BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Menyembelih kurban, adalah suatu aktivitas
yang
pertama
kali
dilakukan oleh kedua orang anak Nabi Adam, yaitu Qabil dan Habil atas perintah Nabi Adam A.S. Sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an :
ﺤ ﱢﻖ ِﺇ ﹾﺫ ﹶﻗ ﱠﺮﺑَﺎ ﹸﻗ ْﺮﺑَﺎﻧًﺎ ﹶﻓﺘُﻘﹸﺒﱢ ﹶﻞ ِﻣ ْﻦ ﹶﺃ َﺣ ِﺪ ِﻫﻤَﺎ َﻭﹶﻟ ْﻢ َﻳَﺘ ﹶﻘﱠﺒ ﹾﻞ َ ﻭَﺍْﺗ ﹸﻞ َﻋﹶﻠْﻴ ِﻬ ْﻢ َﻧَﺒﺄﹶﺍْﺑَﻨ ْﻰ ﹶﺃ َﺩ َﻡ ﺑِﺎﹾﻟ (٢٧ : ِﻣ َﻦ ﹾﺍ َﻷ َﺧ َﺮ )ﺍﳌﺎ ﺋﺪﻩ Artinya : “Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan kurban, maka diterima dari salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil)” (Q.S. Al-Maidah : 27).1 Tuhan memerintahkan kepada Nabi Adam melalui wahyu agar ia mengawinkan Qabil dengan saudara kembar Habil dan mengawinkan Habil dengan saudara kembar Qabil. Namun Qabil tidak menyetujui hal ini, ia tidak mau kawin dengan saudara kembar Habil. Ia ingin kawin dengan saudaranya sendiri, karena saudara kembarnya lebih cantik dari saudara kembar Habil. Oleh karena itu Nabi Adam menyuruh kedua anaknya, agar masing-masing melaksanakan kurban, dan Nabi Adam berkata: Bahwa
1
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan terjemahnya, Semarang : Toha Putra, 1996,
hlm. 89
1
2 diantara keduanya yang diterima kurbannya itulah yang menjadi suami bagi saudara kembar Qabil yang cantik jelita itu.2 Ibadah kurban juga disyari’atkan kepada Nabi Ibrahim yaitu melalui mimpi pada malam kedelapan bulan Dzulhijjah, bahwa ia diperintahkan untuk menyembelih anaknya, Ismail. Maka pada pagi harinya Ibrahim berpikir, apakah mimpi itu dari Allah atau dari syaitan. Karena ragu tentang kebenaran mimpinya maka Ibrahim tidak melaksanakannya hari itu. Pada malam kesembilan Nabi Ibrahim bermimpi lagi. Dengan demikian mengertilah Ibrahim, bahwa mimpinya itu dari Allah. Kemudian pada malam kesepuluh Ibrahim bermimpi lagi. Maka pada waktu dluha hari yang kesepuluh itu, Ibrahim melaksanakan perintah untuk menyembelih Ismail. Maka ketika akan menyembelih Ismail datanglah malaikat Jibril membawa seekor kambing untuk diganti dengan Ismail yang akan dijadikan kurban oleh Nabi Ibrahim.3 Sebagaimana diterangkan dalam Al-Qur’an:
(١٠٧ : َﻭﹶﻓ َﺪْﻳَﻨــ ُﻪ ِﺑ ِﺬْﺑ ٍﺢ َﻋ ِﻈْﻴ ٍﻢ )ﺍﻟﺼﺎﻓﺎﺕ Artinya : “Dan kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar” (Q.S. Ash-Syafaat : 107).4 Kurban yang disyari’atkan kepada umat Nabi Muhammad SAW ini, untuk mengingatkan kembali ni’mat Allah kepada Nabi Ibrahim A.S. karena
2
Prof.Dr.T.M.Hasbi Ash Shiddieqy, Tuntunan Kurban, Jakarta : PT. Bulan Bintang, 1984, Cet. IV, hlm. 1 3
Ibid, hlm. 3
4
Departemen Agama RI, op.cit, hlm. 359
