BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Urbanisasi dan tekanan yang ditimbulkan oleh ledakan populasi merupakan dua masalah utama dalam manajemen sumber daya air. Permasalahan ini pada umumnya dihadapi oleh negara berkembang, dengan pertumbuhan populasi perkotaan yang meningkat cepat dan terkonsentrasi pada area marginal. Sehingga konversi lahan untuk pemukiman diwilayah aglomerasi perkotaan yang semakin intensif, yang biasanya tidak diimbangi dengan sistem sanitasi yang memadai dengan keadaan tersebut, sehingga banyak menimbulkan masalah terhadap kualitas airtanah bawah permukaan. Pertumbuhan penduduk yang diikuti dengan pemanfaatan lahan untuk pemukiman, jasa dan manufaktur yang intensif memunculkan pengaruh terhadap sistem airtanah. Foster dkk (1993) membagi pengaruh tersebut menjadi dua bagian, yaitu: 1. Area urban dengan kepadatan populasi tinggi dapat merubah sistem imbuhan airtanah bahkan siklus imbuhan airtanah dengan memodifikasi sumber imbuhan yang sudah ada (alami) dan memunculkan keadaan sumber-sumber imbuhan baru atau yang disebut urban recharge sources, 2. Keberadaan sumber-sumber imbuhan urban yang baru tersebut akan menyebabkan munculnya resiko pencemaran airtanah, terutama pencemaran airtanah yang bertipe difusi.
Sumber imbuhan urban akan mengandung larutan senyawa yang bervariasi dan oleh karena pesatnya perkembangan teknologi yang berkembang larutan ini cenderung berbahaya terhadap lingkungan, terutama airtanah. Hal ini disebabkan oleh sistem sanitasi yang tidak memadai secara struktural, parsial dan tidak terpusat pada sistem pembuangan utama. Penyebab lain selain faktor diatas adalah pembuangan langsung air limbah di permukaan tanah dan saluran saluran drainase yang dapat menjadi penyebab pencemaran airtanah. Fenomena ini terjadi pada areal perkotaan di pulau Jawa, sedangkan sebagian besar perkotaan tersebut terletak di atas akuifer bebas dan semi tertekan yang rentan tercemar. Lapisan batuan yang mengandung airtanah ini menjadi sumber air yang utama dan penduduk sangat bergantung pada sumberdaya air ini (Putra, 2007). Dewasa ini, jumlah penduduk yang berkembang di wilayah Kabupaten Sleman menuntut ketersediaan lahan untuk kehidupan, namun pengembangan lahan di kawasan ini terjadi tanpa mempertimbangkan kerentanan airtanah. Sehingga ada indikasi bahwa, sebagian besar sumur gali di Kabupaten Sleman telah tercemar senyawa nitrat dan bakteri yang berasal dari aktivitas penduduk di sekitarnya. Kabupaten Sleman merupakan wilayah aglomerasi perkotaan Yogyakarta yang berpotensi dikembangkan sebagai kawasan penyangga Kota Yogyakarta terutama dalam kaitannya dengan areal hunian. Tumbuhnya areal aglomerasi perkotaan dipicu adanya urbanisasi yang mentransformasi areal rural pinggiran perkotaan menjadi permukiman urban. Hal ini disebabkan semakin berkurangnya daya tampung ruang dan daya lingkungan perkotaan Yogyakarta sebagai akibat dari meningkatnya kebutuhan akan tempat tinggal.
2
Perkembangan Kabupaten Sleman diperkirakan akan berlangsung intensif dan memiliki kecenderungan yang serupa dengan pusat Kota Yogyakarta. BPS Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta menyatakan bahwa pada tahun 2010 total penduduk DIY berjumlah 3.457.491 jiwa, dimana 1.093.110 jiwa tinggal di Kabupaten Sleman atau sebesar 31,62% dari total penduduk DIY. Akibat peningkatan jumlah populasi, lahan yang ada cenderung akan dirubah menjadi areal permukiman, usaha atau pembuangan limbah bagi penduduknya. Faktor pertambahan penduduk menjadi penyebab utama konversi fungsi lahan secara intensif. Dari pernyataan-pernyataan di atas, ditemukan kontradiksi kondisi pada wilayah ini yaitu populasi yang berkembang pesat dengan sistem sanitasi dan jaringan air bersih yang tidak memadai, memiliki kemungkinan mencemari sumberdaya airtanah dibawahnya sebagai sumber air baku untuk kelangsungan hidupnya. Hal ini menunjukkan pentingnya perencanaan tata ruang permukiman disertai
manajemen
pemanfaatan
airtanah.
