagai pihak dalam rangka meningkatkan efisiensi pengelolaan pinjaman dan sovereign credit rating; l.
Meningkatkan monitoring dan evaluasi kinerja pelaksanaan pengelolaan utang;
m. Meningkatkan kualitas pelayanan kepada publik. 8. Program dan Kegiatan Dalam pelaksanaan kegiatan operasional pada tahun 2011, DJPU memiliki program pokok dan program penunjang. Program pokok adalah Pengelolaan dan Pembiayaan Utang, yang dilaksanakan melalui Kegiatan sebagai berikut: a. Pengelolaan Pinjaman; b. Pengelolaan Surat Utang Negara; c. Pengelolaan Pembiayaan Syariah;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
19
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
d. Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang; dan e. Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Utang. Sedangkan program penunjang yang ditujukan untuk memberikan pelayanan teknis dan administrasi kepada semua unsur di lingkungan Direktorat Jenderal, yaitu: kegiatan Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya DJPU. B. Penetapan Kinerja Pada tahun 2011, DJPU telah menetapkan target kinerja yang akan dicapai dalam bentuk kontrak kinerja antara Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dengan Menteri Keuangan. Pada Kontrak kinerja tersebut terdapat peta strategi (strategy map) dengan 13 sasaran strategis (SS) yang ingin dicapai. Untuk setiap SS yang disusun dan ditetapkan memiliki ukuran yang disebut sebagai Indikator Kinerja Utama (IKU). Keseluruhan IKU DJPU pada tahun 2011 untuk semua SS berjumlah 26 IKU. Peta strategi merupakan suatu dashboard (panel instrument) yang memetakan SS ke dalam suatu kerangka hubungan sebab akibat yang menggambarkan keseluruhan perjalanan
strategi
DJPU.
Peta
strategi
memudahkan
DJPU
untuk
mengkomunikasikan keseluruhan strateginya kepada seluruh pejabat/pegawai dalam rangka pemahaman demi suksesnya pencapaian visi, misi, dan tujuan DJPU. Peta strategi DJPU tahun 2011 yang disepakati antara Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dengan Menteri Keuangan pada tanggal 25 Februari 2011 ditunjukkan dalam bagan berikut:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
20
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Bagan 2.2 Peta Strategi DJPU Tahun 2011
Peta strategi DJPU memetakan setiap SS yang disusun dalam rangka pencapaian tujuan organisasi sesuai visi dan misi yang diemban. Dengan menggunakan metodologi Balanced Scorecard, setiap SS dikelompokan kedalam empat perspektif, yaitu stakeholders perspective, customers perpective, internal process perspective, dan learning and growth perspective. Dari perpektif stakeholder, terdapat SS yang disusun untuk mewujudkan Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman untuk mendukung
kesinambungan fiskal.
Dari perpektif customer terhadap kreditor,
investor, dan donor, terdapat SS yang disusun untuk mewujudkan nilai transparansi, akuntabilitas, dan kredibilitas dalam pengelolaan utang. Dari perpektif proses internal DJPU, untuk mendukung pencapaian SS pada dua layer stakeholders perspective dan customers perpective tersebut diperlukan adanya tiga faktor penting berupa perumusan, pengelolaan dan pengembangan serta pengawasan terhadap core business DJPU. Dalam hal ini, proses internal yang dimaksud terkait dengan proses perumusan strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang berkualitas, pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid, pengelolaan portofolio utang
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
21
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
yang optimal, pengelolaan kewajiban utang yang efektif, dan monitoring dan evaluasi kepatuhan yang efektif dalam pengelolaan utang. Sedangkan dari perspektif learning and growth, terdapat empat faktor penting yang harus dikelola dengan baik guna menciptakan modal utama untuk mencapai tujuan organisasi yaitu faktor pengembangan sumber daya manusia, faktor organisasi, faktor teknologi informasi dan komunikasi (TIK), dan faktor pengelolaan anggaran. Sebagai alat ukur pencapaian SS, target 26 IKU DJPU yang ditetapkan pada awal tahun 2011 adalah sebagai berikut: Tabel 2.1 Target Indikator Kinerja Utama Kemenkeu-One Tahun 2011 SASARAN STRATEGIS 1.
2. 3. 4.
IKU
PU-1 Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman untuk mendukung kesinambungan fiskal
a)
PU-2 Transparansi pengelolaan utang PU-3 Akuntabilitas pengelolaan utang
d)
PU-4 Kredibilitas pengelolaan utang
f)
b) c)
e)
g)
5.
6.
PU-5 Perumusan strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang berkualitas
h)
PU-6 Pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid
j)
i)
k)
PU-1.1 Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman PU-1.2 Persentase pencapaian target effective cost PU-1.3 Persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi PU-2.1 Persentase publikasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang PU-3.1 Opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah PU-4.1 Indeks kepuasan pengguna layanan PU-4.2 Persentase pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran PU-5.1 Persentase penyediaan peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang PU-5.2 Persentase penyelesaian dokumen strategi pengelolaan utang PU-6.1 Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi PU-6.2 Persentase jumlah nominal penawaran yang masuk dalam transaksi SBN rupiah terhadap target indikatif
Realisasi
Target
2010
2011
99,47% 100% (Rp190,95 T) (Rp220,47 T) 80,02%
100%
96,04%
100%
117,76% (610 set) 87,5%
100 % 100% (WTP)
N/A
3,87
100%
100%
111,11% (40 set )
100 % (32 set)
100% (2 dok ) 76,74 % (Efektif) 265,06%
100% (1 dok) 70 % (Efektif) 151,50%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
22
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
SASARAN STRATEGIS 7.
PU-7 Pengelolaan portofolio utang yang optimal
l) m)
n)
8.
9.
10.
PU-8 Pengelolaan kewajiban utang yang efektif PU-9 Monitoring dan evaluasi kepatuhan yang efektif dalam pengelolaan utang
o)
PU-10 Pembentukan SDM yang berkompetensi tinggi
r)
p)
q)
s) t)
11.
PU-11 Penataan organisasi yang andal
u) v)
12.
13.
PU-12 Perwujudan sistem TIK yang terintegrasi PU-13 Pengelolaan anggaran yang optimal
Realisasi
Target
2010
2011
PU-7.1 Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang PU-7.2 Akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark PU-7.3 Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri PU-8.1 Persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu
5,33 %
6,60%
N/A
100%
N/A
100%
100%
100%
PU-9.1 Persentase tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku PU-9.2 Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan PU-10.1 Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya PU-10.2 Rasio jam pelatihan pegawai DJPU dibandingkan jam kerja PU-10.3 Persentase penyusunan Standard Kompetensi Jabatan (Hard Competency) PU-11.1 Jumlah dokumen perencanaan dan evaluasi kinerja organisasi PU-11.2 Persentase UPR yang menerapkan manajemen risiko
94,73%
100%
N/A
100%
90%
80%
5,90%
2,18%
N/A
100%
6 dok
4 dok
N/A
60%
IKU
w)
PU-11.3 Persentase penyelesaian SOP
100%
100%
x)
PU-12.1 Persentase pengembangan database utang yang terintegrasi
N/A
45%
y)
PU-13.1 Persentase penyerapan DIPA (non belanja pegawai) PU-13.2 Persentase pencapaian penyerapan anggaran dan kinerja output
83,62%
80 %
114,83%
100 %
z)
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
23
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
BAB III AKUNTABILITAS KINERJA DAN AKUNTABILITAS KEUANGAN A. Capaian IKU Capaian IKU DJPU tahun 2011 pada stakeholders perspective, customer perspective, internal perspective dan Learning & Growth perspective dapat dilihat pada tabel di bawah ini: Tabel 3.1 Capaian IKU Kemenkeu-One Tahun 2011 No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama
1
Pembiayaan dalam 1.1 jumlah yang cukup, efisien, dan aman bagi kesinambungan fiskal 1.2
1.3
Satuan
Target
Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman
Persen
Realisasi Persentase Polarisasi Pencapaian Target 100,00% 99,17% 118,34% stabilize
Persentase pencapaian target effective cost
Persen
100,00%
83,50%
115,63%
minimize
Persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi
Persen
100,00%
96,80%
113,60%
stabilize
2
Transparansi pengelolaan utang
2.1
Persentase publikasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang
Persen
100,00%
104,87%
104,87% maximize
3
Akuntabilitas pengelolaan utang
3.1
Opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah
Persen
100,00%
87,50%
87,50%
4
Kredibilitas pengelolaan utang
4.1
Indeks kepuasan pengguna layanan
Indeks
3,87
3,97
4.2
Persentase pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran
Persen
100,00%
100,00%
maximize
102,58% maximize
100%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
24
maximize
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama
5
6
7
Persentase penyediaan peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang
Persen
Realisasi Persentase Polarisasi Pencapaian Target maximize 100,00% 143,75% 120%
5.2
Persentase penyelesaian dokumen strategi pengelolaan utang
Persen
100,00%
100,00%
Pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid
6.1
Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi
Persen
70,00%
76,33%
6.2
Persentase jumlah nominal penawaran yang masuk dalam transaksi SBN rupiah terhadap target indikatif
Persen
151,50%
338,71%
120%
maximize
Pengelolaan portofolio utang yang optimal
7.1
Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang
Persen
6,11%
5,30%
113,26%
minimize
7.2
Akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark
Persen
100,00%
95,56%
111,12%
minimize
7.3
Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri
Persen
100,00%
99,88%
99,88%
maximize
8.1
Persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu
Persen
100,00%
100,00%
100%
maximize
Persentase tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan ketentuan dan
Persen
100,00%
99,62%
119,38%
stabilize
Perumusan strategi 5.1 dan kebijakan pengelolaan utang yang berkualitas
8
Pengelolaan kewajiban utang yang efektif
9
Monitoring dan 9.1 evaluasi kepatuhan yang efektif dalam pengelolaan utang
Satuan
Target
100%
maximize
109,03% maximize
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
25
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
No Sasaran Strategis Indikator Kinerja Utama
Satuan
Target
Realisasi Persentase Polarisasi Pencapaian Target
prosedur yang berlaku
10
11
Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan
Persen
100,00%
100,00%
Pembentukan SDM 10.1 yang berkompetensi tinggi
Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya
Persen
80,00%
87,83%
109,78% maximize
10.2
Rasio jam pelatihan pegawai DJPU dibandingkan jam kerja
Persen
2,18%
2,33%
106,88% maximize
10.3
Persentase penyusunan Standard Kompetensi Jabatan (Hard Competency)
Persen
100,00%
100,00%
100%
Maximize
11.1
Jumlah dokumen perencanaan dan evaluasi kinerja organisasi
Dokumen
4 dok
4 dok
100%
Maximize
11.2
Persentase UPR yang menerapkan manajemen risiko
Persen
60,00%
100,00%
120%
Maximize
11.3
Persentase penyelesaian SOP
Persen
100,00%
100,00%
100%
Maximize
100%
Maximize
Penataan organisasi yang andal
100%
maximize
9.2
12
Perwujudan sistem 12.1 TIK yang terintegrasi
Persentase pengembangan database utang yang terintegrasi
Persen
45,00%
45,00%
13
Pengelolaan anggaran yang optimal
13.1
Persentase penyerapan DIPA (non belanja pegawai)
Persen
80,00%
95,57%
119,57% Maximize
13.2
Persentase pencapaian penyerapan anggaran dan kinerja output
Persen
100,00%
101,54%
101,54% Maximize
Keterangan: polarisasi adalah ekspektasi arah nilai aktual dari IKU dibandingkan relatif terhadap nilai target
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
26
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
B. Evaluasi dan Analisis Kinerja Capaian SS dan IKU DJPU tahun 2011 dari 13 SS dan 26 IKU adalah: 1. 12 SS dan 24 IKU berstatus hijau atau memenuhi dan atau di atas target; dan 2. 1 SS dan 2 IKU berstatus kuning atau kurang memenuhi target. Dengan nilai kinerja sebesar 108,69% (diatas target). Grafik 3.1 Ikhtisar Capaian Kinerja DJPU
Secara detail capaian SS dan IKU tersebut adalah sebagai berikut: 1.
SS Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman bagi kesinambungan fiskal dengan indikator: a.
Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman yang menjadi IKU unit pengelola utang dihitung dari realisasi penerbitan SBN dan pengadaan pinjaman program. Pemenuhan pembiayaan dari pinjaman yang digunakan sebagai komponen IKU hanya yang berasal dari pinjaman program, tidak termasuk pinjaman proyek karena sifat pinjaman program yang relatif sama dengan SBN dalam hal pola penarikannya. Pinjaman proyek tidak dimasukkan ke dalam komponen IKU karena penyerapan pinjaman proyek sangat dipengaruhi oleh pelaksanaan kegiatan/proyek pada Kementerian/Lembaga sebagai Executing Agency. Dalam memenuhi target pembiayaan melalui utang, realisasi penerbitan SBN/pengadaan pinjaman program dilakukan dengan menggunakan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
27
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
konsep gross agar lebih mencerminkan upaya/kinerja Pemerintah dalam memenuhi total kebutuhan pembiayaan APBN yang berasal dari utang. Terdapat perubahan target pembiayaan melalui utang dari semula Rp220,46 triliun (dalam strategi pembiayaan tahunan melalui utang tahun 2011) menjadi Rp219,96 triliun, karena: 1) perubahan strategi pembiayaan tahunan melalui utang pada bulan November 2011 yang disebabkan terdapat perubahan pada APBN-P berupa penambahan target utang sebesar Rp9,92 triliun (bruto) 2) pengurangan target utang sebesar Rp10,42 triliun, dengan rincian: a) sesuai arahan Presiden untuk tidak meneruskan/membatalkan pinjaman program Climate Change Program Loan sebesar Rp3,87 triliun equivalen USD400 juta; b) sesuai Disposisi Menteri Keuangan pada Nota Dinas Bersama Dirjen Pengelolaan Utang dan Dirjen Perbendaharaan kepada Menteri Keuangan perihal Penyampaian Kebutuhan Kas dari Pembiayaan Utang sehingga penerbitan SBN sebesar Rp6,55 triliun pada bulan Desember 2011 tidak dilaksanakan (penghentian penerbitan SBN), karena proyeksi saldo kas Pemerintah s.d. akhir tahun 2011 dan awal Januari
2012
masih
cukup
besar
untuk
membiayai
belanja
Pemerintah. IKU ini menggunakan polarisasi stabilize, dimana capaian yang diharapkan adalah sesuai atau mendekati target yang ditetapkan. Adapun deskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Pada tahun 2011, Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman ditargetkan sebesar 100% (Rp219,96 triliun), dengan realisasi sebesar 99,17% (Rp218,13 triliun), sehingga terdapat kekurangan pembiayaan sebesar 0,83% (Rp1,83 triliun), dengan perincian: a) kekurangan realisasi penerbitan SBN sebesar Rp0,03 triliun.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
28
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
b) kekurangan penarikan pinjaman program Bantuan Operasional Sekolah-Knowledge Improvement Transparency and Accountability (BOSKITA)
Refinancing
2
dan
Program
Nasional
Pemberdayaan
Masyarakat (PNPM) Mandiri Refinancing-World Bank sebesar Rp1,80 triliun equivalen USD230,74 juta, dengan rincian: (1) sebesar USD218,5 juta, karena Withdrawal Application yang telah diajukan masih diproses oleh lender. (2) sebesar
USD12,24
mengajukan
juta
Withdrawal
karena
Executing
Application
kepada
Agency
belum
lender
untuk
penarikan pinjaman. Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman ditargetkan sebesar 100% (Rp219,96 triliun), dengan realisasi sebesar 99,17% (Rp218,13 triliun), yang terdiri dari: a) Pinjaman Program Dalam rangka memenuhi pembiayaan APBN, pada tahun 2011 dilakukan perjanjian Pinjaman Program dengan pemberi pinjaman multilateral dan bilateral yaitu World Bank, Asian Development Bank dan JICA. Selama tahun 2011 telah ditandatangani tiga perjanjian Pinjaman Program baru (LGFGR, PNPM Rural IV, dan DPL 8) dengan target penarikan sebesar USD2.141,9 juta (APBN-P 2011). Realisasi penarikan Pinjaman Program tahun 2011 adalah sebesar USD1.511,16 juta (Rp13.532,47 miliar)
atau 88,28% dari target
sebesar USD1.741,9 (setelah disesuaikan dengan adanya pembatalan pinjaman program CCPL sesuai dengan instruksi Presiden). Target Pinjaman Program yang tidak direalisasikan adalah sebesar USD230,74 juta antara lain disebabkan karena Withdrawal Application (WA) atas pinjaman
dengan refinancing modality (PNPM dan
BOSKITA) yang masih diproses Lender dan belum di-reimburse sampai dengan akhir tahun 2011. Selain itu terdapat sejumlah pinjaman program dengan refinancing modality yang belum diajukan WA-nya oleh Executing Agency (PNPM Urban dan Rural).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
29
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Tabel 3.2 Sumber, Target, dan Realisasi Pinjaman Program Tahun 2011 (dalam USD)
2011 No
Lender
Nama Program 200,000,000
Realisasi s.d. 30 Des. 2011 400,000,000
2. Local Government Decentralization Project (LGDP) - DAK Reimbursement
14,200,000
15,105,732
106.38
3. BOS-KITA Refinancing 2
328,700,000
215,208,529
65.47
4. PNPM Refinancing
499,000,000
380,613,015
76.28
5. Climate Change 2
200,000,000
0
1,241,900,000 200,000,000
1,010,927,276 200,000,000
2. low Carbon and Resilient Development Program (LCRDP)*
100,000,000
0
3. Local Government Finance Reform dan Governance Reform (LGFGR) 2 Sub Total ADB
200,000,000
200,000,000
500,000,000
400,000,000
1. Infrastructure Reform Sector Development Program 3
100,000,000
100,229,661
2. Climate Change Program Loan III*
200,000,000
0
0
0
0
APBN-P (USD) 1
2
3
4
WB
ADB
JICA
1. Development Policy Loan (DPL) 8
Sub Total WB 1. Development Policy Support Program (DPSP) 6
Sub Total JICA France Climate Change Program Loan 3* Sub Total France
300,000,000 100,000,000 100,000,000
% 200
0 100 0
100
100.23
100,229,661
0
TOTAL
2,141,900,000
1,511,156,938
70.55
TOTAL setelah disesuaikan dengan Cancellation
1,741,900,000
1,511,156,938
88.28
Catatan: * pinjaman program yang dibatalkan
b) Surat Berharga Negara (SBN) Dalam APBN Tahun 2011 telah ditetapkan bahwa target pembiayaan dari Surat Berharga Negara (SBN) Neto yang terdiri dari Surat Utang Negara (SUN) dan Surat Berharga Syariah Negara (SBSN) adalah sebesar Rp126,6 triliun dengan realisasi sebesar Rp119,86 triliun (memperhitungkan accrued interest).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
30
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Tabel 3.3 Target dan Realisasi SBN Tahun 2011 (dalam jutaan rupiah)
SBN jatuh tempo 2011 SBN Netto (APBN) Rencana Buyback Kebutuhan Penerbitan 2011
81.025.976 126.653.900 3.499.986 211.179.862
81.025.976 119.864.829 3.499.986 204.598.910
% realisasi (Target APBN) 100,00% 94,64% 100,00% 96,88%
SUN
178.108.452
171.292.500
96,17%
SUN Domestik - ON - SPN - ORI SUN Valas SBSN
156.665.952 102.565.952 43.100.000 11.000.000 21.442.500
149.850.000 98.850.000 40.000.000 11.000.000 21.442.500
33.071.410
33.306.410
SBSN Domestik - IFR - SBSN Ritel - SDHI - SPN-S SBSN Valas
24.271.410 4.610.000 7.341.410 11.000.000 1.320.000 8.800.000
24.271.410 4.610.000 7.341.410 11.000.000 1.320.000 9.035.000
Target APBN
Realisasi
100,71%
(1) Penerbitan SUN Pada awal tahun 2011 ditetapkan target penerbitan SUN bruto sebesar Rp173,154 triliun. Seiring dengan perkembangan realisasi APBN, maka target penerbitan SUN bruto diubah sesuai dengan revisi strategi pembiayaan tahunan menjadi Rp178,1 triliun (Tabel 3.3). Selanjutnya sesuai hasil koordinasi antara Ditjen Pengelolaan Utang dan Ditjen Perbendaharaan, maka penerbitan SBN bulan Desember 2011 diberhentikan mengingat saldo kas Pemerintah dalam kondisi aman untuk pembiayaan APBN pada awal tahun 2012, sehingga target penerbitan SUN bruto menjadi Rp171,56 triliun. Realisasi penerbitan SUN bruto pada tahun 2011
adalah
sebesar
Rp171,29
triliun
di
bawah
target.
Kekurangan tersebut disebabkan antara lain karena adanya kehilangan potensi upsize lelang SUN yang diberhentikan. Selain itu dalam Undang-Undang tentang SUN disebutkan bahwa target penerbitan SUN Neto merupakan jumlah maksimal, dapat lebih kecil sesuai kebutuhan pembiayaan APBN dan kondisi pasar keuangan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
31
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Pencapaian indikator Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui SUN yang cukup, efisien dan aman didukung dengan kegiatan-kegiatan sebagai berikut: i.
Penerbitan SUN dalam mata uang rupiah Tahun 2011, target penerbitan SUN dalam mata uang rupiah adalah sebesar Rp148,05 triliun (belum memperhitungkan rencana penerbitan SPN 3 bulan) sedangkan realisasinya sampai dengan 31 Desember 2011 adalah sebesar Rp149,85 triliun dengan jumlah penawaran yang masuk sebesar Rp405,7 triliun. Jumlah penerbitan tersebut terdiri dari: (i)
Penerbitan Obligasi Negara (ON) dalam denominasi Rupiah (tidak termasuk ORI) sebesar Rp393,4 triliun. Penerbitan Obligasi Negara secara reguler dilakukan dengan cara lelang di pasar perdana. Pada setiap penerbitan, jumlah penawaran yang masuk lebih besar dibandingkan dengan penawaran yang dimenangkan dengan bid to cover ratio berkisar dari 1,02 kali sampai 56,63 kali. Hal ini mencerminkan permintaan pasar atas SUN yang cukup baik meskipun fluktuatif, dan dalam setiap
penerbitan
SUN,
Pemerintah
selalu
memperhatikan cost and risk of borrowing (tidak serta merta memenangkan seluruh bid yang masuk). Pada lelang SUN di pasar perdana tanggal 9 Agustus 2011, Pemerintah tidak memenangkan semua penawaran yang masuk, dikarenakan beban yang harus ditanggung Pemerintah terlalu tinggi. Selama tahun 2011, Pemerintah menerbitkan ON dengan jenis Fixed Rate yang mempunyai struktur jatuh tempo berjangka pendek, menengah dan panjang, yaitu antara tahun 2016 dan 2041. Penerbitan ON dalam denominasi Rupiah mempertimbangkan berbagai aspek, antara lain: (i) struktur jatuh tempo utang yang sudah ada, (ii)
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
32
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
pengembangan pasar sekunder SUN, (iii) usulan seri SUN yang akan menjadi seri benchmark pada tahun 2012, dan (iv) analisis cost and risk. (ii)
Penerbitan Surat Perbendaharaan Negara (SPN) selama tahun 2011 adalah sebesar Rp40 triliun. Selama tahun 2011, Pemerintah melakukan lelang penerbitan SPN bersamaan dengan penerbitan ON secara reguler sebanyak 22 kali dari target sebanyak 23 frekuensi dengan menerbitkan seri-seri baru sekaligus juga reopening atas seri SPN tersebut. Pada tahun 2011 ini Pemerintah untuk pertama kalinya melakukan lelang penerbitan SPN tenor 3 bulan.