3 taat dan patuhnya kepada Allah S.W.T. dan untuk bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah.5 Sebelum membahas lebih jauh tentang kurban sebaiknya kita singgung sedikit apa pengertian kurban itu, karena kurban yang penulis maksud adalah bukan kurban dalam arti luas, namun kurban yang dilakukan pada waktu hari raya Idul Adha dan hari Tasyriq. Arti kurban (bahasa arabnya udhiyyah) ialah yang disembelih pada hari raya kurban (Idul Adha). Dalam ilmu fiqih berarti penyembelihan hewan tertentu dengan niat mendekatkan diri kepada Allah S.W.T. (qurban) pada hari raya haji (Idul Adha) dan atau hari Tasyriq (tanggal 11, 12, dan 13 Dzulhijjah).6 Jadi diperintahkannya kurban adalah untuk mendekatkan diri kepada Allah S.W.T. dan merupakan ibadah yang sangat dianjurkan. Mengenai diperintahkannya kurban ini adalah sebagaimana firman Allah S.W.T. dalam Al-Qur’an :
(٣-١:)ﺍﻟﻜﻮﺛﺮ
ﻚ ُﻫ َﻮ ﹾﺍ َﻷْﺑَﺘ ْﺮ َ ِﺇ ﱠﻥ َﺷﺎِﻧﹶﺌ.ﺤ ْﺮ َ ﻚ َﻭﺍْﻧ َ ﺼ ﱢﻞ ِﻟ َﺮﱢﺑ َ ﹶﻓ.ِﺇﱠﻧﺂ ﹶﺃ ْﻋ ﹶﻄْﻴَﻨﺎ َﻙ ﺍﹾﻟ ﹶﻜ ْﻮﹶﺛ َﺮ
Artinya : ”Sesungguhnya kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak, maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu, dan berkurbanlah, sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus” (Q.S. Al-Kautsar : 1-3).7
5
Drs. H. Moh. Rifa’i, Fiqih Islam Lengkap, Semarang : Toha Putra, 1989, hlm. 445
6
Dahlan Abdul Azia, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid III, Jakarta : PT. Ichtiar Baru Van Hoeve, 1997, hlm. 994 7
Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 484
4 Hukum kurban adalah sunah muakkad yang dilakukaan setiap kaum muslimin yang mampu malakukannya.8 Orang yang berkemampuan, tetapi tidak mau berkurban, maka sangat dibenci Rasulullah SAW. Sebagaimana sabdanya:
ﻀ ْﺢ َ َﻭﹶﻟ ْﻢ َﻳ، َﻣ ْﻦ ﹶﻛﺎ ﹶﻥ ﹶﻟ ُﻪ َﺳ َﻌ ﹰﺔ: ﻗﺎﻝ.ﻡ.ﷲ ﺹ ِ ﹶﺃ ﱠﻥ َﺭ ُﺳ ْﻮ ﹶﻝ ﺍ: َﻋ ْﻦ ﹶﺃِﺑﻰ ُﻫ َﺮْﻳ َﺮ ﹶﺓ (ﻼَﻧﺎ )ﺭﻭﺍﻩ ﺃﲪﺪ ﻭﺇﺑﻦ ﻣﺎﺟﻪ ﺼﱠ َ ﻼ َﻳ ﹾﻘ َﺮَﺑ ﱠﻦ ُﻣ ﹶﻓ ﹶ 9
Artinya : ”Hadits dari Abi Hurairah, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: barang siapa yang mempunyai kecukupan dan ia tidak berkurban, maka janganlah dekat-dekat ditempat shalatku” (H.R. Ahmad dan Ibnu Majah). Para ulama sepakat bahwa yang dapat dijadikan binatang kurban ialah binatang yang termasuk “Bahimatul An’am” yaitu unta, sapi, kambing, dan domba.10 Sebagaimana firman Allah SWT:
ﷲ َﻋﹶﻠﻰ َﻣﺎ َﺭ َﺯﹶﻗ ُﻬ ْﻢ ِﻣ ْﻦ َﺑ ِﻬْﻴ َﻤ ِﺔ ﹾﺍ َﻷْﻧ َﻌﺎ ِﻡ ِ ﺴ ﹰﻜﺎ ِﻟَﻴ ﹾﺬ ﹸﻛ ُﺮﻭﺍ ﺍ ْﺳ َﻢ ﺍ َ َﻭِﻟ ﹸﻜ ﱢﻞ ﹸﺍ ﱠﻣ ٍﺔ َﺟ َﻌ ﹾﻠَﻨﺎ َﻣْﻨ (٣٤:)ﺍﳊﺞ
Artinya : ”Bagi tiap-tiap umat telah kami syari’atkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah dirizqikan Allah kepada mereka” (Q.S. Al-Hajj: 34).11
8
Abu Bakar Jabir El Jairi, Minhajul Muslimin, Terj. Prof. Dr. Rohmat Djatmiko, Pola Hidup Muslim, Thaharah, Ibadah, dan Akhlak, Bandung : Remaja Rosda Karya, 1997, hlm. 323 9
Ibnu Majah, Sunan Ibnu Majah, Juz II, Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 1044
10
Prof. Dr. Zakiah Darojat, Ilmu Fiqih, Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Wakaf, 1995,
11
Departemen Agama RI, op.cit., hlm. 268
hlm. 430
5 Para ulama ahli fiqih sepakat bahwa seekor biri-biri atau kambing dijadikan kurban untuk satu orang, dan seekor sapi atau unta boleh untuk berkurban tujuh orang.12 Sebagaimana sabda Nabi SAW:
