BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pelaksanaan pembangunan disetiap daerah adalah bagian dari pelaksanaan otonomi daerah. Penyelenggaraan otonomi daerah adalah dalam rangka perjuangan Negara Indonesia
untuk mencapai: Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang sepenuhnya merdeka, bebas dari segala bentuk penjajahan, dapat melindungi
segenap
bangsa
dan
tumpah
darah
Indonesia,
memajukan
kesejahteraan umum dan mencerdaskan bangsa, menjadikan barang dan jasa yang dihasilkan Indonesia dapat bersaing di pasar dunia dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan dan perdamaian abadi dan keadilan sosial. Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang menempatkan manusia sebagai titik sentral, sehingga memiliki ciri–ciri dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat, yang bertujuan meningkatkan partisipasi rakyat dalam proses pembangunan (BPS, 2007). Keberhasilan pembangunan manusia dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi melalui tersedianya tenaga kerja yang berkualitas. Pembangunan yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan bertujuan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan semua lapisan masyarakat. Beberapa teori menyatakan bahwa keberhasilan pembangunan salah satunya dapat diukur dari pertumbuhan ekonominya. Menurut Todaro (2006) bahwa ada 3 (tiga ) komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu: 1)
1
2
Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk investasi baru dalam tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia melalui perbaikan dibidang kesehatan, pendidikan, dan keterampilan kerja; 2) Pertumbuhan jumlah penduduk yang pada akhirnya menyebabkan pertumbuhan angkatan kerja dan yang ke 3) adalah Kemajuan teknologi yang secara luas diterjemahkan sebagai cara baru untuk menyelesaikan pekerjaan. Dinamika penanaman modal berpengaruh terhadap tinggi rendahnya pertumbuhan ekonomi, juga mencerminkan naik turunnya pembangunan ekonomi. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian, setiap negara/daerah senantiasa berusaha menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Berdasarkan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang telah diperbaharui dengan UU Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah, bahwa Pemerintah Daerah diberikan kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas Otonomi. Pemberian otonomi dilaksanakan melalui desentralisasi, dekonsentrasi, penugasan dan pembantuan yang secara rinci diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2008 tentang pembagian urusan pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Sesungguhnya pemberian otonomi kepada daerah adalah sarana untuk memperlancar penyelenggaraan negara sebagai tugas Pemerintah NKRI dengan tujuan yang jelas yaitu :1) meningkatkan dan memperlancar pembangunan di Daerah, terutama dalam usaha meningkatkan kesejahteraan masyarakat luas, baik dibidang ekonomi, sosial, politik, budaya, pendidikan
3
maupun kesehatan; 2) memperlancar dan mempermudah pelayanan administrasi pemerintahan; 3) meningkatkan kualitas pengelolaan wilayah baik pengelolaan sumber daya alam, sumber daya buatan dan sumber daya manusia; 4) meningkatkan keikutsertaan masyarakat daerah dalam penentuan kebijakan publik baik yang bersifat nasional maupun bersifat terbatas; 5) memperkuat persatuan dan keatuan bangsa serta memperkuat ketahanan dan pertahanan nasional disemua bidang (LAN, 2008). Titik tolak desentralisasi di Indonesia adalah Daerah Tingkat II, dengan dasar pertimbangan bahwa dari dimensi politik Dati II dianggap
kurang
