1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bahasa merupakan alat komunikasi. Bahasa jurnalistik atau biasa disebut dengan bahasa pers, merupakan salah satu ragam bahasa kreatif bahasa Indonesia di samping terdapat juga ragam bahasa akademik (ilmiah), ragam bahasa usaha (bisnis), ragam bahasa filosofik, dan ragam bahasa literer (sastra (Sudaryanto, 2000:125). Dengan demikian,
ragam bahasa jurnalistik memiliki kaidah-
kaidah tersendiri yang dapat membedakannya dengan ragam bahasa yang lain. Bahasa jurnalistik merupakan bahasa yang digunakan oleh wartawan (jurnalis) dalam menulis karya-karya jurnalistik di media massa (Anwar, 2001:75). Dengan demikian, bahasa Indonesia pada karya-karya jurnalistiklah yang bisa dikategorikan sebagai bahasa jurnalistik atau bahasa pers. Menurut pakar komunikasi, Muhamad (2001:70), bahasa jurnalistik sewajarnya didasarkan atas kesadaran terbatasnya ruangan dan waktu. Salah satu sifat dasar jurnalisme menghendaki kemampuan komunikasi cepat dalam ruangan serta waktu yang relatif terbatas. Bahasa jurnalistik digunakan untuk menyampaikan karya jurnalistik melalui media massa, baik tertulis maupun lisan. Karya jurnalistik itu,
2
selain berita, features, tajuk, dan opini juga ada foto. Sebuah foto biasanya dilengkapi dengan keterangan yang disebut keterangan foto. Pentingnya keterangan foto itu memberikan gambaran adanya keterkaitan dengan foto. Keakuratan dan detail foto bisa dilengkapi oleh keterangan foto. ”Meskipun foto itu bisa dikatakan bercerita lebih dari seribu kata, makna yang terkandung bisa tidak dapat ditangkap publik kalau penulisan keterangan fotonya tidak jelas,” tulis Rasdian A Vadin (2004), Redaktur Foto Harian Jurnal Nasional. Keterangan foto, merupakan sebuah wacana. Cara yang ditempuh dalam pembentukan sebuah wacana adalah sebuah proses yang disebut konstruksi realitas atau construction of reality. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya (Hamad dalam http://ibnuamad.wordpress.com), proses konstruksi realitas oleh pelaku dalam media massa dimulai dengan adanya realitas pertama berupa keadaan, benda, pikiran, orang, peristiwa, dan sebagainya. Untuk melakukan konstruksi realitas, pelaku konstruksi memakai suatu strategi tertentu. Tidak terlepas dari pengaruh eksternal dan internal, strategi konstruksi ini mencakup pilihan bahasa mulai dari kata hingga paragraf, pilihan fakta yang akan dimasukkan/dikeluarkan dari wacana yang populer disebut strategi framming, dan pilihan teknik menampilkan wacana di depan publik atau strategi priming. Selanjutnya, hasil dari proses ini adalah wacana (discourse) atau realitas yang dikonstruksikan berupa tulisan (text), ucapan (talk), tindakan
3
(act) atau peninggalan (artifact). Oleh karena discourse yang terbentuk ini telah dipengaruhi oleh berbagai faktor, kita dapat mengatakan bahwa di balik wacana itu terdapat makna dan citra yang diinginkan. Keterangan foto, merupakan salah satu wacana di media massa. Untuk menganalisis keterangan foto dapat dilakukan dengan analisis wacana.
Menurut
Hamad
(dalam
htttp://ibnuamad.wordpress.com),
berdasarkan penggunaan metode, analisis wacana dapat dilakukan dengan dua cara. Pertama, analisis sintagmantis yang menganalisis wacana dengan metode kebahasaan (syntaxis approach) di mana peneliti mengeksplorasi kalimat demi kalimat untuk menarik kesimpulan; dan analisis wacana paradigmatik yang menganalisis wacana dengan memperhatikan tanda-tanda (sign) tertentu dalam sebuah wacana untuk menemukan makna keseluruhan. Beberapa penelitian sebelumnya terkait analisis wacana telah dilakukan. Diantaranya Darwin Effendi dalam tesisnya berjudul ”Kohesi dan Koherensi dalam Wacana Opini Koran Sumatera Ekspres dan Sriwijaya
Post”.
Dalam
penelitiannya,
mahasiswa
Pascasarjana
Universitas PGRI Palembang ini mendeskripsikan kekohesifan wacana opini Koran Sumatera Ekspres dan Sriwijaya Post serta kekoherensian (hubungan semantis antarkalimat/ antarparagraf) wacana opini Koran Sumatera Ekspres dan Sriwijaya Post. Begitu juga Rosmaini dari Universitas Pendidikan Indonesia meneliti ”Analisis Semantik Ragam Bahasa Politik dalam Media Cetak”.