(iii)
Penjualan Obligasi Negara Ritel (ORI) tahun 2011 yaitu seri ORI008 sebesar Rp11 triliun. Penjualan ORI dalam tahun 2011 ditargetkan sebanyak 1 frekuensi dengan target awal nominal penerbitan sebesar Rp7 triliun. Penjualan ORI merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh Pemerintah untuk memperluas basis investor SUN, karena penjualan ORI ditujukan untuk investor individu/perorangan dan berstatus sebagai Warga Negara Indonesia. ORI008 diterbitkan pada tanggal 26 Oktober 2011 dengan nilai nominal Rp11 triliun dan kupon sebesar 7,3% per tahun yang dibayar secara bulanan. ORI008 memiliki tenor selama 3 tahun dengan jatuh tempo pada tanggal 15 Oktober 2014. Penerbitan
ORI
ini
dilaksanakan
dengan
cara
bookbuilding melalui Agen Penjual. Dalam
rangka
mendukung
program
pelestarian
lingkungan hidup, pada penerbitan ORI008 mengangkat tema ”ORI008 Investasi Hijau Untuk Negeri”, dimana beberapa Agen Penjual akan mendonasikan sebagian
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
33
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
keuntungan
penjualan
ORI008
untuk
mendukung
program pelestarian lingkungan hidup. ii.
Penerbitan Surat Utang Negara dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional (Global Bonds) Penerbitan Global Bonds dalam tahun 2011 ditargetkan sebanyak 2 frekuensi dengan realisasi penerbitan sampai dengan 31 Desember 2011 sebanyak 1 frekuensi. Sejak tahun 2009 sampai dengan tahun ini, Pemerintah melaksanakan penerbitan SUN dalam denominasi US Dollar melalui program Global Medium Term Notes (GMTN) dengan format
RegS/144
A,
dimana
sebelumnya
Pemerintah
menerbitkan Global Bonds melalui stand alone dengan format RegS/144 A. Hal ini didasari beberapa pertimbangan, yaitu: (i) Dokumentasi penerbitan tidak banyak berbeda dengan program stand alone yang selama ini telah digunakan Pemerintah. (ii) Waktu pelaksanaan transaksi lebih singkat, sehingga Pemerintah dapat menerbitkan SUN valas secara cepat dengan memanfaatkan peluang yang ada. (iii) Pemerintah mempunyai fleksibilitas yang tinggi dalam penerbitan SUN valas, antara lain dalam penentuan waktu pelaksanaan transaksi, merespon minat beli investor individual (private placement). (iv) Biaya dan dokumentasi penerbitan yang cenderung lebih ringan dibandingkan dengan format SEC Shelf Registration. (v) Distribusi penjualan yang mencakup seluruh dunia (termasuk Qualified Institutional Buyers (QIBs) di Amerika Serikat).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
34
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
(vi) Dapat digunakan untuk penerbitan dengan metode private placement dengan jumlah investor terbatas. Penerbitan SUN dalam denominasi US Dollar melalui program GMTN terlaksana pada bulan April 2011 dan setelmen pada bulan Mei 2011, dengan nominal penerbitan sebesar USD 2,5 miliar. Sebagaimana penerbitan sebelumnya, penerbitan pada tahun 2011 ini juga mendapatkan sambutan yang baik di pasar internasional. Total volume pemesanan yang masuk mencapai USD6,9 miliar, dimana + USD3,3 miliar dari wilayah Amerika Serikat, + USD1,5 miliar dari wilayah Eropa dan + USD2 miliar dari wilayah Asia. Hasil penerbitan Global Bonds ini menunjukkan kepercayaan yang tinggi dari para investor internasional terhadap manajemen fiskal dan prospek ekonomi Indonesia jangka panjang. Pada penerbitan SUN dalam denominasi US Dollar tahun 2011, Pemerintah terlebih dahulu melakukan upsizing GMTN Program dari yang semula USD4 miliar menjadi USD9 miliar. Upsizing dilakukan mengingat terhadap jumlah program awal sebesar USD4 miliar, Pemerintah telah menerbitkan SUN valas dengan program GMTN sebesar USD3 miliar pada tahun 2009, sehingga tersisa USD1 miliar. Untuk mengakomodasi penerbitan SUN valas tahun 2010 dan tahun-tahun selanjutnya, perlu dilakukan upsizing GMTN Program,
dalam
hal
ini
upsizing
dilakukan
hingga
keseluruhan program menjadi sebesar USD9 miliar (naik USD5 miliar). Pada tahun 2011, Pemerintah membatalkan penerbitan SUN dalam denominasi Yen atau lebih dikenal dengan nama Samurai
Bonds/Shibosai.
Hal
ini
dikarenakan
kurang
kondusifnya Jepang setelah bencana gempa bumi dan tsunami.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
35
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
(2) Penerbitan SBSN Target penerbitan SBSN sesuai dengan perubahan strategi utang tahunan tahun 2011 sebesar Rp33,071 triliun, sedangkan realisasi penerbitan SBSN sampai dengan akhir tahun 2011 sebesar Rp33,306 triliun atau mencapai 100,71%. Kelebihan realisasi penerbitan SBSN sebesar Rp235 milyar disebabkan oleh perbedaan kurs pada saat penerbitan SBSN dalam valuta asing. Adapun rincian realisasi penerbitan SBSN tersebut adalah sebagai berikut:
i.
Penerbitan SBSN dalam mata uang rupiah sebesar Rp24,271 triliun yang terdiri dari:
(i)
Penerbitan SBSN melalui metode lelang di pasar perdana dalam negeri. Realisasi penerbitan SBSN seri IFR dengan metode lelang di pasar perdana dalam negeri yang dilakukan secara reguler selama tahun 2011 sebesar Rp4,61 triliun dengan frekuensi pelaksanaan lelang sebanyak 8 kali. Jumlah penawaran pembelian yang disampaikan oleh investor melalui lelang SBSN tahun 2011 cukup besar, yaitu mencapai Rp33,706 triliun dengan rata-rata mencapai 480,31% di atas target indikatif setiap penerbitan. Jumlah penawaran yang masuk lebih besar dibandingkan dengan penawaran yang dimenangkan dengan bid to cover ratio berkisar dari 1,25 kali sampai 15,82 kali, disamping terdapat 4 seri yang tidak diambil oleh Pemerintah. Hal ini mencerminkan permintaan pasar atas SBSN yang cukup baik meskipun fluktuatif, dan dalam setiap penerbitan SBSN, Pemerintah selalu memperhatikan cost and risk of borrowing, sehingga tidak selalu memenangkan seluruh bid yang masuk. Sebagian besar penawaran pembelian disampaikan oleh Bank dan Dana Pensiun, masing-masing mencapai 58,62%
dan
15,88%.
Sementara
itu,
penawaran
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
36
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
pembelian oleh investor syariah masih relatif terbatas, yaitu hanya mencapai 2,88%. Meskipun belum merefleksikan harga wajar, penawaran yield yang disampaikan oleh investor semakin rasional, cenderung menurun mendekati owner estimate yang ditetapkan Pemerintah, yaitu dari rata-rata 49,91 bps di atas yield SUN seri benchmark pada tahun 2010, menjadi rata-rata 45,71 bps di atas yield SUN seri benchmark pada tahun 2011. Grafik 3.2 Perkembangan Penerbitan SBSN Seri IFR melalui metode lelang Tahun 2009 - 2011 (Miliar Rp) 7,000 6,000
5,000 4,000 3,000
2,000 1,000 -
Jumlah Nominal Jumlah Lelang
(ii)
2009 1,277
2010 6,150
2011 4,610
3
13
8
Penerbitan SBSN melalui metode Private Placement. Penerbitan SBSN melalui metode Private Placement selama tahun 2011 dilakukan dengan seri Sukuk Dana Haji
Indonesia
(SDHI)
yang
merupakan
bentuk
kerjasama antara Kementerian Keuangan Republik Indonesia
dengan
Kementerian
Agama
Republik
Indonesia. Realisasi penerbitan SBSN seri SDHI selama tahun 2011 sebesar Rp11 triliun dengan frekuensi penerbitan sebanyak 3 kali. Penerbitan SBSN seri SDHI tersebut menggunakan akad Ijarah Al-Khadamat, dengan tingkat imbal hasil tetap yang mempunyai struktur jatuh tempo berjangka pendek dan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
37
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
jangka
menengah.
Penerbitan
SDHI
dimaksud
merupakan tindaklanjut dari nota-kesepahaman antara Menteri Keuangan dengan Menteri Agama mengenai sinergi kebijakan pengelolaan SBSN oleh Kemenkeu dan pengelolaan dana haji dan dana abadi umat oleh Kementerian Agama yang dilakukan pada tahun 2009. Prinsip-prinsip dalam penempatan dana haji dan dana abadi umat dalam SBSN adalah sebagai berikut: Semaksimal mungkin memberikan manfaat bagi pengelolaan Dana Haji dan Dana Abadi Umat (DAU), melalui penyediaan instrumen investasi yang aman dengan imbal-hasil yang kompetitif serta proses penempatan
yang
hati-hati,
transparan,
dan
akuntabel. Semaksimal mungkin memberikan manfaat bagi pembiayaan APBN, melalui penyediaan sumber pembiayaan
pembangunan
yang
aman
dan
berkelanjutan. Sampai dengan saat ini, total penerbitan SDHI mencapai Rp26,469 triliun. Namun sudah terdapat 3 seri SDHI yang jatuh tempo pada tahun 2010 dengan nilai nominal mencapai RpRp2,686 triliun. Dengan demikian total outstanding SDHI per akhir tahun 2011 mencapai Rp23,783 triliun.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
38
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Grafik 3.3 Perkembangan Penerbitan SDHI Tahun 2009 - 2011 (Miliar Rp) 15,000 12,000 9,000
6,000 3,000 Jumlah Nominal
Jumlah Seri
(iii)
2009 2,686
2010 12,783
2011 11,000
Total Penerbitan 26,469
Total Outstanding 23,783
3
5
3
11
8
Penerbitan SBSN/Sukuk Negara Ritel melalui metode bookbuilding di pasar perdana dalam negeri. Sukuk Negara Ritel ini adalah salah satu jenis Sukuk Negara yang didesain khusus untuk investor individu Warga Negara Indonesia di pasar perdana. Sampai dengan tahun 2011, Pemerintah telah melakukan penerbitan Sukuk Negara Ritel sebanyak tiga kali, yaitu Sukuk Negara Ritel seri SR-001 dan SR-002 yang diterbitkan masig-masing pada tahun 2009 dan 2010, serta SR-003 pada tahun 2011. Adapun manfaat dari penerbitan Sukuk Ritel ini, selain untuk pemenuhan kebutuhan pembiayaan APBN, juga antara lain sebagai berikut: Diversifikasi sumber pembiayaan APBN. Memperluas basis investor Surat Berharga Negara di pasar domestik. Memberikan alternatif instrumen ritel yang berbasis syariah bagi investor. Mendukung pengembangan pasar keuangan syariah. Memberikan kesempatan kepada investor kecil untuk berinvestasi dalam instrumen pasar modal yang amanah dan menguntungkan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
39
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Memperkuat
pasar
modal
Indonesia
dengan
mendorong transformasi dari savings-oriented society menjadi investment-oriented society. Realisasi penjualan Sukuk Negara Ritel seri SR003 di pasar perdana dalam negeri melalui metode bookbuilding pada tahun 2011 sebesar Rp7,341 triliun. Dari pengalaman penerbitan dan penjualan Sukuk Negara Ritel tersebut, terlihat bahwa Sukuk Negara Ritel sangat diminati oleh masyarakat khususnya investor individu yang tercermin dari: Permintaan tambahan kuota penjualan hampir dari seluruh Agen Penjual pada setiap kali penerbitan Sukuk Negara Ritel, sehingga terdapat pemesanan pembelian dari beberapa Agen Penjual yang tidak disetujui oleh Pemerintah karena jumlah pemesanan telah melampaui kuota penjualan. Total
pemesanan
pembelian
pada
setiap
kali
penerbitan Sukuk Negara Ritel jauh lebih tinggi dibandingkan indikasi awal dari seluruh Agen Penjual, masing-masing mencapai SR-001 = 213,9%, SR-002 = 184,69% dan SR-003 = 103,84%. Besarnya
jumlah
investor
yang
menyampaikan
pemesanan pembelian Sukuk Ritel, masing-masing 14.295 investor pada penerbitan SR-001 meningkat menjadi 17.231 investor pada penerbitan SR-002, serta 15.487 investor pada SR-003.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
40
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Tabel 3.4 Perbandingan Distribusi Investor Sukuk Ritel Berdasarkan Wilayah
No.
Volume Pembelian (%)
Deskripsi
SR-001
SR-002
Jumlah Investor (%)
SR-003
SR-001
SR-002
SR-003
1. DKI
53,41
52,32
55,40
41,53
41,58
41,17
2. Indonesia Barat Selain DKI
42,84
44,19
40,33
51,65
52,41
52,32
3. Indonesia Tengah
2,55
2,43
2,97
4,41
4,40
4,62
4. Indonesia Timur
1,11
1,06
1,30
2,41
1,61
1,89
100
100
100
100
100
100
Total
Tabel 3.5 Perbandingan Distribusi Investor Sukuk Ritel Berdasarkan Profesi No.
Deskripsi
Volume Pembelian (%)
SR-001
Jumlah Investor (%)
SR-002
SR-003
SR-001
SR-002
SR-003
1. PNS
24,61
11,81
12,77
11,33
22,06
22,94
2. Pegawai Swasta
21,54
34,07
31,05
39,02
23,79
23,74
3. Ibu Rumah Tangga
17,01
15,46
15,24
10,91
19,89
18,38
4. Wiraswasta
13,88
23,69
22,91
16,93
19,00
19,09
5. TNI/Polri
00,42
00,22
0,33
00,28
00,46
0,41
6. Lainnya
22,54
14,76
17,70
21,53
14,80
15,44
100
100
100
100
100
100
Total
Terkait penerbitan Sukuk Ritel, Pemerintah menetapkan kebijakan penerbitan hanya 1 kali untuk setiap tahun, yaitu mempertimbangkan daya serap investor ritel yang masih terbatas dan untuk memberikan ruang waktu bagi penerbitan intrumen ritel lainnya (ORI). (iv)
Penerbitan Surat Perbendaharaan Negara – Syariah (SPN-S) melalui metode lelang. Pada tahun 2011 dilakukan penerbitan instrumen SBSN baru berupa Surat Perbendaharaan Negara – Syariah (SPN-S) tenor 6 bulan yang dilaksanakan dengan metode lelang. Instrumen SBSN baru tersebut selain berfungsi sebagai instrumen dalam rangka pengelolaan cash mismatch, juga dapat digunakan untuk mendukung pelaksanaan operasi moneter oleh Bank Indonesia (market-based monetary policy).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
41
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Selain
itu,
penerbitan
SPN-S
akan
mendorong
pengembangan pasar keuangan, khususnya pasar uang syariah,
Optimalisasi
operasional
pengelolaan
kas
Negara dan penyediaan instrumen untuk mendukung pengelolaan likuiditas bagi perbankan syariah. Realisasi penerbitan SPN-S melalui metode lelang selama tahun 2011 sebesar Rp1,32 triliun. ii.
Penerbitan SBSN dalam valuta asing di pasar internasional melalui metode bookbuilding Pada tahun 2011 dilakukan penerbitan SBSN dalam valuta asing sebesar USD1 miliar atau ekuivalen Rp9,035 triliun. Penerbitan SBSN dalam valuta asing seri SNI melalui metode bookbuilding di pasar perdana dalam internasional yang dilakukan pada tahun 2011, dengan pertimbangan sebagai berikut: (i) Menciptakan benchmark di pasar keuangan syariah internasional; (ii) Perluasan basis investor, khususnya Islamic Investors dari pasar internasional; (iii) Menjaga kontinuitas eksistensi dan kehadiran Indonesia di pasar keuangan syariah internasional; (iv) Menghindari terjadinya crowding out di pasar dalam negeri; (v) Mengurangi tekanan terhadap kondisi pasar Surat Berharga Negara (SBN) di dalam negeri; dan (vi) Memanfaatkan momentum potensi permintaan investor internasional yang cukup besar terhadap Sukuk Global Indonesia, mengingat pada tahun 2010 Indonesia tidak melakukan penerbitan Sukuk Global.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
42
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Grafik 3.4 Sebaran Investor Global Sukuk SNI18 Berdasarkan Tipe Investor Insurance and Pension Fund 6%
Sovereign & Sovereign Wealth Fund 11%
Retail 7%
Funds 59%
Bank 17%
Grafik 3.5 Sebaran Investor Global Sukuk SNI18 Berdasarkan Wilayah
Indonesia 12%
Asia 32%
Middle East/Islamic 30%
Eropa 18%
US 8%
2) Beberapa tantangan dalam pemenuhan pembiayaan melalui utang, antara lain: a) Pembiayaan melalui utang khususnya SBN perlu memperhatikan keseimbangan antara realisasi penyerapan/belanja pada APBN dan kondisi saldo kas pemerintah dengan keteraturan penerbitan SBN di pasar keuangan; b) Proyeksi realisasi defisit APBN tidak dapat diketahui secara akurat lebih awal sehingga berdampak pada operasi penerbitan dan buyback SBN; c) Potensi daya serap pasar SBN domestik relatif masih terbatas, yang disebabkan antara lain tingginya tingkat imbal hasil/return yang diharapkan oleh institusi keuangan domestik, termasuk masih
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
43
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
rendahnya partisipasi investor terhadap instrumen yang berbasis syariah; d) Risiko nilai tukar cukup tinggi mengingat penerbitan SBN valas masih diperlukan akibat pasar SBN domestik yang masih terbatas, serta untuk menghindari crowding out effect; e) Tingginya kepemilikan asing pada portofolio SBN mengakibatkan terjadinya peningkatan volatilitas pasar SBN domestik sehingga menghambat upaya Pemerintah untuk menyediakan pembiayaan APBN melalui penerbitan SBN dengan tingkat biaya yang wajar; f) Terbatasnya dana yang tersedia untuk melakukan upaya stabilisasi pasar SBN saat terjadi krisis; g) Terbatasnya sumber pembiayaan dalam bentuk pinjaman lunak seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian Indonesia yang ditunjukkan oleh meningkatnya GDP per Kapita; h) Krisis keuangan yang dialami negara-negara zona eropa turut memberikan ketidakpastian antar pelaku pasar. Situasi yang serba sulit akibat beban utang yang tinggi di negara-negara zona eropa tersebut berpotensi mempengaruhi arus dana masuk dan keluar dari dan ke Indonesia yang berdampak pada pasar keuangan di Indonesia; i)
Keterbatasan jumlah dan jenis underlying assets yang siap digunakan untuk penerbitan SBSN; dan
j)
Belum tersedianya Islamic-benchmark yang reliable di pasar sehingga mendorong investor dan pelaku pasar menerapkan tambahan premium
pada
instrumen
syariah
dibanding
instrumen
konvensional. 3) Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut, antara lain: a) Meningkatkan
koordinasi
dengan
Otoritas
Moneter,
Ditjen
Anggaran, Ditjen Perbendaharaan, dan BKF;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
44
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
b) Meningkatkan akurasi proyeksi kas pemerintah oleh tim Cash Planning Information Network (CPIN); c) Bekerjasama dengan lembaga terkait (antara lain SRO, Bank Indonesia, Bapepam-LK) dalam mengupayakan pengembangan pasar SBN domestik antara lain melalui deregulasi aturan terkait investasi oleh lembaga keuangan domestik, memperluas basis investor SBN domestik, dan mengembangkan instrumen SBN; d) Mengembangkan strategi pengelolaan risiko nilai tukar melalui instrumen derivatif (hedging) dan penerapan konsep asset liability management dengan Ditjen Perbendaharaan dan Bank Indonesia (natural hedging); e) Meningkatkan koordinasi dengan lembaga keuangan baik domestik maupun
internasional
dalam
rangka
mendapatkan
sumber
pembiayaan utang alternatif; f) Mempersiapkan infrastruktur dalam rangka menjaga stabilitas pasar SBN dari potensi sudden reversal, melalui penyiapan bond stabilization fund dan mengefektifkan pelaksanaan transaksi langsung SBN dalam kerangka CMP (Crisis Management Protocol); g) Mengoptimalkan
penggunaan
pinjaman
secara
efektif
yang
didukung pemanfaatan pemberi pinjaman sesuai dengan expertise dan spesialisasinya. Dengan fokus kegiatan yang sesuai dengan spesialisasinya, pemberi pinjaman menurunkan kebutuhan untuk tambahan biaya pendampingan dan supervisi kegiatan yang pada akhirnya akan ditransmisikan ke biaya pinjaman. Selain itu, pemberi pinjaman juga dapat dipastikan telah memiliki pengalaman untuk mengerjakan
sebuah
kegiatan
tertentu
sehingga
kemampuan
menganalisa pada saat perencanaan lebih terjamin kualitasnya dan kemungkinan gagal dalam pelaksanaan relatif kecil. Dua hal ini akan mengurangi beban biaya baik bagi pemberi pinjaman (overhead cost) maupun bagi Pemerintah (cost of capital);
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
45
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
h) Mengingat pasar SBSN domestik baru mulai terbentuk dan masih dalam tahap pengembangan, maka secara konsisten akan terus melakukan berbagai aktivitas meliputi, Penyempurnaan mekanisme penerbitan SBSN, Penguatan infrastruktur dalam rangka peningkatan kinerja pasar sekunder SBSN dan transparansi harga SBSN; i)
Menjamin ketersediaan Underlying Asset sesuai dengan jumlah kebutuhan penerbitan, dengan terus melakukan kajian diversifikasi Aset
SBSN
dan
mengembangkan
instrumen
SBSN
baru
menggunakan underlying selain Barang Milik Negara seperti proyekproyek pada APBN. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. b. Persentase pencapaian target effective cost Effective cost merefleksikan biaya riil yang harus dikeluarkan oleh Pemerintah dalam menerbitkan/mengadakan utang. IKU ini bertujuan supaya Pemerintah dalam menerbitkan/mengadakan utang dengan biaya utang yang wajar sesuai target yang ditetapkan. Pencapaian target effective cost berarti kombinasi tingkat biaya utang yang diterbitkan dalam satu tahun sama dengan atau di bawah target effective cost yang ditetapkan. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. 1) Pada tahun 2011, pencapaian target effective cost ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 83,50%. Adapun rincian pencapaian effective cost berdasarkan mata uang sampai dengan kuartal lV tahun 2011 adalah sebagai berikut: a) realisasi effective cost IDR sebesar 7,48% dari target sebesar 9,27% (80,68%); b) realisasi effective cost USD sebesar 4,82% dari target sebesar 6,13% (79,18%);
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
46
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
c) realisasi effective cost JPY sebesar 2,91% dari target sebesar 3,21% (90,65%). Keberhasilan penurunan biaya utang (target effective cost) disebabkan: a) pemilihan instrumen pembiayaan melalui SBN yang tepat dengan adanya kombinasi penerbitan SPN yang memiliki biaya yang rendah serta kombinasi pengelolaan risiko yang optimal melalui penerbitan SBN jangka panjang; b) strategi komunikasi yang efektif dengan pelaku pasar saat lelang SBN
dan
kreditor
dalam
melakukan
negosiasi
sehingga
mendapatkan biaya utang yang lebih rendah; c) kondisi fundamental Ekonomi Indonesia yang baik ditunjukkan dengan tingkat pertumbuhan 2011 diperkirakan mencapai 6,5%, tingkat inflasi yang berada pada tingkat 3,79% (yang
kedua
terendah dalam dekade terakhir), serta penurunan BI rate sebesar 75 bps menjadi 6% dalam 3 bulan terakhir di tahun 2011. Kondisi tersebut mendorong turunnya tingkat bunga dan menambah kepercayaan dari investor domestik dan asing; d) likuiditas Pasar SBN yang meningkat di Pasar Perdana (lelang) maupun Pasar Sekunder mendorong turunnya yield penerbitan SBN. Meningkatnya likuiditas disebabkan semakin tingginya appetite investor asing masuk ke pasar SBN Domestik dan pertumbuhan investor domestik yang semakin tinggi. Tingginya capital inflow mendorong turunnya yield SBN domestik dan kepemilikan asing pun meningkat
dari Rp196,76T (30,53%) diawal Desember 2011
menjadi Rp222,86T (30,8%) pada akhir Desember 2011; e) penerbitan SBN Valas dengan yield yang lebih rendah dari sebelumnya
yang
mencerminkan
baiknya
internasional terhadap risiko kredit indonesia
persepsi
investor
di tengah adanya
krisis utang di zona Euro. Membaiknya kondisi risiko kredit Indonesia dibuktikan dengan naiknya credit rating Indonesia menjadi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
47
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Investment Grade (BBB- dari Fitch) dan outlook positif dari lembaga rating lainnya. 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target effective cost. a) Kondisi
pasar
keuangan
yang
fluktuatif
berpotensi
dapat
meningkatkan yield SBN, sehingga biaya utang yang ditanggung pemerintah meningkat; b) Tingginya biaya utang melalui pinjaman komersial yang disebabkan adanya tambahan biaya-biaya terkait penarikan utang. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Memperhatikan kondisi pasar keuangan untuk menentukan waktu penerbitan SBN yang optimal sehingga dapat menurunkan yield penerbitan SBN; b) Meningkatkan usaha negosiasi terms and conditions pinjaman untuk menekan/mengurangi biaya-biaya terkait penarikan pinjaman komersial. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase pencapaian target effective cost pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. c.
Persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi Persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi merefleksikan komposisi instrumen utang yang memiliki tingkat risiko yang terkendali. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang diarahkan kepada ketepatan atas target (stabilize), dimana capaian yang makin mendekati target adalah capaian yang diharapkan. 1) Pada tahun 2011, persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi direncanakan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 96,80%. Realisasi tersebut disebabkan karena pengelolaan portofolio utang telah mengikuti strategi pengelolaan utang, dengan perincian: a) Realisasi pangsa portofolio utang valas sebesar 45,43% dari target sebesar 45,90%;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
48
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
b) Realisasi pangsa portofolio utang VR sebesar 17,23% dari target sebesar 18,62%; c) Realisasi pangsa portofolio STD sebesar 6,97% dari target sebesar 7,20%. Struktur portofolio utang relatif mendekati target strategi, dimana pencapaian struktur tersebut dilakukan melalui penerbitan/pengadaan utang baru serta transaksi pasar sekunder seperti buyback & debt switch. Secara keseluruhan risiko utang yang dicapai lebih rendah dari yang ditargetkan
tanpa
meningkatkan
biaya
utang
secara
signifikan.
Keberhasilan indikator ini didukung dengan kegiatan: a) Restrukturisasi utang melalui pembelian kembali sebelum jatuh tempo (buyback); dan b) Pengurangan Utang melalui skema debt switching. 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi antara lain: a) Besarnya jumlah utang yang jatuh tempo dalam jangka pendek yang disebabkan penerbitan SPN 3 bulan sebagai acuan penentuan tingkat bunga obligasi variable rate yang berpotensi meningkatkan risiko refinancing; b) Melemahnya rupiah terhadap USD pada akhir tahun yang disebabkan krisis keuangan di Eropa. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Melakukan debt switching dengan menukar utang yang jatuh tempo dalam 5 tahun dengan utang yang memiliki jangka waktu pelunasan lebih panjang; b) Menjaga penerbitan SBN valas dalam jumlah yang terkendali. Dengan demikian, target pencapaian persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
49
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
d. Pencapaian SS Pembiayaan dalam jumlah yang cukup, efisien, dan aman bagi kesinambungan fiskal dengan indikator persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang cukup, efisien, dan aman, persentase pencapaian target effective cost, dan persentase pemenuhan struktur portofolio utang sesuai dengan strategi, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik.
Signing Ceremony Sustainable Economic Development Through Technical and Vocational Education Training (SED-TVET) Jakarta, 15 Desember 2011
Signing Ceremony Smallholder Livelihood Development Project in Eastern Indonesia (SOLID) Jakarta, 5 Juli 2011
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
50
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Penandatanganan Kontrak Pengadaan Jasa Agen Penjual ORI Tahun 2011
2.
SS Transparansi pengelolaan utang dengan indikator persentase publikasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang Persentase publikasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang adalah persentase capaian jumlah publikasi yang disampaikan kepada publik terhadap target yang ditetapkan dalam satu tahun. Publikasi adalah proses diseminasi data dan informasi utang kepada eksternal DJPU (investor/lender dan publik) melalui berbagai media. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. a. Pada tahun
2011,
persentase publikasi
dalam rangka transparansi
pengelolaan utang direncanakan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 104,87%, dengan realisasi sebagai berikut: Tabel 3.6 Realisasi Publikasi Tahun 2011 No 1) 2) 3) 4)
Jenis Publikasi
Satuan
Target
Realisasi
Publikasi bulanan pengelolaan pinjaman dan hibah Publikasi laporan pengelolaan pinjaman dan hibah semesteran Press release lelang SUN Data/informasi perkembangan SUN
set
12
12
set
2
1
set set
48 12
62 12
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
51
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
No 5) 6)
7) 8) 9) 10) 11) 12) 13) 14) 15)
Jenis Publikasi
Satuan
Target
Realisasi
Presentasi investor meeting Bahan update website tentang posisi outstanding SBN, perdagangan SBN benchmark, domestik seri dan kepemilikan SBN Press release lelang SBSN Rencana dan hasil seleksi Peserta Seleksi Strategi pengelolaan utang negara 2010-2014 Pengelolaan KK Buku saku Statistik Utang Luar Negeri Indonesia (Sulni) Laporan Central Government Debt: Statistical Tables Laporan Keuangan BA Pengelolaan Utang Laporan Keuangan BA Pengelolaan Hibah
set set
24 372
32 661
set
33
34
set
2
5
set
1
1
set set set
1 12 12
1 12 12
set
4
4
set
2
2
set
2
2
Penjelasan tabel capaian di atas, adalah sebagai berikut: 1) Terkait dengan pengelolaan pinjaman dan hibah, pada tahun 2011 ditargetkan publikasi terdiri dari laporan pengelolaan pinjaman/hibah bulanan, semesteran, dan publikasi lainnya yang bersifat insidentil, misalnya
dalam
hal
lender/donor
menghendaki
dilakukannya
penandatanganan perjanjian pinjaman/hibah secara seremonial dan dipublikasikan. Sampai dengan tanggal 30 Desember 2011, Direktorat Pinjaman dan Hibah telah menerbitkan 13 dokumen yaitu 12 Laporan Pengelolaan Pinjaman dan Hibah untuk bulan Januari – Desember 2011 dan satu Laporan Semesteran (Semester I 2011), sedangkan untuk Laporan Semester II 2011 akan dipublikasikan pada awal tahun 2012, sehingga capaiannya adalah 75%. 2) Terkait dengan pengelolaan SUN, ditargetkan sebanyak 456 set dan terealisasi sebanyak 767 set terdiri dari press release transaksi SUN (lelang, debt switch, buy back, transaksi SUN secara langsung) 62 set, penyediaan data/informasi perkembangan SUN sebanyak 12 set, penyusunan bahan presentasi government debt securities management pada investor meeting sebanyak 32 set, publikasi posisi outstanding SUN 75 set, publikasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
52
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
perdagangan SUN domestik seri benchmark (dalam dua bahasa) 116 set serta publikasi kepemilikan SBN (dalam dua bahasa) 470 set. Capaian kegiatan yang melebihi target ini disebabkan antara lain karena publikasi kepemilikan SUN dilakukan 5 (lima) kali dalam seminggu dan dalam 2 (dua) versi (Indonesia dan Inggris). Selain itu, publikasi perdagangan SUN domestik pada tahun 2011 ini juga dilakukan dalam 2 (dua) bahasa, sehingga menambah jumlah realisasi publikasi yang dilakukan Direktorat SUN. 3) Terkait dengan pengelolaan SBSN, ditargetkan sebanyak 35 set dan terealisasi sebanyak 39 set, yang terdiri dari 34 Press release lelang SBSN, 5 set rencana dan hasil seleksi Pembiayaan Syariah. 4) Terkait dengan pengelolaan strategi dan portofolio utang dan kewajiban kontijensi, pelaksanaan kegiatan dalam rangka transparansi di tahun 2011 ditargetkan dua publikasi dengan realisasi dua publikasi yakni: a) Publikasi Strategi Pengelolaan Utang negara tahun 2010-2014. Publikasi tersebut telah disampaikan kepada unit internal Kemenkeu, Bappenas, BPK, DPR dan K/L yang terkait dengan pengelolaan utang. Sedangkan publikasi kepada pihak asing seperti lender, rating agency, dan investor asing telah dilakukan melalui forum diskusi. Penyusunan Strategi Pengelolaan Utang dalam Bahasa Inggris telah diselesaikan bulan April 2011; b) Publikasi terkait pengelolaan kewajiban kontinjensi T.A. 2011 telah dilakukan dengan ND-728/PU.5/2011 tanggal 28 Desember 2011. Publikasi ini juga telah di-upload pada situs DJPU sehingga dapat diakses masyarakat umum pada tanggal 30 Desember 2011. 5) Terkait dengan pengelolaan evaluasi, akuntansi, dan setelmen utang, ditargetkan sebesar 44 laporan dengan realisasi sebesar 44 laporan yang terdiri dari: a) 36 set laporan bulanan (Buku Saku Perkembangan Utang, Penyampaian Laporan Nomor register Loan/Grant Agreement, dan Statistik Utang Luar Negeri Indonesia);
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
53
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
b) 4 set laporan triwulanan (Laporan Central Government Debt: Statistical Tables); dan c) 4 set laporan semesteran (LKPP Utang dan LKPP Hibah). b. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator persentase publikasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang antara lain: 1)
Beragamnya
kebutuhan
informasi
yang
harus
disediakan
oleh
pemerintah disesuaikan dengan kebutuhan dari stakeholders pengelolaan utang; 2)
Terdapat potensi banyaknya kewajiban kontinjensi yang dikeluarkan oleh Kementerian Keuangan, dimana mekanisme pemberian kebijakan dan monitoringnya tidak dilakukan oleh unit tertentu. Oleh karena itu, publikasi transparansi pengelolaan kontinjensi masih terbatas pada kewajiban kontinjensi yang dikelola oleh Ditjen Pengelolaan Utang;
3)
Validitas data pinjaman masih sangat tergantung pada hasil rekonsiliasi antara pengelola utang dan pengelola kas, serta konfirmasi dari pemberi pinjaman yang bersangkutan. Hal ini mengakibatkan data yang up to date dan valid belum dapat diperoleh secara tepat waktu;
4)
Akurasi
dan
validitas
data
terkait
pengelolaan
utang
yang
dipublikasikan yang harus selalu dilakukan konfirmasi dan klarifikasi secara internal dan/atau rekonsiliasi secara eksternal antara front office dengan back office, sehingga dapat mempengaruhi kecepatan dan ketepatan waktu dalam mempublikasikan data utang. c. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1)
Penyediaan informasi kepada stakeholders dalam rangka transparansi pengelolaan utang dan kewajiban kontinjensi, tetap dilakukan secara berkala, tepat waktu, dan berkesinambungan disertai pula dengan peningkatan
kualitas
penyajian
dan
materi
informasi
serta
meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait, untuk selalu menyajikan data/informasi kepada stakeholders secara up to date;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
54
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
2)
Meningkatkan koordinasi dengan semua pihak terkait agar prosesnya berjalan lancar dan penyelesaian bahan publikasi tidak tertunda;
3)
Meningkatkan kehandalan database utang dengan melakukan updating secara berkala dan secara rutin melakukan rekonsiliasi data utang dengan pihak-pihak terkait secara regular, baik eksternal Kementerian Keuangan (Bank Indonesia dan lender) maupun internal Kementerian Keuangan (Ditjen Perbendaharaan c.q. Dit PKN dan KPPN) dalam upaya pengintegrasian data utang;
4)
Melakukan publikasi bersama (joint publication) terkait data utang dengan Bank Indonesia.
d. Pencapaian SS transparansi pengelolaan utang dengan indikator persentase publikasi dalam rangka transparansi pengelolaan utang, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. 3.
SS Akuntabilitas pengelolaan utang dengan indikator Opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah Opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah adalah opini audit yang diberikan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Laporan Keuangan atas bagian anggaran pengelolaan utang dan hibah yang dikelola DJPU. LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah adalah laporan keuangan pemerintah pusat bagian anggaran terkait fungsi Menteri Keuangan selaku Bendahara Umum Negara atas pengelolaan utang yang dikelola DJPU. Terdapat 4 jenis opini yang dapat diberikan oleh BPK, yakni (i) opini wajar tanpa pengecualian (WTP/unqualified opinion), (ii) opini wajar dengan pengecualian (WDP/qualified opinion), (iii) opini tidak wajar (adversed opinion), dan (iv) pernyataan menolak memberikan opini (disclaimer of opinion). Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. a.
Pada tahun 2011, Opini BPK terhadap Laporan Keuangan Bagian Anggaran (LK BA) Pengelolaan Utang dan Hibah Tahun Anggaran 2010 ditargetkan 100% (Wajar Tanpa Pengecualian/WTP), dengan realisasi 87,50 %, yaitu:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
55
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
1)
LK BA Pengelolaan Utang memperoleh opini WTP (100%); dan
2)
LK BA Hibah memperoleh opini Wajar Dengan Pengecualian (75%), karena berdasarkan opini BPK yang disampaikan melalui surat nomor 62/S/IV-XV.2/05/2011 tanggal 30 Mei 2011 terdapat pendapatan hibah yang diterima langsung oleh Kementerian/Lembaga dan belum dapat diyakini kelengkapannya karena tidak terdapat dokumen sumber.
b.
Hambatan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah antara lain: 1) Masih terdapat pendapatan hibah yang diterima langsung oleh Kementerian/Lembaga belum dilaporkan kepada DJPU; 2) Masih terdapat donor dan Kementerian/ Lembaga yang belum mentaati ketentuan
akuntabilitas
40/PMK.05/2009
pengelolaan
tentang
Sistem
hibah
sesuai
PMK
Akuntansi
Hibah
dan
No. PMK
255/PMK.05/2010 tentang Tata Cara Pengesahan Realisasi Pendapatan dan Belanja yang bersumber dari Hibah Luar Negeri/Dalam Negeri yang Diterima Langsung oleh Kementerian Negara/Lembaga dalam Bentuk Uang. c.
Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1) Melakukan usulan revisi PMK 40/2009 tentang Sistem Akuntansi Hibah; 2) Untuk meningkatkan tertib administrasi penatausahaan hibah terus dilakukan harmonisasi ketentuan/kebijakan terkait pengelolaan utang dan hibah. Selain itu juga dilakukan sosialisasi ketentuan terkait pengelolaan hibah kepada kementerian/lembaga dan donor; 3) Melakukan rekonsiliasi dan sosialisasi peraturan terkait hibah kepada kementerian/lembaga
untuk
memberikan
informasi
kepada
kementerian/lembaga terkait registrasi, pengesahan dan penyampaian laporan penerimaan hibah yang diterima oleh kementerian/lembaga. d.
Pencapaian SS akuntabilitas pengelolaan utang dengan indikator opini BPK terhadap LK BA Pengelolaan Utang dan Hibah, pada tahun 2011 relatif dapat tercapai dengan baik.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
56
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Sosialisasi Peraturan Menteri Keuangan tentang Sistem Akuntansi Hibah
Penghargaan atas opini WTP pada LK BA Pengelolaan Utang
4.
SS Kredibilitas pengelolaan utang dengan indikator: a.
Indeks kepuasan pengguna layanan Indeks
kepuasan
pengguna
layanan
merupakan
nilai
kepuasan
pengguna layanan DJPU. Nilai ini ditinjau dari pelayanan unggulan (quick win) yang dimiliki oleh DJPU yang melayani investor, kreditor, donatur, dan Kementerian/Lembaga. Indikator ini mencerminkan kepuasan atas layanan Kementerian Keuangan dan akan menjadi target bagi semua unit eselon I yang memiliki SOP layanan unggulan, kecuali BKF karena berfungsi sebagai
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
57
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
formulator kebijakan. SOP layanan unggulan adalah SOP yang disusun dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan eksternal dan/atau internal untuk kepentingan masyarakat atau para pemangku kepentingan lainnya atas
jasa
dan/atau
pelayanan
administrasi
yang
disediakan
oleh
Kementerian Keuangan. Pengukuran Indikator ini diukur dengan melakukan penyebaran kuesioner layanan DJPU kepada stakeholders oleh pihak independen (IPB) yang dikoordinasikan oleh Biro Komunikasi dan Layanan Informasi, Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. 1) Pada tahun 2011, indeks kepuasan pengguna layanan ditargetkan sebesar 3,87 (puas) dengan realisasi 4,02 (sangat puas). IKU ini diukur dengan penyebaran kuesioner layanan DJPU kepada stakeholders oleh pihak independen (IPB). Adapun kriteria penilaian kepuasan pengguna layanan dimaksud didasarkan pada unsur sebagaimana tabel di bawah ini: Tabel 3.7 Indeks kepuasan pengguna berdasarkan unsur/dimensi layanan
No
Berdasarkan Unsur/Dimensi Layanan
Skor
1
Informasi Persyaratan
3,98
2
Keterbukaan
3,96
3
Kesesuaian Prosedur
4,14
4
Waktu Penyelesaian
4,02
5
Kemampuan
4,08
6
Kesesuaian Pembayaran
4,04
7
Sikap Petugas/Pegawai
4,14
8
Pengenaan Sanksi
4,00
9
Akses Terhadap Kantor Layanan
3,88
10
Lingkungan Pendukung
4,00
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
58
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
2) Tantangan yang dihadapi dalam pencapaian indikator Indeks kepuasan pengguna layanan adalah tuntutan pengguna layanan (stakeholders) terhadap peningkatan kinerja unit pengelola utang semakin meningkat yang antara lain terkait publikasi dan keterbukaan informasi pengelolaan utang, prosedur dan waktu layanan. 3) Upaya yang dilakukan dalam mengatasi tantangan dimaksud adalah meningkatkan
kualitas
layanan
kepada
stakeholders
terutama
unsur/dimensi layanan informasi persyaratan, keterbukaan, dan waktu penyelesaian pengguna layanan dengan melakukan publikasi di website DJPU, dan penyebaran informasi melalui media lain terkait pengelolaan utang. Dengan demikian, target pencapaian indikator Indeks kepuasan pengguna layanan, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. b.
Persentase pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran IKU ini dimaksudkan untuk menjaga dan meningkatkan kredibilitas pengelolaan utang melalui pembayaran kewajiban pokok utang, bunga, dan biaya utang secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, sehingga dapat menghindari kerugian negara. Kegiatan penyelesaian pembayaran kewajiban utang meliputi penyelesaian pembayaran pokok, bunga dan biaya atas pinjaman dan SBN (SUN dan SBSN). Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. Perkembangan realisasi pembayaran utang antara Tahun Anggaran 2005 sampai dengan Tahun Anggaran 2011 sebagaimana tercantum pada tabel di bawah ini.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
59
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Tabel 3.8 Realisasi Pembayaran Utang antara Tahun Anggaran 2006 - 2011 (dalam triliun rupiah)
2006 No
Pokok dan buyback SBN Cicilan pokok 2 utang luar negeri Bunga utang 3 dalam negeri Bunga utang luar 4 negeri Jumlah 1
1)
2007
25,06
58,49
44,77
48,24
74,66
2011 Realisasi Sementara 85,19
52,68
57,92
63,44
68,03
50,63
47,32
54,91
53,47
58,93
62,70
60,16
65,55
24,17
25,73
28,61
30,03
26,90
26,43
156,82
195,61
195,74
209,00
212,35
224,49
Jenis Pengeluaran
2008
2009
2010
LKPP
Pada tahun 2011, persentase pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran ditargetkan 100% dengan realisasi 100%, yaitu telah dilaksanakan secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran (tidak ada denda keterlambatan). Realisasi pembayaran kewajiban utang pada tahun 2011 sebesar Rp226,73 triliun melalui 3.344 SPM, yang terdiri dari: a) Pembayaran pokok sebesar Rp134,70 triliun; b) Pembayaran bunga sebesar Rp87,54 triliun; c) Pembayaran biaya sebesar Rp4,49 triliun. Hal-hal yang mendukung pencapaian target indikator dimaksud adalah sebagai berikut: a) Koordinasi antar instansi (Dit. PKN, KPPN Khusus Jakarta VI, dan Bank Indonesia) yang semakin baik; b) Database utang yang semakin baik; c) Mekanisme pelaksanaan pembayaran yang semakin baik.
2)
Beberapa tantangan dalam pembayaran kewajiban utang secara tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, antara lain: a) Terdapat tagihan (Notice of Payment/NOP) dari pemberi pinjaman yang belum diterima hingga mendekati tanggal tempo pinjaman yang bersangkutan;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
60
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
b) Terdapat data penarikan (Notice of Disbursement) pinjaman luar negeri dari pemberi pinjaman yang diterima tidak tepat waktu, sehingga berpengaruh terhadap data outstanding pinjaman luar negeri; c) Dalam database masih ditemukan pembayaran utang dengan jadwal dengan status tentative; d) Beberapa tagihan pihak ketiga terutama fee yang belum dapat dijadwalkan pembayarannya; e) Terhitung mulai tanggal 5 September 2011 telah dilakukan perpindahan kantor bayar yang semula Dit. PKN DJPBN menjadi Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Khusus Jakarta VI, sehingga menyebabkan prosedur penerbitan dan penyampaian SPM memerlukan waktu yang sangat singkat; dan f) Terdapat 2 (dua) DIPA yaitu DIPA BA 999.02 Pengelolaan Hibah dan DIPA BA 999.03 Penyertaan Modal Negara kepada Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia III yang terbit pada hari terakhir tahun anggaran
2011,
menyebabkan
persiapan
dan
pelaksanaan
pembayarannya dipaksakan untuk dilaksanakan pada waktu yang sangat singkat. 3)
Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut, antara lain: a) Menjalin koordinasi dan komunikasi secara internal maupun eksternal dengan pihak terkait, seperti DJPBN, Bank Indonesia, maupun lender dan donor dalam rangka peningkatan akurasi data utang dan hibah; b) Menerbitkan NOP Pengganti untuk tagihan yang telah mendekati jatuh tempo tetapi masih belum diterima NOPnya. Selain itu juga dilakukan pengembangan sistem informasi alat kendali NOP dan SPM untuk memonitor proses pelaksanaan pembayaran utang;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
61
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
c) Melakukan rekonsiliasi data pembayaran utang dengan DJPBN dan Bank Indonesia, rekonsiliasi posisi utang dengan pemberi pinjaman dan Bank Indonesia untuk meningkatkan validitas data utang; d) Dilakukan updating terhadap jadwal tentative pada database dan/atau dilakukan konfirmasi kepada K/L terhadap jadwal tentative dimaksud; e) Sedang diujicobakan pengembangan terhadap aplikasi Alat Kontrol NOP
dan
pembuatan
SAPDA
SBN
untuk
mengakomodasi
NOP/Tagihan pihak ketiga yang selama ini belum tertampung di pada database yang ada; f) Telah dilaksanakan perpindahan kantor bayar mulai tanggal 5 September 2011 dengan penyesuaian pada aplikasi dan prosedur penyampaian SPM, dan akan dilakukan perubahan terhadap SOP; dan g) Telah dilaksanakan pembayaran terhadap 2 (dua) DIPA dimaksud dengan cara percepatan penerbitan peraturan dan SPM serta berkoordinasi dengan instansi terkait. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. c.
Pencapaian SS kredibilitas pengelolaan utang dengan indikator indeks kepuasan pengguna layanan dan persentase pembayaran utang tepat waktu, tepat jumlah, dan tepat sasaran, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik.
5.
SS Perumusan strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang berkualitas dengan indikator: a.
Persentase penyediaan peraturan
dan
keputusan
yang mendukung
pengelolaan utang Peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang bertujuan untuk memberikan landasan dan kepastian hukum dalam pelaksanaan
pengelolaan
utang.