mempunyai fanatisme kedaerahan, dari dimensi administratif penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat dapat lebih efektif, Dati II adalah ujung tombak pelaksanaan pembangunan sehingga dianggap lebih tahu kebutuhan dan potensi daerahnya
serta yang terakhir dapat meningkatkan local
accountability Pemda terhadap rakyatnya (Kuncoro, 2004) . Peranan penduduk dalam pembangunan sangat penting, sesuai dengan asumsi klasik bahwa jumlah penduduk mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Jumlah penduduk yang besar merupakan gambaran tersedianya pasar yang luas dan jaminan tersedianya input faktor produksi. Pertambahan jumlah penduduk yang besar mempunyai implikasi yang luas terhadap program pembangunan, karena pertambahan penduduk yang besar dengan kualitas yang rendah akan menjadi beban pembangunan (Arjoso, 2006). Penduduk dapat merupakan faktor pendukung dan juga sebagai faktor penghambat dalam pembangunan. Penduduk sebagai pendukung atau modal
4
pembangunan karena dengan jumlah penduduk besar dapat menyediakan tenaga kerja yang besar
yang dapat bertindak sebagai produsen dan juga
sebagai
konsumen utama terhadap hasil produksi barang dan jasa yang dihasilkan dan akan berkontribusi tinggi terhadap Pendapatan Asli Daerah (PAD). Penduduk dikatakan sebagai faktor penghambat apabila jumlah penduduk yang besar dengan kualitas yang rendah akan menjadi beban pemerintah dalam pembangunan (Suparmoko, 2002). Disisi lain penduduk selaku obyek dan sasaran dalam pembangunan memiliki peranan penting bagi pemerintah daerah sebagai dasar membuat perencanaan dan penyusunan kebijakan pembangunan yang berkaitan dengan sumber-sumber pendapatan dan pengalokasian anggaran belanja khususnya melalui belanja langsung untuk dapat
meningkatkan pertumbuhan
ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah dan
pelaksanaan
pembangunan daerah dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat, diperlukan sumber-sumber pembiayaan sebagaimana diatur dalam Undangundang No. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beranjak dari ketentuan tersebut memberikan konsekuensi terhadap kewenangan yang jelas dan luas serta bertanggung jawab secara proporsional di bidang Pendapatan Daerah yang diwujudkan dengan pembagian dan pemanfaatan potensi sumber daya, guna membiayai otonomi daerah sesuai dengan tigkatan Daerah Otonom. Mengacu pada Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 bahwa Pembiayaan Otonomi Daerah bersumber dari Pendapatan
5
Daerah yang bersumber dari PAD, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah. Dana perimbangan merupakan salah satu sumber Pendapatan Daerah (PD) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk mebiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Kuncoro, 2004). Dalam Pasal 3 ayat (2) UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah,dinyatakan bahwa Dana Perimbangan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah yang pembagiannya telah diatur bedasarkan prosentase tertentu bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi sesuai yang diamanatkan dalam UU No. 33 tahun 2004, maka pemberian otonomi diharapkan mampu memacu pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi yang
berdampak terhadap terciptanya perluasan kesempatan kerja dan pada
akhirnya dapat meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat. Instrumen fiskal dari dana perimbangan juga dapat mendorong pertumbuhan
ekonomi
melalui
belanja
pembangunan,
karena
belanja
pembangunan dapat menstimulus permintaan terhadap barang dan jasa, menarik investor untuk berinvestasi di daerah yang dapat meningkatkan aktivitas ekonomi daerah pada berbagai sektor, dan dapat memperluas lapangan usaha untuk mengurangi pengangguran serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sesuai kajian (Bappenas, 2011), dinyatakan bahwa kebijakan investasi swasta dan
