BAB I PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul. Sejalan dengan perkembangan zaman sistem transportasi dapat dikatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok masyarakat yang terus mengalami peningkatan baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Dari berbagai macam transportasi yang ada, transportasi darat yang cukup dominan. Hal ini ditandai dengan jumlah alat transportasi darat lebih banyak di banding dengan alat transportasi yang lain, mulai dari kendaraan bermotor roda dua sampai roda empat yang semakin canggih seiring pekembangan teknologi. Kesemuanya bertujuan untuk mendukung mobilitas orang serta barang guna memperlancar proses kehidupan bermasyarakat. Menyadari pentingnya peranan transportasi darat maka perlu diatur mengenai bagaimana dapat dijamin lalu lintas yang aman, tertib, lancar dan efisien guna menjamin kelancaran berbagai aktifitas. Peningkatan frekuensi pemakai jalan khususnya pengguna kendaraan bermotor untuk berbagai keperluan pribadi atau umum secara tidak langsung dapat meningkatkan frekuensi kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas dapat terjadi karena faktor manusia, pemakai jalan, kendaaran, jalan dan lingkungan atau alam. Di antara faktor-faktor tersebut faktor manusia (pengemudi) yang paling menentukan. Kelemahan yang timbul dari faktor itu dapat diatasi, apabila si pengemudi berhati-hati, taat pada peraturan dan memperhatikan rambu lalu lintas. Kecermatan
1
pengemudi dalam memperhatikan dan mempersiapkan kendaraan sebelum berangkat serta dalam menjalankan kendaraan pada arus lalu lintas yang padat atau licin, akan dapat mempekecil kemungkinan yang berakibat terjadinya kecelakaan. Sering masyarakat memandang bahwa kecelakaan lalu lintas jalan raya yang menyebabkan orang lain luka dan/atau meninggal, kesalahannya selalu pada pengemudi kendaraan. Dalam kenyataan terutama di kota besar arus lalu lintas jalan raya belum terwujud sebagaimana yang diharapkan, karena arus lalu lintas yang terlalu padat maupun kurang disiplinnya para pemakai jalan dan kecenderungan pengemudi mengemudikan kendaraan dengan kecepatan tinggi, berhenti pada tempat terlarang merupakan penyebab terjadinya kecelakaan.1 Kelalaian adalah kekurang hati-hatian dimana kehati-hatian adalah hal yang diwajibkan bagi siapapun. Berkaitan dengan masalah ini, unsur kelalaian memegang peranan penting. Kelalaian (kealphaan) yang berakibat luka-luka, dan kematian orang lain didalam KUHP merupakan suatu pebuatan yang dapat di pidana. Fakta yang terjadi pemidanaan terhadap pelaku dalam kasus kecelakaan lalu- lintas yang menyebabkan matinya orang lain, hakim dalam penjatuhan pidananya sebelum berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 mendasarkan pada Pasal 359 KUHP : “ Barang siapa karena kesalahanya (kealphaanya) menyebabkan orang lain mati, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun “ dan setelah berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan mendasarkan pada Pasal 310 ayat 4 Undang-undang Lalu-
1
http:// www.kompas.com, Upaya Mengurangi Kecelakaan Lalu Lintas/150703/diakses pada tanggal 08 Juli 2011.
2
lintas dan Angkutan Jalan : “ (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).” Berdasarkan pada uraian diatas ada beberapa alasan spesifik penulis mengangkat topik ini, antara lain:
ingin mengetahui bagaimana
pertimbangan dalam menjatuhi pidana terhadap terdakwa dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan matinya orang lain, setelah terjadi perubahan undang-undang. Objek penelitian ini belum ada yang mengkajinya dan berbeda dengan skripsi-skripsi tentang kecelakaan lalu lintas yang telah diteliti sebelumnya. Letak perbedaan skripsi ini dengan skripsi lainnya adalah dalam skripsi ini akan dibahas mengenai pertimbangan hakim dalam pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan mati pasca berlakunya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan jalan. Untuk lebih memperjelas perbedaan skripsi yang akan ditulis dengan skripsi lainnya, penulis paparkan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
3
N o
Pembeda
Rugaya Renwarin (3198103) FH -UKSW Salatiga
Song Sip, Surakarta
Penulis Fakultas
Hukum-UNS
Sri Rama Bandara Putra perdana (312005020) FH-UKSW Salatiga (baru dalam tahap penulisan) Pemidanaan dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan mati pasca berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
4
1
Judul
Penanganan kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan korbannya meninggal dunia di wilayah hukum Polres Salatiga
Tinjauan hukum pidana pada kasus kecelakaan lalu-lintas oleh hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo
2
Rumusan Masalah
a. Bagaimana penanganan tindak pidana kecelakaan lalu-lintas yang korbannya meninggal dunia di wilayah hukum Salatiga? b. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi penanganan perkara tindak pidana kecelakaan lalu-lintas yang korbanya meninggal dunia diwilayah hukum Polres Salatiga.
Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam pemidanaan terhadap pelaku pada kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain pasca berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan?
3
Tujuan Penelitian
a. Untuk mengetahui bagaimana penanganan tindak pidana kecelakaan lalu-lintas yang korbanya meninggal dunia di wilayah hukum Salatiga. b. Untuk mengetahui faktor-faktor apa yang mempengaruhi penanganan perkara tindak pidana kecelakaan lalulintas yang korbanya meninggal dunia diwilayah hukum Polres Salatiga.
a. Bagaimana penjatuhan pidana terhadap pengemudi yang menyebabkan matinya orang lain karena kecelakaan lalu lintas oleh hakim Pengadilan Negeri Sukoharjo? b. Faktor-faktor apakah yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pengemudi yang menyebabkan matinya orang lainnya dalam kecelakaan lalu lintas? a. Untuk mengetahui pertanggungjawaban pidana seseorang yang menyebabkan matinya orang lain karena kealpaan dalam kecelakaan lalu lintas di jalan raya. b. Untuk mengetahui apa yang menjadi pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pengemudi yang menyebabkan matinya orang lain dalam kecelakaan lalu lintas.
4
Dasar Perundangundangan
a. UU No. 2 Tahun 2002. b. Pasal 109 ayat (2) KUHP
a. UU No. 14 Tahun 1992. b. KUHP
a. UULAJ No. 22 Tahun 2009 b. Pasal 359 KUHP 4
Ingin mengetahui pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak pidana dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain pasca berlakunya UU No. 22 Tahun 2009.
Mengingat dasar pemidanaan kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain yang dijatuhkan oleh hakim telah mengalami perubahan, maka penulis merasa tertarik untuk mengangkatnya sebagai skripsi dengan judul :
PEMIDANAAN DALAM KASUS KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN MATI PASCA BERLAKUNYA UNDANGUNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN (Studi Kasus di Wilayah Pengadilan Negeri Salatiga)
Penulis ingin mengetahui tentang pertimbangan hakim yang berkaitan dengan pemidanaan dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan matinya orang lain. Pemidanaan merupakan tindakan yang diambil oleh hakim untuk memidana seorang terdakwa. Yang dimaksud pemidanaan adalah pidana macam apakah yang akan dijatuhkan oleh hakim kepada seseorang yang melanggar nilai-nilai terpenting yang masih berlaku untuk dipertahankan oleh hukum pidana atau bagaimana membina narapidana sehingga dapat diubah menjadi manusia yang berguna dalam masyarakat. 2 Dalam Pasal 1 angka 24 UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, yang dimaksud dengan kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan lain yang mengakibatkan korban manusia dan/atau kerugian harta benda. Berdasarkan definisi di atas, dapat penulis simpulkan bahwa yang dimaksud dengan pemidanaan dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang 2
Andi Hamzah, Sistem Pemidanaan dan Pemidanaan dari Retribusi ke Reformasi. Jakarta: Pradnya Paramita, 1986, hlm. 8.
5
menyebabkan mati berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah pertimbangan dalam penjatuhan pidana terhadap pelaku tindak pidana dalam suatu peristiwa di jalan yang tidak diduga dan tidak disengaja melibatkan kendaraan yang menyebabkan matinya orang lain setelah diberlakukannya UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
B. Latar Belakang Masalah Jalan raya dalam bentuk apapun terbuka untuk lalu lintas, sebagai sarana perhubungan yang merupakan kebutuhan pokok bagi masyarakat. Setiap pemakai jalan turut terlibat dan bertanggung jawab dalam menciptakan situasi dan kondisi lalu lintas yang tertib, lancar dan aman. Dalam hal ini yakni bebas dari segala gangguan yang menghalangi tujuan untuk menggunakan jalan raya secara teratur dan tenteram atau bebas dari terjadinya kecelakaan lalu lintas.
Perlu adanya perhatian yang serius dari berbagai pihak tidak saja aparat penegak hukum, tapi juga pemakai jalan yakni masyarakat, sehingga angka kecelakaan lalu lintas dapat dikurangi seminimal mungkin. Sering terjadinya pelanggaran lalu lintas mungkin disebabkan karena sanksi yang dijatuhkan kepada para pelaku pelanggaran lalu lintas tersebut terlalu ringan, maka tidak heran jika kian hari kian banyak terjadi peristiwa pelanggaran lalu lintas.3
Secara garis besar kecelakaan lalu lintas cenderung disebabkan oleh 4 (empat) faktor yang saling berkaitan yakni faktor manusia, faktor kendaraan, 3
Soerjono Sukanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986, hlm. 152.