Oleh
sebab
itu,
Kelurahan
Wedomartani yang merupakan salah satu kelurahan yang ada di Kecamatan Ngemplak di pilih menjadi lokasi penelitian ini. 1.2. Perumusan Masalah Adapun permasalahan yang membuat penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian pada daerah Wedomartani, adalah dikarenakan terdapat dua fenomena penting yang terjadi di pada daerah Wedomartani, yaitu peningkatan jumlah penduduk dan pemanfaatan lahan yang intensif untuk permukiman yang memunculkan pertanyaan penelitian sebagai berikut:
3
1. Seberapa tinggi konsentrasi kandungan kadar Nitrat dan Bakteri Coli di Wedomartani? 2. Wilayah-wilayah mana saja di Kelurahan Wedomartani yang memiliki kerentanan airtanah intrinsik tinggi? 3. Bagaimana pengaruh kerentanan airtanah intrinsik terhadap penyebaran Nitrat dan Bakteri Coli di Wedomartani? 1.3. Maksud Dan Tujuan Adapun maksud dan tujuan dari penelitian ini adalah, untuk: 1. Analisis kerentanan airtanah menggunakan metode SVV pada daerah Wedomartani. 2. Analisis kontaminasi Nitrat dan Bakteri Coli dan penyebarannya pada daerah Wedomartani. 3. Analisis hubungan konsentrasi Nitrat dan Bakteri Coli pada airtanah, yang dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan urbanisasi dan kerentanan intrinsik pada daerah Wedomartani. 1.4. Lingkup Penelitian 1.4.1. Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan diKelurahan Wedomartani, Kecamatan Ngemplak. Secara geografis Kecamatan Ngemplak berbatasan dengan (Gambar 1.1): Bagian Utara
: Kecamtan Pakem dan Kecamatan Cangkringan
Bagian Barat
: Kecamatan Ngaglik
Bagian Selatan
: Kecamatan Depok
Bagian Timur
: KecamatanKalasan
4
Gambar 1.1 Peta Administrasi Wedomartani Luas wilayah Kecamatan Ngemplak sebesar 35.71 km2, atau sekitar 6,21% dari luas wilayah Kabupaten Sleman. Kelurahan Wedomartani merupakan desa dengan wilayah terluas 1.224 km2 atau sekitar 34,84% dari total Kecamatan Ngemplak. Kelurahan Wedomartani ini berbatasan dengan: Bagian Utara
: Desa Sukoharjo
Bagian Timur
: Desa Widodomartani dan Desa Selomartani
Bagian Selatan
: Desa Maguwoharjo dan Desa Condongcatur
Bagian Barat
: Desa Minomartani dan Desa Sindaharjo
Desa Wedomartani memiliki 25 pedukuhan, 72 Rukun Warga dan 181 Rukun Tetangga dengan jumlah penduduk 26.798 jiwa (BPS Kabupaten Sleman 2010).
5
1.4.2.
Lingkup Pekerjaan
Adapun lingkup dari pada pekerjaan penelitian ini adalah: 1. Mengobservasi keadaan hidrologi pada daerah yang dipilih. 2. Melakukan pengeboran dangkal untuk mengetahui litologi yang menyusun zona tidak jenuh air. 3. Mengambil sampel air untuk uji kandungan nitrat dan bakteri Bakteri Coli. 4. Mengukur kerentanan airtanah menggunakan metode SVV (Putra 2007). 5.
Mengevaluasi hubungan antara kerentanan airtanah, kandungan Nitrat dan Bakteri Coli pada airtanah.