6
investasi pemerintah berdampak positif terhadap kinerja perekonomian wilayah, menurunnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran, dengan kata lain bahwa kebijakan investasi yang dilakukan baik oleh pihak swasta dan oleh pemerintah berdampak positif terhadap kesejahteraan. Pendapat tersebut didukung dengan hasil penelitian yang dilakukan (Yulian Rinawaty Taaha, Dkk. 2013) menunjukan bahwa Dana Perimbangan yang terdiri dari: Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi melalui Investasi swasta di Provinsi Jawa Tengah. Sama seperti sumber pendapatan daerah lainya PAD dan Lain-Lain Pendapatan yang Sah), dana perimbangan dimaksud digunakan untuk membiayai pembangunan daerah melalui belanja langsung dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi secara umum dan mewujudkan kesejahteraan seluruh masyarakat. Pembangunan infrastruktur daerah dan Sumber Daya Manusia (SDM) perlu dilakukan dengan pendekatan pembangunan di bidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, dan pendekatan bidang sosial kemasyarakatan. Untuk meningkatkan SDM, harus ada keterlibatan secara berkelanjutan dari
pemerintah dalam
pendekatan pembangunan di berbagai bidang selain pendekatan politik yang dilakukan selama ini, sehingga dapat mengurangi tingkat kemiskinan, pengangguran, buta huruf, tingkat kematian ibu dan bayi, serta kesenjangan sosial lainnya antar kabupaten/kota. Tujuan inti pembangunan dalam arti luas adalah membangun manusia seutuhnya yang tidak saja mencakup aspek biologis, aspek intelektualitas dan aspek kesejahteraan ekonomi semata, tetapi juga aspek iman
7
dan ketakwaan juga mendapat perhatian yang besar (Nehen, 2012). Pembangunan manusia yang berhasil sebetulnya juga memberikan manfaat positif bagi pertumbuhan ekonomi melalui tersedianya tenaga kerja yang berkualitas. Dengan kata lain terdapat hubungan dua arah antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia (Ranis , 1998 dalam BPS, 2007). Pengalaman pembangunan pada beberapa negara terdapat pembelajaran bahwa untuk mempercepat pembangunan manusia beberapa hal dapat dilakukan antara lain melalui distribusi pendapatan yang merata dan alokasi belanja publik yang memadai untuk pendidikan dan kesehatan. Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan untuk mengurangi ketimpangan pendapatan antar kelompok masyarakat, berbagai upaya dapat dilakukan pemerintah antara lain dengan mengalokasikan anggaran yang lebih besar untuk kepentingan publik, yaitu secara langsung berupa “pembayaran transfer” dan secara tidak lansgung melalui penciptaan lapangan kerja, subsidi pendidikan, subsidi kesehatan dan sebagainya (Todaro,2006). Menurut Arsyad (2005) bahwa kebijakan pemerintah yang mendukung aspek pembangunan manusia dapat dilihat dari proporsi anggaran pemerintah untuk pembangunan sektor pendidikan dan kesehatan. Besarnya proporsi anggaran
pemerintah
yang
dialokasikan
untuk
kedua
sektor
tersebut
mencerminkan keberpihakan pemerintah terhadap kesejahteraan masyarakat. Belanja modal yang dilakukan pemerintah daerah digunakan untuk pembangunan dan perbaikan infrastruktur dalam sektor pendidikan, kesehatan dan transportasi
8
sehingga masyarakat dapat menikmati langsung manfaat dari pembangunan daerah yang berdampak terhadap kesejahteraan. Informasi tentang perkembangan kesejahteraan masyarakat merupakan suatu masukan yang penting dalam proses perencanaan pembangunan. Beberapa indikator tingkat kesejahteraan telah dikembangkan sebagai dasar dalam mengamati pola kesenjangan kesejahteraan masyarakat antar daerah. Saat ini penggunaan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau (HDI) sebagai indikator kesejahteraan memperoleh penerimaan secara luas di seluruh dunia, bahkan telah memperoleh penerimaan pada tingkat daerah. Pembangunan manusia dapat diartikan sebagai suatu proses untuk memperluas pilihan bagi pemenuhan kebutuhan dasar manusia dari sisi ekonomi
