BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang Masalah Pengenaan pajak atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No.187/PMK.03/2008 menetapkan bahwa atas penghasilan yang diterima oleh Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dari usaha di bidang jasa konstruksi, dikenakan Pajak Penghasilan berdasarkan Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan, dimana penghasilan yang diterima dapat dikenakan potongan pajak yang bersifat final berdasarkan UU Pajak Penghasilan Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 4 ayat (2). Pemotongan bersifat final artinya bahwa penghasilan tersebut tidak perlu digabung dengan penghasilan lainnya dalam perhitungan pajak penghasilan terutang dan pajak penghasilan yang dikenakan tidak dapat dikreditkan. Seiring dengan perkembangan dunia usaha dan perekonomian dunia, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2008 tanggal 20 Juli 2008 dan berlaku mundur mulai tanggal 1 Januari 2008 untuk menyederhanakan pengenaan Pajak Penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan memberikan kemudahan serta mengurangi beban administrasi bagi Wajib Pajak usaha jasa konstruksi. Pengenaan Pajak Final atas usaha jasa konstruksi ini menimbulkan kritis dan protes dari Wajib Pajak . Pada akhirnya Pemerintah memutuskan untuk mengubah PP nomor 51 Tahun 2008 dengan PP Nomor 40 Tahun 2009 yang terbit tanggal 4 Juni 2009 .dengan dasar pertimbangan untuk
1
2
memberikan kemudahan dalam pengenaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi serta menjaga iklim sektor jasa konstruksi tetap kondusif. Pasal 1 Undang – Undang No. 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyatakan bahwa, pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang orang pribadi atau badanyang bersifat memaksa berdasarkan undang– undang ,dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar – besarnya kemakmuran rakyat. Berdasarkan pengertian diatas bahwa pada dasarnya pembayaran pajak diajukan untuk kemakmuran rakyat atau dengan kata lain dari rakyat dan untuk rakyat. Pembangunan suatu negara sangat berpengaruh dari penerimaan negara tersebut, dalam pembangunan bangsa kita tumbuh secara pesat dalam berbagai aspek kehidupan dengan fasilitas umum yang semakin memadai dan modern melalui kemajuan teknologi merupakan hasil dari pembayaran pajak oleh wajib pajak yang terdiri dari orang pribadi dan badan. Penelitian ini dilakukan pada perusahaan jasa di bidang konstruksi. Berbagai peraturan maupun undang - undang mengenai jasa konstruksi diatur khusus oleh pemerinatah Hal tersebut disebabkan karena jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya yang mempunyai peranan penting dalam pencapaian berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya tujuan Pembangunan Nasional. Peraturan perpajakan mengenai usaha mengenai konstruksi diatur khusus Dalam hal ini pengenaan pajak atas usaha jasa kontruksi. Sesuai dengan Undang – Undang Nomor 18 Tahun 1999
3
tentang jasa Konstruksi, yang dimaksud dengan jasa konstruksi adalah layanan konsultasi perencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Sedangkan pekerjaaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal dan tata lingkungan masing – masing besreta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain.CV. Megah Jaya adalah perusahaan jasa konstruksi, dimana perusahaan ini berdiri pada Januari 2004 di jl. Banjar sugihan Surabayakemudian pindah tempat di jl. Cerme kidul No.7 Gresik pada tanggal 25 Mei 2011 sehingga peneliti mengambil penelitian dalam skripsi ini adalah kewajiban perpajakan tahun 2012 melihat dari kelengkapan data yang dimiliki oleh perusahaan itu sendiri. CV. Megah Jaya merasa perlu untuk dapat melakukan sendiri kewajiban perpajakan penghasilannya dengan baik dan benar. Masalah yang timbul adalah CV.Megah Jaya merasa kesulitan untuk menghitung, menyetor dan melaporkan pajaknya dengan benar. CV. Megah Jaya sebagai perusahaan juga wajib melaporkan dan meyetorkan pajak penghasilan badan, dalam kasus ini perusahaan sudah dikenai tarif final sesuai dengan peraturan yang berlaku. Dengan pengenaan tarif final untuk perusahaan jasa konstruksi ini lebih memberatkan dalam penyetoran kewajiban perpajakan pajak penghasilan badannya atau sebaliknya pajak penghasilan yang terutang menjadi lebih ringan. Apabila CV. Megah Jaya belum melakukan kewajibannya secara benar,
4
maka CV. Megah Jaya akan dikenai sanksi atas kekurangan bayar dan keterlambatan lapor menurut Undang – Undang Nomor 16 tahun 2009 pasal 9 ayat 2a tentang ketentuan umum dan tata cara perpajakan. Apabila pembayaran atau pembayaran atau penyetoran pajak dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran pajak, dikanakan sanksi administrasi berupa denda bunga 2% (dua persen ) sebulan dari pajak terutang dihitung dari jatuh tempo pembayaran. Oleh karena itu peneliti mengambiljudul skripsi:
“EVALUASI
KEWAJIBAN
PERPAJAKAN
PPH
BADAN
FINALPADA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI STUDY KASUS PADA CV.MEGAH JAYA GRESIK “
1.2.Rumusan Masalah CV.Megah Jaya sebagai perusahaan jasa konstruksi adalah subjek pajak penghasilan badan sehingga harus menjalankan kewajiban perpajakan sesuai dengan Undang – Undang Perpajakan Nomoe 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan mengenai kewajiban pajak penghasilan badan pada perusahaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi serta harus melaporkan dan menyetorkan pajak penghasilannya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/pmk.03/2008 tentang tatacara pemotongan, penyetoran pelaporan dan penatausahaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi. Terkait dengan hal tersebut, prumusan masalah yang timbul adalah: 1. Apakah cara perhitungan PPh badan perusahaan jasa konstruksi pada CV.
5
Megah Jaya telah sesuai dengan Undang – Undang Perpajakan Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan serta Peraturan Pemerintah No.51 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan dari usaha jasa konstruksi ? 2. Bagaimana perhitungan kewajiban perpajakan pajak penghasilan badan pada CV.Megah Jaya yang mengacu pada Undang – Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penhasilan antara pasal 4 ayat 2 dengan perhitungan pasal 17 ?
1.3.
Tujuan Penelitian Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan
diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk : 1. Untuk mengetahui perhitungan kewajiban perpajakan pajak penghasilan perusahaan jasa konstruksi pada CV. Megah Jaya dalam satu tahun pajak sudah sesuaikah dengan peraturan perpajakan di Indonesia. 2. Untuk mengetahui pelaporan dan penyetoran pajak perusahaan jasa konstruksi pada CV. Megah Jaya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
1.4.Manfaat Penelitian Dari tujuan penelitian yang dilakukan manfaat yang ingin dicapai adalah sebagai berikut : 1. Manfaat teoritis Manfaat bagi pengembang ilmu pengetahuan untuk menambah wawasan dalam hal evaluasi perhitungan pph final atas jasa konstruksi.
6
2. Manfaat praktis a. Bagi perusahaan Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan dan bahan pertimbangan untuk perlakuan perpajakan yang lebih baik dan benar pada perusahaan di masa yang akan datang. b. Bagi penulis Penelitian ini untuk menambah ketrampilan,wawasan dan pengetahuan sebagai bekal untuk dapat diterapkan di dalam dunia kerja khususnya di bidang perpajakan. c. Bagi pembaca Sebagai bahan referensi bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan bahasan dalam skripsi ini. d. Bagi Perguruan Tinggi Terutama Universitas Wijaya Putrauntuk memperoleh berbagai kasus yang berharga yang dapat digunakan sebagai contoh dalam memberikan materi perkuliahan dan menemukan berbagai masalah untuk pengembangan penelitian.
BAB II TELAAH PUSTAKA
2.1. Landsasan Teori 2.1.1.
Pengertian Pajak
Pajak memiliki berbagai definisi, yang pada hakekatnya mempunyai pengertian yang sama. Definisi menurut pasal 1 nomor 1 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menjelaskan: Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan UndangUndang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Beberapa pengertian pajak yang dikemukakan oleh para ahli adalah sebagai berikut : a. Definisi pajak yang dikemukakan oleh Prof.Dr.P.J.A. Andriani dikutip dari buku Perpajakan Indonesia karangan Waluyo (2011:2) : Pajak merupakan iuran kepada negara yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan- peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran umum berhubungan dengan tugas negara untuk menyelenggarakan pemerintahan. b. Definisi
pajak
yang
dikemukakan
oleh
Prof.Dr.Rochmat
Soemitro,SH,(2011:1) : Pajak adalah iuran kepada kas negara berdasarkan undang- undang ( yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa timbal (kontraprestasi), yang langsung dapat ditunjuk dan digunakan
7
8
untuk membayar pengeluaran – pengeluaran umum. Dari 2 (dua) pengertian pajak yang disebutkan diatas, dapat ditarik kesimpulan, terdapat 6 unsur dalam pengertian pajak : 1. pemungutan pajak harus berdasarkan undang – undang, 2. sifatnya dapat dipaksakan, 3. tidak ada kontraprestasi (imbalan) yang langsung dapat dirasakan oleh pembayar pajak, 4. pemungutan pajak dilakukan oleh negara, baik oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah, 5. pajak digunakan untuk membiayai pengeluaran- pengeluaran pemerintah baik pembangunan maupun rutin 6. Iuran dari rakyat kepada negara yang berhak memungut hanyalah negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang)
2.1.2.
Definisi Pajak dan Penanggung Pajak
Berdasarkan pasal 1 nomor 2 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan. Sedangkan pengertian Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak menurut
9
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Badan seperti yang terurai dalam dua pengertian diatas berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pasal 1 nomor 3 adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya, lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif dan bentuk usaha tetap.