6
faktor lingkungan alam dan faktor lingkungan sosial.4 Dari empat faktor tersebut yang memegang peranan paling penting adalah faktor manusia. Kekurangan-kekurangan yang ada pada manusia sebagai pemakai jalan raya, terutama sekali kurangnya disiplin merupakan penyebab utama terjadinya kecelakaan lalu lintas. Kebiasaan rupanya sudah mempengaruhi masyarakat bahwa orang baru merasa melanggar peraturan lalu lintas jika si pelanggar itu tertangkap oleh petugas. Sebagai contoh adalah saat rambu-rambu menunjukkan bahwa lampu merah tidak boleh jalan ke kiri tetapi karena kebiasaan pengemudi, maka ia tetap jalan terus dan ia baru mengerti atau merasa bersalah setelah ia tertangkap Polisi. Kasus-kasus pelanggaran seperti ini banyak ditemui di jalan raya sehingga sering terjadi kecelakaan lalu lintas di jalan. Pelangaran yang dilakukan si pelanggar mungkin termasuk kategori pelanggaran kecil, namun akibat yang ditimbulkannya bagi si korban termasuk besar, seperti hilangnya nyawa, harta, cacat seumur hidup, dan lain sebagainya. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia yang satu tidak bisa hidup tanpa sosialisasi dengan manusia yang lain. Sosialisasi tersebut dilakukan dalam bentuk interaksi sosial dan dalam melakukan interaksi tersebut tentunya ada perbuatan-perbuatan yang menguntungkan bagi pihak-pihak tertentu dan ada pula perbuatan yang oleh pihak lainnya dianggap sesuatu yang merugikan. Hal ini dapat dilihat dalam kehidupan sehari-hari khususnya di jalan raya yang merupakan salah satu sarana dan prasarana untuk
4
Ibid.,hlm. 27.
7
memenuhi kehidupan manusia. Namun, tidak jarang dilihat banyaknya pelanggaran
hak-hak
orang
lain
dilakukan
disini
sehingga
dapat
menimbulkan kerugian orang itu. Hal demikian, bukan hal baru lagi dikalangan para pengguna atau pemakai jalan umum, khususnya dikalangan para pengemudi kendaraan umum yang sedang mengemudikan kendaraan yang kurang memperhatikan keselamatan diri sendiri maupun keselamatan orang lain. Kewaspadaan terhadap ancaman bahaya kecelakaan semakin lemah, disiplin berlalu lintas menurun dan kemungkinan menyangkut keselamatan orang lain sesama para pemakai jalan. Bomer Pasaribu mengatakan keseimbangan antara hak dan kewajiban dari segenap lapisan masyarakat jalan, pada pokoknya bertujuan untuk melindungi masyarakat umum5.
Kasus kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan meninggal dunia sebelum berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 telah diatur dalam Pasal 359 KUHP. Pasal 359 KUHP menegaskan bahwa ”barang siapa karena kalpaannya menyebabkan matinya orang lain, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau kurungan paling lama 1 tahun”. Menelaah dari isi Pasal 359 KUHP, inti yang terkandung didalamnya adalah kematian orang lain adalah sebab dari kelalaian. Tidak membatasi bentuk kelalaian atau jenis-jenis kelalaian. Kekurang-cermatan tidak dapat dicelakan
5
Robert Paladeng, dkk, Undang-undang Lalu lintas dan Angkutan Jalan Aneka Pandangan dan Opini, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1993, hlm. 24.