(daya beli), kesehatan maupun
pendidikan (Nehen, 2012). HDI merupakan manfaat yang sangat bermanfaat untuk mengukur tingkat kesejahteraan antar negara maupun antar daerah (Todaro, 2003). Salah satu keuntungan HDI adalah index, ini mengungkapkan bahwa sebuah negara /daerah dapat berbuat jauh lebih baik
pada tingkat
pendapatan yang rendah , dan bahwa kenaikan pendapatan yang besar hanya berperan relatif kecil dalam pembangunan manusia (Hadi Sasana, 2009). Pemerintah daerah dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui peningkatan pembangunan manusia yang tercermin dari IPM yang meningkat yang terjadi di kabupaten/kota Provinsi Bali. Dalam penelitian ini digunakan IPM sebagai acuan untuk menentukan tingkat kesejahteraan dalam bentuk rangking kesejahteraan suatu daerah. Nilai IPM Provinsi Bali cenderung mengalami peningkatan dari 70,53 pada tahun 2007 menjadi 72,62 pada tahun
9
2012, namun angka ini masih berada dibawah nilai IPM yang ditargetkan Pemerintah Provinsi Bali sebesar 72,64 pada tahun 2012, tetapi secara nasional IPM Provinsi Bali pada tahun 2012 menduduki peringkat 16 (Biro Ekbang Provinsi Bali, 2012). Peningkatan ini juga terjadi pada empat kabupaten dan kota yang nilainya secara rata-rata berada di atas IPM Provinsi Bali dan bahkan diatas IPM Nasional. Namun masih terdapat empat IPM kabupaten hampir setiap tahun berada dibawah rata-rata Provinsi Bali, dan empat IPM kabupaten yang berada
dibawah IPM
Provinsi Bali
adalah Kabupaten Karangasem,
Klungkung, Bangli dan Buleleng . Peningkatan kesejahteraan masyarakat
yang
terjadi
pada beberapa
kabupaten/kota di Provinsi Bali seperti Kota Denpasar dan Kabupaten Badung dengan IPM sebesar 78,80 dan 75,69 pada tahun 2012 serta laju pertumbuhan ekonomi sebesar 7,18 persen untuk Kota Denpasar dan 7,30 persen untuk Kabupaten Badung pada tahun 2012 (BPS, 2013) tidak terlepas dari berbagai kebijakan
pemerintah untuk mendorong terciptanya iklim investasi serta
pengelolaan keuangan daerah melalui pengalokasian belanja langsung dalam proses pembangunan. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi akan mempengaruhi besar kecilnya pengeluaran konsumsi masyarakat (C) dan pengeluaran investasi swasta
(I),
selanjutnya berpengaruh terhadap penerimaan pajak daerah dan akhirnya dapat berdampak terhadap
pengeluaran pemerintah (G) dalam
perekonomian.
Meningkatnya pengeluaran pemerintah tersebut akan mendorong naiknya permintaan barang dan jasa dalam perekonomian sehingga produksi meningkat.
10
Peningkatan produksi diberbagai sektor tentu membutuhkan tambahan tenaga kerja, disisi produksi adanya pertumbuhan ekonomi akan menaikkan tambahan pendapatan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sejalan dengan teori pertumbuhan (Harrod-Domar dalam Todaro, 2006) dinyatakan bahwa untuk memacu pertumbuhan ekonomi dibutuhkan investasi baru yang merupakan tambahan netto terhadap cadangan atau stok modal. Beberapa hasil kajian berkaitan dengan
pernyataan tersebut
adalah
penelitian yang dilakukan oleh Muchamad Rizal Rachman (2010) dengan hasil penelitian bahwa 1) dengan analisa IW di Kabupaten Gresik ternyata investasi bermanfaat terhadap pendapatan perkapita tapi tidak bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi, 2) Di Kabupaten Sidoarjo ternyata investasi bermanfaat terhadap pendapatan per kapita tapi kurang bermanfaat bagi pertumbuhan ekonomi,3) Di Kabupaten Pasuruan ternyata investasi tidak bermanfaat terhadap kesejahteraan masyarakat tapi mempunyai manfaat dengan pertumbuhan ekonomi.