Indikator
ini
diukur
berdasarkan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
62
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
tersusunnya rancangan Peraturan dan Keputusan yang disampaikan kepada Menteri Keuangan atau yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal dalam rangka mendukung pengelolaan utang. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. 1) Pada tahun 2011, persentase penyediaan peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang ditargetkan sebesar 100% (32 set) dengan realisasi sebesar 143,75% (46 set). Rincian peraturan dan keputusan yang telah diselesaikan sebagai berikut: Tabel 3.9 Realisasi peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang No.
Jumlah
Peraturan pendukung pengelolaan utang
a)
1
set
b)
1
set
PP Nomor 57 tahun 2011 tentang Pendirian Perusahaan Penerbit SBSN Indonesia III;
c)
1
set
Perpres Nomor 80 Tahun 2011 tentang Dana Perwalian;
d)
1
set
PMK Nomor 34/PMK.08/2011 tentang Perubahan Ketiga Atas PMK Nomor 217/PMK.08/2008 Tentang Penjualan SUN Dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional;
e)
1
set
PMK Nomor 86/PMK.08/2011 tentang Perubahan Ketiga atas PMK Nomor 36 tahun 2006 tentang Obligasi Negara Ritel;
f)
1
set
PMK Nomor 126/PMK.08/2011 tentang Perubahan Kedua Peraturan Menteri Keuangan Nomor 170/PMK.08/2008 tentang Transaksi SUN Secara Langsung;
g)
1
set
PMK Nomor 119/PMK.08/2011 tentang Penerbitan dan Penjualan SBSN dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional;
h)
1
set
PMK Nomor 129/PMK.08/2011 Penggunaan Proyek
PP Nomor 56 tahun 2011 tentang Pembiayaan Proyek melalui Penerbitan SBSN;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
63
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
No.
Jumlah
Peraturan pendukung pengelolaan utang sebagai Dasar Penerbitan SBSN;
i)
1
set
PMK Nomor 187/PMK.08/2011 tentang Perubahan Atas PMK Nomor 218/PMK.08/2008 tentang Penerbitan dan Penjualan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Dalam Negeri;
j)
1
set
PMK Nomor 188/PMK.08/2011 tentang tentang Tata Cara Penggunaan SAL dalam rangka Stabilisasi Pasar SBN Domestik;
k)
1
set
PMK Nomor 211/PMK.08/2011.tentang Tata Cara Seleksi Calon Pemberi PDN;
l)
1
set
PMK Nomor 224/PMK.08/2011 tentang Tata Cara Pemantauan Dan Evaluasi Atas Pinjaman Dan Hibah Kepada Pemerintah;
m)
1
set
PMK Nomor 245/PMK.08/2011 tentang Tata Cara Penetapan Sumber Pembiayaan dan Pencarian Sumber pembiayaan Alternatif.
n)
1
set
KMK-3/KM.8/2011 tentang Penunjukan pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan pengesahan dokumen SPHBJ sebagai dokumen dasar sistem akuntansi hibah;
o)
1
set
p)
1
set
KMK Nomor 39/KM.8/2011 tentang Penetapan BMN sebagai Aset SBSN Dalam Valuta Asing di Pasar Perdana Internasional Seri SNI-18 Tahun 2011;
q)
1
set
KMK Nomor 175/KMK.08/2011 tentang Mekanisme Koordinasi Pembelian SBN dalam rangka Stabilisasi Pasar SBN di Lingkungan Kementerian Keuangan;
r)
1
set
s)
1
set
KMK Nomor 4/KM.8/2011 tentang Penunjukan pejabat KPA, pejabat yang melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja, pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan pengujian terhadap permintaan pembayaran dan untuk a.n. Menteri Keuangan menandatangani SPM, dan Bendahara Pengeluaran untuk keperluan pembayaran kewajiban utang yg berkaitan dengan Pengelolaan utang tahun 2011 untuk BA pengelolaan utang (BA 999.01);
KMK Nomor 316/KMK.08/2011 tentang Penetapan Level dan Indikator Kondisi Pasar SBN Dalam Melaksanakan Protokol Manajemen Krisis Pasar SBN; KMK Nomor 452/KMK.08/2011 tentang Perubahan Atas KMK Nomor 316/KMK.08/2011 tentang
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
64
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
No.
Jumlah
Peraturan pendukung pengelolaan utang Penetapan Level dan Indikator Kondisi Pasar SBN Dalam Melaksanakan Protokol Manajemen Krisis Pasar SBN;
t)
1
set
KMK Nomor 453/KMK.08/2011 tentang Perundingan Perjanjian Pinjaman Luar Negeri;
u)
16
set
KMK tentang Penetapan BMN Menjadi Aset SBSN;
v)
4
set
KMK tentang Pengangkatan Anggota Dewan Direktur Perusahaan Penerbit Surat Berharga Syariah Negara Indonesia;
w)
1
set
x)
1
set
y)
1
set
z)
1
set
Keputusan Bersama Dirjen PU dan Deputi Bidang Usaha dan Jasa, Kementerian BUMN Nomor KEP06/PU/2011 dan Nomor KEP-01/D4.MBU/2011 tentang Mekanisme Kerja Pelaksanaan Koordinasi dalam rangka pemeliharaan stabilitas pasar SBN; Kepdirjen Nomor KEP-01/PU/2011 tentang SUN Seri Benchmark Tahun 2011; Kepdirjen Nomor KEP-07/PU/2011 tentang Penunjukan pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan penadatangan dokumen SP4HLN. Kepdirjen Nomor Kep-10/PU/2011 tentang Target Effective Cost Pembiayaan melalui Utang Tahun 2011;
Kepdirjen Nomor KEP-40/PU/2011 mengenai penunjukan dealer dan pejabat yang berwenang memberikan limit transaksi langsung; dan Kepdirjen Nomor KEP-51/PU/2011 tentang Petunjuk bb) 1 set Pelaksanaan Penyusunan Batas Maksimal Pinjaman Luar Negeri. Namun terdapat 3 set peraturan yang belum dapat diselesaikan pada aa)
1
set
tahun 2011, yaitu: a) RPMK tentang Tata Cara Pengadaan Pembiayaan Yang Bersumber dari Kreditor Swasta Asing telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan pada tanggal 30 Januari 2012, namun karena masih dalam proses pengundangan di Kementerian Hukum dan HAM, nomor PMK tersebut belum dapat dipublikasikan; b) RPMK tentang Dana Cadangan Penjaminan Pemerintah, saat ini telah diparaf oleh Dirjen terkait (DJPBN, DJA dan DJPU) dan masih diproses di Biro Hukum;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
65
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
c) RPMK tentang lindung nilai, telah memperoleh pendapat hukum bahwa peraturan lindung nilai dapat disusun dalam tataran PMK, saat ini sedang dilakukan pembahasan mengenai RPMK tersebut dan ditargetkan akan selesai akhir semester I tahun 2012. 2) Hambatan dan/atau tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator tersedianya peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang antara lain: a) Peraturan dan kebijakan terkait pengelolaan SBN bersifat dinamis mengingat terus berkembangnya instrumen dan dinamika pasar keuangan; b) Penyelesaian target melibatkan banyak unit terkait di Kementerian Keuangan,
sehingga
prosedur
penetapannya
membutuhkan
persetujuan terlebih dahulu dari unit-unit terkait dimaksud atas draft peraturan dan keputusan. Hambatan yang sangat berarti dan muncul dalam tahap penyelesaian draft peraturan dimaksud adalah terkait dengan lamanya persetujuan atas draft peraturan dan keputusan oleh unit terkait di Kementerian Keuangan yang dalam kenyataannya berada di luar kendali DJPU; c) Proses penyelesaian suatu peraturan perundang-undangan yang melibatkan unit instansi lain memerlukan suatu mekanisme yang dapat
menjamin
ketepatan
waktu
penyelesaian
peraturan
perundang-undangan dimaksud; d) Perbedaan
pemahaman
penyusunan
suatu
peraturan
terkait
pengelolaan SBSN. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi hambatan dan/atau tantangan tersebut adalah: a) Melakukan identifikasi, pengkajian dan penyusunan peraturan, keputusan dan dokumen hukum yang diperlukan dalam rangka pengelolaan utang;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
66
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
b) Melakukan
pembahasan
secara
intensif
penyusunan
konsep
peraturan dalam rangka memberikan pemahaman dan untuk mempercepat proses penyelesaian dan pencapaian target; c) Melakukan koordinasi dengan pihak terkait secara intensif dan berkesinambungan dalam rangka penyelesaian suatu perangkat peraturan terkait pengelolaan utang. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase penyediaan peraturan dan keputusan yang mendukung pengelolaan utang, pada tahun 2011 relatif dapat tercapai dengan baik. b.
Persentase penyelesaian dokumen strategi pengelolaan utang Dokumen strategi pengelolaan utang memberikan pedoman umum kepada setiap unit/lembaga/otoritas yang terkait dengan pengelolaan utang agar proses pengambilan keputusan merefleksikan keselarasan antar kebijakan pengelolaan utang, fiskal, moneter, dan pengembangan pasar keuangan serta memberikan keyakinan kepada semua pihak yang berkepentingan dengan penyelenggaraan keuangan negara bahwa utang Pemerintah akan dikelola secara baik dan bertanggung jawab melalui suatu proses pengelolaan utang yang transparan dan akuntabel. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. 1) Pada tahun 2011, persentase penyelesaian dokumen strategi pengelolaan utang ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 100%. Dokumen strategi pengelolaan utang telah ditetapkan melalui Kepdirjen Nomor KEP-46/PU/2011 tanggal 28 Desember 2011 tentang Strategi Pembiayaan Tahunan melalui utang tahun 2012. 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka penyediaan dokumen strategi pengelolaan utang antara lain: a) Belum tersedianya data yang memadai terutama untuk data pinjaman
proyek
(kegiatan),
sehingga
mempengaruhi
kinerja
penyerapan dan pengelolaan pinjaman proyek pada khususnya;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
67
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
b) Belum adanya kepastian atas proyeksi /asumsi makro jangka menengah dan MTBF (Mean Time Between Failure) sehingga dapat mempengaruhi target penetapan indikator risiko dan biaya. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Meningkatkan komunikasi dan koordinasi antar unit perencanaan, penganggaran dan pembiayaan dalam hal penyediaaan data dan perbaikan proses bisnis; b) Melakukan proyeksi pembiayaan sampai dengan akhir tahun. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase penyelesaian dokumen strategi pengelolaan utang, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. c.
Pencapaian SS perumusan strategi dan kebijakan pengelolaan utang yang berkualitas
dengan indikator persentase penyediaan
peraturan
dan
keputusan yang mendukung pengelolaan utang dan persentase penyelesaian dokumen strategi pengelolaan utang, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik.
6.
SS Pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid, dengan indikator: a.
Tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
68
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Dalam rangka memberikan informasi seluas-luasnya kepada masyarakat dan pelaku ekonomi akan fungsi SBN, perlu dilakukan edukasi dan komunikasi kepada para stakeholders SBN. Efektivitas edukasi dan komunikasi merupakan bentuk pengukuran tingkat
keberhasilan
peserta
(stakeholders)
dalam
hal
pemahaman
substansi/materi pengelolaan SBN yang disampaikan melalui sosialisasi SBN yang dilaksanakan. IKU ini hanya mengukur edukasi dan komunikasi yang disampaikan ke pihak eksternal. Variabel yang diukur dalam kuisioner adalah tingkat pemahaman peserta (bobot 70%), kualitas pengajar (bobot 25%), dan kualitas tempat pelaksanaan (bobot 5%). Perhitungan IKU ini mempertimbangkan frekuensi maupun tingkat pemahaman masyarakat, sehingga sejak awal tahun sudah harus ditargetkan berapa frekuensi kegiatan peningkatan pemahaman masyarakat dan pelaku ekonomi terhadap pengelolaan SBN. Target peserta yang hadir minimal 50 peserta dan yang mengembalikan kuesioner minimal 50% dari peserta yang hadir, dan disesuaikan dengan daftar hadir. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. 1) Pada tahun 2011, tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi ditargetkan sebesar 70% (efektif), dengan realisasi sebesar 76,32% (efektif). Capaian tersebut diperoleh melalui penyebaran kuisioner kepada peserta: a) Sosialisasi SUN: Tabel 3.10 Efektifitas edukasi dan komunikasi dalam Sosialisasi Surat Utang Negara Tahun 2011 No.
Tanggal
Lokasi
Peserta
Hasil 79,90% (efektif) 77,65% (efektif) 75,28% (efektif)
(1)
9 Maret
Universitas Syahkuala, Aceh
120 orang
(2)
8 April
200 orang
(3)
15 April
Universitas Mulawarman, Samarinda Universitas Tanjung Pura, Pontianak
275 orang
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
69
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
No.
Tanggal
Lokasi
(4)
29 April
(5)
6 Mei
(6)
1 Juli
(7)
25 November
Universitas Bengkulu, Bengkulu Universitas Lampung, Lampung Universitas Semarang, Semarang UII- Yogyakarta
(8)
3 Desember
Universitas Indonesia,Depok
Peserta
Hasil
115 orang
600 orang
78,04% (efektif) 70,40% (efektif) 77,17% (efektif) 74,20% (efektif) 75,40% (efektif)
213 orang 217 orang 252 orang
Dokumentasi Sosialisasi Surat Utang Negara Tahun 2011
b) Sosialisasi SBSN: Tabel 3.11 Efektifitas edukasi dan komunikasi dalam Sosialisasi Surat Berharga Syariah Negara Tahun 2011 No.
Tanggal
Lokasi
Peserta
Hasil 79,15% (efektif) 76,20% (efektif) 77,46% (efektif) 75,52% (efektif)
(1)
24 Maret
Bengkulu
105 orang
(2)
29 Maret
Samarinda
77 orang
(3)
7 April
Malang
74 orang
(4)
29 April
Institut Pertanian Bogor, Bogor
154 orang
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
70
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
No.
Tanggal
Lokasi
Peserta
Hasil 76,37% (efektif) 75,54% (efektif) 75,98% (efektif) 75,98% (efektif) 75,77% (efektif) 74,49% (efektif) 74,18% (efektif) 75,10% (efektif) 75,28% (efektif)
(5)
3 Mei
Palu
74 orang
(6)
12 Mei
Ternate
60 orang
(7)
19 Mei
Bukittinggi
58 orang
(8)
23 Juni
167 orang
(9)
1 Juli
Universitas Trunojoyo, Bangkalan Pematang Siantar
(10)
7 Juli
Banten
76 orang
(11)
17 November
Aceh
150 orang
(12)
29 November
Palembang
199 orang
(13)
6 Desember
Makassar
157 orang
74 orang
Dokumentasi Sosialisasi Surat Berharga Syariah Negara Tahun 2011
2) Hambatan dan/atau tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi antara lain:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
71
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
a) Penyebarluasan
informasi
terkait
pengelolaan
utang
kepada
masyarakat luas belum optimal dalam menjangkau investor di luar ibukota propinsi terutama di wilayah timur Indonesia; b) Belum optimalnya penggunaan sarana informasi baik melalui media cetak
maupun
elektronik
untuk
meningkatkan
pemahaman
masyarakat tentang pengelolaan utang; c) Kondisi dan perkembangan pasar keuangan baik secara regional dan internasional yang dinamis menuntut keahlian dalam merespon informasi dan dinamika pasar tersebut 3) Upaya yang dilakukan menghadapi hambatan dan/atau tantangan tersebut adalah: a) Terus berupaya meningkatkan kerjasama dengan berbagai pihak dalam penyelenggaraan sosialisasi terkait pengelolaan utang, antara lain dengan perguruan tinggi dan kelompok-kelompok masyarakat, khususnya wilayah yang belum dijangkau pelaksanaan sosialisasi; b) Mengoptimalkan penggunaan sarana informasi baik melalui media cetak maupun elektronik terutama untuk menjangkau wilayahwilayah yang secara geografis sulit dijangkau untuk melakukan sosialisasi tentang pengelolaan utang; c) Meningkatkan kerjasama dan partisipasi secara aktif dalam kegiatankegiatan yang diselenggarakan baik dalam forum regional maupun internasional. Dengan demikian, target pencapaian indikator tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. b.
Persentase jumlah nominal penawaran yang masuk dalam transaksi SBN rupiah terhadap target indikatif Persentase jumlah nominal penawaran yang masuk dalam transaksi SBN rupiah terhadap target indikatif adalah persentase jumlah nominal penawaran/bid yang masuk dalam setiap transaksi (lelang) SBN rupiah di pasar domestik terhadap target nominal indikatif yang direncanakan dalam setiap pelaksanaan transaksi (lelang) SBN rupiah di pasar domestik. Jumlah
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
72
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
nominal penawaran yang masuk dalam transaksi SBN di Pasar perdana dijadikan salah satu pertimbangan dalam pengambilan kebijakan dan untuk mendukung upaya pengembangan pasar SBN. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. 1) Pada tahun 2011, persentase jumlah nominal penawaran yang masuk dalam transaksi SBN rupiah terhadap target indikatif ditargetkan sebesar rata-rata sebesar 151,5% dengan realisasi sebesar 338,71%. Tingginya penawaran yang masuk disebabkan: a) Membaiknya credit story Indonesia dan adanya peningkatan country rating Indonesia menjadi investment grade; b) Kesesuaian instrumen SBN yang ditawarkan dengan preferensi investasi investor; c) Sosialisasi kepada investor yang efektif; d) Adanya calendar of issuance yang terencana secara baik dan diinformasikan/dipublikasikan tepat waktu; e) Meningkatnya kepercayaan investor atas komitmen Pemerintah dalam menjaga stabilitas pasar SBN; f) Belum pulihnya kondisi perekonomian global khususnya di Amerika dan Eropa mendorong terus masuknya modal asing ke pasar SBN domestik. 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator persentase jumlah nominal penawaran yang masuk dalam transaksi SBN rupiah terhadap target indikatif antara lain: a) Masih terbatasnya perkembangan industri kelompok investor SBN domestik khususnya dana pensiun dan asuransi;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
73
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
b) Pasar SBN yang relatif belum berkembang memerlukan peran serta yang
aktif
dari
pelaku
pasar
dan
pengawasan
yang
berkesinambungan; c) Kemampuan untuk mengolah informasi pasar keuangan yang dapat mempengaruhi pengelolaan SBN masih terbatas baik dari sisi SDM maupun infrastruktur yang digunakan; d) Rendahnya partisipasi investor khususnya investor syariah pada penerbitan SBSN khususnya pada penerbitan dengan cara lelang; e) Preferensi kebutuhan investasi investor yang berbeda dengan kebutuhan penerbitan SBSN; f) Minat beli investor yang masih rendah terhadap SBSN dibanding instrumen lain yang diterbitkan Pemerintah (SUN); g) Perilaku bidding peserta lelang SBSN yang masih belum stabil dari satu periode lelang ke lelang berikutnya; dan h) Adanya perubahan jadwal lelang karena keterbatasan underlying aset menyebabkan ketidakpastian bagi pelaku pasar sehingga merubah portofolio investasi yang telah mereka rencanakan. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Mengembangkan basis investor dari kalangan dana pensiun dan asuransi melalui upaya sosialisasi dan menawarkan instrumen SBN yang sesuai dengan kebutuhan dan minat investasi dari kalangan investor tersebut, yang umumnya memiliki horison investasi jangka panjang; b) Terus melakukan koordinasi yang aktif dengan pelaku pasar, SROs, regulator pasar modal dan BI dalam rangka pengembangan pasar SBN; c) Meningkatkan kompetensi SDM melalui capacity building terkait pengelohan data dan informasi pasar keuangan. Selain itu terus dikembangkan infrastruktur TI yang mendukung pengumpulan dan pengolahan informasi pasar keuangan;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
74
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
d) Melanjutkan dan meningkatkan pengembangan pasar perdana SBSN melalui peningkatan kualitas jadwal lelang dan metode penerbitan SBSN serta peningkatan kualitas penetapan benchmark series SBSN yang dapat mendorong pengembangan pasar sekunder SBSN; e) Melakukan penerbitan SBSN dengan memperhatikan kebutuhan investor; f) Melakukan
sosialiasi
dan
komunikasi
secara
intensif
guna
meningkatkan minat beli investor; g) Meningkatkan kualitas jadwal penerbitan guna meningkatkan kepercayaan investor; h) Melakukan monitoring pasar secara aktif guna mengetahui spesifikasi instrumen yang diharapkan dalam rangka meningkatkan partisipasi investor. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase jumlah nominal penawaran yang masuk dalam transaksi SBN rupiah terhadap target indikatif, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. c.
Pencapaian SS pengembangan pasar SBN yang dalam, aktif, dan likuid, dengan indikator tingkat efektifitas edukasi dan komunikasi dan persentase jumlah nominal penawaran yang masuk dalam transaksi SBN rupiah terhadap target indikatif, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik.
Kunjungan Delegasi MOF Vietnam, 14-18 November 2011
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
75
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
7.
SS Pengelolaan portofolio utang yang optimal dengan indikator: a. Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang menggambarkan beban utang yang harus ditanggung pemerintah dalam bentuk pembayaran beban bunga, biaya, dan imbal hasil dalam tahun berjalan dibandingkan dengan rata-rata outstanding utang pada tahun tersebut. IKU ini merupakan salah satu alat untuk mengukur efisiensi beban bunga yang harus ditanggung oleh Pemerintah dalam memenuhi target pembiayaan utang dalam satu tahun anggaran. Efisiensi dilakukan agar realisasi pembayaran bunga utang lebih rendah dari alokasi bunga utang yang ditetapkan dalam APBN, dengan tetap mempertimbangkan risiko dan pemenuhan target pembiayaan melalui utang. Hal ini berdampak pada rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang yang semakin rendah dan menunjukkan bahwa pengelolaan utang pada tahun anggaran tersebut telah efisien. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. 1)
Pada tahun 2011, rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang ditargetkan sebesar 6,11% sesuai dengan perubahan target dalam APBNP dengan realisasi sebesar 5,30%. Sampai dengan akhir tahun realisasi bunga utang Rp92,08 triliun sedangkan rata-rata outstanding utang akhir tahun 2011 adalah Rp1738,76 triliun. Tabel 3.12 Target dan realisasi pembayaran bunga dan rata-rata outstanding Uraian
Target
Realisasi
Rp105,87 triliun
Rp92,08 triliun
Rata-rata outstanding
Rp1.733,55 triliun
Rp1.738,76 triliun
Rasio
6,11%
5,30%
Pembayaran bunga
Realisasi rasio beban bunga yang lebih rendah dari target, terutama disebabkan karena: a)
pengelolaan portofolio utang yang optimal sehingga menurunkan tingkat risiko dan biaya utang.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
76
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
b)
realisasi nilai tukar rupiah rata-rata lebih kuat terhadap asumsi kurs APBN.
c)
pembatalan lelang SBN pada bulan Desember 2011 karena telah terpenuhinya kebutuhan kas.
d) kondisi pasar keuangan yang lebih baik dari asumsi sehingga menurunkan tingkat bunga penerbitan dan tingkat bunga utang dengan bunga mengambang. Pada periode 2008–2011, perkembangan realisasi rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang menunjukkan indikator yang semakin baik, dalam artian cenderung menurun. Perkembangan rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang selama periode 2006– 2011 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 3.13 Outstanding Utang, 2006-2011 (dalam triliun rupiah) 2006
2008
2009
2010
2011
No
Uraian
1
Pembayaran bunga utang
79,1
79,6
87,5
92,7
88,4
92,0
2
Rata-rata oustanding utang
1.307,7
1.345,8
1.513,1
1.613,4
1.633,8
1.739,1
4,99%
6,05%
5,91%
5,78%
5,41%
5,30%
Rasio (1/2)
2)
2007
Realisasi Sementara
LKPP
Beberapa tantangan dalam penurunan rasio beban bunga terhadap ratarata outstanding utang, antara lain: a) Kondisi pasar keuangan yang dinamis sehingga mempengaruhi antara lain: (1) Fluktuasi yield SBN yang berdampak pada pembayaran bunga SBN baru yang diterbitkan; (2) Pergerakan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing terutama mata uang yen dan US dollar yang sangat volatile. Pergerakan nilai tukar berdampak signifikan, baik pada pembayaran bunga utang valas maupun outstanding utang valas;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
77
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
(3) Perubahan risk appetite investor yang berpengaruh pada pemilihan jenis instrumen SBN yang diterbitkan. Pemilihan jenis instrumen yang diterbitkan berdampak pada pembayaran bunga utang dan komposisi outstanding utang. b) Realisasi penarikan pinjaman proyek tidak ditentukan oleh Kementerian Keuangan, tetapi ditentukan oleh pelaksana kegiatan yaitu Kementerian/Lembaga. Besaran realisasi penarikan pinjaman proyek berdampak pada pembayaran bunga dan posisi outstanding pinjaman. 3)
Langkah-langkah yang diambil dalam rangka menghadapi tantangan tersebut, antara lain: a) Mengakomodasi perkiraan fluktuasi dan pergerakan nilai tukar dan yield/tingkat bunga dalam perhitungan pembayaran bunga utang; b) Meningkatkan koordinasi dengan pihak terkait dalam penerapan readiness criteria dan penyusunan proyeksi penarikan pinjaman proyek.