8
jika pelaku tidak dapat berbuat lain daripada apa yang telah ia lakukan, dalam pelaksanaannya untuk mengetahui sejauh mana sifat kekurang hati-hatian dapat dikenakan pada pelaku. Kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain yang dikarenakan kelalaian atau kealpaan, maka terdapat hubungan batin antara pelaku dengan akibat perbuatannya. Hubungan batin ini diperlukan sebagai pedoman
sejauh
mana
pelaku
dapat
mempertanggungjawabkan
perbuatannya. Berdasarkan ketentuan Pasal 359 KUHP, semakin jelas bahwa hukum pidana sangat diperlukan dalam upaya menanggulangi perbuatan yang karena kealpaanya mengakibatkan matinya orang lain. Didalam UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan dalam pelaksanaannya memerlukan kesiapan mental dan moral dari masyarakat pemakai jalan. Apabila peraturan perundang-undangan yang dimaksud telah diundangkan, maka setiap anggota masyarakat dianggap telah mengetahui terhadap norma-norma hukum yang diatur di dalamnya dan wajib memahami serta melaksanakannya dalam kehidupan berlalu lintas di jalan. UU No. 22 Tahun 2009 sebagai pengganti dari UU No. 14 Tahun 1992 merupakan pengembangan yang signifikan dilihat dari jumlah clausul yang diaturnya, yakni yang tadinya 16 Bab dan 74 Pasal, menjadi 22 Bab dan 326 Pasal, dan didalam UU No.22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan terdapat pasal yang mengatur lebih spesifik mengenai kealphaan atau kelalaian yang berakibat matinya orang lain dalam kecelakaan lalu-lintas. sebagaimana ditentukan dalam Pasal 310 ayat (4) yang bunyinya :
9
“ (3) Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor yang karena kelalaiannya mengakibatkan Kecelakaan Lalu Lintas dengan korban luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah). (4) Dalam hal kecelakaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia, dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp12.000.000,00 (dua belas juta rupiah).”
Penulis telah memeriksa beberapa kasus kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Wilayah Kota Salatiga yang dilakukan oleh pengemudi kendaraan umum. Penulis mendapati kasus kecelakaan lalu lintas yang telah mendapat putusan dari Pengadilan Negeri Salatiga, antara lain sebagai berikut : 1. Putusan No. 98/Pid.B/2009/PN Sal. tanggal 26 Oktober 2009 yang menyatakan bahwa terdakwa Muhamad Rifan bin Slamet Riyadi telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kealpaannya menyebabkan matinya orang lain dalam kecelakaan lalu lintas, dikenai Pasal 359 KUHP dan dipidana penjara selama 1 (satu) tahun 2 (dua) bulan. 2. Putusan No. 111/Pid.B/2009/PN Sal. tanggal 28 Oktober 2009 yang menyatakan bahwa Anat Partono bin Iskak Sudarsono terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kealpaannya menyebabkan orang lain mati dalam kecelakaan lalu lintas, dikenai Pasal 359 KUHP dan dipidana penjara selama 9 (sembilan) bulan. 3. Putusan No. 185/Pid.B/2010/PN. Sal. tanggal 26 Januari 2011 menyatakan bahwa terdakwa Sutomo bin Purwo Martono telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena
10
kealpaannya menyebabkan orang lain meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas, terdakwa dikenai Pasal 310 ayat (4) UU No.22 Tahun 2009 dan dipidana penjara selama 6 (enam) bulan. 4. Putusan No. 140/Pid.B/2010/PN. Sal. tanggal 6 Desember 2010 menyatakan bahwa terdakwa Mohamad Muhlisin nin Juremi (Alm) telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana karena kealpaannya menyebabkan orang lain meninggal dunia dalam kecelakaan lalu lintas, sehingga terdakwa dikenai Pasal 310 ayat (4) UU No.22 Tahun 2009 dan dipidana penjara selama 5 (lima) bulan.
Berdasarkan 4 perkara kasus kecelakaan lalu lintas diatas, dua kasus diputus masih berdasarkan Pasal 359 KUHP dan dua kasus diputus telah mengacu pada Pasal 310 (4) UU no. 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan. Dari keempat perkara kasus kecelakan lalu lintas tersebut sanksi yang dijatuhkan hanya pidana penjara saja. Dalam kasus yang terjadi sebelum diundangkanya UU no 22 tahun 2009 dan diputus setelahnya, hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana masih mengacu pada Pasal 359 KUHP, jelas bahwa hakim memutus berdasarkan ketentuan dalam Pasal 1 ayat 2 KUHP yaitu bilamana ada perubahan undang-undang sesudah perbuatan dilakukan, maka kepada terdakwa diterapkan ketentuan yang paling menguntungkanya. (dalam hal ini Pasal 359 KUHP dianggap lebih menguntungkan dari Pasal 310 (4) UU no 22 tahun 2009), akan tetapi jika melihat dua kasus yang telah diputus menggunakan pasal 310 ayat 4 UULAJ, penjatuhan pidananya justru lebih ringan daripada saat hakim masih
11
mengacu pada Pasal 359 KUHP dan sanksi kumulatif juga tidak pernah dijatuhkan dimana dalam pasal 310 dimungkinkan adanya sanksi kumulatif. Memang didalam penjatuhan pidala oleh hakim kepada terdakwa kesemuanya adalah diskresi hakim. Akan tetapi tentu ada maksud dari adanya perubahan undang-undang.