2.1.3.
Fungsi Pajak
Pajak memiliki peranan penting dalam tata kelola negara, khususnya membiayai semua pengeluaran termasuk pengeluaran pembangunan. Berdasarkan hal diatas maka pajak mempunyai beberapa fungsi seperti yang terdapat dalam buku Waluyo (2011:6), yaitu: 1.
Fungsi anggaran (budgetair)
Pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai pengeluaranpengeluarannya guna pembiayaan pembangunan. 2.
Fungsi mengatur (regulerend)
Suatu fungsi dimana pajak dipergunakan oleh pemerintah sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijaksanaan pemerintah untuk mencapai
10
tujuan tertentu. Misalnya dalam rangka melindungi produksi dalam negeri, pemerintah menetapkan bea masuk yang tinggi untuk produk luar negeri. 3.
Fungsi stabilitas
Dengan adanya pajak, pemerintah memiliki dana untuk menjalankan kebijakan yang berhubungan dengan stabilitas harga sehingga inflasi dapat dikendalikan, Hal ini bisa dilakukan antara lain dengan jalan mengatur peredaran uang di masyarakat, pemungutan pajak, penggunaan pajak yang efektif dan efisien. 4.
Fungsi redistribusi pendapatan
Pajak yang sudah dipungut oleh negara akan digunakan untuk membiayai semua kepentingan umum, termasuk untuk membiayai pembangunan.
2.1.4.
Pengertian Jasa
Sejumlah ahli pada bidang jasa telah melakukan berbagai upaya dalam tujuan untuk dapat merumuskan definisi jasa, namun demikian hingga saat ini
belum
ada satu definisi
yang dapat
diterima secara bulat.
Keanekarfagaman definisi tentang jasa tersebut dapat dilihat dari pendapat beberapa ahli ekonomi sebagai berikut : Zeithaml dan Bitner dalam buku Ratih Hurriyati (2010 : 28) menyatakan: Jasa pada dasarnya adalah seluruh aktivitas ekonomi dengan output selain produk dalam pengertian fisik, dikonsumsi dan diproduksi pada saat bersamaan, memberikan nilai tambah dan secara prinsip tidak berwujud (intangible)
Menurut Kotler yang dikutip oleh Ratih Hurriyati (2010:27) menyatakan:
11
Setiap tindakan atau kinerja yang ditawarkan oleh satu pihak ke pihak lain yang secara prinsip tidak berwujud dan tidak menyebabkan perpindahan kepemilikan bagi pembeli pertamanya.
Jasa memiliki karakteristik yang sangat mempengaruhi perencanaan program pemasarannya sendiri. Menurut Kotler & Keller (2012 : 358), jasa memiliki empat karakteristik yang sangat mempengaruhi rancangan pemasaran, yaitu: intangibility, inseparability, variability, dan perishability. 1.
Intangibility (tidak berwujud)
Tidak seperti produk, jasa tidak dapat dilihat, dirasakan, dicicipi, didengar, atau berbau sebelum dibeli. Untuk mengurangi ketidakpastian itu, pembeli akan mencari bukti lewat kualitas dengan menarik kesimpulan dari tempat, orang, peralatan, komunikasi, simbol dan harga yang melekat pada jasa. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas penyedia jasa untuk mengelola bukti yang tidak dapat dirasakan tersebut lewat bukti langsung dari pelayanan.
2.
Insperability (tidak dapat dipisahkan )
Apabila barang fisik diproduksi, dimasukkan kedalam persediaan, didistribusikan, dan kemudian dikonsumsi, lain halnya dengan jasa yang biasanya diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Jika seseorang membuat jasa, maka penyedia jasa merupakan bagian dari jasa. Karena klien juga sering hadir sebagai jasa yang dihasilkan, penyedia-interaksi klien adalah fitur khusus dari pemasaran jasa. 3.
Variability (berubah –ubah)
12
Jasa sangat bervariasi karena kualitas jasa bergantung pada siapa yang memberikan, kapan dan dimana, serta kepada siapa saja jasa diberikan. 4.
Perishabilithy (tidak dapat disimpan)
Jasa tidak dapat disimpan, sehingga tidak tahan lama dan bisa menjadi masalah ketika permintaan berfluktuasi. Jasa yang tepat harus tersedia untuk pembeli yang tepat, di tempat yang tepat, pada saat yang tepat, dan harga yang tepat untuk memaksimalkan keuntungan. 2.1.4.1. Klasifikasi Jasa Industri jasa sangat beragam, sehingga tidak mudah untuk menyamakan cara pemasarannya. Klasifikasi jasa dapat membentu memahami batasanbatasan dari industri jasa dan memanfaatkan pengalam industri jasa lainnya yang mempunyai masalah dan karakteristik yang sama untuk diterapkan pada suatu bisnis jasa. Di dalam buku Ratih Hurriyati (2010:33) ada beberapa macam tipe kalsifikasi jasa menurut beberapa para ahli, antara lain menurut : Menurut Gronroos, jasa dapat dapat diklasifikasikan berdasarkan : 1.
Type of service(jenis jasa)
2.
Professional service(jasa profesional)
3.
Type of customer (jenis pelanggan)
4.
Individuals (individu)
5.
Jasa lainnya
Menurut Kotler, ia mengklasifikasikan jasa berdasarkan beberapa sudut pandang yang berbeda, antara lain :
13
1.
Jasa dibedakan menjadi jasa yang berbasis manusia people based
atau jasa yang berbasis peralatan (equipment based) 2. Tidak semua jasa memerlukan kehadiran klien clients presence dalam menjalankan kegiatannya 3.
Jasa dapat dibedakan menjadi jasa untuk kebutuhan pribadi atau
jasa untuk kebutuhan bisnis.
2.1.5.
Pengertian Konstruksi Pengertian konstruksi dalam masyarakat masih banyak kerancuan –
kerancuan. Istilah konstruksi beton, konstruksi baja, konstruksi kayu misalnya, seringkali masih digunakan untuk maksud mengartikan struktur rangka beton, struktur baja, stuktur kayu. Kerancuan ini kemungkinan timbul karena di masa lalu kita pernah menggunakan sebagai padanan kata constructie (bahasa Belanda,struktur) yang artinya berlainan dengan kata construction (bahasa inggris,pembangunan). Menurut kamus besar bahasa Indonesia “Konstruksi merupakan suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana. Dalam sebuah bidang arsitektur atau eknik sipil, sebuah konstruksi juga dikenal sebagai bangunan atau satuan infrastrukur pada sebuah area. Konstruksi dapa juga didefinisikan
sebagai
susunan
(model,atau
letak)
suatu
bangunan
(jembatan,rumah dan lain sebagainya). Walaupun kegitan konstruksi dikenal sebagai
suatu
pekerjaan,
tetapi
dalam
kenyaaannya
konstruksi
merupakansuatu kegiatan yang terdiri dari beberapa pekerjaan lain yang
14
berbeda”. Menurut Trianto (2011:1) menjelaskan: Konstruksi adalah suatu kegiatan membangun sarana maupun prasarana yang meliputi pembangunan gedung (building construcion), pembangunan prasarana sipil (Civil Engineer), dan instalasi mekanikal dan elektrikal. Walaupun kegiatan konstruksi dikenal sebagai suatu pekerjaan, tetapi dalam kenyataannya konstruksi merupakan suatu kegiatan yang terdiri dari beberapa pekerjaan lain yang berbeda pekerjaan lain yang berbeda yang dirangkai menjadi satu unit bangunan, itulah sebabnya ada bidang/sub bidang yang dikenal sebagai klasifikasi. Pada umumnya kegiatan konstruksi dimulai dari perencanaan yang dilakukan oleh konsultan perencana (team Leader) dan kemudian dilaksanakan oleh kontraktor konstruksi yang manager proyek/kepala proyek. Orang- orang ini bekerja didalam kantor, sedangkan pelaksanaan di lapangan dilakukan ole mandor proyek yang mengawasi buruh bangunan, tukang dan ahli bangunan lainnya untuk menyelesaikan fisik sebuah konstruksi. Transfer perintah tersebut dilakukan oleh Pelaksana Lapangan. Dalam pelaksanaan bangunan ini, juga diawasi oleh konsultan pengawas (Supervisor Engineer) (Trianto,2011:1). Dalam melakukan suatu konstruksi biasanya dilakukan sebuah perencanaan terpadu. Hal ini terkait dengan metode penentuan besarnya biaya yang diperlukan, rancangan bangunan, dan efek lain yang akan terjadi saat pelaksanaan konstruksi. Sebuah jadwal perncanaan yang baik, akan menentukan suksesnya sebuah bangunan yang terkait dengan pendanaan,
15
dampak lingkungan, keamanan lingkungan, ketersediaan material, logistik, ketidaknyamanan publik terkait dengan pekerjaan konstruksi, persiapan dokumen tender, dan lain sebagainya (Trianto,2011:1). 2.1.6.