1.5. Batasan Penelitian Pada penelitian permasalahan yang dibahas dibatasi pada permasalahan kerentanan airtanah intrinsik dan pencemaran Nitrat dan Bakteri Coli, yang disebabkan oleh sumber pencemaran limbah septic tank pada daerah pemukiman warga. Airtanah yang diteliti merupakan airtanah yang berasal dari sumur gali pada daerah pemukiman Wedomartani. Sehingga pencemaran Nitrat dan Bakteri Coli yang berasal dari pertanian atau perkebunan tidak termasuk dalam cakupan penelitian. 1.6.Penelitian Terdahulu Pada umumnya kandungan Nitrat pada tanah dan airtanah memang ada yang berasal dari proses alamiah oleh alam, namun kadar Nitrat yang dihasilkan oleh proses alamiah pada umumnya hanya dengan jumlah kadar yang sedikit. Lerner (2000) mengatakan Nitrat yang ada didalam tanah dan airtanah dapat berasal dari Oxydised (NH3), reduced (NH4),or organic (a range of compound), dimana pergerakan Nitrat tergantung dari kondisi dan prosesnya (seperti pada Gambar1.2)
6
Gambar 1.2 Proses pergerakan Nitrat ke dalam airtanah (Lerner 2000) Soegiarto (1994), dalam Putra (1998) mengatakan, kaitan antara limbah rumah tangga dengan aktivitas manusia adalah rata-rata tiap orang dalam sehari akan membuang air sebanyak 200 liter (berasal dari mandi, air untuk mencuci, buang air, dan lain-lain) dengan kandungan Nitrogen 40-80 mg/l. Saluran drainase jalan raya juga dapat dikategorikan sebagai daerah penyumbang Nitrat, dimana berasal dari athmospheric deposition (termasuk emisi yang dihasilkan oleh kenalpot, kotoran hewan, dan debu). Namun sumbangan Nitrat yang dihasilkan oleh jalan raya tidaklah terlalu besar, dimana N loading nilainya < 5 kg N/ha/a (Luker and Montague, 1994; Mikkelson, 1994, dalam Lerner 2000).
7
Graniel, Morris, Carrilli-Rivera (1998), melakukan penelitian efek urbanisasi pada airtanah didaerah Merida, Yucatan, Mexico, dimana efek daripada urbanisasi menyebabkan terbentuknya sumber imbuhan baru, dan sumber imbuhan baru pada daerah daerah urban tersebut mengganggu tingkat stabilitas dari pada airtanah yang berada dibawah daerah urban itu sendiri (dapat dilihat pada Tabel 1). Pada penelitian didaerah Merida didapat beberapa faktor yang bisa menjadi indikasi dari pada efek urbanisasi, yaitu: (1) impermeabilitas daerah permukaan, (2) genangan air hujan, (3) suply air bersih, (4) unsewered sanitation, (5) tempat penyimpanan atau pembuangan limbah dan residunya, (6) saluran irigasi. Efek dari urbanisasi yang menyebabkan munculnya sumber imbuhan baru, namun sumber imbuhan yang dihasilkan oleh daerah urban berupa hasil buangan yang dapat mempengaruhi airtanah yang berada dibawah daerah urban, danmeningkatkan kandungan kimia airtanah dan menyumbang jenis kimia baru pada airtanah. Urbanisasi juga mencemari secara biologis, dimana dapat diketahui dari adanya berbagai macam bakteri dalam jumlah kadar tinggi pada airtanah.
8
Tabel 1.1 Efek proses urbanisasi terhadap airtanah Recharge Urban proces
Rates
modification
Implication for
Principal
quality
contaminants
Minimal
none
Time basis
area Surface impermiabilisati
Reduction
Extensive
Permanent
on Cl, HC, FP, NStromwater
Marginal Incrase
Extensive
Intermittent
soakways*
NO3, (ClHCC negative spills)
Imported mains Increase
Extensive
Continous
Positive
none
water suply N-NO3, FP, Unsewered Increase
Extensive
Continous
Negative
DOC, ClHC,
sanitation* Cl, HC DOC, HM, NLand storage / Marginal
Restricted
Continous
Negative
NH4, HC,
disposal ClHC Effluent and increase residues Irrigation of Increase
Restricted
Seasonal
Variabel
N-NO3, Cl
amenity
*Sumber: Foster (1992) dalam Graniel, Morris, Carrillo-Rivera (1998)
1.7. Keaslian Penelitian Penelitian tentang kerentanan airtanah intrinsik pada daerah Yogyakarta menggunakan menggunakan metode SVV pertama kali dilakukan oleh Purta (2007), sedangkan menurut sepengetahuan penulis, penelitian kerentanan airtanah intrinsik menggunakan metode SVV pada daerah Wedomartani baru dilakukan oleh penulis.
9