.ﻡ.ﷲ ﺹ ِ ﺤ ْﺮَﻧﺎ َﻣ َﻊ َﺭ ُﺳ ْﻮ ِﻝ ﺍ َ َﻧ: ﷲ َﻋْﻨ ُﻬ َﻤﺎ ﻗﺎﻝ ُ ﺿ َﻰ ﺍ ِ ﷲ َﺭ ِ َﻋ ْﻦ َﺟﺎِﺑ ِﺮ ْﺑ ِﻦ َﻋْﺒ ُﺪ ﺍ 13 (ﺤ َﺪْﻳِﺒﱠﻴ ِﺔ ﺍﻟَﺒ َﺪَﻧ ﹶﺔ َﻋ ْﻦ َﺳْﺒ َﻌ ٍﺔ َﻭﺍﹾﻟَﺒ ﹶﻘ َﺮ ﹶﺓ َﻋ ْﻦ َﺳَﺒ َﻌ ٍﺔ )ﺭﻭﺍﻩ ﺍﻟﺘﺮﻣﺬﻯ ُ ِﺑﺎﹾﻟ Artinya : ”Dari Jabir Putra Abdullah r.a. ia berkata : pada tahun Hudaibiyah aku berhari raya kurban dengan Rasulullah SAW., menyembelih kurban seekor unta untuk tujuh orang, dan sapi juga untuk tujuh orang” (H.R. Tirmidzi). Imam Al-Syafi’i dalam kitabnya al-Umm mengatakan bahwa : apabila tidak diperoleh unta atau sapi, maka adalah yang sama dengan unta atau sapi itu, yaitu tujuh ekor kambing. Karena diqiaskan kepada hadits diatas.14 Sedangkan Imam Nawawi dalam kitabnya Al-Majmu’ Syarah alMuhadzab mengatakan bahwa seekor kambing hanya cukup untuk berkurban satu orang, akan tetapi boleh juga seekor kambing untuk berkurban satu orang beserta ahli baitnya, tetapi itu hanya sebatas untuk syiar atas kesunatan hukum kurban.15 Beliau juga mengatakan bahwa dibolehkan berserikat (gabungan) tujuh orang di dalam seekor unta atau sapi untuk berkurban, mereka itu satu keluarga atau berlainan keluarga atau sebagian dari mereka hanya menginginkan dagingnya saja.16
12
Wahbah Al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islam wa ‘Adillatuhu, Juz III, Damsik : Dar Al-Fikr, 1984, hlm. 616 13
Abi ‘Isa Muhammad Ibnu ‘Isa, Sunan Tirmidzi, Juz III, Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 167
14
Al-Syafi’i,Al-Umm, Juz II, Bairut Libanon : Dar al-Kutub al-‘Ilmiah, t.th, hlm. 347
15
Al-Nawawi, Al-Majmu’, Juz VIII, Dar al-Fikr, t.th, hlm. 397
16
Ibid, hlm. 398
6 Dengan demikian dapat dikatakan bahwa menurut Jumhur ulama: seekor kambing hanya dapat dipergunakan untuk satu orang saja. Akan tetapi dalam hal ini ada seorang ulama yang sangat terkenal yaitu Ibn Hazm yang berpendapat beda dengan ulama-ulama lain, dimana beliau mengatakan:
ﳉ َﻤﺎ َﻋ ﹲﺔ ِﻣ ْﻦ ﹶﺃ ْﻫ ِﻞ ﺖﺍﹶ ْ ﻯ َﺷْﻴ ﹲﺊ ﹶﻛﺎَﻧ ْ ﺤﱠﻴ ِﺔ ﺍﹾﻟ َﻮﺍ ِﺣ َﺪ ِﺓ ﹶﺍ ِﺿ ْ ﺸَﺘ َﺮ َﻙ ِﻓ ْﻰ ﹶﺍ ُﻷ ْ َﻭ َﺟﺎِﺋ ٌﺰ ﹶﺃ ﹾﻥ َﻳ ﺤ َﻲ ﺍﹾﻟﻮَﺍ ِﺣﺪُ ِﺑ َﻌ َﺪ ِﺩ ِﻣ َﻦ ﹾﺍ َﻷﺿَﺎ ِﺣ ْﻲ ِﻀ ْ ُﺖ َﻭ ﹶﻏْﻴ ِﺮ ِﻫ ْﻢ َﻭﺟَﺎِﺋ ٌﺰ ﹶﺃ ﹾﻥ ﻳ ِ ﺍﹾﻟَﺒْﻴ Artinya : ”Dan dibolehkan berserikat (gabungan) di dalam hewan kurban satu (segala sesuatu yang bisa dijadikan hewan kurban) segolongan jamaah dari ahli bait (satu keluarga) dan selain ahli bait. Dan dibolehkan seorang pengurban mengurbankan beberapa hewan kurban.”17 Menurut pendapat (argumentasi) Ibn Hazm bahwa sesungguhnya kurban adalah perbuatan baik dan perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT. Adapun berserikat (gabungan) di dalam perbuatan baik dan perbuatan untuk mendekatkan diri kepada Allah tidak dilarang oleh nash alQur’an. Dan Perbuatan baik itu akan lebih bagus apabila dikerjakan dengan orang banyak.18 Inilah perbedaan pendapat Ibn Hazm dengan ulama-ulama lain, sehingga penulis tertarik untuk mengkajinya, oleh karena itu penulis bermaksud mengkajinya dalam bentuk skripsi dengan judul: ”ANALISIS
TERHADAP
PENYEMBELIHAN
PENDAPAT
HEWAN
KURBAN
IBN
HAZM
DENGAN
(GABUNGAN) DALAM KITAB AL- MUHALLA”. 17
Ibn Hazm, Al-Muhalla, Juz VII, Dar Al-Fikr, t.th, hlm. 381
18
Ibid
TENTANG
BERSERIKAT