Jasa Konstruksi Secara Umum Jasa konstruksi merupakan salah satu kegiatan dalam bidang ekonomi,
sosial dan budaya
yang mempunyai perana penting dalam pencapaian
berbagai sasaran guna menunjang terwujudnya pembangunan nasiaonal. Berbagai peraturan perundangan – undangan yang berlaku belum berorientasi baik kepada kepentingan pengembangan jasa konstruksi sesuai dengan karakteristiknya yang mengakibatkan kurang berkembangnya iklim usaha yang mendukung peningkatan daya saing secara optimal, maupun bagi kepentingan masyarakat. Dengan dasar petimbangan tersebut , akhirnya Pemerintah menetapkan Undang – undang yang mengatur tentang jasa konstruksi yaitu UU No. 18 Tahun 1999. Dalam Undang – undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 1999 tentang jasa konstruksi, yang dimaksud dengan jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi perencanaan, pekerjaaan konstruksi, layanan jasa pelkasanaan pekerjaan kontruksi, dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Bidang usaha jasa konstruksi tersebut mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan atau tata lingkungan, masing –masing beserta kelengkapannya. 1. Perencanaan Konstruksi Adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaa yang
16
dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan atau bentuk fisik lain. 2. Pelaksana Konstruksi Adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksana jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan atau bentuk fisik lain. 3. Pengawas Konstruksi Adalah penyedia jasa orang perseorangan atau badan usaha yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal
pelaksanaan
pekerjaan
konstruksi
sampai
selesai
dan
diserahterimakan. 2.1.6.1
Jenis Usaha Jasa Konstruksi
Jenis usaha jasa konstruksi berdasarkan UU No.18 Tahun 1999 tentang “ Jasa Konstruksi” terdiri dari usaha perencanaan konstruksi yang masing – masing dilaksanakan oleh perencana konstruksi, pelakasana konstruksi dan pengawas konstruksi. 1. Usaha Perencanaan Konstruksi Memberikan layanan jasa perencanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian atau bagian – bagian dari kegiatan mulai
17
dari studi penegembangan sampai dengan penyusunan dokumen kontrak kerja konstruksi. 2. Usaha Pelaksanaan Konstruksi Memberikan layanan jasa pelaksanaan dalam pekerjaan konstruksi yang meliputi rangkaian kegiatan atau bagian – bagian dari kegiatan mulai dari penyiapan lapangan sampai penyerahan hasil akhir pekerjaan konstruksi. 3. Usaha Pengawasan Konstruksi Memberikan layanan jasa pengawasan baik sebagian atau keseluruhan
pekerjaan
pelaksanaan
konstruksi
mulai
dari
penyiapan lapangan sampai dengan penyerahan hasil akhir konstruksi.
2.1.6.2. Bentuk Usaha Jasa Konstruksi Bentuk usaha jasa konstruksi berdasarkan UU No.18 Tahun 1999, tentang “Jasa Konstruksi” dapat atau badan usaha.
berbentuk perseorangan
Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang
perseorangan
selaku
pelaksana
melaksanakan
pekerjaan
konstruksi
konstruksi
yang
hanya
dapat
beresiko
kecil,
berteknologi sederhana dan yang berbiaya kecil. Bentuk usaha yang dilakukan oleh orang perseorangan selaku perencana konstruksi atau pengawas konstruksi hanya dapat melaksanakan pekerjaan yang sesuai dengan idang keahliannya. Pekerjaan
18
konstruksi yang beresiko dan atau berteknologi tinggi dan atau yang berbiaya besar hanya dapat dilakukan oleh badan usaha yang berbentuk perseroan terbatas atau badan usaha asing yang dipersamakan. 2.1.6.3. Penghasilan Perusahaan Jasa Konstruksi Dalam menjalankan usahanya, perusahaan konstruksi selain memperoleh penghasilan dari menyediakan jasa konstruksi baik berupa jasa perencanaan konstruksi, jasa pelaksana konstruksi, maupun jasa pengawas konstruksi, perusahaan konstruksi juga mungkin memperoleh penghasilan lain di luar usaha. 1. Penghasilan Dari Usaha Jasa Konstruksi Penghasilan utama perusahaan konstruksi tersebut adalah penghasilan dari penyediaan jasa konstruksi, baik jasa perencana konstruksi, jasa pelaksana konstruksi maupun jasa pengawas konstruksi. Untuk perusahaan jasa konstruksi yang memberikan jasa perencanaan dan pengawasan konstruksi, maka jasa konstruksi tersebut tetap diklasifikasikan sebagai jasa pelaksana konstruksi. 2. Penghasilan Luar Usaha Jasa Konstruksi Selain penghasilan dari memberikan jasa konstruksi terdapat juga penghasilan lain jasa perusahaan jasa konstruksi yang meliputi : Penghasilan sewa alat – alat berat dan mesin – mesin yang menganggur; Penghasilan
19
jasa giro; Penghasilan bunga deposito; dan penghasilan luar usaha lainnya. 2.1.6.4. Beban Perusahaan Jasa Konstruksi 1. Beban Dari Usaha Konstruksi Biaya suatu kontrak konstruksi meurut akuntansi yang terdapat dalam PSAK No.34 terdiri dari a. Biaya yang berhuungan langsung dengan suatu kontrak meliputi: Biaya pekerjaan lapangan; Biaya bahan yang digunakan dalam konstruksi; Penyusutan sarana dan peralatan yang digunakan dalam kontrak tersebut; Biaya pemindahan sarana, peralatan dan bahan – bahan dari dan ke lokasi pelaksanaan kontrak; Biaya penyewaan sarana dan peralatan; Biaya rancangan dan bantuan teknis yang secara langsung berhubungan dengan kontrak tersebut; Estimasi biaya pembetulan dan biaya – biaya lain yang mungkin timbul selama masa jaminan; dan Klaim dari pihak ketiga. b. Biaya – biaya yang dapat
didistribusikan ke
aktivitas kontrak pada umumnya dan dapat dialokasikan ke kontrak tersebut , meliputi;
20
Asuransi; Biaya rancangan dan bantuan teknis yang tidak secara langsung berhubungan dengan kontrak tertentu; dan Biaya – biaya overhead kontruksi. c. Biaya lain yang secara khusus dapat ditagihkan ke pemberi kerja sesuai isi kontrak(IAI, 2007, P.34.5), Sedangkan
biaya yang tidak dapat
disistribusikan ke aktivitas kontrak atau tidak dapat dioalokasikan ke suatu kontrak dikeluarkan dari
biaya konstruksi. Biaya semacam ini
meliputi: Biaya administrasi umum yang penggantiannya tidak ditentukan dalam kontrak; Biaya pemasaran umum; Biaya
riset
dan
pengembangan
yang
penggantiannya tidak ditentukan dalam kontrak; dan Penyusutan sarana dan peralatan menganggur yang tidak digunakan pada kontrak tertentu. 2. Beban Luar Usaha Jasa Konstruksi Beban luar usaha jasa konstruksi merupakan beban – beban yang timbul untuk mendapatkan pendapatan
21
luar usaha konstruksi, dapat berupa biaya pemeliharaan peralatan yang disewakan, biaya administrasi bank sehubungan dengan pemeliharaan pendapatan jasa giro dan pendapatan deposito, serta beban usaha lainnya. Definisi beban menurut akuntansi yang terdapat dalam Standar
Akuntansi
Keuangan
yaitu:
“Penurunan
manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanaman modal. Dari pengertian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa segala pengeluaran yang menyeakan penurunan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi dalam bentuk arus keluar atau berkurangnya aset atau terjadinya kewajiban yang mengakibatkan penurunan ekuitas yang tidak menyangkut pembagian kepada penanam modal merupakan beban dalam laporan keuangan komersial perusahaan.
2.1.6.5. Kewajiban Perpajakan Perusahaan Jasa Konstruksi Dalam ketentuan perpajakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah No.51 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan dari
22
Usaha Jasa Konstruksi dan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia
Nomor
187/PMK.03/2008
tentang
Tata
cara
Pemotongan, Penyetoran, Pelaporan dan Penatausahaan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha Jasa Konstruksi. Yang dimaksud dengan jasa konstruksi adalah layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Adapun pekerjaan konstruksi adalah keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing – masing beserta kelengkapannya untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Perencanaan jasa konstruksi adalah pemberian oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang perencanaan jasa konstruksi yang mampu mewujudkan pekerjaan dalam bentuk dokumen perencanaan bangunan fisik lain. Pelaksanaan konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pelaksanaan jasa konstruksi yang mampu menyelenggarakan kegiatannya untuk mewujudkan suatu hasil perencanaan menjadi bentuk bangunan
atau bentuk fisik lain, temasuk di dalamnya
pekerjaan konstruksi terintegrasi yaitu penggabungan fungsi layanan dalam model penggabungan perencanaan, pengadaan dan pembangunan (engineering procurement and construction) serta
23
model penggabungan perencanaan dan pembangunan (design and build). Pengawasan Konstruksi adalah pemberian jasa oleh orang pribadi atau badan yang dinyatakan ahli yang profesional di bidang pengawasan jasa konstruksi, yang mampu melaksanakan pekerjaan pengawasan sejak awal pelaksanaan pekerjaan konstruksi sampai diserahterimakan. Pengguna Jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap yang memerlukan layanan jasa konstruksi. Penyedia jasa adalah orang pribadi atau badan termasuk bentuk usaha tetap, yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi baik sebagai perencana konstruksi, pelaksana konstruksi dan pengawas konstruksi maupun sub-subnya Jasa Konstruksi adalah nilai yang tercantum dalam satu kontrak jasa konstruksi secara keseluruhan. Atas penghasilan dari usaha Jasa Konstruksi dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud adalah sebagai berikut: a. 2% (dua persen) untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa dengan kualifikasi usaha kecil; b. 4% (empat persen) untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha; c. 3% (tiga persen) untuk pelaksanaan konstruksi yang dilakukan
24
oleh penyedia jasa sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a dan huruf b; d. 4% (empat persen) untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang memiliki kualifikasi usaha; dan e. 6% (enam persen) untuk perencanaan konstruksi atau pengawasan konstruksi yang dilakukan oleh penyedia jasa yang tidak memiliki kualifikasi usaha. Pajak penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud diatas, dipotong oleh Pengguna Jasa pada saat pembayaran dalam hal Pengguna Jasa merupakan pemotong pajak atau disetor sendiri oleh Penyedia Jasa dalam hal Pengguna Jasa bukan merupakan pemotong pajak. Besarnya Pajak Penghasilan yang dipotong adalah jumlah pembayaran, tidak termasuk Pajak Pertambahan Nilai dikalikan tarif Pajak Penghasilan. Sedangkan besarnya Pajak Penghasilan yang disetor sendiri adalah jumlah penerimaan pembayaran, tidak termasuk
Pajak
Pertambahan
Nilai
dikalikan
tarif
Pajak
Penghasilan. Jumlah pembayaran seagaimana dimaksud diatas merupakan bagian dari Nilai Kontrak Jasa Konstruksi. Pajak Penghasilan yang dipotong oleh Pengguna Jasa disetor ke kas negara melalui Kantor Pos atau bank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama tanggal 10 (sepuluh) bulan
25
berikutnya setelah dilakukan pemotongan pajak. Pajak Penghasilan yang disetor sendiri oleh Penyedia Jasa ke Kas Negara melalui Kantor Pos atau ank yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah penerimaan pembayaran dalam hal Pengguna Jasa bukan merupakan pemotong pajak. Dalam hal jatuh tempo penyetoran bertepatan dengan hari libur termasuk hari Sabtu atau hari libur nasional, maka saat penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya. Pembayaran Pajak Penghasilan atau Penyetoran Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Penghasilan dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak. Pemotong Pajak Penghasilan memberikan tanda bukti pemotongan kepada Penyedia Jasa
yang
dipotong
Pajak
Penghasilan
setiap
melakukan
pemotongan. Pengguna Jasa atau Penyedia Jasa wajib menyampaikan Surat Pemeritahuan Masa paling lama 20 (dua puluh) hari setelah bulan dilakukan pemotongan pajak atau penerimaan pembayaran. Dalam hal tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Masa sebagaimana bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional, ,maka saat penyampaian Surat Pemberitahuan Masa dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.
