BAB I PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG PENELITIAN Gangguan jiwa adalah suatu sindrom atau pola psikologis atau perilaku yang penting secara klinis yang terjadi pada seseorang dan dikaitkan dengan adanya distress atau disabilitas atau disertai peningkatan resiko kematian yang menyakitkan,
nyeri,
disabilitas,
atau
sangat
kehilangan
kebebasan (American Psychiatric Association, 1994). Salah satu penyakit dari gangguan kejiwaan ini adalah skizofrenia. Skizofrenia adalah suatu penyakit yang mempengaruhi otak dan menyebabkan timbulnya pikiran, persepsi, emosi gerakan, dan perilaku yang aneh dan terganggu. Skizofrenia tidak dapat didefinisikan sebagai penyakit tersendiri melainkan diduga sebagai suatu sindrom atau proses penyakit yang mencakup banyak jenis dan berbagai gejala (Videback, 2008). Berdasarkan data dari American Psychiatric Association (APA) pada tahun 1995 menjelaskan bahwa di Amerika Serikat angka pasien skizofrenia cukup tinggi (lifetime prevalence rates) mencapai 1/1000 penduduk. Setiap tahun terdapat 300.000 pasien skizofrenia mengalami episode akut dengan prevalensi skizofrenia lebih tinggi dari penyakit Alzheimer, multiper skelosis, pasien diabetes yang memakai insulin, dan
1
2 penyakit otot (muscular dystrophy). 20 % - 50 % pasien skizofrenia melakukan percobaan bunuh diri dan 10 % diantaranya berhasil (mati bunuh diri). Selain itu angka kematian pasien skizofrenia 8 kali lebih tinggi dari angka kematian penduduk pada umumnya (Yosep. 2010). Di Indonesia sekitar 1 % - 2 % dari total jumlah penduduk dmana 99 % pasien RS jiwa adalah penderita skizofrenia (Setiadi, 2006). Pengobatan yang dilakukan pada pasien skizofrenia adalah dengan cara penggunaan obat-obatan psikotropika. Psikotropika adalah obat yang mempengaruhi fungsi perilaku, emosi dan pikiran yang biasa digunakan dalam bidang psikiatri atau
ilmu
kedokteran
jiwa
(FKUI,
2007).
Berdasarkan
penggunaan klinik psikotropik dibedakan menjadi 4 golongan yaitu antipsikosis (major tranquilizer, neuroleptik), antiansietas (minor tranquilizer), antidepresi, antimania (mood stabilizer). Beberapa pengunaan obat obatan ini mempunyai efek samping tersendiri dimulai dari yang ringan sampai ganggguan gerakan permanen. Efek samping dari penggunaan obat obatan psikotropika adalah
terjadinya penurunan dan
gangguan fungsi seksual dari pasien baik laki-laki maupun perempuan yaitu pada penggunaan klorpromazin (CPZ) yang mengakibatkan amenorea dan penurunan libido pada laki-laki.
3 Gejala
yang
tampak
dari
penderita
skizofrenia
mengakibatkan terjadinya penurunan pada beberapa fungsi baik dalam lingkungan maupun dirinya sendiri. Gejala-gejala yang tampak pada klien skizofrenia ini dapat menimbulkan ketidakberdayaan
berat
dalam
kemampuan
berpikir,
memecahkan masalah, afek terganggu dan tentunya relasi sosial pasien pun terganggu. Salah satu dari akibat gejala tersebut yaitu produktivitas yang terganggu. Namun sebagai manusia yang mempunyai kebutuhan biologis kebutuhan seksual merupakan sesuatu hal yang harus diperhatikan karena tidak terlepas dari kehidupan seseorang
tetapi
pemenuhannya bisa disalurkan melalui cara yang berbeda beda sesuai dengan keinginan individu termasuk pada pasien skizofrenia (Ratnaningsih, dkk 2010) dan juga pada pasangan hidupnya yaitu suami atau istri. Seks juga sangat penting dalam kehidupan rumah tangga bahkan untuk rumah tangga yang
didalamnya
ada
penderita
skizofrenia.
Hal
ini
diungkapkan oleh Abdurrahman (2011) bahwa kehidupan seks adalah satu bagian penting dalam kehidupan kita, meskipun seks bukanlah satu-satunya sisi dalam kehidupan yang kita jalani Menurut Sunaryo (2004), salah satu faktor yang mendorong manusia berperilaku menurut Freud adalah energi
4 psikis berupa libido seksual. Libido seksual inilah yang dibutuhkan individu dalam melaksanakan relasi atau hubungan seksual. Relasi seksual secara normal adalah mekanisme manusia yang vital untuk meneruskan keturunan dan menjaga agar manusia tidak punah. Pada relasi seksual yang normal kedua belah pihak yaitu laki laki dan perempuan menghayati bentuk kenikmatan dan puncak kenikmatan seksual (orgasme). Dalam melaksanakan tujuan pemenuhan kebutuhan seksual
terutama
pencapaian
kenikmatan
seksual
atau
orgasme tersebut, individu baik wanita maupun pria melakukan suatu tindakan yang bisa membuat tercapainya orgasme yaitu dengan
cara
masturbasi.