7 B. Pokok Permasalahan Dari uraian latar belakang masalah di atas muncul pokok permasalahan yang akan diungkap dalam penulisan skripsi ini adalah : 1. Bagaimana pendapat Ibn Hazm tentang ketentuan bagian-bagian dari setiap hewan kurban hasil berserikat (gabungan)? 2. Apa yang menjadi dasar pertimbangan hukum Ibn Hazm untuk mendukung pendapatnya itu ? C. Tujuan Penelitian Skripsi Berdasarkan pada masalah yang dibicarakan dalam skripsi ini, maka tujuan yang ingin dicapai melalui penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui dan menganalisis pendapat Ibn Hazm tentang ketentuan bagian-bagian dari setiap hewan kurban hasil berserikat (gabungan). 2. Untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum Ibn Hazm dalam mendukung pendapatnya itu. D. Telaah Pustaka Kajian pendapat Ibnu Hazm sudah banyak dilakukan, terutama dalam bidang fiqh. Karena banyak sekali pendapat Ibn Hazm yang berbeda dengan pendapat jumhur ulama. Namun kajian tentang kurban belum ada yang menelitinya. Maka, disini kami kemukakan penelitian-penelitian terdahulu yang membahas pendapat Ibn Hazm. Kajian terhadap pendapat Ibn Hazm adalah penelitian yang dilakukan oleh Malihul Huda mahasiswa fakultas syari’ah IAIN Walisongo Semarang
8 NIM 2197046 dengan Judul Analisis Pendapat Ibnu Hazm Tentang Hukum Khutbah dalam Shalat Jum’at. Pendapat Ibn Hazm dalam hal khutbah shalat Jum’at merupakan implikasi keyakinannya, bahwa perbuatan Rasul itu dapat dijadikan dasar hukum, akan tetapi perbuatan Rasul itu tidak menunjukan halhal yang fardlu. Khutbah dalam shalat Jum’at yang selalu dilaksanakan oleh Nabi sebelum pelaksanaan shalat Jum’at, menunjukan keseriusan dalam melaksanakan apa yang disebut sunnah. Dalam hal ini Nabi mempunyai perhatian yang sangat besar untuk menyampaikan sunnah itu kepada masyarakat.19 Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan pula oleh Asfiah mahasiswi fakultas syari’ah IAIN Walisongo Semarang NIM 287116 dengan judul Analisa Terhadap Persepsi Ibn Hazm Tentang Puasa Bagi Dhuafa’. Dalam pelelitian ini, Asfiah berusaha menjelaskan pendapat Ibnu Hazm yang membolehkan untuk tidak berpuasa dan tidak wajib qadla bagi dhu’afa, yaitu bagi wanita hamil yang takut akan janin yang dikandungnya, serta wanita yang menyusui takut akan anaknya yang disusuinya karena sedikit air susu apabila ia tetap berpuasa, ataupun orang tua lemah karena ketuaannya.20 Kajian lain terhadap pendapat Ibn Hazm ialah penelitian Umi Khoiriyah mahasiswi fakultas syari’ah IAIN Walisongo Semarang NIM 288053 dengan judul : Studi Analisis Tentang Azl Menurut Persepsi Ibn
19
Malihul Huda, Studi Analisis Pendapat Ibn Hazm Tentang Hukum Khutbah di Dalam shalat Jum’at, Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 2002, hlm. 50 20
Asfiah, Analisis Terhadap Persepsi Ibnu Hazm Tentang Puasa Bagi Dhu’afa, Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 1991, hlm. 55