26
2.1.7.
Kewajiban Perpajakan PPh badan
Sesuai dengan Undang – undang perpajakan Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan yang merupakan subjek pajak dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di Indonesia, kecuali unit terrentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria:
pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang – undangan;
pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;
penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah; dan
pembukuan diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara. 2.1.7.1 Objek Pajak Penghasilan Badan Objek Pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk: a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, hononarium komisi, bonus, grafikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya, kecuali ditentukan lain dalam Undang –undang ini.
27
b. Hadiah dari undangan atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan. c. Laba Usaha d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta termasuk: Keuntungan karena pengalihan harta kepada perseroan, persekutuan, dan badan lainnya sebagai pengganti saham atau penyertaan modal; Keuntungan karena pengalihan harta kepada pemegang saham, sekutu, atau anggota yang diperoleh perseroan,persekutuan, dan badan lainnya; Keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi dengan nama dan dalam bentuk apapun; Keuntungan karena pengalihan harta berupa hibah, bantuan, atau sumbangan, kecuali yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat dan badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidaka ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak – pihak yang bersangkutan; dan Keuntungan karena penjualan atau pengalihan sebagian atau seluruh hak penambangan, tanda surut serta dalam pembiayaan, atau permodalan dalam perusahaan pertambangan; e. penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan pembayaran tambahan pengembalian pajak;
28
f. bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang; g. dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen dari perusahaan asuransi kepada pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi; h. royalti atau imbalan atas penggunaan hak; i. sewa dan penghasilan lain sehuungan dengan penggunaan harta; j. penerimaan atau perolehan pembayaran berkala; k. keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah; l. keuntungan selisih kurs mata uang asing; m. selisih lebih karena penilaian kembali aktiva; n. premi asuransi; o. iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas; p. tambahan kekayaan neto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak; q. penghasilan dari usaha berbasis syariah; r. imbalan bunga sebagaimana dimaksud Undang – Undang yang mengatur mengenai ketentuan umum dan tata cara perpajakan; dan s. surplus Bank Indonesia 2.1.7.2. Yang Dikecualikan Dari Objek Pajak Yang dikecualikan dari objek pajak penghasilan badan adalah:
29
1. Bantuan atau sumbangan, termasuk zakat yang diterima oleh badan amil zakat atau lembaga amil zakat yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima zakat yang berhak atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, yang diterima oleh lembaga keagamaan yang dibentuk atau disahkan oleh pemerintah dan yang diterima oleh penerima sumbangan yang berhak, yang ketentuannya diatur dengan atau bedasarkan Peraturan Pemerintah; dan 2. Harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, badan keagamaan, badan pendidikan, badan sosial termasuk yayasan, koperasi, atau orang pribadi yang menjalankan usaha mikro dan kecil, yang ketentuannya diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan di antara pihak – pihak yang bersangkutan; 3. Warisan 4. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b sebagai pengganti saham atau sebagai pengganti penyertaan modal; 5. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau diperoleh dalam bentuk natura dan atau kenikmatan dari Wajib Pajak atau Pemerintah, kecuali yang diberikan oleh bukan Wajib Pajak, Wajib Pajak yang dikenakan pajak secara final atau Wajib Pajak
30
yang menggunakan norma perhitungan khusus (deemed profit) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15; 6. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi kesehatan,asuransi kecelakaan, asuransi jiwa, asuransi dwiguna, dan asuransi beasiswa; 7. Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah, dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dengan syarat: a. Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan; b. dan bagi perseroan terbatas, badan usaha milik negara dan badan usaha milik daerah yang menerima dividen, kepemilikan saham pada badan yang memberikan dividen paling rendah 25% (dua puluh lima persen) dari jumlah modal yang disetor; 8. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan, baik yang diayar oleh pemberi kerja maupun pegawai; 9. Penghasilan dari modal yang ditanamkan oleh dana pensiun sebagaimana dimaksud pada angka 7, dalam bidang – bidang tertentu yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan; 10. Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham – saham,
31
persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif; 11. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laa dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatan di Indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut; 12. Merupakan
perusahaan
mikro,
kecil,
menengah,
atau
yang
menjalankan kegiatan dalam sektor-sektor usaha yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek di Indonesia; 13. Beasiswa yang memenuhi persyaratan tertentu yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; 14. Sisa lebih yang diterima atau diperoleh adan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam bidang pendidikan dan atau bidang penelitian dan pengembangan, yang telah terdaftar pada instansi yang membidanginya, yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan prasarana
kegiatan
pendidikan
dan
atau
penelitian
dan
pengembangan, dalam jangka waktu paling lama 4 (empat) tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut, yang ketentuannya diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan; dan 15. Bantuan atau santunan yang dibayarkan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial kepada Wajib Pajak tertentu, yang ketentuannya
32
diatur lebih lanjut dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan. 2.1.7.3. Penghasilan Yang Dikenal Tarif Final Penghasilan di bawah ini dapat dikenai pajak bersifat final adalah: a. penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat utang negara, dan bunga simpanan yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggota koperasi orang pribadi; b. penghasilan berupa hadiah undian; c. penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya, transaksi derivatif yang diperdagangkan di bursa, dan transaksi penjualan saham atau pengalihan penyrtaan modal pada perusahaan pasangannya yang diterima oleh perusahaan modal ventura; d. penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan atau bangunan, usaha jasa konstruksi, usaha real estate, dan persewaan tanah dan atau bangunan; dan e. penghasilan tertentu lainnya, yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. 2.1.8.
Tarif Pajak Penghasilan Badan
Dalam Undang – Undang Perpajakan Nomor 36 tahun 2008 pasal 17 tentang pajak penghasilan diatur bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dan bentuk usaha tetap adalah sebesar 28% (dua puluh delapan persen). Tarif ini menjadi 25% berlaku sejak tahun pajak 2010. Tarif pajak penghasilan badan tahun 2010 bagi wajib pajak badan dalam negeri yang mempunyai peredaran
33
bruto hingga Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah). Berdasarkan Pasal 31E ayat (1) Undang – Undang Pajak Penghasilan, diatur bahwa Wajib Pajak badan dalam negeri dengan perdaran bruto sampai dengan Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa penggunaan tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah). Fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) Undang – Undang Pajak Penghasilan dilaksanakan dengan cara self assessment pada saat penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan. Dengan demikian, Wajib Pajak tidak perlu menyampaikan permohonan untuk dapat memperoleh fasilitas tersebut. Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 31E ayat (1) Undang – Undang Pajak Penghasilan adalah merupakan total atau jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang meliputi:
Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan bersifat final:
Penghasilan yang dikenai Pajak Penghasilan tidak bersifat final; dan
Penghasilan yang dikecualikan dari objek pajak. Fasilitas Pasal 31E ayat (1) tersebut bukan merupakan pilihan. Sepanjang akumulasi peredaran bruto sebagaimana di atas tidak melebihi Rp
34
50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah), tarif Pajak Penghasilan yang diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak bagi Waji Pajak badan dalam negeri wajib mengikuti ketentuan fasilitas pengurangan tarif sesuai dengan Pasal 31E ayat (1) Undang – Undang Pajak Penghasilan. Perhitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Jika peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00, maka perhitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut: PPh terutang = 50% X 25% X Laba Fiskal 2. Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,00 sampai dengan Rp 50.000.000.000,00 maka perhitungan PPh terutang yaitu sebagai berikut: a. PPh terutang = 50% X 25% X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas b. PPh terutang = 25% X Penghasilan Kena Pajak dari Bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas 2.1.9.