Dengan demikian, target pencapaian indikator Rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. b. Akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark Indikator ini untuk mengukur tingkat ketepatan penentuan benchmark yang menjadi acuan dalam operasional penerbitan utang, sehingga dapat diperoleh suatu benchmark yang wajar, yang pada akhirnya akan meningkatkan efisiensi pengelolaan utang. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang lebih rendah dari target (minimize), dimana capaian yang makin rendah dari target adalah capaian yang diharapkan. 1) Pada tahun 2011, akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark ditargetkan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 95,56%. Capaian tersebut diperoleh dari rata-rata capaian akurasi
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
78
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
antara benchmark yang ditetapkan dengan yield SBN dan biaya pinjaman, dengan perincian sebagai berikut: a) perhitungan nilai rata-rata selisih antara benchmark yield SUN terhadap yield SUN (awarded) dilakukan atas 21 frekuensi transaksi lelang penerbitan SUN (89 seri) diperoleh hasil, yaitu sebesar 4,38 bps dari target 23 bps; b) perhitungan nilai rata-rata selisih antara benchmark yield SBSN terhadap yield SBSN (awarded) dilakukan atas 7 frekuensi transaksi lelang penerbitan SBSN (15 seri) diperoleh hasil, yaitu sebesar 13,66 bps dari target 24 bps; dan c) perhitungan nilai rata-rata selisih antara benchmark biaya pinjaman terhadap biaya pinjaman efektif dilakukan atas 7 pinjaman komersial diperoleh hasil, yaitu sebesar 35,2 bps dari target 50 bps. Capaian mendekati target disebabkan: a) penetapan benchmark telah mempertimbangkan kondisi pasar SBN menjelang berakhirnya lelang dan proyeksi demand pada saat lelang; b) minat investor yang tinggi dalam pelaksanaan lelang SBN mendorong kompetisi dan kualitas harga/yield yang semakin baik (tail yang rendah); c) khusus pinjaman yang berasal dari Vnesconombank Rusia untuk pengadaan alutsista amunisi Shukoi, biaya pinjaman melebihi benchmark karena Vnesconombank Rusia ini adalah satu-satunya bank yang bersedia membiayai alutsista amunisi Shukoi. Pinjaman ini dinegosiasikan pada bulan Januari tahun 2010 dimana benchmark pinjaman pada saat itu belum ditetapkan. Akan tetapi DJPU telah berusaha untuk melakukan negosiasi dari semula effective cost yang ditawarkan oleh Vnesconombank Rusia sebesar 13,71% menjadi sebesar 8,14%. 2) Hambatan dan/atau tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark yang antara lain minat dan penawaran investor yang masuk untuk membeli SBN dengan tenor pendek melalui lelang sangat besar sehingga penetapan yield-nya sulit diprediksi.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
79
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
3) Upaya yang dilakukan menghadapi hambatan dan/atau tantangan tersebut adalah: a) Melakukan pemantauan dan analisis terhadap hasil lelang SBN dengan
tenor
pendek
dalam
rangka
konsistensi
penentuan
yield/harga; b) Mengembangkan metode pricing SBN dalam rangka standarisasi metode pricing dan melakukan capacity building. Dengan
demikian,
target
pencapaian
indikator
akurasi
penetapan
yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. c. Persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri Persentase pemenuhan target pembiayaan yang bersumber dari dalam negeri adalah rasio realisasi penerbitan SBN dengan denominasi rupiah di pasar dalam negeri terhadap target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri. Indikator ini bertujuan untuk meningkatkan proporsi pembiayaan APBN melalui utang yang bersumber dari dalam negeri dalam rangka meningkatkan kemandirian dalam pembiayaan APBN dan mengurangi ketergantungan pada sumber pembiayaan luar negeri. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. Terdapat perubahan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri berupa penambahan target SBN bruto sebesar Rp5,77 triliun dari semula Rp168,55 triliun menjadi Rp174,33 triliun, karena: 1) perubahan strategi pembiayaan tahunan melalui utang bulan November 2011
sebagai
akibat
perubahan
pada
APBN-P
dengan
adanya
penambahan target SBN dari dalam negeri Rp12,32 triliun; 2) penghentian penerbitan SBN sebesar Rp6,55 triliun pada bulan Desember 2011, karena proyeksi saldo kas Pemerintah s.d. akhir tahun 2011 dan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
80
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
awal Januari 2012 masih cukup besar untuk membiayai belanja Pemerintah. Penjelasan Capaian Indikator adalah sebagai berikut: 1) Pada tahun 2011, persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri ditargetkan sebesar Rp174,33 triliun, realisasi sebesar 99,88% (Rp174,12triliun), sehingga terdapat kekurangan pembiayaan sebesar Rp0,21 triliun, dengan perincian: a) kekurangan realisasi penerbitan SUN sebesar Rp0,34 triliun; b) kelebihan realisasi penerbitan SBSN sebesar Rp0,13 triliun, dengan rincian: (1) kelebihan penerbitan SBSN ritel Rp0,34 triliun untuk menampung minat
beli
investor
terhadap
sukuk
ritel
dalam
rangka
memperluas basis investor ritel, serta membangun kemandirian pembiayaan dalam negeri. (2) kekurangan realisasi penerbitan SBSN dengan cara lelang sebesar Rp0,21 triliun. 2) Hambatan dan/atau tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri antara lain: a) Potensi pasar SBN domestik relatif masih terbatas, yang disebabkan masih terbatasnya perkembangan industri pasar keuangan domestik, khususnya keuangan syariah; b) Target penerbitan SBN yang besar dan tidak diimbangi dengan pertumbuhan pasar domestik, khususnya pasar keuangan syariah, dapat mendorong naiknya imbal hasil yang diminta investor; c) Meningkatnya volatilitas pasar SBN domestik sebagai akibat tingginya
kepemilikan
asing
pada
portofolio
SBN,
dapat
menghambat upaya Pemerintah untuk menyediakan pembiayaan APBN melalui penerbitan SBN dengan tingkat biaya yang wajar.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
81
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
3) Upaya yang dilakukan menghadapi hambatan dan/atau tantangan tersebut adalah: a) Penyempurnaan
mekanisme
penerbitan
SBN,
penguatan
infrastruktur pasar dalam rangka peningkatan kinerja pasar sekunder SBN dan mendukung transparansi harga serta mekanisme price discovery; b) Melakukan koordinasi dengan Bank Indonesia dan otoritas di bidang pasar modal dalam rangka pengembangan pasar SBN domestik; c) Melakukan kajian dalam rangka pengembangan instrumen SBN domestik; d) Menjamin ketersediaan Underlying Asset sesuai dengan jumlah kebutuhan penerbitan, dengan terus melakukan kajian diversifikasi Aset
SBSN
dan
mengembangkan
instrumen
SBSN
baru
menggunakan underlying selain Barang Milik Negara seperti proyekproyek pada APBN. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri, pada tahun 2011 relatif dapat tercapai dengan baik. d. Pencapaian SS pengelolaan portofolio utang yang optimal dengan indikator rasio beban bunga terhadap rata-rata outstanding utang, akurasi penetapan yield/imbalan SBN dan biaya pinjaman terhadap benchmark dan persentase pemenuhan target pembiayaan melalui utang yang bersumber dari dalam negeri, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. 8.
SS Pengelolaan kewajiban utang yang efektif dengan indikator Persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu Indikator persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu diselesaikan paling lambat 6 hari kerja sebelum jatuh tempo. Hal ini untuk menghindari terjadinya keterlambatan pembayaran atas tagihan utang, dimana jumlah hari tersebut terbagi masing-masing 2 hari kerja antara DJPU (Dit. EAS), Ditjen Perbendaharaan (Dit. PKN), dan Bank Indonesia.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
82
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Indikator ini bertujuan untuk menjamin pelaksanaan pembayaran kewajiban tepat waktu; menjamin mekanisme kontrol internal terhadap pelaksanaan pembayaran agar sesuai jadwal; dan menghindari kerugian negara. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. a.
Pada tahun 2011, persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 100%, dimana pada tahun 2011 terdapat 6.751 dokumen tagihan/NOP telah diverifikasi secara tepat waktu, yaitu paling lambat 6 hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mendukung tercapainya sasaran pelaksanaan pembayaran sesuai tagihan, sebagai berikut: 1) Memperbaiki database utang untuk menyakini validitas data; 2) Memperketat kontrol jadual pembayaran; 3) Melakukan komunikasi baik melalui surat, email, atau alat komunikasi lainnya kepada kreditor sedini mungkin; 4) Melakukan rekonsiliasi data posisi utang dengan bank indonesia dan kreditor; 5) Melakukan rekonsiliasi data pembayaran dengan djpb dan bank indonesia; 6) Melakukan pengiriman surat permintaan tagihan (reminder i dan reminder ii) kepada kreditor yang belum diterima tagihannya dan telah mendekati tanggal jatuh tempo.
b.
Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu antara lain: 1) Belum tersedianya aplikasi system verifikasi Notice of Payment (NOP); 2) Terdapat Lender yang tidak menyampaikan (NOP); 3) Terdapat Lender yang menyampaikan (NOP) kurang dari 6 hari sebelum jatuh tempo;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
83
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
4) Terdapat Lender yang tidak menyampaikan Notice of Disbursement (NOD) sehingga sangat berpengaruh terhadap perhitungan bunga; dan 5) Perbedaan
penentuan
jumlah
interest/fees
yang
terjadi
antara
perhitungan DMFAS dengan perhitungan lender. c.
Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1) Melakukan koordinasi dan komunikasi dengan pihak terkait, seperti DJPBN, Bank Indonesia, maupun lender dalam rangka peningkatan akurasi data utang; 2) Menerbitkan NOP Pengganti apabila sampai dengan 6 hari kerja sebelum due date Direktorat EAS belum menerima NOP dari lender; 3) Melakukan updating database utang atas hasil rekonsiliasi data posisi utang dan data pembayaran utang; dan 4) Atas perbedaan perhitungan interest/fees yang terjadi, maka dilakukan konfirmasi
dengan
Direktorat
Pinjaman
dan
Hibah
dan/atau
Kementerian/Lembaga terkait dan/atau lender sehingga ditemukan jumlah yang seharusnya dibayar. d.
Pencapaian SS pengelolaan kewajiban utang yang efektif dengan indikator persentase dokumen tagihan yang diverifikasi secara tepat waktu, selama tahun 2011 dapat tercapai dengan baik.
9.
SS Monitoring dan evaluasi kepatuhan yang efektif dalam pengelolaan utang dengan indikator: a. Persentase tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku Tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku merupakan upaya untuk mengetahui sejauh mana tingkat kepatuhan terhadap perundangan, dan prosedur dalam pelaksanaan kegiatan pengelolaan utang. Ketentuan dan prosedur yang dievaluasi adalah semua item/butir tahapan yang terdapat dalam SOP yang dilaksanakan pada tahun yang dievaluasi. Evaluasi dilakukan oleh unit yang bertanggung jawab
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
84
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
terhadap kepatuhan internal. Tujuan indikator ini adalah meningkatkan akuntabilitas pelaksanaan kegiatan pengelolaan utang IKU ini menggunakan polarisasi stabilize, dimana capaian yang diharapkan adalah sesuai atau mendekati target yang ditetapkan. Adapun diskripsi capaian atas IKU ini sebagai berikut: 1) Pada tahun 2011, persentase tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 99,62%. Pelaksanaan pengukuran tingkat kepatuhan telah dilaksanakan pada bulan Desember 2011. Kegiatan yang menjadi obyek pengukuran adalah 1 kegiatan pada masing-masing unit Eselon II di lingkungan DJPU, SOP yang diukur yaitu: Tabel 3.14 Hasil Pengukuran Tingkat Kepatuhan Tahun 2011 No.
1
2 3 4
5
6
Unit
Setditjen
Nama Kegiatan
Penerbitan Surat Perintah Pembayaran (Bagian Umum) dan Penerbitan Surat Perintah Membayar (SPM) LS (Bagian Keuangan) pada 45 SPP dan SPM LS Dit. PH Pengadaan Pinjaman ADB - Second Local Government Finance and Governance Reform Program Cluster, Subprogram 2 Dit. SUN Penjualan Obligasi Negara Ritel Di Pasar Perdana Tahun 2011 (ORI 008) Dit. PS Penerbitan dan Penjualan Sukuk Negara (SBSN ) Ritel di Pasar Perdana Dalam Negeri Tahun 2011 (SR 003) Dit. SPU Penyusunan Rencana Pembiayaan Tahunan APBN Melalui Utang Tahun 2012 Dit. EAS a. Pelaksanaan Verifikasi atas Pinjaman: 1) BNP Paribas Loan 23568000 2) Bank Austria Loan 23852000 3) BNP Paribas Loan 23567000 b. Penerbitan Nomor Registrasi Perjanjian Pinjaman ADB - Second Local Government Finance and Governance Reform Program Cluster, Subprogram 2 c. Penyelesaian Transaksi Penjualan Obligasi Negara Ritel Tahun 2011 (ORI 008)
% Tingkat Kepatuhan 97,7%
100% 100% 100%
100%
100%
100%
100%
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
85
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
No.
Unit
Nama Kegiatan
d. Penyelesaian Transaksi Penerbitan Surat Berharga Syariah Negara Ritel di Pasar Perdana Dalam Negeri Tahun 2011 (SR 003)
% Tingkat Kepatuhan 100%
Kegiatan pengukuran tingkat kepatuhan terhadap SOP tidak sematamata dilakukan untuk mencari kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan, melainkan untuk mengembangkan fungsi konsultasi dan memberikan assurance bahwa pelaksanaan tugas telah sesuai dengan prosedur yang berlaku di lingkungan DJPU. Selanjutnya, melalui penyampaian rekomendasi
dan
mekanisme
pemantauan
tindak
lanjut
atas
rekomendasi tersebut, diharapkan dapat dikembangkan langkah-langkah perbaikan dalam rangka merespon risiko dan kelemahan yang telah diidentifikasi,
serta
dimonitor
perkembangan
(progress)
dalam
menyelesaikan langkah perbaikan tersebut. Dengan demikian, pelaksanaan pengukuran tingkat kepatuhan terhadap SOP tersebut diharapkan dapat memberikan kontribusi yang bernilai (valuable contribution) bagi DJPU melalui evaluasi dan pengembangan (improvement) sebagai hasil rekomendasi. Lebih lanjut, pengukuran tingkat kepatuhan terhadap SOP diharapkan dapat menjadi bagian dari sistem pengendalian intern di lingkungan DJPU untuk mendukung peningkatan kinerja, transparansi, dan akuntabilitas dalam pengelolaan utang sebagai bagian dari pengelolaan keuangan negara. a. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku adalah: 1) Awareness yang belum memadai terkait pentingnya SOP sebagai prosedur dan panduan formil bagi pelaksanaan tugas; 2) Pendokumentasian kegiatan belum sepenuhnya dilaksanakan dengan baik.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
86
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
b. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: 1) Menyampaikan
rekomendasi
kepada
unit
yang
menjadi
obyek
pengukuran terkait pelaksanaan tugas yang belum memadai dan perlunya penyempurnaan SOP; 2) Melakukan
pemantauan
terhadap
penyelesaian
tindak
lanjut
rekomendasi yang disampaikan kepada unit yang menjadi obyek pengukuran; 3) Meningkatkan koordinasi dengan seluruh unit di lingkungan DJPU yang menangani SOP, terkait dengan materi SOP serta penyempurnaan dan pemutakhirannya. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase tingkat kepatuhan pengelolaan utang yang sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. b. Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan merupakan ukuran untuk mengetahui apakah pelayanan yang diberikan di bidang pengelolaan utang kepada para pengguna jasa sudah sesuai dengan Quick Win Standard Operating Procedures (SOP). IKU ini mengukur ketepatan waktu janji layanan untuk setiap tahapan dalam SOP. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang semakin tinggi dari target adalah capaian yang baik/diharapkan. 1) Pada tahun 2011, rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 100%. Monitoring terhadap pelaksanaan SOP Layanan Unggulan dilaksanakan pada Direktorat Pinjaman dan Hibah, Direktorat Surat Utang Negara, Direktorat Pembiayaan Syariah, dan Direktorat Evaluasi, Akuntansi, dan Setelmen. Dengan rincian sebagai berikut:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
87
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Tabel 3.15 Hasil Pengukuran Rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan Tahun 2011 No
Standar waktu
SOP
Frek
SOP tepat waktu
%
1
Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri
78 hari kerja
1
1
100%
2
Pelayanan Lelang Surat Utang Negara di Pasar Perdana dan Penyelesaian Transaksinya Lelang Surat Berharga Syariah Negara di Pasar Perdana
10 hari kerja
21
21
100%
10 hari kerja
7
7
100%
3
100%
Rata-rata
2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator ratarata persentase realisasi janji layanan unggulan antara lain: a) Terdapat
kesulitan
dalam
perhitungan
rentang
waktu
efektif
pelaksanaan layanan unggulan Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri, karena banyak proses yang tergantung pada pihak lain yang dianggap sebagai masa tunggu. Di samping itu disebabkan pula oleh proses yang harus dilakukan secara berulang, akibat adanya perubahan ketentuan maupun kondisi lainnya. Misalnya pada penyusunan Surat Keputusan KPA-DJPU tentang Penunjukan PPK dan Pembentukan Panitia Pengadaan Calon Pemberi PDN, terdapat proses yang dianggap sebagai masa tunggu yaitu pada saat proses legal drafting di Sekretariat Direktorat Jenderal. Dalam proses tersebut terdapat beberapa kali perubahan/revisi, salah satunya disebabkan oleh perubahan anggota panitia. b) Rencana pelaksanaan transaksi lelang SBN yang telah dijadwalkan sesuai dengan Calendar of Issuance yang dipublikasikan berpotensi tidak dapat dilaksanakan (ditunda atau dibatalkan), antara lain karena: (1) kondisi pasar keuangan global yang tidak kondusif; (2) perubahan strategi dan kebijakan pengelolaan utang dan/atau pengelolaan kas
yang terkait dengan penurunan/pengurangan
jumlah target atau penundaan pelaksanaan penerbitan SBN;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
88
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
(3) underlying asset yang akan digunakan sebagai dasar penerbitan SBSN tidak tersedia; (4) Adanya gangguan pada infrastruktur pendukung pelaksanaan lelang SBN. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Menentukan mekanisme yang lebih efektif dalam menilai realisasi janji layanan unggulan Pengadaan Pinjaman Dalam Negeri, yaitu dengan mengikuti proses penyelesaian tiap output kegiatan di dalamnya; b) Meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dan komunikasi secara efektif dengan pimpinan terkait dengan antisipasi terhadap penundaan/pembatalan jadwal lelang SBN, baik karena adanya perubahan strategi/kebijakan maupun kondisi pasar; c) Meningkatkan koordinasi dengan pihak-pihak terkait dalam rangka penyiapan ketersediaan underlying asset penerbitan SBSN sesuai dengan target jumlah nominal penerbitan SBSN yang membutuhkan underlying asset secara lebih awal; d) Melakukan penyiapan dan uji coba system pendukung/infrastruktur transaksi secara berkala, terutama menjelang pelaksanaan lelang SBN. Dengan demikian, target pencapaian indikator rata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. c. Pencapaian SS monitoring dan evaluasi kepatuhan yang efektif dalam pengelolaan
utang
dengan
indikator
persentase
tingkat
kepatuhan
pengelolaan utang yang sesuai dengan ketentuan dan prosedur yang berlaku dan pata-rata persentase realisasi janji layanan unggulan, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. 10. SS Pembentukan dan pembinaan SDM yang berkompetensi tinggi dengan indikator: a. Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya Indikator persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya bertujuan untuk menyediakan pejabat yang mempunyai
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
89
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
kompetensi
sesuai
jabatannya
dalam
rangka
meningkatkan
dan
mengamankan keuangan dan kekayaan negara. Variabel kompetensi jabatan adalah Standar Kompetensi Jabatan (SKJ/Jenis dan level kompetensi yang menjadi syarat keberhasilan pelaksanaan tugas suatu jabatan) dan Job Person Match (JPM): Indeks kesesuaian antara kompetensi pejabat dengan SKJ (untuk tahun 2010 JPM minimal adalah 72%). Data indikator ini diukur dari hasil Assessment Center tingkat Pusat (Eselon II s.d. Eselon IV) dan data penempatan pegawai yang menduduki jabatan sesuai SKJ. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. 1) Pada tahun 2011, persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya ditargetkan sebesar 80% dengan realisasi sebesar 87,83%. dengan rincian sebagai berikut: Tabel 3.16 Persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya Tahun 2011 Pejabat yg telah mengikuti assessment
Pejabat yg JPM ≥ 72%
% (5/4)
No
Eselon
Jumlah Pejabat
1
2
3
4
5
6
1
II
4
4
3
75%
2
III
24
24
22
91,67%
3
IV
87
87
76
87,36%
115
115
101
87,83%
Jumlah
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan untuk mendukung tercapainya indikator pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya, adalah sebagai berikut: a) pelaksanaan diklat kompetensi; dan b) pelaksanaan assesment center. 2) Kendala/hambatan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target persentase pejabat yang memenuhi standar kompetensi jabatannya, antara lain:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
90
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
a) Kurangnya kesadaran para pegawai terkait pentingnya Assessment Center; b) Penentuan Level Standar Kompetensi Jabatan yang dinilai terlalu tinggi sehingga banyak para pegawai DJPU yang kesulitan mencapai level tersebut. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut, antara lain: a) Sosialisasi terkait Assessment Center, bekerja sama dengan Biro SDM Setjen Kementerian Keuangan; b) Mengadakan Diklat Berbasis Kompetensi (Diklat Soft Skill) kepada para pegawai DJPU; c) Mengajukan review Standar Kompetensi Jabatan kepada Biro SDM Setjen Kementerian Keuangan; d) Peningkatan kegiatan coaching dan counceling dari atasan yang bersangkutan dalam rangka meningkatkan kemampuan manajemen pegawai; e) Melakukan re-assessment center terhadap para pejabat yang belum memenuhi JPM 72%. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase pejabat yang telah memenuhi standar kompetensi jabatannya, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. b. Rasio jam pelatihan pegawai DJPU dibandingkan jam kerja Indikator Rasio jam pelatihan pegawai DJPU dibandingkan jam kerja bertujuan untuk mengukur pengembangan SDM DJPU dalam rangka menghasilkan SDM yang kompetitif dalam mengelola utang. Jam pelatihan (jamlat) adalah total jam pelatihan yang diikuti oleh SDM DJPU dari diklat yang dilaksanakan oleh DJPU, BPPK (tidak termasuk Diklatpim, DUD, UPKP), dan lembaga pelatihan yang diakui. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
91
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
1) Pada tahun 2011, rasio jam pelatihan pegawai DJPU dibandingkan jam kerja ditargetkan sebesar 2,18% (10.728 jamlat), dengan realisasi sebesar 2,33% (11.464 jamlat), yang dicapai melalui 22 jenis pelatihan dari target 20 jenis pelatihan. 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator rasio jam pelatihan pegawai DJPU dibandingkan jam kerja adalah : a. Beban pekerjaan pada Front, Middle, dan Back office yang tinggi dan tidak dapat ditinggalkan sehingga pengiriman peserta pelatihan tidak maksimal; b. Pelatihan yang diadakan belum sepenuhnya merupakan diklat yang dapat menunjang teknis pekerjaan. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Permintaan usulan peserta diklat diupayakan jauh sebelum pelaksanaan diklat sehingga pengiriman peserta dapat disesuaikan volume perkerjaan pada Front, Middle, dan Back office; b) Memperbanyak diklat-diklat teknis yang dapat menunjang langsung pekerjaan. Dengan demikian, target pencapaian indikator rasio jam pelatihan pegawai DJPU dibandingkan jam kerja, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. c. Persentase penyusunan Standard Kompetensi Jabatan (Hard Competency) Dalam rangka pembentukan SDM sebagai upaya untuk menyiapkan SDM yang berkompetensi tinggi untuk kepentingan jangka panjang, dibutuhkan suatu Standar Kompetensi. Standar Kompetensi meliputi hard competency dan soft competency. Hard competency merupakan pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang dipersyaratkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Uraian Jabatan. Sedangkan Soft competency pejabat struktural/fungsional merupakan sikap perilaku Pegawai Negeri Sipil yang diperlukan untuk masing-masing jabatan, yang diperoleh melalui Assessment Center sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan
yang mengatur mengenai
Assessment
Center
Kementerian
Keuangan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
92
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Indikator ini bertujuan pada tersusunnya suatu standar Kompetensi Jabatan (Hard Competency) yang akan menjadi acuan DJPU dalam mengembangkan SDM. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. 1) Pada tahun 2011, persentase penyusunan Standar Kompetensi Jabatan (Hard Competency) ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi 100% yaitu dengan ditetapkannya Keputusan Dirjen Pengelolaan Utang Nomor KEP-47/PU/2011 tanggal 29 Desember 2011 tentang Standar Kompetensi Jabatan Hard Competency Eselon III dan Eselon IV di Lingkungan DJPU. 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator Persentase penyusunan Standard Kompetensi Jabatan (Hard Competency) adalah : a) Penentuan jenis dan level Hard Competency bagi jabatan Eselon III dan IV yang memerlukan koordinasi berulang-ulang dengan seluruh Unit Eselon II DJPU; b) Penyempurnaan
format dan
wording Hard Competency
yang
memerlukan koordinasi secara terus menerus juga dengan Bagian Kepatuhan Internal dalam rangka legal drafting. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Peningkatan koordinasi dengan seluruh Unit Eselon II DJPU terkait penyusunan Hard Competency; b) Peningkatan koordinasi dengan Bagian Kepatuhan Internal terkait penyempurnaan Hard Competency dan legal drafting-nya. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase penyusunan Standard Kompetensi Jabatan (Hard Competency), pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. d. Pencapaian SS pembentukan dan pembinaan SDM yang berkompetensi tinggi dengan indikator persentase pejabat yang telah memenuhi standar
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
93
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
kompetensi jabatannya, rasio jam pelatihan pegawai DJPU dibandingkan jam kerja, dan persentase penyusunan Standard Kompetensi Jabatan (Hard Competency), pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. 11. SS Penataan organisasi yang andal a. Jumlah dokumen perencanaan dan evaluasi kinerja organisasi Indikator jumlah dokumen perencanaan dan evaluasi kinerja organisasi bertujuan untuk memberikan arah dalam menerjemahkan visi dan misi organisasi yang disusun sehingga dapat dilaksanakan sesuai rencana dan menjadi bahan evaluasi organisasi. Dokumen perencanaan dan evaluasi kinerja adalah dokumen perencanaan dan evaluasi kinerja yang disusun berdasarkan Undang-Undang nomor 25 Tahun 2005 tentang sistem perencanaan pembangunan nasional dan Inpres 7 Tahun 1999 (Rencana Strategi, Roadmap, Rencana Kerja, RKT, PK, dan LAKIP). Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. 1) Tahun 2011, jumlah dokumen perencanaan dan evaluasi kinerja organisasi ditargetkan sebanyak 4 dokumen dengan realisasi 4 dokumen yaitu: a) 1 dokumen LAKIP DJPU Tahun 2010; b) 1 dokumen Rencana Kinerja Tahunan DJPU Tahun 2011; c) 1 dokumen Penetapan Kinerja DJPU Tahun 2011; dan d) 1 dokumen bahan masukan Rencana Kerja Kementerian Keuangan. 2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator jumlah dokumen perencanaan dan evaluasi kinerja organisasi, yaitu berupaya
agar
dalam
penyusunan
dokumen
dapat
dilakukan
pengumpulan data utang secara aktual sehingga dokumen yang dihasilkan dapat menjadi bahan perencanaan dan evaluasi organisasi yang valid sebagai bahan pengambilan keputusan. Untuk itu diperlukan upaya yang cukup menyita waktu karena pelaksanaan pengumpulan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
94
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
data utang harus dilakukan melalui koordinasi dengan unit eksternal dan internal DJPU/Kementerian Keuangan. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Pelaksanaan koordinasi dilaksanakan dengan secara lebih efektif melalui pelaksanaan forum rapat kerja yang lebih intensif, terutama dengan unit eksternal; b) Proses penyediaan data dan narasi diupayakan memiliki cut off date yang sejalan dengan periode penyusunan dokumen. Dengan
demikian,
target
pencapaian
indikator
Jumlah
dokumen
perencanaan dan evaluasi kinerja organisasi, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. b. Persentase UPR yang menerapkan manajemen risiko Persentase UPR yang telah melaksanakan manajemen risiko adalah perbandingan antara UPR (Unit Pemilik Risiko) yang telah melaksanakan manajemen risiko dibandingkan dengan jumlah UPR di lingkungan DJPU. UPR adalah unit Eselon II di lingkungan DJPU. UPR yang telah melaksanakan manajemen risiko adalah UPR yang telah menyelesaikan seluruh tahapan manajemen risiko secara lengkap berupa 7 tahapan, yaitu penetapan konteks, identifikasi risiko, analisa risiko, evaluasi risiko, rencana penanganan risiko, monitoring, dan pelaporan. Pelaporan yang diperhitungkan dalam capaian IKU adalah laporan penerapan manajemen risiko oleh Setditjen/Direktur kepada Dirjen PU dengan jadwal paling
lambat 14 Juli dan 14 Januari tahun berikutnya.