9 Hazm. Penelitian ini menjelaskan pendapat Ibn Hazm tentang haramnya ‘azl. Istimbath hukum Ibn Hazm dan menganalisisnya.21 Pendapat Ibn Hazm dalam masalah zakat diteliti oleh Jaenuri mahasiswa fakultas syari’ah IAIN Walisongo Semarang NIM 284153 dengan judul Pendapat Ibnu Hazm Tentang Zakat Tijarah. Dalam penelitian tersebut membahas pendapat Ibn Hazm yang dengan tegas menolak adanya kewajiban zakat tijarah (barang dagangan) secara mutlak, baik pedagang itu pedagang rutin yang setiap hari menjual barangnya, maupun pedagang bukan rutin yang menunggu penjualan barangnya sampai harga di pasar naik. Karena menurut Ibn Hazm tidak ada perintah tentang zakat tijarah.22 Disamping penelitian-penelitian di atas ada penelitian yang dilakukan Mantep Miharso mahasiswa fakultas syari’ah IAIN Walisongo Semarang NIM 288079 dengan judul Penolakan Ibn Hazm Terhadap Qiyas Sebagai Dasar Istimbath Hukum. Menurut Ibn Hazm, Allah telah menetapkan bahwa Islam telah sempurna dan semua peristiwa hukum tertuang dalam nash. Beliau juga menolak ‘illat sebagai dasar qiyas. Sebab Allah melakukan sesuatu sematamata karena kehendak-Nya, dan tidak ada otoritas bagi manusia untuk mencari-cari ‘illat kecuali apa yang telah disebutkan oleh nash itu sendiri.23 Berdasarkan uraian di atas maka kajian tentang penyembelihan hewan kurban dengan berserikat (gabungan) belum ada yang menelitinya. Penelitian 21
Umi Khairiyah, Studi Analisis Tentang ‘Azl Menurut Persepsi Ibn Hazm, Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo, Semarang, 1993, hlm. 76 22
Jaenuri, Pendapat Ibn Hazm Tentang Zakat Tijarah, Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 1989, hlm. 86 23
Mantep Miharso, Penolakan Ibnu Hazm Terhadap Qiyas Sebagai Dasar Istinbath Hukum (Studi Analisis), Skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang, 1993, hlm. 93
10 di atas berbeda dengan penelitian yang akan penulis lakukan. Penulis akan mencoba menjelaskan ketentuan tentang penyembelihan hewan kurban dengan berserikat (gabungan) secara keseluruhan, menurut Ibn Hazm, sehingga pelaksanaan ibadah kurban nantinya sesuai dengan syari’at Islam. E. Metode Penelitian Skripsi Dalam penulisan skripsi ini penulis menggunakan suatu metode untuk memperoleh data-data tertentu sebagai suatu cara pendekatan ilmiah agar diperoleh suatu hasil yang valid, sehingga dapat dipertanggungjawabkan atas kebenarannya. Dalam pengumpulan data penulis memakai metode library research yaitu suatu penelitian kepustakaan, kitab-kitab, buku-buku sebagai produk para ulama maupun sarjana yang ada kaitannya dengan pembahasan skripsi ini. Dengan demikian data diperoleh sepenuhnya dari hasil telaah literer, dideskripsikan kemudian dianalisis dengan meliputi sebagai berikut : 1. Sumber Data Karena penulisan ini menggunakan metode library research, maka diambil dari data berbagai sumber tertulis sebagai berikut : a. Sumber data primer : yaitu data yang diperoleh dari data-data sumber primer yaitu sumber asli yang memuat informasi atau data tersebut.24 Adapun sumber primer ini adalah kitab Al Muhalla karya Ibn Hazm.