melakukan Coitus
hubungan
adalah
seks
bersenggama,
(Coitus)
dan
bersetubuh,
masuknya penis pria dalam vagina wanita. Sedangkan masturbasi dalam kerangka berfikir secara umum adalah suatu pemenuhan kebutuhan seks yang diakhiri dengan suatu kepuasaan tersendiri yang dirasakan oleh individu yang melakukannya. Stimulasi terhadap alat kelamin yang dilakukan secara manual atau menggunakan suatu objek yang bertujuan untuk mencapai kenikmatan seksual (Meeks, dkk 1982). Pemenuhan kebutuhan seksual merupakan salah satu permasalahan yang cukup penting dalam kehidupan keluarga khususnya pasangan hidup dari pasien skizofrenia yang sering
5 sekali pemenuhan kebutuhan ini tidak tercapai. Pada saat pemenuhan kebutuhan seksual tersebut tidak tercapai, akan terjadi beberapa hal yang ditunjukan oleh individu yang melakukan hal tersebut dengan disertai akibat yang akan ditimbulkan, misalnya pasangan akan marah, sedih, dan kecewa sehingga melakukan pemuasan seksual secara individual (masturbasi) dan lain lain. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Rumah Sakit Jiwa daerah Dr. Amino Gondohutomo selama 3 minggu pada bulan Juni 2012, diperoleh data awal dari 5 informan yaitu 3 wanita (istri dari pasien skizofrenia) dan 2 pria (suami dari pasien skizofrenia) yang dilakukan dengan cara wawancara mendalam (in depth interview). Dalam wawancara mendalam ini penulis mempertanyakan beberapa hal yang menyangkut dengan kondisi hubungan seksual pasangan hidup dari pasien skizofrenia yaitu mencakup frekuensi, tingkat kepuasan, lamanya waktu yang dibutuhkan dan gambaran keadaan alat kelamin dari pasangan hidup pasien skizofrenia saat menjalani rawat jalan. Jumlah frekuensi hubungan seks yang didapatkan pasangan hidup pasien skizofrenia (informan) rata rata adalah 1 minggu 1 kali yang terjadi setelah suami/istri mengalami gangguan kejiwaan. Tingkat kepuasaan yang didapatkan yaitu
6 sangat puas walaupun dengan frekuensi hubungan seks yang hanya 1 minggu 1 kali serta situasi pencapaian orgasme yang bervariasi. Bervariasi yang dimaksudkan adalah orgasme tersebut tercapai bukan hanya pada kondisi penetrasi yang lama maupun cepat tapi situasi ini bisa tercapai hanya dengan melakukan
oral
seks
atau
hanya
dengan
foreplay
(pemanasan). Waktu yang dibutuhkan saat berhubungan seks juga bervariasi antara 10 – 30 menit berhubungan seks tergantung kondisi fisik dari informan maupun pasangan hidupnya (dalam hal ini pasien skizofrenia). Waktu tersebut belum termasuk dengan proses foreplay (pemanasan sebelum melakukan hubungan seks) yang menurut para informan tidak terlalu lama hanya membutuhkan waktu 5 – 10 menit. Para informan juga memberikan
sedikit
gambaran
tentang
alat
kelamin
pasangannya sebelum, saat, dan setelah berhubungan seks (terjadinya penetrasi penis ke vagina). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik untuk meneliti tentang tinjauan pemenuhan kebutuhan seksual pasangan hidup pasien skizofrenia di Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo, Semarang.
7 1.2 RUMUSAN MASALAH Bagaimana cara pasangan hidup pasien rawat jalan skizofrenia
RSJD
Dr.
Amino
Gondohutomo,
Semarang
melaksanakan pemenuhan kebutuhan seksualnya ? 1.3 FOKUS PENELITIAN Berdasarkan latar belakang diatas maka, dapat dilihat fokus masalah yaitu penulis ingin mengetahui bagaimana pemenuhan kebutuhan seksual pasangan hidup pasien rawat jalan skizofrenia Rumah Sakit Jiwa Daerah Dr. Amino Gondohutomo Semarang ? 1.4 TUJUAN 1.4.1
TUJUAN UMUM Mengetahui bagaimana pemenuhan kebutuhan seksual pasangan hidup pasien rawat jalan skizofrenia
1.4.2
TUJUAN KHUSUS 1. Mengetahui frekuensi hubungan
seks setelah
pasangan mengalami skizofrenia 2. Mengetahui tingkat kepuasan setelah melakukan hubungan seks 3. Mengetahui
waktu
yang
dibutuhkan
berhubungan seks 4. Mengetahui keadaan alat kelamin pasangan
saat
8 5. Mengetahui perilaku yang ditunjukan partisipan dalam hubungan seks 1.5 MANFAAT 1. Bagi Rumah Sakit : memberikan gambaran tentang pemenuhan kebutuhan seksual pasangan hidup pasien skizofrenia sehingga memudahkan rumah sakit untuk membantu dalam memberikan saran atau pendapat bagi pasangan hidup pasien skizofrenia dalam hal pemenuhan kebutuhan seksual. 2. Bagi Institusi Pendidikan Keperawatan : Sebagai bahan pengembangan ilmu pengetahuan dan referensi yang berguna dalam keperawatan jiwa menyangkut dengan pemenuhan kebutuhan seksual pasangan hidup pasien skizofrenia 3. Bagi Partisipan : sebagai pengetahuan untuk memberikan gambaran secara mendalam tentang masalah pemenuhan kebutuhan pasangan hidup pasien skizofrenia. 4. Bagi Peneliti : Memberikan wawasan baru dalam melihat maupun
berinteraksi
dengan
masalah
seksualitas
pasangan hidup pasien skizofrenia secara holistik.