Kewajiban Pembukuan pada Wajib Pajak Badan
Menurut Undang – undang Nomor 16 tahun 2009 tentang ketentuan umum dan tatacara perpajakan pasal 28 ayat (1) yaitu wajib pajak orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas dan wajib pajak badan di Indonesia wajib menyelenggarakan pembukuan. Hal ini jelas diatur dalam undang – undang bahwa wajib pajak badan harus melakukan pemukuan dalam kegiatan usahanya. Pembukuan sekurang – kurangnya terdiri dari catatan mengenai aset, kewajiban, ekuitas, penghasilan dan biaya serta penjualan dan
35
pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak terutang.
2.1.10. Surat Pemberitahuan Surat Pemberitahuan (SPT) adalah surat yang oleh Wajib Pajak (WP) digunakan untuk melaporkan perhitungan dan atau pembayaran pajak, objek pajak dan atau bukan objek pajak dan atau harta atau kewajiban, menurut ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan. Terdapat dua macam SPT yaitu: a. SPT Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak. b. SPT Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. 2.1.10.1. Pengisian dan Penyampaian SPT a. Pengisian Setiap Wajib Pajak wajib mengisi SPT dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau dikukuhkan. SPT wajib diisi secara benar. Lengkap, jelas dan harus ditandatangani. Dalam hal SPT diisi dan ditandatangani oleh orang lain bukan oleh WP, harus dilampiri surat kuasa khusus. Untuk Waji Pajak Badan, SPT Harus ditandatangani oleh pengurus/direksi. b. Penyampaian Wajib Pajak yang trelah mendapat izin Menteri Keuangan untuk
36
menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa aing dan mata uang asing selain Rupiah yang diizinkan. Ketentuan tenteng penyampaian SPT adalah sebagai berikut: 1. SPT dapat disampaikan secara langsung atau melalui Pos secara tercatat ke KPP, KP4 atau KP2KP setempat, atau melalui jasa ekspedisi atau jasa kurir yang ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak. 2. Batas waktu penyampaian: a. Penyampaian SPT Tahunan PPh Badan paling lambat 4 bulan sejak akhir Tahun Pajak b. Wajib Pajak dengan kriteria tertentu dapat melaporkan beberapa Masa Pajak dalam 1 (satu) SPT Masa c. SPT Masa, paling lambat dua puluh hari setelah akhir Masa Pajak 3. SPT yang disampaikan langsung ke KPP/KP4 diberikan bukti penerimaan. Dalam hal SPT disampaikan melalui pos secara tercatat, bukti serta tanggal pengiriman dianggap sebagai bukti penerimaan. 2.1.10.2. Fungsi SPT Berikut adalah fungsi surat pemberitahuan, antara lain : a. Wajib Pajak PPh
sebagai
sarana
WP
untuk
melaporkan
dan
mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah pajak yang sebenarnya
37
terutang dan untuk melaporkan tentang : 1.
pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam satu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak;
2.
penghasilan yang merupakan objek pajak dan atau bukan objek;
3.
harta dan kewajiban;
4.
pemotongan/ pemungutan pajak orang atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak.
b. Pengusaha Kena Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan perhitungan jumlah PPN dan PPnBM yang sebenarnya teutang dan untuk melaporkan tentang : 1. pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran 2. pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendriri oleh PKP dan atau melalui pihak lain dalam satu masa pajak, yang ditentukan oleh ketentuan peraturan perundang – undangan perpajakan yang berlaku. c. Pemotong/ Pemungut Pajak Sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut dan disetorkan. 2.1.10.3.
Tempat Pengambilan SPT
Setiap WP harus mengambil sendiri formulir SPT di Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi
38
Perpajakan (KP4), Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP), Kantor Wilayah DJP, Kantor Pusat DJP, tau melalui website DJP : http://www.pajak.go.id atau mencetak/ menggandakan/ fotokopi dengan bentuk dan isi yang sama dengan aslinya. 2.1.10.4. Perpanjangan Waktu Penyampaian SPT Tahunan Apabila WP tidak dapat menyelesaikan/ menyiapkan laporan keuangan tahunan untuk memenuhi batas waktu penelesaian, WP berhak mengajukan permohonan perpanjangan waktu penyampaian SPT Tahunan Pajak Penghasilan paling lama 2 (dua) bulan dengan cara menyampaikan pemberitahuan secara tertulis disertai surat pernyataan mengenai perhitungan sementara pajak terutang dalam 1 (satu) tahun pajak dan bukti pelunasan kekurangan pambayaran pajak ang terutang atau dengan cara lain yang ketentuan diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan. 2.1.10.5. Sanksi Tidak Atau Terlambat Menyampaikan SPT SPT yang tidak disampaikan atau disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yang ditentukan, dikenakan sanksi administrasi berupa denda yaitu untuk SPT Tahunan PPh Badan 1 juta rupiah sedangkan SPT Masa lainnya 100 ribu rupiah. 2.1.10.6. Pembetulan SPT Untuk pembetulan SPT atas kemauan WP sendiri dapat dilakukan sampai dengan daluwarsa, kecuali untuk SPT Rugi atau SPT Lebih Bayar
39
paling lama 2 tahun sebelum daluwarsa, sepanjang belum dilakukan pemeriksaan. Sanksi administrasi atas pembetulan SPT dengan kemauan Wajib Pajak sendiri setelah Pemeriksaan tetapi dilakukan penyidikan 150% dari pajak kurang dibayar. 2.1.10.7. Batas Waktu Pembayaran Pajak Batas waktu pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang untuk suatu saat Masa Pajak ditetapkan oleh Menteri Keuangan dengan batas waktu tidak melewati 15 (lima belas) hari setelah saat terutangnya pajak atau Masa Pajak berakhir. Batas waktu pembayaran untuk kekurangan pembayaran pajak berdasarkan SPT Tahunan paling lambat sebelum SPT disampaikan. Jangka waktu pelunasan surat ketetapan pajak untuk Wajib Pajak usaha kecil dan Wajib Pajak di daerah tertentu paling lama 2 bulan. 2.1.10.8. Sanksi Keterlambatan Pembayaran Pajak Atas keterlambatan pembayaran pajak, dikenakan sanksi denda administrasi bunga 2% (dua persen) sebulan dari pajak terutang dihitung dari
jatuh
tempo
pembayaran.
Wajib
Pajak
yang alpa
tidak
menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap dan dapat merugikan negara yang dilakukan pertama kali tidak dikenai sanksi pidana tetapi dikenai sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 200% dari pajak yang kurang dibayar.
2.2. Penelitian Terdahulu Sebagai bahan pertimbangan dalam penulisan skripsi ini penulis mengambil
40
data dari peneliti terdahulu yaitu : a. Yang pertama penelitian dari Annisa Novitasari tahun 2013 yang berjudul Analisis Pengenaan Pajak Final Perusahaan Jasa Konstruksi (Studi Kasus pada Perusahaan Jasa Konstruksi di BEI Periode Tahun 2009 – 2011). Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan apakah penghitungan kewajiban pajak penghasilan badan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2008, Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 2009 dan Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2008, serta apakah pengenaan pajak final perusahaan konstruksi di Bursa Efek dalam beban pajak yang terutang lebih berat atau hutang menjadi ringan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian adalh deskriptif kuantitaif
dengan
menggunakan
tes
uji
beda.
Hasil
penelitian
ini
menyimpulkan bahwa perhitungan pajak penghasilan badan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan perhitungan beban pajak final lebih tinggi dari beban pajak tidak final. Hal ini lebih memberatkan kewajiban hutang pajak penghasilan terutama Wajib Pajak tidak dapat lagi mengkompensasi hilangnya tahun sebelumnya dan tidak memenuhi prinsip keadilan dalam perpajakan. Laporan keuangan akhir lebih menyederhanakan penyampaian pajak penghasilan. Persamaan penelitian Annisa Novitasari dengan skripsi ini yaitu sama – sama menganalisa pph final pada jasa konstruksi, perbedaannya pada perusahaan yang diteliti lebih dari satu studi kasus di BEI sedangkan skripsi ini hanya pada satu perusahaan. b. Penelitian dari Giant Pratama Putra tahun 2010 yang berjudul Analisis Penghitungan Pajak Penghasilan Badan pada Dua Perusahaan Industri Jasa
41
Telekomunikasi (PT. Excelcomindo Pratama Tbk. dan PT. Indosat Tbk. ). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis laporan keuangan komersial PT. Excelcomindo Pratama Tbk. dan PT. Indosat Tbk. yang sebagai dasar penghitungan pajak penghasilan badan. Penulisan ini menggunakan alat analisis kuantitatif dengan memprtimbangkan variabel – variabel ( penghasilan kena pajak, beda waktu, beda tetap, pendapatan usaha, biaya – biaya yang dapat dikurangkan, biaya – biaya yang tidak dapat dikurangkan dan penyusutan serta amortisasi) yang digunakan dan perhitungan yang didapat dari data laporan keuangan setiap perusahaan periode 31 Desember 2008 dengan menggunakan standar pelaporan dan perhitungan pajak dengan Standar Akuntansi Keuangan. Hasil dari penelitian ini yaitu Laporan Keuangan menurut Undang- Undang Perpajakan adalah laporan keuangan yang disusun kusus untuk kepentingan perpajakan dengan berpedoman pada peraturan Undang – Undang Perpajakan. Laporan Keuangan PT. Excelcomindo Pratama Tbk. secara formal telah memenuhi ketentuan dalam Pasal 28 Undang – Undang No.7 Tahun 1983 yang telah diubah dengan Undang – Undang No.7 Tahun 1991, Undang – Undang No.10 Tahun 1994, Undang – Undang No.17 Tahun 2010 dan terakhir No.36 Tahun 2008, tetapi secara yuridis fiskal perlu disesuaikan terhadap peraturan parpajakan yang berlaku.Perbedaan penelitian Giant Pratama Putra dengan skripsi ini yaitu
bergerak di bidang jasa
telekomunikasi, pada skripsi ini pada jasa konstruksi. Persamaannya sama – sama menganalisa pajak penghasilan badan pada perusahaan jasa.