C. Perumusan Masalah. Dengan didasarkan pada uraian diatas maka penulis tertarik untuk membahas permasalahan, sebagai berikut: “Bagaimanakah pertimbangan hakim dalam pemidanaan terhadap terdakwa pada kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain pasca berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan ?”
D. Tujuan Penelitian. Setiap penelitian tentu pasti mempunyai tujuan, lebih-lebih penelitian dalam rangka penulisan suatu karya ilmiah khususnya skripsi. Adapun tujuan daripada penulisan skripsi ini adalah ingin mengetahui bagaimana pertimbangan Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dalam kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain pasca berlakunya UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
12
E. Metode Penelitian. Dalam rangka penulisan skripsi ini sebagai upaya untuk mendapatkan hasil yang bersifat objektif maka diperlukan adanya data dan informasi yang valid dan relevan serta berkaitan dengan masalah yang akan dibahas. Sebagai upaya dalam perolehan data yang valid, penulis mempergunakan metode penelitian yang berfungsi sebagai sarana dan pedoman dalam perolehan data serta untuk mengoperasionalkan tujuan penelitian, meliputi : 1. Pendekatan Yang Digunakan Yuridis Normatif (case approach) yaitu pendekatan yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma-norma dalam hukum positif.6 Pendekatan ini digunakan mengingat permasalahan yang akan di teliti berkaitan dengan pelaksanaan norma-norma hukum, peraturan perundang-undangan yang berlaku khususnya UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, teori-teori hukum serta digunakan juga pendekatan kasus yang dalam penelitian ini mengambil kasus kecelakaan lalu lintas di Pengadilan Negeri Salatiga. Selain itu, pendekatan perbandingan juga digunakan yaitu untuk membandingkan antara undang-undang yang sebelumnya (Pasal 359 KUHP) dengan undang-undang yang baru (Pasal 310 ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan).
6
Johnny Ibrahim, Teori dan Metodologi Hukum Normatif, Surabaya: Bayumedia, 2005.
13
2. Jenis Penelitian Yang Digunakan Jenis penelitian eksploratif yaitu suatu penelitian yang dilakukan untuk memperoleh keterangan penjelasan dan data mengenai hal-hal yang belum diketahui.7 Menyangkut pertimbangan hakim dalam pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain yang diatur dalam peraturan peundang-undangan yang berlaku khususnya Pasal 310 ayat 4 UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Untuk selanjutnya permasalahan yang ada di tinjau dan di analisa berdasarkan praktek pelaksanaan peradila dan berdasarkan perundang-undangan yang berlaku serta yang mempunyai hubungan dengan permasalahan itu, sehingga pada akhirnya akan tercapai suatu kesimpulan. 3. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data diperoleh dari studi kepustakaan yang didapatkan
dari
berbagai
literature
yang
berhubungan
dengan
permasalahan yang penulis bahas bersifat menunjang dan relevan serta beberapa dokumen yang berkaitan dengan pokok permasalahan. Sumber data diperoleh dari:8 a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat, antara lain : Putusan-putusan Pengadilan dalam perkara kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan mati, KUHP, UU No. 22 Tahun 2009
7
Bambang Sunggono, Metode Penelitian Hukum, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 2002,
8
Soerjono Soekanto, op.cit, hlm. 52.
hlm. 70.
14
tentang lalu lintas dan angkutan jalan, UU No. 48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman. b. Bahan hukum sekunder yaitu bahan yang memberikan penjelasan tentang bahan hukum primer, antara lain: berkas putusan kasus kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang lain. c. Bahan hukum tersier/bahan hukum penunjang, mencakup: 1) Bahan-bahan yang memberi petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, yakni literature tentang hukum pidana, pemidanaan dan pertimbangan hakim. 2) Bahan-bahan penunjang di luar bidang hukum9, yakni artikel, makalah, jurnal dan skripsi-skripsi/ karya tulis tentang kecelakaan lalu lintas. 4. Unit Amatan Putusan-putusan kasus kecelakan lalu lintas yang menyebabkan matinya orang
lain
yang diadili di Pengadilan Negeri Salatiga pasca
diundangkannya UU No.22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. 5. Unit Analisis Pertimbangan Hakim Pengadilan Negeri Salatiga dalam penjatuhan pidana terhadap terdakwa kasus kecelakaan yang menyebabkan matinya orang lain pasca berlakunya Undang-undang No.22 Tahun 2009.
9
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif (suatu tinjauan singkat), Jakarta:Rajawali Press, hlm. 41.
15