24
Amrin, Tatang M. Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta : Raja Grafindo Persada, Cet. Ke-3, 1995, hlm. 132
11 b. Sumber data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari sumber yang bukan asli yang memuat informasi atau data tersebut.25 Adapun sumber data sekunder dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut : 1) Kitab Al-Ihkam fi Ushul Al-Ahkam, karangan Ibn Hazm. 2) Kitab Majmu’ Syarah al-Muhadzab, karangan an-Nawawi. 3) Kitab Al-Umm, karangan Al-Syafi’i. 4) Kitab-kitab hadits seperti Shahih Bukhari, Shahih Muslim, Sunan Abu Daud, Sunan Ibn Majah, Sunan Nasa’i dan lain sebagainya. 5) Kitab-kitab atau buku-buku yang membahas tentang kurban dan memiliki keterkaitan dengan pembahasan skripsi ini. 2. Analisis Data Setelah
memperoleh
data,
maka
ditinjak
lanjuti
dengan
penganalisaan data tersebut secara kualitatif dengan menggunakan metode komparatif yaitu metode yang digunakan untuk memperoleh suatu kesimpulan dengan meneliti faktor-faktor tertentu yang berhubungan dengan
situasi
atau
fenomena
yang
dikaji
dan
diselidiki
dan
membandingkannya dengan faktor lain.26 Metode ini penulis gunakan untuk membandingkan pendapat Ibn Hazm dengan pendapat ulama-ulama lain.
hlm. 143
25
Ibid.
26
Prof. Dr. Winarno Surachman, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung : Tarsito, 1990,
12 F. Sistematika Penulisan Skripsi Untuk mempermudah pembahasan dan memperoleh gambaran skripsi ini secara keseluruhan, maka akan penulis sampaikan sistematika penulisan skripsi ini secara global yang sesuai dengan petunjuk penulisan skripsi Fakultas Syari’ah IAIN Walisongo Semarang. Adapun sistematika penulisan skripsi tersebut adalah sebagai berikut : Bab I merupakan pendahuluan yang mengatur format skripsi. Dalam bab ini penulis kemukakan mengenai latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan penulisan skripsi, telaah pustaka, metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi. Pada bab II penyusun gunakan untuk memaparkan tinjauan umum tentang kurban. Bab ini merupakan landasan teori yang digali dari perpustakaan yaitu, memuat tentang pengertian kurban, dasar hukum kurban, sejarah disyari’atkan kurban, syarat-syarat kurban, hukum daging kurban. Selanjutnya pada bab III penyusun memaparkan pendapat Ibn Hazm tentang penyembelihan hewan kurban dengan berserikat (gabungan). Dalam bab ini memuat sekilas tentang biografi Ibn Hazm dan karyanya, istimbath hukum Ibn Hazm dan pendapat Ibn Hazm tentang penyembelihan hewan kurban dengan berserikat (gabungan). Pada bab IV penyusun gunakan untuk menganalisis pendapat Ibn Hazm tentang penyembelihan hewan kurban dengan berserikat (gabungan). Dalam bab ini merupakan bab inti yang meliputi analisis terhadap pendapat Ibn Hazm tentang penyembelihan hewan kurban dengan berserikat (gabungan)
13 dan analisis terhadap istimbath hukum yang dipakai Ibn Hazm tentang penyembelihan hewan kurban dengan berserikat (gabungan). Terakhir adalah bab V yang merupakan bagian penutup skripsi yang didalamnya meliputi kesimpulan, saran-saran dan diakhiri dengan penutup.