42
2.3. Kerangka Konseptual Penelitian ini mengevaluasi kewajiban perpajakan pajak penghasilan yang dilakukan oleh CV. Megah Jaya Gresik dengan mengacu pada ketentuan PP Nomor 51 tahun 2008 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi dan Peraturan Menteri Keuangan PMK Nomor 187/PMK.03/2008 tentang tata cara pemotongan, penyetoran, pelaporan dan penatausahaan pajak penghasilan atas penghasilan dari usaha jasa konstruksi. Kreangka pemikiran digambarkan sebagai berikut:
43
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual Mengidentifikasi Kebijakan Akuntansi Perusahaan
Mengidentifikasi Laporan AnggaranDana Konstruksi CV. Megah Jaya Gresik Tahun 2012
Merinci Akun Pendapatan pada Laporan Anggaran Dana Perusahaan
Mengevaluasi perhitungan kewajiban perpajakan pajak penghasilan badan sesuai dengan Undang – Undang Perpajakn Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 pada Perusahaan Jasa Konstruksi CV. Megah Jaya Gresik.
Mengevaluasi perhitungan kewajiban perpajakan pajak penghasilan badan sesuai dengan Undang – Undang Perpajakan tentang pajak penghasilan pasal 17 pada CV. Megah Jaya Gresik.
Penarikan Kesimpulan Hasil Penelitian Sumber : data diolah
Mengevaluasi penyetoran dan pelaporan kewajiban perpajakan pajak penghasilan badan pada CV. Megah Jaya Gresik.
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian Jenis Penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Analisis deskirptif, yaitu dengan menganalisis dan mengolah data – data laporan keuangan dan menjelaskan bagaimana cara menerapkan perencanaan pajak dalam upaya meminimalkan jumlah pajak penghasilan bagi wajib pajak badan.
3.2.
Deskripsi Populasi dan Penentuan Sampel 3.2.1. Pengertian Populasi Menurut Margono (2010 :118) menyatakan: “Populasi ialah jumlah keseluruhan data yang menjadi perhatian kita dalam suatu ruang lingkup dan waktu yang kita tentukan. Jadi populasi berhubungan dengan data, bukan manusianya.” Sedangkan
menurut
Sukmadinata
(2011:250)
mengemukakan
populasi adalah “ kelompok besar dan wilayah yang menjadi lingkup penelitian kita.” Senada dengan itu Arikunto (2012:108) mengemukakan bahwa populasi adalah “ keseluruhan subjek penelitian.” Kaitannya dengan batasan tersebut, populasi dapat dibedakan berikut ini: 1. Populasi terbatas atau populasi terhingga, yakni populasi yang memiliki batas kuantitif secara jelas karena memiliki karakteristik yang terbatas.
44
45
2. Populasi tak terbatas atau populasi tak terhingga, yakni populasi yang tidak dapat ditentukan batas – batasnya, sehingga tidak dapat dinyatakan dalam bentuk jumlah secara kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah CV. Megah Jaya Gresik, dan tergolong pada populasi terbatas atau terhingga karena memiliki karakteristik yang terbatas.
3.2.2. Pengertian Sampel Sampel adalah sebagian dari subyek populasi yang sudah diteliti, yang sudah tentu mampu secara representative dapat mewakili popoulasinya. Dalam penyusunan sampel perlu disusun kerangka sampling yaitu daftar dari semua unsur sampling dalam populasi sampling, dengan syarat:
Harus meliputi seluruh unsur sampel
Tidak ada unsur sampel yang dihitung dua kali
Harus up to date
Batas – batasnya harus jelas
Harus dapat dilacak dilapangan
Menurut buku Metode Penelitian ciri – ciri sampel yang ideal adalah sebagai berikut: Dapat menghasilkan gambaran yang dipercaya dari populasi yang diteliti Dapat menetukan presisi (precision) dari hasil penelitian dengan menentukan penyimpangan baku (standart) dari taksiran yang diperoleh
46
Sederhana, sehingga mudah dilaksanakan Dapat memberikan keterangan sebanyak mungkin dengan biaya yang rendah Sampel dalam penelitian ini adalah Laporan Keuangan CV. Megah Jaya Gresikperiode tahun 2012. 3.3.
Variabel dan Definisi Operasional Variabel Variabel adalah suatu besaran yang dapat diubah atau berubah sehingga
mempengaruhi peristiwa atau hasil penelitian. Dengan menggunakan variabel, kita akan memperoleh lebih mudah memahami permasalahan. Hal ini dikarenakan kita seolah –olah sudah mendapatkan jawabannya. Biasanya bentuk soal yang menggunakan teknik ini adalah soal menghitung (counting) atau menentukan suatu bilangan. Dalam penelitian , variabel adalah suatu gejala yang nilainya bervariasi. Variabel mempunyai nilai yang bervariasi baik yang berbentuk numerik atau kategori. Yang menjadi variabel dalam penelitian ini terdiri dari: 1. Variabel bebas : variabel yang menyebabkan atau mempengaruhi, yaitu faktor – faktor yang diukur , dimanipulasi atau dipilih atau peneliti untuk menentukan hubungan antara fenomena yang diobservasi atau diamati. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah “ Evaluasi Kewajiban Perpajakan PPH Badan Final“. Yang dimaksud dengan Evaluasi kewajiban perpajakan pph badan disini adalah Bagaimana perhitungan pajak penghasilan badan bersifat final,bersifat final artinya bahwa penghasilan tersebut tidak perlu digabung dengan penghasilan lainnya dalam perhitungan pajak penghasilan terutang.
47
2. Variabel terikat : faktor – faktor yang diobservasi dan diukur untuk menetukan adanya pengaruh variabel bebas, yaitu faktor yang muncul atau tidak muncul, atau berubah sesuai
dengan yang diperkenalkan oleh
peneliti. Yang menjadi variabel terikat dalam penelitian ini adalah “ Perusahaan Jasa Konstruksi Studi Kasus Pada CV. Megah Jaya Gresik”. Pengertian perusahaan jasa konstruksi yaitu perusahaan yang melayani jasa konsultasiperencanaan pekerjaan konstruksi, layanan jasa pelaksanaan pekerjaan konstruksi dan layanan jasa konsultasi pengawasan pekerjaan konstruksi. Bidang usaha jasa konstruksi tersebut mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan. Dalam penelitian ini studi kasus pada CV. Megah Jaya Gresik yang bergerak di bidang konstruksi karoseri. Definisi Operasional Variabel adalah suatu unsur penelitian yang memberikan gambaran bagaimana cara mengukur variabel. Sebagai suatu petunjuk pelaksanaan dalam mengukur variabel dalam suatu penelitian, berisikan indikator- indikator dari suatu variabel yang digunakan untuk mengumpulkan data yang relevan dengan variabel penelitian. 3.4.
Sumber Data Sumber data yang di dapat oleh penulis dibedakan menjadi dua yaitu :
1.
Data Primer
Data yang berupa data subjek yang diperoleh secara langsung dari sumbernya yang berupa data mengenai aktifitas operasi perusahaan yang terjadi selama tahun 2012. 2.
Data Sekunder
48
Yaitu data yang berupa data internal ang diperoleh dari objek yang diteliti yaitu berupa struktur organisasi, sejarah perusahaan dan laporan penerimaan penjualan dan anggaran perusahaan selama tahun 2012. 3.5.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini diadakan di CV. Megah Jaya Gresik yang beralamat di jl.
Cerme Kidul No.7 Gresik. Penelitian dilakukan di perusahaan selama 1 bulan mulai dari 22 Mei
hingga 22 Juni 2014 untuk mengambil data keuangan
perusahaan periode tahun 2012.
3.6.
Teknik Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian Teknik npengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Wawancara Teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk mendapatkan informasi secara langsung dengan mengungkapkan pertanyaan kepada responden. Wawancara ini bersifat tidak terstruktur dan dilakukan kepada pihak manajemen CV. Megah Jaya Gresik, khususnya dengan bagian adminsitrasi pajak dan bagian akuntansi. Metode ini digunakan dalam rangka mendapatkan data primer berupa data mengenai aktivitas operasional perusahaan yang terjadi selama tahun 2012 dan gambaran umum tentang perusahaan jasa konstruksi. 2. Dokumentasi Suatu teknik pengumpulan data yang dilakukan untuk mendapatkan dataq sekunder dengan cara mengcopy dan mencatat dokumen – dokumen yang ada di PT. Ragam Jaya Gresik yang berhubungan dengan
49
penelitian ini. Adapun dokumen – dokumen tersebur adalah laporan penerimaan anggaran dana konstruksi CV.Megah Jaya Gresik tahun 2012. 3. Studi Pustaka Studi pustaka sebagai bagian dari langkah studi eksploratif yang digunakan merupakan suatu metode pengumpulan data dengan mencari informasi –informasi yang dibutuhkan melalui dokumen – dokumen, buku – buku, majalah atau sumber data tertulis lainnya baik berupa teori, laporan penelitian yang berhubungan dengan kewajiban perpajakan PPh badan perusahaan jasa konstruksi.
3.7.
Teknik Keabsahan Data Tekinik Keabsahan Data yang digunakan adalah peraturan perpajakan, PSAK NO.46 antara lain: 1. Validitas Data Adalah pengukuran atau pengamatan yang benar. 2. Reablibilitas Adalah kesamaan hasil pengukuran atau pengamatan apabila fakta tersebut diukur atau diamati berulang kali dalam waktu yang berlainan.
3.8.