Sedangkan laporan penerapan manajemen risiko dari Dirjen PU ke Menkeu tidak menjadi bahan perhitungan capaian IKU. Namun demikian Dirjen Pengelolaan Utang wajib menyampaikan laporan tersebut paling lambat tanggal 31 Juli dan 31 Januari tahun berikutnya. 1) Tahun 2011, persentase UPR yang menerapkan manajemen risiko ditargetkan sebesar 60% dengan realisasi 100% (6 UPR dari 6 UPR).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
95
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator persentase UPR yang menerapkan manajemen risiko, antara lain: a) framework dalam penerapan manajemen risiko pada level Eselon I dan tingkat Kementerian Keuangan yang masih beragam; b) Kurangnya awareness dari seluruh pegawai dan pejabat yang terlibat dalam proses manajemen risiko; c) Belum tersedianya aplikasi dalam rangka pengolahan data dan pengisian form sesuai dengan lampiran Peraturan Menteri Keuangan Nomor 191/PMK.09/2008; d) Tidak adanya review atau feedback dari Pushaka dan atau Inspektorat Jenderal terhadap profil risiko dan pelaporan penerapan manajemen risiko yang telah dilaksanakan. 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Meminta
Inspektorat Jenderal
selaku
koordinator
penerapan
manajemen risiko di lingkungan Kementerian Keuangan untuk melakukan tutorial dan sosialisasi penerapan manajemen risiko di lingkungan Kementerian Keuangan; b) Meningkatkan koordinasi dengan UPR-UPR di lingkungan DJPU dalam rangka penerapan manajemen risiko; c) Inspektorat Jenderal telah meluncurkan aplikasi untuk penerapan manajemen risiko pada akhir Tahun 2011 yang diharapkan akan dapat membantu memudahkan pelaksanaan manajemen risiko di lingkungan Kementerian Keuangan. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase UPR yang menerapkan manajemen risiko, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. c. Persentase penyelesaian SOP Indikator persentase penyelesaian Standard Operating and Procedures (SOP) bertujuan untuk menunjukan janji pelayanan kepada stakeholder dan untuk menunjang terwujudnya organisasi modern. SOP merupakan pedoman/petunjuk
bagi
para
aparatur
(pejabat/pegawai)
dalam
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
96
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
melaksanakan tugas (pelayanan) dan bagi para pengguna jasa pelayanan (pelanggan) untuk mengetahui/memahami prosedur pelayanan yang dilakukan oleh aparatur. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. 1) Tahun 2011, persentase penyelesaian SOP ditargetkan sebesar 100% dengan realisasi sebesar 100, yang dilaksanakan melalui 2 tahap, yaitu: a) Pada tahap I tahun 2011 telah diselesaikan 143 SOP yang ditetapkan dengan Keputusan Dirjen PU Nomor KEP-30/PU/2011 pada tanggal 25 Juli 2011; dan b) Pada tahap II telah disetujui sebanyak 83 SOP oleh Sekretaris Jenderal melalui surat nomor S-2423/SJ/2011 tanggal 30 Desember 2011. 2) Kendala yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator penyelesaian SOP di lingkungan DJPU antara lain: a) Penyempurnaan SOP masih terus dilakukan sehubungan dengan adanya kebutuhan stakeholders dan penataan organisasi; b) Beberapa SOP yang telah disusun masih harus disingkronisasikan dengan dokumen uraian jabatan, karena SOP berkaitan dengan kewenangan tugas jabatan dalam pengambilan keputusan tertentu atau melakukan suatu kegiatan; 3) Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah: a) Melakukan identifikasi SOP yang masih harus dibuat; b) Melakukan sinkronisasi antara uraian jabatan, SOP, dan ABK agar keterkaitan antara ketiga dokumen tersebut serta arahan pada kewenangan pelaksanaan setiap kegiatan menjadi lebih jelas dan waktu pelaksanaan kegiatannya lebih terukur;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
97
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
c) Melakukan koordinasi yang lebih intensif dengan unit terkait, yaitu Biro Organisasi dan Ketatalaksanaan serta unit Eselon II di lingkungan DJPU, dalam mempercepat penyelesaian SOP. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase penyelesaian SOP, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. d. Pencapaian SS penataan organisasi yang andal, dengan indikator Jumlah dokumen perencanaan dan evaluasi kinerja organisasi, persentase UPR yang menerapkan manajemen risiko, dan persentase penyelesaian SOP, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. 12. SS Perwujudan Sistem TIK yang Terintegrasi, dengan indikator Persentase pengembangan Database Utang yang terintegrasi Pengintegrasian TIK dalam hal ini penyatuan database Pinjaman dan Hibah (PH) dan database Surat Berharga Negara (SBN) ke dalam Data Warehouse terdiri dari tiga tahap, sebagai berikut : a. Tahap I merupakan kegiatan pengintegrasian database PH – dengan bobot 45% (2011); b. Tahap II merupakan kegiatan pengintegrasian database SBN – dengan bobot 35% (2012); c. Tahap III merupakan kegiatan pengintegrasian dengan database TIK Kementerian Keuangan – dengan bobot 20% (2012). Tujuan
IKU untuk menyediakan data outstanding dan cash flow utang
pemerintah yang utuh, tepat waktu, akurat dan dapat digunakan untuk proses pengambilan keputusan bagi pimpinan. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. a. Tahun 2011, persentase pengembangan Database Utang yang terintegrasi ditargetkan sebesar 45% dengan realisasi 45%, yang meliputi:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
98
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Tabel 3.17 Realisasi pengembangan Database Utang yang terintegrasi Tahun 2011 Proses/Kegiatan Pengembangan data warehouse Tahap I (meliputi penambahan elemen data Pinjaman Dalam Negeri dan data Belanja Hibah) Pengembangan sistem aplikasi Tahap I (meliputi dashboard dan sistem pelaporan disesuaikan dengan kebutuhan user dan perubahan elemen data pada data warehouse)
Keterangan Eksekusi script database dan evaluasi hasil (5%) Eksekusi script terhadap data warehouse (5%) Evaluasi dan eksekusi data warehouse (10%) Membuat user interface untuk mengakomodasi user melakukan penarikan data PDN dari data warehouse (10%) Pelaksanaan user acceptance testing untuk penambahan User Interface PDN pada data warehouse (5%) Penyempurnaan User Interface PDN (5%) Implementasi User Interface terkait PDN (5%)
Realisasi Status Waktu Q1 √ Q2
√
Q2
√
Q3
√
Q4
√
Q4
√
Q4
√
b. Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator persentase pengembangan Database Utang yang terintegrasi, antara lain upgrade versi sistem aplikasi DMFAS yang merupakan sumber data utama Database Utang dari versi 5.3 ke versi 6.0. DMFAS merupakan core of information system DJPU yang terintegrasi dengan beberapa sistem aplikasi lain (supporting application) antara lain Sistem Aplikasi Surat Perintah Membayar, Aplikasi Kurs, Aplikasi Surat Pengesahan Hibah Barang/Jasa, Aplikasi Surat Perintah Pembukuan Penarikan Pinjaman dan Hibah Luar Negeri, Aplikasi Monev PHLN, Aplikasi Sistem Akuntansi Utang Pemerintah, dan lain-lain. Terdapat perbedaan struktur database antara DMFAS versi 6.0 dengan versi sebelumnya
sehingga
perlu
menyusun
user
requirement
untuk
mengidentifikasi perubahan struktur database antara DMFAS versi 5.3 dan DMFAS versi 6.0 sebagai acuan bagi pemeliharaan system interface modul sistem aplikasi pendukung yang terkoneksi dengan DMFAS. Selanjutnya,
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
99
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
perlu melakukan penyesuaian struktur dan interfacing dengan seluruh sistem aplikasi pendukung tersebut. c. Upaya yang dilakukan menghadapi tantangan tersebut adalah melakukan identifikasi elemen atau struktur data pada sistem aplikasi DMFAS versi 6.0 yang berubah dari DMFAS versi 5.3 dan melakukan penyesuaian struktur database utang dengan elemen dan struktur data sistem aplikasi DMFAS 6.0 setelah implementasi DMFAS versi 6.0 direalisasikan (direncanakan untuk diimplementasikan pada tahun 2012). d. Pencapaian SS perwujudan Sistem TIK yang terintegrasi dengan indikator persentase pengembangan Database Utang yang terintegrasi, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. 13. SS Pengelolaan anggaran yang optimal dengan indikator: a. Persentase penyerapan DIPA (non belanja pegawai) Indikator persentase penyerapan DIPA bertujuan untuk mengukur sejauh mana perencanaan anggaran dilaksanakan sehingga dapat dilakukan perbaikan dalam proses perencanaan. Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. 1) Tahun 2011, persentase penyerapan DIPA (non belanja pegawai) ditargetkan sebesar 80% (Rp77,86 miliar) dari pagu tahun 2011 sebesar Rp97,32 miliar dengan realisasi sebesar 95,57% (Rp93,02 miliar), dengan rincian: Tabel 3.18 Penyerapan DIPA (non belanja pegawai) DJPU Tahun 2011 No
Belanja
Pagu DIPA
Realisasi
%
Sisa
1
Barang
Rp54,64 miliar
Rp50,59 miliar
92,59%
4,04 milyar
2
Modal
Rp42,68 miliar
Rp42,42 miliar
99,38%
0,26 milyar
Rp97,32 miliar
Rp93,01 miliar
95,57%
4,30 Milyar
Jumlah
Rincian sisa anggaran sebesar 4,43% (Rp4,30 miliar) sebagai berikut:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
100
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
a) belanja barang sebesarRp4,04 miliar, terdiri: (1) sisa
anggaran
sebesar
Rp3,74
milar
hasil
efisiensi
dari
pelaksanaan kegiatan (al: belanja perjalanan lainnya, perjalanan biasa luar negeri, jasa profesi, biaya pemeliharaan); (2) penundaan pelaksanaan pengadaan jasa konsultan hukum dalam rangka negosiasi pinjaman sebesar Rp0,3 miliar. b) belanja modal sebesar Rp0,26 miliar, sebagai hasil efisiensi dari pelaksanaan pengadaan. Perkembangan penyerapan DIPA tahun 2008-2010 adalah sebagai berikut: Grafik 3.6 Perkembangan penyerapan DIPA (non belanja pegawai) Tahun 2008-2011 120.00% 95.57%
100.00% 80.00%
86.00%
84.00%
2009
2010
75.00%
60.00% 40.00% 20.00% 0.00% 2008
2011
2) Tantangan yang dihadapi dalam melakukan pencapaian target indikator kinerja persentase penyerapan DIPA adalah: a) Proses revisi
DIPA dapat mengakibatkan pergeseran jadwal
penyerapan anggaran serta penundaan pelaksanaan kegiatan; b) Implementasi Bagan Akun Standar (BAS) terlalu detail dan menyulitkan dalam pelaksanaan anggaran. 3) Upaya yang dilakukan antara lain: a) Penyusunan perencanaan anggaran yang tepat dan pelaksanaan monitoring secara konsisten;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
101
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
b) Pembentukan panitia dan pelaksanaan kegiatan secara lebih cepat. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase penyerapan DIPA (non belanja pegawai), pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. b. Persentase pencapaian penyerapan anggaran dan kinerja output Indikator persentase ketepatan perencanaan anggaran dan kinerja merupakan indikator pelengkap IKU penyerapan DIPA, dimana dengan dilakukan pengukuran anggaran dan kinerja dapat diketahui apakah anggaran yang diserap sejalan dengan pencapaian kinerja berupa output. IKU ini mengukur ketepatan realisasi atas perencanaan dari sisi penyerapan anggaran dan kinerja (output dalam Petunjuk Operasional Kegiatan), dengan memformulasikan hitungan pada bobot yang sama (masing-masing 50%) atas penyerapan anggaran dan penyelesaian kinerja. Target output tersebut di dapat dari hasil identifikasi produk/jasa yang signifikan dalam mendukung keberhasilan pencapaian sasaran DJPU (berupa antara lain dokumen SOP, dokumen LAKIP, konsep DIPA, laporanlaporan berkaitan dengan pengelolaan utang, frekuensi kegiatan sosialisasi, dan
produk/jasa
lainnya
yang
pendanaan
untuk
pembuatan/pelaksanaannya telah dibuat paket-paket anggaran per unit output, sebagaimana
dituangkan dalam dokumen Petunjuk Operasional
Kegiatan/DIPA DJPU). Pencapaian IKU ini menuju kepada capaian yang melebihi dari target (maximize), dimana capaian yang makin tinggi dari target adalah capaian yang diharapkan. Indikator ini berupaya untuk menghubungkan antara ketepatan perencanaan penyelesaian output dengan penyerapan anggaran. 1) Pada tahun 2011, persentase pencapaian penyerapan anggaran dan kinerja output ditargetkan sebesar 100%, dengan realisasi sebesar 101,54%. Dengan rincian realisasi, sebagai berikut: a) target anggaran (seluruh belanja yang meliputi belanja pegawai, belanja barang, dan belanja modal yang tercantum pada DIPA) sebesar 100% (Rp112,14 miliar) dengan realisasi sebesar 95,78% (Rp107,41 miliar).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
102
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
b) target kinerja sebesar 100% (4.406 output) dengan realisasi sebesar 107,29% (4.727 output). Grafik 3.7 Realisasi Penyerapan Anggaran dan Kinerja Output 110% 100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
101.54%
61.26% 38.65% 17.80%
Q1
Q2
Q3
Q4
2) Tantangan yang dihadapi dalam rangka pencapaian target indikator kinerja persentase ketepatan perencanaan anggaran dan kinerja adalah: a) Perencanaan
penyelesaian
output
relatif
masih
belum
dapat
dilaksanakan dengan baik karena ouput yang dimasukan ke dalam rencana
target
IKU
tidak
semuanya
output
utama,
yang
menyebabkan terdapatnya variasi jenis output yang relatif cukup banyak.