4
Dalam tesisnya, Rosmaini melakukan penelitian pada media cetak khusus mengenai semantik. Untuk menganalisis permasalahan tersebut diambil 51 data ragam bahasa politik dari surat kabar. Kompas dan Republika. Metode yang digunakan dalam menganalisis masalah tersebut, yaitu dengan menelaah makna kata dan kalimat yang dikumpulkan
dengan
bantuan
beberapa
kamus
menentukan
ciri
semantiknya, dan menginterprestasikan makna berdasarlan konteks kalimatnya. Berbeda dengan dua penelitian sebelumnya, peneliti meneliti bahasa dalam keterangan foto khususnya pada tataran analisis sintagmantis. Sebelumnya, peneliti juga telah melakukan observasi pada beberapa
media
yang
terbit
dan
beredar
di
Palembang.
Juga
mewawancarai beberapa redaktur foto senior. Hasilnya menunjukkan bahwa penggunaan bahasa dalam penulisan keterangan foto masih sering tidak mematuhi kaidah dan etika bahasa jurnalistik. Eddy Hasbi, redaktur foto Harian Kompas menyatakan bahwa penulisan
keterangan foto
itu harus dapat membantu
pembaca
memahami foto yang disiarkan. ”Terlalu detail tidak baik karena bisa ’bertabrakan’ dengan isi berita. Sementara jika terlalu minim juga tidak baik karena dapat mempersulit pembaca memahami foto tersebut,” ujarnya.
5
Jeri Adiguna, redaktur foto Jakarta Post juga menyatakan hal yang sama. Ketua Perhipunan Pewarta Foto Indonesia (PPFI) ini menegaskan bahwa penulisan keterangan foto membutuhkan keahlian tersendiri. ”Seorang fotografer, tidak hanya harus ahli memotret. Tetapi juga harus piawai menulis keterangan foto. Terutama untuk foto jurnalistik,” jelasnya. Analisis sintagmatis dipilih karena analisis ini lebih mengarah pada unsur bahasa dari sebuah wacana, yakni membaca atau menafsirkan makna intrinsik dan ekstrinsik kalimat demi kalimat sebuah naskah dengan memperhatikan hubungan antar bagian dalam kalimat, paragraf, bait, frase, baik yang bersifat menghubungkan (conjuntion), berlawanan (oppositional) dan seterusnya. Analisisnya bersifat in situ dalam sebuah wacana. Tujuannya adalah menangkap ide besar yang dikandung naskah tersebut. Keterangan foto, dimuat di media massa. Media massa harian yang terbit di Palembang dan beredar di wilayah Sumatera Selatan saat ini ada sebelas. Yakni koran Sumatera Ekspres, Sriwijaya Post, Berita Pagi, Seputar Indonesia, Radar Palembang, Palembang Pos, Suara Nusantara,
Sumsel Post, Sentral Pos, Palembang Ekspres, dan
Palembang Today. Penulis memilih Sumatera Ekspres dan Sriwijaya Post
karena
kedua koran tersebut merupakan koran yang memiliki oplah cukup besar di Sumsel. Menurut Pimpinan Redaksi Sumatera Ekspres, H. Mahmud,
6
oplahnya saat ini mencapai 70.000 eksemplar per hari. Selain itu, media ini juga merupakan anak perusahaan Jawa Pos Grup yang berdasarkan data terakhir merupakan grup media dengan anak perusahaan terbesar di Indonesia. Sehingga diyakini memiliki pembaca yang signifikan dan dengan demikian memiliki pengaruh cukup besar terhadap masyarakat. Sementara, Sriwijaya Post menurut Redaktur Pelaksananya, Wenny Ramdiastuti, saat ini memiliki oplah mencapai 50.000 eksemplar per hari . Koran ini merupakan grup dari Kompas-Gramedia. Sehingga koran ini pun diyakini memiliki pembaca yang signifikan dan dengan demikian juga memiliki pengaruh cukup besar terhadap masyarakat. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti berminat untuk mengadakan penelitian dengan judul “Analisis Sintagmatis Keterangan Foto Utama di
Koran Sumatera Ekspres dan Sriwijaya Post Periode
Januari 2011”.
1.2 Masalah Permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini, bagaimanakah sintagmatis keterangan foto utama di Koran Sumatera Ekspres dan Sriwijaya Post periode Januari 2011?
1.3 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan bermanfaat sebagai berikut.
7
1) Memberikan informasi tentang analisis sintagmantis pada keterangan foto
yang
dihasilkan
kepada
media
massa,
pembinaan
dan
pengembangan bahasa Indonesia. 2) Bagi peneliti, memperkuat teori-teori sintagmantis dalam sebuah wacana dan bagi peneliti lanjutan sebagai landasan dalam analisis wacana dalam bentuk lainnya, yakni paradigmatik.