Teknik Analisis Data Teknik yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penulisan yang
bersifat kuantitatif tanpa statistik dengan tujuan untuk mengevaluasi perhitungan kewajiban perpajakn PPh Badan pada Perusahaan Jasa Konstruksi CV.Megah Jaya Gresik, penyetoran dan pelaporan pajaknya sabagai berikut: 1. Langkah – langkah yang dilakukan dalam analisis ini adalah sebagai
50
mengindentifikasi kebijakan akuntansi perusahaan. 2. Mengidentifikasi laporan anggaran dana konstruksi CV. Megah Jaya Gresik tahun 2012. 3. Merinci akun pendapatan pada laporan anggaran dana perusahaan. 4. Mengevaluasi perhitungan kewajiban perpajakan pajak penghasilan badan sesuai dengan Undang – Undang Perpajakn Nomor 36 tahun 2008 tentang pajak penghasilan pasal 4 ayat 2 pada Perusahaan Jasa Konstruksi CV.Megah Jaya Gresik. 5. Mengevaluasi perhitungan kewajiban perpajakan pajak penghasilan badan sesuai dengan Undang – Undang Perpajakan tentang pajak penghasilan pasal 17 pada CV.Megah Jaya Gresik. 6. Mengevaluasi penyetoran dan pelaporan kewajiban perpajakan pajak penghasilan badan pada CV. Megah Jaya Gresik.
51
BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA
4.1.
Penyajian Data
4.1.1. Sejarah Singkat Perusahaan CV. Megah Jaya adalah Perusahaan jasa berbentuk Persekutuan Komanditer yang bergerak di bidang jasa konstuksi karoseri dump truck, tangki air,bak besi, treler dan lain – lain. Awal berdiri perusahaan pada Januari 2004 di jl.Banjar sugihan No.17-B Surabaya, karena perkembangan perusahaan yang semakin meningkatkemudian dipindahkan tempat kedudukan yang lebih luas pada tanggal 25 Mei 2011 di jl.Cerme Kidul No.7 Gresik, NPWP :02.053.893.0-604.000. Direktur utama sekaligus pendiri perusahaan yaitu bapak Gusti Hartono yang bertempat tinggal di perumahan Taman Siwalan Indah Gresik. 4.1.2. Visi dan Misi Perusahaan Visi Misi perusahaan adalah dua hal yang memliki arti penting dalam mencapai keberhasilan sebuah perusahaan, hal ini terkait sebagai posisi keduanya sebagai bagian inti dalam menentukan strategi sebuah perusahaan. Itulah sebabnya visi misi perusahaan merupakan komponen yang akan disusun sebelum pihak manajemen perusahaan menetukan strategi yang akan mereka jalankan. Berikut ini visi misi CV. Megah Jaya Gresik :
a. Visi
52
Menjadi perusahaan industri yang handal dan terkemuka, berkembang secara berkesinambungan, memberikan kesejahteraan kepada karyawan dan tata kelola perusahaan yang baik. b. Misi Menyamakan persepsi diantara manajemen untuk mempertahankan nilai – nilai perusahaan dan mencapai tujuan bersama. Pelatihan dan rekruitmen sumber daya manusia yang tepat, untuk menghasilkan tenaga
kerja
yang kompeten,
berdedikasi
dan
bersemangat tinggi sesuai budaya perusahaan. 4.1.3. Struktur Organisasi Perusahaan Struktur organisasi perusahaan adalah salah satu persyaratan penting yang harus dimiliki perusahaan, karena dengan struktur organisasi merupakan suatu alat dalam proses manajemen dan proses bisnis yang dijalankan dan dapat dipertanggung jawabkan. Dengan adanya struktur organisasi setiap individu yang terlibat dalam kegiatan bisnis perusahaan dapat menjalankan tugas dan kewajibannya sesuai dengan bidangnya sehingga bisa mencapai tujuan dari perusahaan tersebut.
53
Gambar 4.1 Struktur Organisasi Perusahaan CV. Megah Jaya Gresik
Sumber : data diolah
54
CV. Megah Jaya memiliki stuktur organisasi sebagai berikut :
Direktur 1. Menetapkan kebijakan mutu, sasaran mutu, visi dan misi perusahaan. 2. Menetapkan struktur organisasi, tanggung jawab dan penanggung jawab dan penanggung jawab sistem mutu ( wakil Manajemen ) 3. Menetapkan wakil Manajemen 4. Menyediakan sumber daya yang dibutuhkan Internal audit 5. Menetapkan sistem komunikasi internal
.Wakil Manajemen 1. Memastikan konsisten pelaksanaan sistem Manajemen Mutu 2. Memelihara dan menetapkan seluruh proses sistem Manajemen Mutu 3. Melaporkan kepada direktur mengenai kinerja dan sistem Manajemen Mutu termasuk kebutuhan untuk peningkatan 4. Membuat kerangka kerja 5. Membuat panduan mutu 6. Menyiapkan bahan penyusunan, pemeliharaan, sosialisasi dokumen dan sistem mutu
Keuangan 1. Bertanggung jawab dalam mengelola keuangan perusahaan 2. Mengelola dan menganalisa keuangan perusahaan 3. Mengawasi anggaran yang telah ditetapkan 4. Membuat laporan posisi keuangan perusahaan 5. Bertanggung jawab kepada wakil manajemen
55
Manajer Pemasaran 1. Melaksanakan fungsi pemasaran dan penjualan dalam perusahaan 2. Membuat perencanaan dan strategi pemasaran 3. Mengelola keluhan para pelanggan yang kemudian disampaikan kepada wakil manajemen 4. Melakukan survey order bersama fumigato
Fumigator (Tenaga Kompeten) 1. Memastikan pelaksanaan fumigasi sesuai dengan standar Barantan 2. Bertanggung jawab terhadap keberhasilan pekerjaan fumigasi 3. Bertanggung jawab dalam kevalidasian dokumen fumigasi 4. Bertanggung jawab kepada wakil manajemen 5. Melakukan perekaman seluruh kegiatan fumigasi 6. Memastikan semua sarana yang diperlukan untuk fumigasi selalu tersedia dan terkalibrasi
Administrasi 1. Sebagai pengawas mutu dibidang administrasi 2. Menerima dan mencatat order pekerjaan fumigasi 3. Memastikan bahwa semua dokumen dan rekaman hasil kegiatan perusahaan disimpan sesuai dengan kebijakan perusahaan 4. Memastikan bahwa semua kebutuhan administrasi tersedia 5. Bertanggung jawab kepada wakil manajemen
Helper
Membantu pekerjaan fumigator di lapangan
56
4.2. Analisa Data 4.2.1. Sebab Akibat dan Pemecahan Masalah CV. Megah Jaya Gresik CV. Megah Jaya Gresik sebagai perusahaan jasa konstruksi adalah subjek pajak penghasilan badan sehingga harrus menjalankan kewajiban perpajakan sesuai dengan Undang – Undang Perpajakan Nomor 36 Tahun 2008 tentang pajak penghasilan mengenai kewajiban pajak penghasilan badan pada perusahaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 51 tahun 2008 tentang pajak penghasilan atas penghasilan dai usaha jasa konstruksi serta harus melaporkan dan menyetorkan pajak penghasilannya sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 187/pmk.03/2008 tentang tatacara pemotongan, penyetoran, pelaporan dan penatausahaan pajak penghasilan atas penghasilan darin usaha jasa konstruksi
57
Tabel 4.1 Rincian Pendapatan Jasa CV. Megah Jaya Tahun 2012 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Penerimaan Jasa Konstruksi Dump Body Tangki Steel Box Spanten Bak Angkat Motor Lad Bak Arm Roll Container Sampah Sky Worker Flat Deck Semi Trailer Trailer Dump Kereta Gandengan Low Bed Tronton Tractor Head
Rp 1.542.500.000,00 Rp 964.400.000,00 Rp 139.900.000,00 Rp 156.300.000,00 Rp 124.500.000,00 Rp 89.200.000,00 Rp 155.300.000,00 Rp 238.200.000,00 Rp 125.600.000,00 Rp 242.000.000,00 Rp 142.000.000,00 Rp 549.500.000,00 Rp 152.000.000,00 Rp 212.000.000,00 Rp 183.100.000,00 Rp 321.000.000,00
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
Bemper Truck TOTAL
Rp 125.250.000,00 Rp 5.462.750.000,00
Rp 2.505.000,00 Rp 109.255.000,00
Pendapatan Jasa
PPh final 30.850.000,00 19.288.000,00 2.798.000,00 3.126.000,00 2.490.000,00 1.784.000,00 3.106.000,00 4.764.000,00 2.512.000,00 4.840.000,00 2.840.000,00 10.990.000,00 3.040.000,00 4.240.000,00 3.662.000,00 6.420.000,00
Sumber : Data diolah
Sebelum diatur dalam PP Nomor 51 Tahun 2008 dan pada PP nomor 5 Tahun 2002, pajak atas penghasilan dari jasa kontruksi dan sewa atas tanah dan/ atau bangunan yang merupakan objek pajak menurut Pasal 4 ayat (2) UU PPh, diatur dalam PP Nomor 51 Tahun 2008 dan mulai berlaku tanggal 4 November 2008 sampai juni 2013. Perubahan yang mendasar dengan adanya pemotongan pajak tersebut dianggap sebagai pembayaran atas pajak penghasilan terhutang, sehingga atas potongan tersebut tidak dapat dikreditkan kembali dengan PPh Badan tahun
58
yang bersangkutan. Hal ini berbeda dengan ketentuan PPh Pasal 23 UU PPh, dimana potongan pajak merupakan pajak yang dibayar dimuka sehingga atas potongan tersebut dapat diperhitungkan kembali dengan PPh Badan Tahun yang bersangkutan. Perubahan lain yang terjadi setelah diterapkan PPh final adalah menyangkut besar tarif dan pengenaan pajak. Seperti halnya PPh Pasal 23, tarif PPh final menggunakan tarif khusus, namun besarnya tarif dan dasar pengenaan pajak yang berbeda. Perbedaan tersebut akan diuraikan sebagai berikut : Berdasarakan PP Nomor 51 Tahun 2008, pembayaran pajak atas penghasilan dari jasa konstruksi sebesar 2%(dua persen) dari jumlah bruto. Sifat pengenaannya dibedakan menjadi dua, yaitu: a. Bagi orang pribadi bersifat final, dan b. Bagi Wajib Pajak Badan merupakan pembayaran PPh Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan PPh Badan terhutang untuk tahun yang bersangkutan. Walaupun adanya pemberlakuan tarif final bertujuan untuk merangsang pertumbuhan jasa konstruksi tetapi pengenaan pajak dengan tarif final ini jelas. Jadi pada hakekatnya penerapan pajak penghasilan dengan tarif final tidak memenuhi azas – azas perpajakan yang adil dan menyimpang dari sistem akuntansi keuangan, karena selain dapat merugikan kedua belah pihak, yakni perusahaan atau pemerintah, pelaksanaan pajak penghasilan dari nilai bruto pengalihan/penyerahan tidak sesuai dengan prinsip pengenaan pajak penghasilan yang mengemukakan bahwa semakin tinggi pula pajak terutangnya. Begitu pula sebaliknya semakin rendah penghasilan semakin berkurang pengenaan pajak terutangnya (pasal 17 UU pajak penghasilan).