Disisi
lain,
dalam
pengukuran
kinerjanya
belum
membedakan tingkat kesulitan penyelesaian atas masing-masing output tersebut; b) Ketepatan
perencanaan
anggaran
sangat
tergantung
kepada
kecepatan penyelesaian berkas tagihan dari pihak ketiga/penyedia jasa. 1) Upaya yang dilakukan antara lain: a) Melakukan perencanaan output dengan lebih baik dan terukur dan hanya memilih output yang bersifat utama sebagai indikator kinerja penyelesaian output; b) Dalam pengukuran kinerja diupayakan agar output yang ditargetkan memiliki bobot penyelesaian yang berimbang;
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
103
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
c) Mempercepat proses penyelesaian komitmen/kewajiban berkaitan dengan pengadaan barang/jasa; d) Memonitor kemajuan pelaksanaan rencana kerja DJPU agar sesuai dengan yang telah ditetapkan. Dengan demikian, target pencapaian indikator persentase pencapaian penyerapan anggaran dan kinerja output, pada tahun 2011 dapat tercapai dengan baik. 3) Pencapaian SS pengelolaan anggaran yang optimal dengan indikator persentase penyerapan DIPA (non belanja pegawai) dan persentase pencapaian penyerapan anggaran dan kinerja output, pada tahun 2010 dapat tercapai dengan baik. C. Kinerja lainnya Disamping SS yang tersebut di atas, terdapat beberapa kinerja yang terkait dengan SS tersebut dan lebih bersifat outcomes, namun tidak menjadi IKU DJPU, yaitu: 1. Kinerja pembiayaan APBN melalui utang Tahun 2007-2011 Dalam periode 2007-2011 terdapat pola yang konsisten dimana pembiayaan yang bersumber dari utang neto meningkat secara signifikan. Realisasi pembiayaan utang neto meningkat dari sebesar Rp33,3 triliun pada tahun 2007 menjadi sebesar Rp125,3 triliun pada tahun 2011. Dari sisi instrumen utang terdapat suatu kecenderungan pergeseran pola pembiayaan yang mengarah pada market based financing melalui penerbitan SBN. Penerbitan SBN neto yang semakin meningkat, selain berperan sebagai instrumen pembiayaan juga digunakan antara lain untuk pembayaran utang jatuh tempo, penerusan pinjaman, investasi pemerintah, dan penyertaan modal negara. Secara bertahap penerbitan SBN neto dari tahun 20072011 cenderung mengalami peningkatan dengan rata-rata penerbitan sekitar Rp92,08 triliun pertahun. Sementara penarikan pinjaman neto menunjukkan besaran negatif yang semakin mengecil. Realisasi penarikan pinjaman neto bersifat negatif, karena jumlah pinjaman baru yang ditarik lebih kecil dibandingkan dengan jumlah pembayaran cicilan pokok. Data perkembangan pembiayaan melalui utang periode 2007-2011 dapat dilihat pada tabel berikut:
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
104
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Tabel 3.19 Perkembangan Pembiayaan melalui Utang 2007-2011 (triliun[ rupiah Triliun) Rupiah ] 2007
Surat Berharga Negara (neto)
2008
2009
2010
2011*
2012**
126.7 211.2
134.6
57.2 100.0
85.9 126.2
99.5 148.5
91.1 167.6
Domestik
86.4
86.9
101.7
142.6
Valas
13.6
39.3
46.8
25.0
Pembayaran Pokok dan Pembelian Kembali
(42.8)
(40.3)
(49.1)
(76.5)
(84.5)
Pembiayaan Pinjaman (neto)
(23.9) 34.1
(18.4) 45.0
(15.5) 52.5
(4.2) 46.1
(1.3) 44.5
(1.0) 45.4
Pinjaman program
19.6
30.1
28.9
29.0
19.2
15.3
Pinjaman proyek
14.5
20.1
29.7
25.8
37.0
39.0
Penerbitan, bruto
Penarikan PLN, bruto
Penerusan PLN
(5.2)
(6.2)
(8.7)
(11.7)
(8.9)
Pembayaran Cicilan Pokok PLN Penarikan Pinjaman Dalam Negeri, neto
(57.9) -
-
(63.4)
(68.0)
(50.6)
(47.2)
(47.3)
-
-
0.4
1.5
0.9
Total Pembiayaan Utang
33.3
67.5
83.9
86.9
125.3
133.6
Catatan: APBN 2007-2010 PAN/LKPP - Audited *) APBN-P 2011
2. Rasio Utang terhadap PDB Pengelolaan utang pemerintah dilakukan dengan mengoptimalkan potensi pendanaan utang dari sumber domestik melalui penerbitan SBN Rupiah maupun penarikan pinjaman dalam negeri. Porsi Pinjaman Luar Negeri terus diupayakan untuk menurun dengan kebijakan net negative flow Pinjaman Luar Negeri. Dengan upaya ini diharapkan ketergantungan terhadap pembiayaan dari Pinjaman Luar Negeri dapat semakin ditekan. Selain itu pengembangan instrumen utang terus dilakukan untuk meningkatkan fleksibillitas sumber pembiayaan sehingga utang dapat diperoleh dengan biaya dan risiko yang rendah. Hasil dari pengelolaan utang berkontribusi pada semakin menurunnya Debt to GDP ratio yaitu tingkat utang pemerintah terhadap output perekonomian nasional (Pendapatan Domestik Bruto) sebagaimana terlihat dalam grafik di bawah. Dari grafik terlihat bahwa Debt to GDP ratio terus menurun dari 35,1% pada tahun 2007 menjadi sekitar 25% terhadap GDP pada tahun 2011. Hal tersebut mencerminkan meningkatnya kemampuan Pemerintah dalam menjaga kesinambungan fiskal.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
105
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Grafik 3.8 Rasio Utang terhadap PDB 2007-2011
Catatan: Angka Realisasi PAN/LKPP - Audited *) Angka sangat sangat sementara, menggunakan asumsi APBN-P 2011 RHS = Right Hand Side (sisi sumbu X sebelah kanan), LHS = Left Hand Side (sisi sumbu X sebelah kiri)
Pada grafik di atas terlihat bahwa sejak tahun 2007 rasio utang terhadap PDB telah berada dalam posisi di bawah 40%, dan rasio tersebut cenderung menurun selama periode 2007-2011. Rasio ini mengindikasikan bahwa jumlah utang yang ditarik oleh pemerintah setiap tahun telah dilakukan secara hati-hati, terencana, dan tepat sasaran sehingga kontribusinya terhadap perekonomian nasional telah mendorong peningkatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan peningkatan utang itu sendiri. Dari grafik 3.8 dapat dilihat pula bahwa rasio utang terhadap PDB Indonesia termasuk yang paling rendah bila dibandingkan dengan negara-negara lainnya. Indonesia termasuk negara yang berhasil mengurangi rasio utang terhadap PDB secara signifikan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
106
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Grafik 3.9 Rasio Utang terhadap PDB di berbagai Negara 2011 dan Perubahannya 2003-2011 Chile
Indonesia
Australia
Turkey
Indonesia
Philippines
Colombia
India
South Africa
Colombia
Turkey
Chile
Thailand
Thailand
Philippines
Brazil
Malaysia
South Africa
Poland
Italy
India
Poland
Brazil
Malaysia
United Kingdom
Germany
Germany
Japan
United States
United States
Italy
Australia
Japan
United Kingdom 0
40
80
120
160
200
240
-60 -40 -20
0
20
40
60
80 100 120
Sumber: Country Rating Statistic Database
Turunnya Debt to GDP ratio juga tidak terlepas dari kebijakan pemerintah dalam pengelolaan APBN yang membatasi deficit anggaran pada kisaran yang aman. Berdasarkan Undang-Undang Nomor 17/2003 tentang Keuangan Negara dinyatakan bahwa defisit nasional maksimum ditetapkan dibawah 3% dari Produk Domestik Bruto. Pada tahun 2011 realisasi sementara defisit APBN terhadap PDB adalah 1,27% lebih rendah dari target APBN/P 2011 sebesar 2,1%. Grafik 3.10 Rasio Defisit APBN terhadap PDB 0.00% -0.50%
2006
2007
2008
2009
2010
2011*
-1.00% -1.50% -2.00% -2.50% Sumber: DJPU *data sesuai APBN-P 2011
Kebijakan net negative flow Pinjaman Luar Negeri diterjemahkan dengan menetapkan jumlah penarikan Pinjaman Luar Negeri sesuai kebutuhan pembiayaan bagi Kementerian/Lembaga. Penarikan Pinjaman Luar Negeri tersebut diupayakan lebih rendah dari jumlah Cicilan Pokok Pinjaman Luar
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
107
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Negeri yang jatuh tempo. Pada prinsipnya kebijakan ini bertujuan untuk meningkatkan kemandirian Pemerintah dari sumber pembiayaan luar negeri yang berasal dari kreditor multilateral, bilateral maupun komersial. Realisasi arus kas pembiayaan yang bersumber dari pinjaman luar negeri dari 2008 – 2010 berturut-turut adalah negatif Rp13.217miliar, negatif Rp16.848miliar, negatif Rp4.566miliar dan akhir tahun 2011 realisasi sementara Pinjaman Luar Negeri Neto adalah sebesar
negatif Rp19.190miliar. Dalam pelaksanaannya, posisi
pinjaman luar negeri Pemerintah tahun 2008 - 2010 dalam mata uang asli (original currency) terutama dalam JPY dan EUR mengalami penurunan, sedangkan dalam USD relatif terkendali. Sebagai contoh sejak tahun 2008 – 2010 posisi outstanding pinjaman luar negeri berdenominasi JPY berturut-turut adalah JPY2.820miliar, JPY2,678.8miliar, JPY2,594.8miliar, sedangkan pada akhir Desember 2011 sebesar JPY2.490,4miliar. Namun, apabila posisi pinjaman luar negeri Pemerintah tersebut
dikonversikan
ke
dalam
mata
uang
Rupiah,
maka
terdapat
kecenderungan adanya fluktuasi posisi outstanding pinjaman luar negeri mengingat hal ini sangat dipengaruhi pergerakan nilai mata uang (kurs) Rupiah terhadap mata uang asing yang digunakan dalam pinjaman tersebut. 3. Perkembangan stok utang luar negeri Perkembangan stok utang luar negeri secara absolut/nominal berdasarkan mata uang menunjukkan perkembangan yang bervariasi. Dalam original currency, stok utang dalam mata uang USD menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan, sedangkan stok utang dalam mata uang JPY dan EUR mengalami penurunan. Stok utang dalam mata uang USD dan JPY berasal dari penerbitan SBN dan penarikan pinjaman luar negeri (PLN) baik proyek maupun program. Sedangkan stok utang dalam mata uang EUR dan valas lainnya berasal dari penarikan PLN. Komposisi stok utang berdasarkan instrumen dalam mata uang USD dan JPY menunjukkan arah yang berlawanan. Stok utang dari SBN dalam mata uang USD meningkat dari semula USD5,5 miliar tahun 2006 menjadi USD20,35 miliar tahun 2011, dan dalam mata uang JPY meningkat dari semula JPY35 miliar tahun 2009 menjadi JPY95 miliar tahun 2011. Stok utang dari PLN dalam mata uang
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
108
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
USD dan JPY menurun dari semula USD 21,8 miliar dan JPY 3.066 miliar tahun 2006 menjadi USD 23,4 miliar dan JPY 2.490,4 miliar tahun 2011. Selanjutnya, perkembangan stok utang luar negeri setelah dikonversi menjadi USD justru menunjukkan adanya pola yang berbeda dengan stok utang dalam original currency. Perbedaan pola tersebut terutama pada mata uang JPY yang menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan. Hal ini disebabkan oleh penguatan nilai tukar mata uang JPY terhadap USD dari semula JPY119,01/USD pada tahun 2006 menjadi JPY77,64/USD tahun 2011. Perkembangan stok utang luar negeri berdasarkan mata uang dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.20 Perkembangan Stok Utang Luar Negeri berdasarkan Mata Uang (2006-2011) 2006
2007
2008
2009
2010
2011***
992.84
Dalam Mata Uang Asli IDR*)
693.12
737.13
783.86
836.31
902.60
USD**)
27.28
28.14
32.55
35.80
39.64
43.75
JPY**)
3,066.02
2,941.88
2,820.48
2,713.84
2,689.78
2,585.42
EUR**)
7.77
7.19
6.75
5.97
5.41
4.71
SDR**)
1.17
1.41
1.74
2.01
2.15
2.19
AUD**)
0.00
0.08
0.14
0.24
0.29
0.33
Mata Uang Lainnya
-------------------------- Berbagai Mata Uang --------------------------
Ekuivalen dlm Miliar US$ IDR
76.8
78.3
71.6
89.0
100.4
109.5
USD
27.3
28.1
32.6
35.8
39.6
43.7
JPY
25.8
25.9
31.2
29.4
33.0
33.3
EUR
10.2
10.5
9.5
8.6
7.2
6.1
SDR
1.8
2.2
2.7
3.1
3.3
3.4
AUD
-
0.1
0.1
0.2
0.3
0.3
2.5
2.4
1.8
3.1
2.7
2.6
144.4
147.5
149.5
169.2
186.5
198.9
Asumsi Kurs Tengah IDR/US$1
9,020.00
9,419.00
10,950.00
9,400.00
8,991.00
9,068.00
Asumsi Kurs Tengah JPY/US$1
119.01
113.39
90.33
92.42
81.53
77.64
Asumsi Kurs Tengah EUR/US$1
0.76
0.68
0.71
0.70
0.75
0.77
Mata Uang Lainnya Total
Catatan: *) Nominal IDR dalam Triliun Rupiah, **) Nominal dalam Miliar, ***) Per 31 Desember 2011 Sumber: Buku Perkembangan Utang Negara: Edisi Januari 2012
4. Perkembangan peringkat kredit (Investment Grade) Pengelolaan fiskal dan utang yang semakin baik juga ditunjukkan melalui perbaikan credit rating Indonesia. Selain membaiknya rating, CRC (country risk classification) dari OECD juga mengalami perbaikan. Hal ini menunjukkan bahwa persepsi risiko Indonesia telah menurun, sehingga biaya utang dari kredit ekspor
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
109
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
menjadi lebih rendah. Perkembangan peringkat kredit Indonesia tahun 2006-2011 dapat dilihat pada tabel berikut ini. Tabel 3.21 Perkembangan Credit Rating Indonesia (2006-2011) Rating Tahun
S&P
Fitch
Moody’s
CRC
R&I
JCRA
2011
BB+
BBB-
Ba1
4
BB+
BBB-
2010
BB
BB+
Ba2
4
BB+
BBB-
2009
BB-
BB
Ba2
5
BB+
BB+
2008
BB-
BB
Ba3
5
BB+
BB-
2007
BB-
BB-
Ba3
5
BB+
BB-
2006
BB-
BB-
B1
5
BB-
BB-
Sumber: diolah dari Buku Perkembangan Utang Negara: Edisi Januari 2012
Pada tanggal 15 Desember 2011 sebuah lembaga rating terkemuka Fitch Rating Agency menaikkan tingkat rating utang pemerintah Republik Indonesia satu level ke atas dari BB+ menjadi BBB-. Ini artinya peringkat tingkat utang pemerintah telah mencapai level investment grade. Dengan demikian Indonesia menjadi tempat tujuan investasi yang lebih menarik bagi investor di seluruh dunia. Dalam laporannya Fitch rating agency menekankan bahwa kenaikan rating mencerminkan
keberhasilan
perekonomian.
Beberapa
pemerintah
indikator
penting
Indonesia adalah
dalam
mengelola
keberhasilan
dalam
mempertahankan disiplin fiskal, pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan tahan krisis, rendahnya utang pemerintah, likuiditas eksternal dan kerangka kebijakan ekonomi makro yang prudent. Peningkatan peringkat utang pemerintah tersebut, sebenarnya telah tercermin dalam yield SUN Rupiah 10 tahun, yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan peer country yang terpilih dalam sample sebagaimana dalam grafik di bawah ini. Selain itu, dari grafik ini terlihat bahwa spead antara biaya utang Pemerintah Indonesia dengan peer country semakin melebar, hal ini menunjukkan bahwa premi risiko yang diharapkan investor semakin rendah dibandingkan periode sebelumnya.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
110
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Grafik 3.11 Penurunan Biaya Utang Indonesia dibandingkan Peer Country 10.00
Indones ia
Peer average*
9.50 9.00 8.50 8.00 7.50 7.00 6.50 6.00 Apr-10
Jul-10
Oct-10
Jan-11
Apr-11
Jul-11
Oct-11
10-year domestic government bond yields (%) *Peers include Peru, South Africa, Colombia, India, Turkey, Mexico, Philippines, Brazil Sumber : Bloomberg , as of dec 2011
5. Penurunan Biaya Utang Seiring dengan membaiknya kondisi fundamental perekonomian Indonesia, pasar keuangan Indonesia juga turut berkembang semakin baik. Untuk pasar SBN, hal ini ditunjukkan dengan penurunan yield curve (downward shift) selama periode pengamatan 2005 – 2011. Biaya utang mengalami penurunan yang signifikan disebabkan selain faktor eksternal yaitu inflasi, tetapi juga dikarenakan upaya pengembangan pasar yang telah berhasil menciptakan pasar Surat Berharga Negara yang deep, liquid, active dan stabil. Penurunan biaya utang tersebut tergambarkan dalam kurve imbal hasil sebagai berikut: Grafik 3.12 Penurunan biaya utang (2009-2011) 12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00 1
2
3 4 5 6 31-Des-09
7 8 9 10 31-Des-10
15 23-Sep-11
20 30-Des-11
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
111
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
6. Volume Perdagangan Kinerja Surat Berharga Negara di pasar sekunder terus meningkat. Hal ini terlihat dari volume perdagangan SBN yang cenderung mengalami peningkatan sejak krisis subprime morgage pada akhir tahun 2008. Dibandingkan dengan tahun 2009, volume perdagangan SBN pada tahun 2011 mengalami peningkatan sebesar 124% dengan frekuensi perdagangan yang meningkat sebesar 89%. Hal ini menunjukkan pasar SBN yang semakin liquid dan aktif. Hal tersebut didorong oleh prospek ekonomi dan persepsi risiko eksternal yang masih positif. Dari sisi makroekonomi, faktor di balik penguatan kinerja SBN tersebut, yakni nilai tukar yang relatif stabil, serta prospek pertumbuhan ekonomi yang positif. Disamping itu, kinerja SBN juga ditopang oleh relatif terbatasnya risiko fiskal kesinambungan
fiskal
yang masih terjaga.
Faktor-faktor
serta
positif tersebut
mendorong yield jangka pendek dan panjang terus menurun. Grafik 3.13 Volume Perdagangan SBN (2006-2011) 12.000
450 Volume (billion rupiah) - LHS
Frequency - RHS
10.000
360 295
8.000
270 232
6.000
194 156
4.000
156
180
138
90
2.000
-
-
7. Debt Maturity Profile Pembiayaan defisit APBN melalui utang harus dapat disediakan dalam jumlah yang cukup, dan tersedia pada saat diperlukan dengan biaya yang efisien dan tingkat risiko terkendali. Pembiayaan meliputi pembiayaan defisit (deficit financing), dan pembayaran kembali utang jatuh tempo (debt refinancing). Debt refinancing, terutama dilakukan melalui penerbitan utang baru dengan terms and
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
112
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
conditions (biaya dan tingkat risiko) yang lebih baik. Pengelolaan utang yang efisien telah berhasil menurunkan Refinancing Risk sebagaimana tergambar dalam maturity profile yang seimbang sebagaimana grafik berikut. Grafik3.14 Debt Maturity Profile
8. Pengelolaan kewajiban kontinjensi Dalam mendukung pengelolaan kewajiban kontinjensi, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang telah menyusun suatu kajian terhadap jaminan Pemerintah berdasarkan peraturan Perundang-undangan dan perjanjian. Kajian dan masukan dilakukan terhadap usulan peraturan perundang-undangan khususnya mengenai jaminan Pemerintah, baik jaminan yang dilakukan oleh Badan Usaha Penjamin Infrastruktur (BUPI) maupun jaminan Pemerintah secara langsung. Selain itu, kajian yang difokuskan pada jaminan Pemerintah mempertimbangkan banyaknya surat jaminan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah dan semakin beragamnya perjanjian yang telah atau akan diperjanjikan oleh Pemerintah. Kajian tersebut sangat diperlukan dalam memperkecil risiko fiskal. Di samping itu, dalam rangka pengendalian risiko kewajiban kontinjensi perlu untuk dilakukan langkah-langkah identifikasi, penilaian, dan perubahan terms & conditions terhadap permintaan penerbitan jaminan Pemerintah oleh pihak lain, baik untuk kebijakan yang baru maupun penerbitan jaminan untuk tiap-tiap proyek yang telah mempunyai payung hukum jaminan Pemerintahnya. Output dari kegiatan ini adalah penyusunan rekomendasi penerbitan jaminan Pemerintah (Letter of guarantee).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
113
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Dalam upaya untuk menjamin ketersediaan dana jaminan Pemerintah, perhitungan dan usulan alokasi dana dalam APBN dilakukan dengan mempertimbangkan potensi default dari pihak yang dijamin Pemerintah (PT PLN (Persero) dan PDAM). Namun demikian, mengingat kebutuhan dana yang semakin besar untuk tahun-tahun mendatang seiring dengan meningkatnya kewajiban pembayaran kepada kreditur, akan dilakukan pengelolaan dana kewajiban kontinjensi dalam suatu rekening khusus yang dikelola dan diakumulasikan dari tahun ke tahun. Saat ini, substansi RPMK tentang tata cara pengelolaan dana cadangan penjaminan telah selesai disusun dan menunggu penetapan oleh Menteri Keuangan. Perhitungan alokasi anggaran penjaminan Pemerintah dalam APBN Tahun Anggaran 2011 adalah sebagai berikut: Program
Exposure
x
Probability Default
x
( 100 % - Recovery Rate) =
Penjaminan PT PLN
Rp.5.927 miliar
x
15 %
x
( 100 % -
0%)
=
889 miliar
Penjaminan PDAM
Rp.
x
16.98 %
x
( 100 % -
0 %)
=
4,75 miliar
28 miliar
Expected Loss
Alokasi anggaran penjaminan Pemerintah untuk PT PLN (Persero) terkait proyek 10.000 MW tahap I dalam APBN TA. 2011 adalah sebesar Rp.889 miliar (Delapan ratus delapan puluh sembilan miliar rupiah). Hasil perhitungan alokasi anggaran penjaminan Pemerintah yang mungkin timbul di tahun 2011, untuk program percepatan penyediaan air minum diperkirakan sebesar Rp.4,75 miliar. Namun, untuk meningkatkan kepercayaan perbankan atas penjaminan Pemerintah untuk PDAM, maka alokasi anggaran penjaminan Pemerintah dalam APBN TA. 2011 ditetapkan menjadi sebesar Rp.10 Miliar (sepuluh miliar rupiah). Untuk alokasi anggaran penjaminan untuk proyek Central Java Power Plant (CJPP), baru akan mulai dilakukan tahun 2013 dengan asumsi penjaminan Pemerintah efektif pada Oktober 2012 (setelah financial close tercapai).
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
114
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Sampai dengan Desember 2011, alokasi anggaran penjaminan Pemerintah dalam APBN tidak dicairkan, dengan kata lain tidak terjadi gagal bayar pihak yang dijamin (PT PLN (Persero) dan PDAM). Dalam rangka pemberian jaminan Pemerintah terhadap proyek Kerjasama Pemerintah – Swasta (KPS) Central Java Power Plant (CJPP), dilakukan kajian bersama unit terkait atas klausul-klausul dalam Power Purchase Agreement (PPA)yang layak dijamin untuk dituangkan dalam Perjanjian Penjaminan. Hal ini dimaksudkan agar proyek CJPP dapat memperoleh pendanaan dengan tariff listrik yang cukup rendah namun dengan risiko yang terkendali bagi Pemerintah. Terkait penjaminan proyek CJPP, Pemerintah telah menyusun Perjanjian Regres, yang ditujukan sebagai bentuk komitmen PT PLN (selaku PJPK) untuk membayar kembali permbayaran jaminan yang dikeluarkan Pemerintah dalam hal PT PLN gagal bayar/tidak mampu memenuhi kewajibannya. Dalam rangka mitigasi risiko atas pelaksanaan penjaminan, telah dilakukan monitoring atas proyek-proyek yang mendapatkan jaminan Pemerintah untuk mengukur dan mengetahui secara dini potensi default. Monitoring dimaksud sekaligus dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang berpengaruh terhadap timbulnya default sekaligus mampu memberikan mitigasi risikonya. 9. Asset-Liability Management (ALM) Pengelolaan keuangan negara pada saat ini dan masa yang akan datang menghadapi tantangan yang luar biasa dari adanya perubahan kondisi global dan tantangan ekonomi domestik yang cukup besar. Pemerintah dituntut semakin meningkatkan efisiensi dan efektivitas pengelolaan keuangan negara agar dapat mencapai tujuan pembangunan nasional yang diharapkan. Untuk meningkatkan kinerja pengelolaan keuangan negara yang didalamnya termasuk pengelolaan risiko keuangan, Pemerintah perlu menerapkan ALM . Dalam upaya menerapkan ALM dalam pengelolaan keuangan negara, Kementerian Keuangan dan BI pada tahun 2008 telah mengundang Tim World Bank dan IMF untuk secara bersama dengan Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia (BI) melakukan diagnosa terhadap Neraca Pemerintah Indonesia (didalamnya termasuk neraca BI). Hasil kerjasama antara TIM World Bank –IMF dan Pemerintah dituangkan dalam suatu laporan yang disampaikan pada awal
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
115
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
tahun 2009. Dalam Laporan tersebut dimasukkan berbagai rekomendasi penerapan ALM yang secara garis besar dikelompokkan kedalam: a. Koordinasi pengelolaan cadangan devisa dan portofolio utang luar negeri; b. Perbaikan Neraca dan Pengembangan pasar SBN domestik; c. Koordinasi antara pengelolaan kas dan pengelolaan utang. Sebagai tindak lanjut dari rekomendasi tersebut, pada tahun 2009 dibentuk Tim ALM Kementerian Keuangan yang tugasnya melakukan pengkajian penerapan ALM di Indonesia dan bekerja sama dengan BI mengevaluasi hal-hal yang dibutuhkan dalam penerapan ALM. Tim ALM juga telah memulai menjajaki langkah-langkah untuk perbaikan neraca Pemerintah dan BI seperti restrukturisasi surat utang Pemerintah yang di miliki BI dan pengelolaan risiko nilai tukar (forex) secara bersama. Pada tahun 2011 telah dilaksanakan pengadaan IT ALM. Pelaksanaan pengadaan IT ALM dibagi menjadi 2 (dua) tahap, tahap I telah dilaksanakan pada tahun 2011 yang telah dimulai pada bulan Juni dengan melakukan kegiatan perancangan sistem, pengadaan hardware dan software serta uji coba pada bulan Desember 2011. Kementerian Keuangan bermaksud untuk melakukan proses tender yang terpisah di awal 2012 untuk Tahap II. Untuk Tahap II akan dilaksanakan pada tahun 2012 dengan membuat integrasi otomatis serta validasi data dengan berbagai sistem yang diimplementasikan di Kementerian Keuangan, misalnya data yang berasal dari proyek SPAN. Pelaksanaan untuk tahap II akan dilakukan oleh Konsultan yang didampingi oleh counterpart yang merupakan Tim Teknis ALM. Atas pertimbangan tersebut, telah disusun pooling data pada Datawarehouse DJPU yang ditujukan khusus untuk mengakomodasi kebutuhan pembangunan sistem aplikasi ALM tersebut, dimana data-data terkait kebutuhan pembangunan IT ALM diperbarui (diupdate) mingguan. Adapun suplai data yang menjadi tanggung jawab Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang adalah terkait data : a. Outstanding Surat Berharga Negara; b. Outstanding Pinjaman (Internasional maupun domestik);
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
116
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
c. Proyeksi pembayaran cpokok Surat Berharga Negara maupun Pinjaman. Untuk menjaga validitas dan keamanan data pengelolaan pinjaman maupun SBN yang bersifat confidential, maka dibutuhkan suatu data pooling yang berfungsi untuk mengakomodasi kebutuhan tersebut dan juga berfungsi untuk membatasi akses kepada data lain yang tidak berkaitan dengan Pembangunan Sistem Aplikasi tersebut. Aplikasi yang dibangun pada Tahap I sudah menyiapkan untuk pengembangan lebih lanjut pada Tahap II yang meliputi risk management, predictive financial modeling/simulation, dan treasury strategies. Dalam rangka pelaksanaan Asset Liability Management (ALM), pada tahun 2011 DJPU bersama dengan beberapa unit di lingkungan Kementerian Keuangan telah melaksanakan pembahasan secara intensif dengan Bank Indonesia dan DPR terkait dengan Revisi SKB tahun 2003 tentang penyelesaian BLBI serta restrukturisasi dan konversi Surat Utang Pemerintah. Sesuai dengan arahan Menteri Keuangan bahwa kegiatan terkait dengan ALM dimaksud masih perlu dilanjutkan pada tahun 2012 dengan tujuan mempertimbangkan beban pada APBN tahun anggaran selanjutnya serta dampaknya bagi neraca BI. 10. Penyempurnaan dan implementasi Crisis Management Protocol (CMP) Sejak tahun 2008 DJPU telah memiliki Standard Operating Procedures (SOP) penanganan
dan
pemeliharaan
stabilitas
pasar
SBN
sebagai
pedoman
pelaksanaan koordinasi dalam rangka mengantisipasi kondisi pasar keuangan dengan menentukan indikator-indikator yang berpengaruh terhadap kondisi pasar SBN. Sesuai dengan Nota Kesepahaman antara Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan tentang Koordinasi Dalam Rangka Pemeliharaan Stabilitas Sistem Keuangan
tanggal
30
Juli
2010,
maka
Kementerian
Keuangan
menindaklanjutinya dengan menyusun level dan indikator CMP yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan (KMK) Nomor 316/KMK.08/2011 tentang Penetapan Level dan Indikator Kondisi Pasar SBN Dalam Melaksanakan Protokol Manajemen Krisis Pasar SBN. Sesuai dengan sifat dan kondisi pasar
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
117
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
SBN yang dinamis, DJPU telah menyempurnakan ketentuan dalam SOP CMP sehingga dapat diterapkan dalam penanganan krisis pasar SBN tahun 2011. Selanjutnya dalam praktik selama ini terkait penetapan level CMP, yaitu menggunakan indikator primer yang memiliki kriteria obyektif sebagai kriteria utama (rekomendasi awal) level krisis dan indikator sekunder sebagai kriteria obyektif pula yang juga berperan sebagai pertimbangan tambahan dalam menetapkan krisis, sehingga tidak terdapat interaksi mekanik antara indikator primer dan sekunder dalam penetapan (rekomendasi awal) level krisis. Oleh karena itu untuk memudahkan upaya monitoring atas kondisi pasar SBN, pada tahun 2011 telah disusun dan dikembangkan suatu indeks gabungan (indikator primer dan sekunder), selanjutnya disebut sebagai indeks CMP, yang dapat digunakan sebagai rekomendasi awal penetapan level krisis. 11. Penyiapan Bond Stabilization Framework Bond Stabilization Framework merupakan langkah-langkah (strategi) yang dipersiapkan oleh Pemerintah dalam mengantisipasi terjadinya krisis keuangan, terutama krisis pasar SBN yang antara lain dapat dipicu oleh faktor eksternal yang berakibat pada pembalikan modal asing (sudden reversal). Berdasarkan Nota Kesepahaman antara Menteri Keuangan dan Menteri Negara BUMN Nomor S715/MK.08/2010 dan Nomor MOU-09/MBU/2010 tanggal 30 Desember 2010 tentang Koordinasi Dalam Rangka Pemeliharaan Stabilitas Pasar SBN, unit eselon I terkait di masing-masing Kementerian menindaklanjuti dengan penetapan mekanisme koordinasi yang dituangkan dalam Keputusan Bersama Nomor KEP06/PU/2011 dan Nomor KEP-01/D4.MBU/2011 tanggal 18 Januari 2011 tentang Mekanisme Kerja Pelaksanaan Koordinasi Dalam Rangka Pemeliharaan Stabilitas Pasar SBN. Kebijakan ini dimaksudkan untuk memberikan confidence bagi pelaku pasar bahwa Pemerintah bersama dengan BUMN-BUMN terkait sewaktu-waktu dapat melaksanakan pembelian SBN di pasar sekunder dalam rangka stabilisasi pasar SBN. Selanjutnya, DJPU telah menyusun SOP Pelaksanaan Koordinasi Dalam Rangka Penanganan Krisis Pasar SBN. Di internal Kementerian Keuangan, upaya untuk menjaga stabilitas pasar SBN dilakukan dengan suatu mekanisme koordinasi untuk melakukan pembelian SBN dalam rangka stabilisasi pasar SBN dengan menggunakan dana
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
118
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
yang bersumber dari dana yang dikelola Pusat Investasi Pemerintah (PIP), dana yang berasal dari Kas Umum Negara dan dana Saldo Anggaran Lebih (SAL). Hal ini sebagaimana tertuang dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 175/KMK.08/2011 tanggal 13 Juni 2011 tentang Mekanisme Koordinasi Pembelian Surat Berharga Negara Dalam Rangka Stabilisasi Pasar Surat Berharga Negara di Lingkungan Kementerian Keuangan. 12. Global Market Repo Agreement (GMRA) Dalam rangka pengembangan pasar keuangan yang dalam dan likuid diperlukan adanya diversifikasi yang dapat menambah variasi transaksi pasar keuangan di Indonesia. Pengembangan Repo (Repurchase Agreement) market di Indonesia
banyak
diusulkan
oleh
para
pelaku
pasar
terutama untuk
meningkatkan likuiditas pasar keuangan di Indonesia. Pada dasarnya transaksi Repo di Indonesia bukan hal yang baru karena disisi perdagangan obligasi negara kegiatan ini sudah dilakukan. Namun demikian perlu disusun kerangka hukum yang pasti agar transaksi Repo dapat dilaksanakan dengan aman dan sesuai dengan international best practice. Kementerian Keuangan yang terdiri dari Bapepam-LK dan DJPU beserta Bank Indonesia menyusun konsep Global Market Repo Agreement (GMRA) Indonesian Annexes dibantu dengan konsultan dan penasihat hukum dari lokal (ABNR) dan internasional (Clifford Chance). Direktorat SUN yang merupakan anggota satuan tugas tersebut bekerja sesuai time line yang terdiri dari dua bagian besar yaitu Vision dan Execution Stage. Vision stage merupakan tahapan persiapan yang berlangsung sejak tahun 2010. Sedangkan execution stage dimulai pada tahun 2011 yang secara aktif menghimpun masukan dari para pelaku pasar yang juga diukung secara aktif oleh SRO dalam penyelenggaraannya. Penyusunan GMRA Indonesian Annexes ini menampung praktik yang diselenggarakan di dunia internasional dan menyesuaikan dengan kondisi mekanisme transaksi instrumen keuangan di dalam negeri sehingga perlu adanya workshop untuk mendukung kegiatan dimaksud. Direktorat SUN membantu secara aktif dari persiapan dan pelaksanaan workshop bersama dengan Bapepam-LK dan BI. Workshop tentang GMRA di tahun 2011 yang mengundang market participant telah dilaksanakan dua kali, yaitu pada bulan
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
119
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
November 2011 dan Desember 2011 dengan topik khusus terkait legal drafting GMRA Indonesian Annexes yang pada intinya membahas pasal-pasal GMRA yang telah disesuaikan dengan international best practice. Tahap selanjutnya setelah ini adalah tahap sosialisasi bagi para pelaku pasar dan tahap implementasi yang di harapkan dapat diselesaikan pada pertengahan tahun 2012. D. Perkembangan Pending Matters Renstra 2010-2014 Dalam hal pembiayaan APBN, tujuan dan sasaran tahun 2005-2009 sebagian besar telah dapat dicapai dengan baik. Namun demikian, masih terdapat beberapa target yang belum dapat terealisasikan (pending matters) antara lain penyediaan landasan hukum yang berkaitan dengan pemenuhan
pembiayaan APBN, yang
sampai dengan saat ini masih dalam proses penyelesaian. Perkembangan penyelesaian pending matters tersebut adalah sebagai berikut: 1. Penyusunan Undang-Undang tentang Pinjaman Luar Negeri Pemerintah Rencana penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pinjaman Luar Negeri Pemerintah telah tercantum dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2005-2009. Sampai dengan akhir tahun 2010, Panitia AntarDepartemen (PAD) penyusunan RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah telah melaksanakan berbagai kegiatan dalam rangka mengumpulkan bahan, masukan, dan menyelesaikan legal drafting RUU. Namun demikian sampai dengan tahun 2010, pengajuan dan pembahasan RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah kepada Dewan Perwakilan Rakyat belum dapat dilaksanakan. Dinamika pembahasan RUU tentang Pinjaman Luar Negeri Pemerintah antara lain menyangkut perubahan ketentuan/pasal dalam RUU yaitu perubahan lingkup dan judul RUU, yakni semula RUU Pinjaman dan Hibah Luar Negeri (RUU PHLN) menjadi RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah (RUU PLNP). Pertimbangannya adalah pengaturan mengenai penerimaan hibah cukup dimuat dalam peraturan setingkat Peraturan Pemerintah. Beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan dalam rangka menyelesaikan RUU PLNP antara lain melaksanakan
rapat
pembahasan,
melaksanakan
roundtable
discussion
penyusunan RUU PLNP, melaksanakan bilateral meeting dengan stakeholders utama
terkait
pengelolaan
pinjaman
luar
negeri
pemerintah
serta
penyempurnaan Naskah Akademis sebagai pengantar penyampaian RUU PLNP.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
120
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Pada awal tahun 2011, Panitia Antar-Departemen Penyusunan RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah telah menyelesaikan draf RUU dan telah dijadwalkan untuk menyampaikan presentasi perkembangan penyusunan RUU PLNP kepada Menteri Keuangan. Pada kesempatan presentasi tersebut disampaikan bahwa rencana penyusunan RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah tidak lagi masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) periode 2010-2015 yang selanjutnya Menteri Keuangan memberikan arahan agar kegiatan pembahasan RUU Pinjaman Luar Negeri Pemerintah dihentikan karena tidak adanya RUU tersebut dalam Prolegnas periode 2010-2015 serta pertimbangan bahwa pengelolaan pinjaman luar negeri pemerintah cukup diatur dengan Peraturan Pemerintah. Berdasarkan arahan tersebut maka pada tahun 2011 kegiatan pembahasan RUU PLNP tidak ada lagi dalam rencana kegiatan Direktorat Pinjaman dan Hibah, sehingga sampai dengan saat ini UU yang khusus mengatur tentang pinjaman luar negeri pemerintah belum dapat diselesaikan. 2. Pengelolaan portofolio dan risiko utang pemerintah dengan menggunakan instrumen derivatif Penggunaan instrumen derivatif dalam pengelolaan portofolio dan risiko utang Pemerintah memerlukan beberapa persiapan yang panjang bagi Pemerintah, khususnya DJPU. Sebagaimana tindak lanjut atas pelaksanaan kegiatan pada tahun 2010, pada tahun 2011 telah dilakukan pengadaan konsultan hukum dalam rangka review dokumen ISDA, dimana hasil dari pengadaaan tersebut, menunjuk Marsinih Martoatmodjo Iskandar Kusdihardjo Law Office (MMIK) untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. Adapun hasil yang diperoleh adalah: a.
Pemetaan
peraturan
oleh
MMIK
antara
lain
menyebutkan
bahwa
berdasarkan Undang-undang Nomor 12 tahun 2011 tentang pembentukan Peraturan Perundang-undangan, pada Pasal 8 ayat (2) menyebutkan bahwa peraturan perundang-undangan mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi atau dibentuk berdasarkan kewenangan. Untuk itu, berdasarkan kewenangan Menteri Keuangan dalam pengelolaan keuangan negara maka,
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
121
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
peraturan mengenai hedging dapat disusun dalam level Peraturan Menteri Keuangan; b.
pengembangan pegawai dalam pemahaman mengenai ISDA Master Agreement. Selanjutnya, sampai dengan akhir tahun 2011 telah dilakukan pembahasan
materi Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RKMK) sebagai dasar pelaksanaan transaksi lindung nilai dalam pengelolaan utang Pemerintah. Berdasarkan persiapan yang telah dilakukan, maka RPMK ini ditargetkan untuk selesaikan pada semester I Tahun 2012. E.
Akuntabilitas Keuangan Alokasi pagu awal tahun 2011 yang disediakan dalam rangka pembiayaan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pada DJPU adalah sebesar Rp116,9miliar. Namun, sejalan dengan Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 2011, tanggal 15 Maret 2011 tentang Penghematan Belanja Kementerian/Lembaga Tahun Anggaran 2011, Presiden menginstruksikan agar dilakukan penghematan anggaran minimal sebesar 10% (sepuluh perseratus) dengan setelah memperhitungkan belanja pegawai dan kegiatan yang bersumber dari Penerimaan Negara Bukan Pajak, Pinjaman Hibah Luar Negeri, Rupiah Murni Pendamping, dan Pinjaman Dalam Negeri. Sesuai dengan Instruksi dimaksud Pagu Revisi DJPU menjadi sebesar Rp112,142miliar. Capaian Realisasi Anggaran DJPU Tahun 2011 sebesar 95,78%. Berikut ini akan disampaikan pagu dan realisasi anggaran Tahun 2011 berdasarkan kategori jenis program kegiatan dan jenis belanja, sebagai berikut: Tabel 3.22
Pagu dan Realiasi Anggaran Tahun 2011 (per belanja) (dalam miliar rupiah)
No
Belanja
Pagu revisi
Realisasi
% Realisasi
1
Belanja Pegawai
14,817
14,396
97,16
2
Belanja Barang
54,639
50,596
92,60
3
Belanja Modal
42,685
42,421
99,38
Jumlah
112,142
107,415
95,78
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
122
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
Tabel 3.23
Pagu dan Realiasi Anggaran Tahun 2011 (per program-kegiatan) (dalam miliar rupiah)
No
Uraian
Kegiatan
A.
Program Pengelolaan dan Pembiayaan Utang
Pagu revisi
Realisasi
112,142
107,415
95,78
% Realisasi
1.
Pengelolaan Pinjaman
8,320
6,791
81,26
2.
Pengelolaan Surat Utang Negara
8,223
7,718
93,86
3.
Pengelolaan Pembiayaan Syariah
6,727
6,211
92,33
4.
Pengelolaan Strategi dan Portofolio Utang
4,270
4,007
93,84
5.
Pelaksanaan Evaluasi, Akuntansi dan Setelmen Utang
6,158
5,666
92,01
6.
Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya
78,442
77,020
98,16
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
123
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
BAB IV PENUTUP A.
Kesimpulan Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.01/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang memiliki tugas untuk melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang pengelolaan utang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan. Sebagai organisasi pengelola utang, DJPU memiliki 3 peran strategis, yakni: 1. Memenuhi pembiayaan APBN yang bersumber dari utang; 2. Mewujudkan kesinambungan fiskal melalui pengelolaan portofolio dan risiko utang; dan 3. Pengembangan pasar yang dalam, aktif, dan likuid. Dalam rangka melaksanakan peran strategis tersebut di atas, pada tahun 2011 DJPU telah menetapkan target kinerja yang akan dicapai dalam bentuk kontrak kinerja antara Direktur Jenderal Pengelolaan Utang dengan Menteri Keuangan. Pada Kontrak kinerja tersebut terdapat peta strategi dengan 13 sasaran strategis (SS) yang ingin dicapai. Untuk setiap SS yang disusun dan ditetapkan memiliki ukuran yang disebut sebagai Indikator Kinerja Utama (IKU). Keseluruhan IKU DJPU pada tahun 2011 berjumlah 24 IKU. Capaian SS dan IKU DJPU tahun 2011 adalah: 12 SS dan 22 IKU berstatus hijau atau memenuhi dan atau di atas target dan 1 SS dan 2 IKU berstatus kuning atau kurang memenuhi target, dengan nilai kinerja sebesar 108,69% (diatas target). Disamping SS yang tersebut di atas, terdapat beberapa kinerja yang terkait dengan SS tersebut dan lebih bersifat outcomes, namun tidak menjadi IKU DJPU, yaitu: 1. Dari sisi instrumen utang terdapat suatu kecenderungan pergeseran pola pembiayaan yang mengarah pada market based financing melalui penerbitan SBN. 2. Berkaitan dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2003, rasio utang terhadap PDB menurun dari 35,1 persen pada akhir tahun 2007 dan menjadi 25% persen pada akhir tahun 2011. Rasio ini mengindikasikan bahwa
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
124
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
jumlah utang yang ditarik oleh pemerintah setiap tahun telah dilakukan secara hati-hati, terencana, dan tepat sasaran sehingga kontribusinya terhadap perekonomian nasional telah mendorong peningkatan ekonomi dalam jumlah yang lebih besar dibandingkan peningkatan utang itu sendiri. 3. Perkembangan stok utang luar negeri secara absolut/nominal berdasarkan mata uang menunjukkan perkembangan yang bervariasi. Dalam original currency, stok utang dalam mata uang USD menunjukkan kenaikan yang cukup signifikan, sedangkan stok utang dalam mata uang JPY dan EUR mengalami penurunan. Stok utang dalam mata uang USD dan JPY berasal dari penerbitan SBN dan penarikan pinjaman luar negeri (PLN) baik proyek maupun program. Sedangkan stok utang dalam mata uang EUR dan valas lainnya berasal dari penarikan PLN. 4. Seiring dengan membaiknya kondisi fundamental perekonomian Indonesia dan pengelolaan fiskal dan utang yang semakin baik ditunjukkan melalui beberapa indikator, antara lain: a. perbaikan credit rating dan country risk classification Indonesia. Sebuah lembaga rating terkemuka Fitch Rating Agency menaikkan tingkat rating utang pemerintah Republik Indonesia satu level ke atas dari BB+ menjadi BBB-. Ini artinya peringkat tingkat utang pemerintah telah mencapai level investment grade. Dengan demikian Indonesia menjadi tempat tujuan investasi yang lebih menarik bagi investor di seluruh dunia; b. penurunan yield curve (downward shift) selama periode pengamatan 2005 – 2011; c. Kinerja Surat Berharga Negara di pasar sekunder terus meningkat; d. Pengelolaan utang yang efisien telah berhasil menurunkan Refinancing Risk. 5. Dalam mendukung pengelolaan kewajiban kontinjensi, Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang telah menyusun suatu kajian terhadap jaminan Pemerintah berdasarkan peraturan Perundang-undangan dan perjanjian. Kajian dan masukan dilakukan terhadap usulan peraturan perundang-undangan khususnya mengenai jaminan Pemerintah, baik jaminan yang dilakukan oleh Badan Usaha Penjamin Infrastruktur (BUPI) maupun jaminan Pemerintah secara langsung. Selain itu, kajian yang difokuskan pada jaminan Pemerintah mempertimbangkan banyaknya surat jaminan yang telah dikeluarkan oleh Pemerintah dan semakin
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
125
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
beragamnya perjanjian yang telah atau akan diperjanjikan oleh Pemerintah. Kajian tersebut sangat diperlukan dalam memperkecil risiko fiskal. 6. Dalam rangka pelaksanaan Asset Liability Management (ALM), pada tahun 2011 DJPU bersama dengan beberapa unit di lingkungan Kementerian Keuangan telah melaksanakan pembahasan secara intensif dengan Bank Indonesia dan DPR terkait dengan Revisi SKB tahun 2003 tentang penyelesaian BLBI serta restrukturisasi dan konversi Surat Utang Pemerintah. Sesuai dengan arahan Menteri Keuangan bahwa kegiatan terkait dengan ALM dimaksud masih perlu dilanjutkan pada tahun 2012 dengan tujuan mempertimbangkan beban pada APBN tahun anggaran selanjutnya serta dampaknya bagi neraca BI. 7. Dalam rangka penanganan dan pemeliharaan stabilitas pasar SBN, DJPU telah melakukan penyempurnaan dan implementasi Crisis Management Protocol (CMP) dalam penanganan krisis pasar SBN tahun 2011 dan menyiapkan Bond Stabilization Framework dalam mengantisipasi terjadinya krisis keuangan, terutama krisis pasar SBN yang antara lain dapat dipicu oleh faktor eksternal yang berakibat pada pembalikan modal asing (sudden reversal). 8. Dalam rangka pengembangan pasar keuangan yang dalam dan likuid, Kementerian Keuangan yang terdiri dari Bapepam-LK dan DJPU beserta Bank Indonesia menyusun konsep Global Market Repo Agreement (GMRA) Indonesian Annexes dibantu dengan konsultan dan penasihat hukum dari lokal (ABNR) dan internasional (Clifford Chance). Penyusunan GMRA Indonesian Annexes ini menampung praktik yang diselenggarakan di dunia internasional dan menyesuaikan dengan kondisi mekanisme transaksi instrumen keuangan di dalam negeri. Perkembangan penyelesaian pending matters Renstra 2010-2014 adalah sebagai berikut: 1. Rencana penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Pinjaman Luar Negeri Pemerintah tidak menjadi prioritas dalam Prolegnas periode 2010-2015 dengan pertimbangan bahwa pengelolaan pinjaman luar negeri pemerintah cukup diatur dengan Peraturan Pemerintah, sehingga pada tahun 2011 RUU PLNP belum dapat diselesaikan.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
126
Kementerian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pengelolaan Utang
2. Penggunaan instrumen derivatif dalam pengelolaan portofolio dan risiko utang Pemerintah memerlukan beberapa persiapan yang panjang bagi Pemerintah, khususnya DJPU. Sebagaimana tindak lanjut atas pelaksanaan kegiatan pada tahun 2010, pada tahun 2011 telah dilakukan pengadaan konsultan hukum dalam rangka review dokumen ISDA, dimana hasil dari pengadaaan tersebut, menunjuk Marsinih Martoatmodjo Iskandar Kusdihardjo Law Office (MMIK) untuk melaksanakan pekerjaan tersebut. sampai dengan akhir tahun 2011 telah dilakukan pembahasan materi Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RKMK) sebagai dasar pelaksanaan transaksi lindung nilai dalam pengelolaan utang Pemerintah. Berdasarkan persiapan yang telah dilakukan, maka RPMK ini ditargetkan untuk selesaikan pada semester I Tahun 2012. B.
Saran Berbagai keberhasilan kinerja yang telah dicapai di atas kiranya dapat dipertahankan bahkan ditingkatkan pada tahun-tahun mendatang. Sementara untuk beberapa program/kegiatan yang capaian kinerjanya belum mencapai target sebagaimana direncanakan akan ditingkatkan kinerjanya pada tahun-tahun mendatang. Dengan disusunnya LAKIP ini diharapkan dapat memberikan informasi secara transparan baik kepada Pimpinan maupun seluruh pihak yang terkait dengan tugas dan fungsi DJPU, sehingga dapat memberikan umpan balik guna peningkatan kinerja pada periode berikutnya dalam rangka lebih memberikan manfaat kepada masyarakat maupun kepada berbagai pihak yang berkepenntingan dengan pengelola utang.
Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
127