59
Tabel 4.2 CV. MEGAH JAYA LAPORAN LABA RUGI Per ;31 Desember 2012 PENDAPATAN JASA
Rp 5.462.750.000,00
HPP
Rp (4.688.523.000,00) Rp 774.227.000,00
LABA KOTOR BEBAN OPERASIONAL: BEBAN PENJUALAN Biaya Lain – Lain Jumlah
Rp 28.280.000,00 Rp 28.280.000,00
BEBAN PRODUKSI Biaya Borongan, Gaji produksi Biaya Makan, Minum Produksi Biaya Produksi Lain – lain Jumlah BEBAN UMUM DAN ADMINISTRASI Biaya Pemeliharaan Bangunan & Mesin Biaya Listrik, Telepon, Fax Komplain / Urus Ijin / Insentif Biaya Uji Mutu, Rekom, Tera Biaya Bensin, parkir, tol Biaya Pemeliharaan Kendaraan Penyusutan Biaya Lain – lain Jumlah TOTAL BIAYA
Rp 92.342.200,00 Rp 28.461.500,00 Rp 21.367.500,00 Rp 142.171.200,00
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
39.347.000,00 16.348.300,00 19.204.000,00 28.345.000,00 10.576.500,00 27.425.000,00 34.370.000,00
Rp 22.743.000,00 Rp 198.358.800,00 Rp (368.810.000,00)
PENDAPATAN LAIN – LAIN Pendapatan Jasa Giro
Rp
1.472.500,00
Pendapatan Lain – lain
Rp
6.853.500,00
Jumlah LABA SEBELUM PAJAK
Sumber : Data diolah
Rp Rp
8.326.000,00 413.743.000,00
60
Tabel 4.3 CV. MEGAH JAYA LAPORAN LABA RUGI 2012 KETERANGAN
PENJUALAN HPP PENJUALAM LABA KOTOR BEBAN OPERASIONAL:
LABA RUGI
KOREKSI
KOREKSI
LABA RUGI
KOMERSIAL
POSITIF
NEGATIF
FISKAL
Rp 5.462.750.000 Rp 4.688.523.000 Rp 774.227.000
Rp 5.462.750.000 Rp 4.688.523.000 Rp 774.227.000
Rp 28.280.000 Rp 28.280.000
Rp 28.280.000 Rp 28.280.000
Rp 92.342.200 Rp 28.461.500 Rp 21.367.500 Rp 142.171.200
Rp 92.342.200 Rp Rp 21.367.500 Rp 113.709.700
BEBAN PENJUALAN Biaya Lain – Lain Jumlah BEBAN PRODUKSI Biaya Borongan, Gaji produksi Biaya Makan, Minum Produksi Biaya Produksi Lain – lain Jumlah BEBAN UMUM DAN ADMINISTRASI Biaya Pemeliharaan Bangunan
Rp 28.461.500
Rp 39.347.000
Rp 39.447.000
Rp 16.348.300 Rp 19.204.000 Rp 28.345.000 Rp 10.576.500 Rp 27.425.000 Rp
Rp 16.348.300 Rp Rp 28.345.000 Rp 10.576.500 Rp 27.425.000 Rp
& Mesin Biaya Listrik, Telepon, Fax Insentif Biaya Uji Mutu, Rekom, Tera Biaya Bensin, parkir, tol Biaya Pemeliharaan Kendaraan / DL Penyusutan
Rp 19.204.000
61
Biaya Lain – lain Jumlah TOTAL BIAYA
34.370.000 Rp 22.743.000 Rp 198.358.800 Rp 368.810.000
34.370.000 Rp 22.743.000 Rp 139.807.800 Rp 281.797.500
PENDAPATAN LAIN – LAIN Pendapatan Jasa Giro Pendapatan Lain – lain Jumlah LABA SEBELUM PAJAK
Rp 1.472.500 Rp 6.853.500 Rp 8.326.000 Rp 413.743.000
Rp 1.472.500
Rp Rp 6.853.500 Rp 6.853.500 Rp 499.283.000
Sumber : data diolah
4.2.2.
Perbandingan Penggunaan Tarif Final (PP No 51 tahun 2008) Dengan Menggunakan Tarif Pasal 17 ( UU PPh No 79 tahun 1999)
Menggunakan Tarif PPh Final Untuk tarif PPh final 2 % dari pendapatan jasa karena memiliki kualifikasi usaha kecil: 2% X Rp 5.462.750.000,- = Rp 109.255.000...(lihat Tabel 4.1)
Menggunakan Tarif pasal 17 dan pasal 31 E Peredaran bruto sebagaimana yang dimaksud adalah merupakan total atau jumlah penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan usaha sebelum dikurangi biaya. Jika peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000,-
sampai
dengan
Rp
50.000.000.000,-
maka
perhitungan PPh tertang yaitu sebagai berikut : a. PPh terutang = 50% X 25% X Penghasilan Kena Pajak dari
62
bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas b. PPh terutang = 25% X Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas Rp 4.800.000.00,-XLaba Fiskal Peredaran Bruto
= PKP yang punya fasilitas
Rp 4.800.000.000X Rp 499.283.000= Rp 438.709.148 Rp 5.462.750.000 a. 50% X25%X Rp 438.709.148 = Rp 54.838.643 b. 25%X Rp 438.709.148 – Rp 54.838.643
= Rp 191.935.252
Jadi PPh terutang pasal 25 CV. Megah Jaya jika menggunakan tarif pasal 17 dan pasal 31 E Rp 54.838.643
+ Rp 191.935.252
= Rp 246.773.895
Dengan menggunakan pph final 2% hasilnya adalah Rp 109.255.000 Selisih pajak bila menggunakan perhitungan pph final dengan tarif pasal 17 dan pasal 31 E Rp 137.518.895 karena itu CV. Megah Jaya menggunakan tarif berdasarkan PP No 51 tahun 2008. Pada saat pelaporan SPT 2012 CV. Megah Jaya melaporkan kewajiban pph pasal 25 dilaporkan nihil. Karena CV. Megah Jaya Gresik telah membayar pph pasl 4 ayat 2 bersifat final.
63
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1.
Kesimpulan Dari uraian – uraian pada bab – bab sebelumnya maka dapat ditarik
kesimpulan lebih lanjut dari permasalahan yang telah dikemukakan yaitu sebagai berikut : 1. Penerapan PPh Final atas jasa konstruksi pada CV. Megah Jaya Gresik sudah sesuai dengan peraturan pemerintah nomor 51 tahun 2008 tentang pembayaran pajak penghasilan atas penghasilan jasa konstruksi. 2. CV. Megah Jaya Gresik ternyata dengan menggunakan tarif PPh Final lebih efisien dibandingkan dengan tarif pasal 17. Bisa dilihat pajak yang dibayarkan jika menggunakan PPh Final adalah Rp 109.255.000,sedangkan tarif yang digunakan pada pasal 17 dan 31 E jumlah pajak yang
harus
dibayarkan
adalah
Rp
246.773.895,-
lebih
besar
dibandingkan dengan menggunakan tarif PPh Final . Pengaruh penerapan PPh Final atas laba rugi pada CV. Megah Jaya Gresik tidak terlalu berpengaruh secara signifikan karena pendapatan perusahaan yang besar sehingga pembayaran pajak penghasilan sudah sesuai dengan penerapan PPh Final.
64
5.2. Saran 1. Semoga kedepannya CV. Megah Jaya Gresik selalu menerapkan pajak sesuai dengan peraturan pemerintah yang berlaku pada saat itu sehingga mengurangi kesalahan dalam pembayaran pajak penghasilan. 2. Dengan menggunakan tarif PPh Final lebih efisien dibandingkan dengan menggunakan tarif pasal 17 bisa dilihat dari pajak yang dibayarkan jika menggunakan PPh Final adalah Rp 109.255.000,- sedangkan tarif yang digunakan pada pasal 17 jumlah pajak yang harus dibayarkan adalah Rp 246.773.895.- lebih besar dibandingkan dengan menggunakan tarif PPh Final daripada menggunakan tarif pasal 17. Diharapkan selisih pambayaran pajak bisa dialihkan untuk kesejahteraan karyawannya.