Penelitian
Hadi Sasana : 2009 hasilnya menunjukkan bahwa,1) pertumbuhan ekonomi berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah, 2) tenaga kerja berpengaruh positif dan signfikan terhadap kesejahteraan di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Hasil penelitian Ihyaul Ulum (2005) dinyatakan bahwa dana perimbangan berpengaruh positif terhadap belanja daerah Provinsi di Indonesia. Demikian juga Penelitan yang telah dilakukan oleh Lilis Setyowati (2012) hasilnya diperoleh bahwa DAU, DAK dan PAD berpengaruh positif terhadap IPM melalui pengalokasian Belanja Modal, dan Belanja Modal juga berpengaruh positif terhadap IPM sedangkan
11
Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh positif terhadap IPM melalui belanja Modal. Beberapa penelitian dilakukan berkaitan pelaksanaan desentralisasi dan keberhasilan
otonomi
daerah
yang
bermuara
akhir
pada
terwujudnya
kesejahteraan masyarakat. Mengacu pada uraian diatas, analisis pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung penting dilakukan, agar dapat dijadikan sebagai tambahan acuan bagi pemerintah dalam membuat kebijakan berkaitan dengan pelaksanaan pembangunan di kabupaten/kota di Provinsi Bali.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut . 1) Bagaimanakah pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten /kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012 ? 2) Adakah pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi secara tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung di kabupaten /kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012 ? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan pokok permasalahan, maka tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
12
1) Untuk menganalisis pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012 . 2) Untuk menganalisis
pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan
investasi secara tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung di kabupaten /kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012 . 1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1
Manfaat akademik Hasil penelitian terhadap pengembangan ilmu pengetahuan diharapkan
dapat digunakan sebagai wahana untuk mengimplementasikan konsep-konsep teori yang selama ini diperoleh dalam perkuliahan serta meningkatkan wawasan ilmu pengetahuan melalui hasil penelitian tentang pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali. Selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan dapat mendukung hasil penelitian sebelumnya. 1.4.2
Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali dalam mengambil kebijakan pembangunan khususnya berkaitan dengan perencanaan anggaran /pengalokasian belanja langsung dan menciptakan iklim investasi dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
13
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep-Konsep dan Definisi 2.1.1 Otonomi daerah Pemberian otonomi dilaksanakan melalui desentralisasi, dekonsentrasi, penugasan dan pembantuan yang diatur dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah sebagaimana telah diubah sebagian dengan Undang-undang No.8 tahun 2005. Ketentuan pelaksanaan otonomi daerah diatur dengan Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Ada berbagai pengertian desentralisasi menurut Maddick (1983) dalam Kuncoro (2004) mendefinisikan desentralisasi sebagai proses dan devolusi. Devolusi adalah penyerahan kekuasaan untuk melaksanakan fungsifungsi tertentu kepada daerah, sedang dekonsentrasi merupakan pendelegasian wewenang atas fungsi-fungsi tertentu kepada staf pemerintah pusat yang tinggal di luar kantor pusat. Tipe pelimpahan wewenang pemerintah pusat kepada daerah telah menjadi kewenangan
pemerintah
setempat.
Suwandi
(2001)
menyatakan
bahwa
pelimpahan yang diberikan dititik beratkan pada pilihan desentralisasi/devolusi, dekonsentrasi, delegasi ataupun privatisasi, hal ini ditentukan oleh para pengambil keputusan politik pada negara bersangkutan. Dalam UU No. 5 Tahun 1974
14
Tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah telah meletakkan dasar-dasar sistem hubungan pusat-daerah yang dirangkum dalam 3 prinsip (Kuncoro,2004) yaitu : 1) Desentralisasi yang mengandung arti penyerahan urusan pemerintah dari pemerintah atau daerah tingkat atasnya kepada daerah; 2) Dekonsentrasi yang berarti pelimpahan wewenang dari pemerintah atau kepala wilayah atau kepala instansi vertikal tingkat atasnya kepada pejabat-pejabat di daerah; 3) Tugas pembantuan (medebewind) yang berarti pengkoordinasian prinsip desentralisasi dan dekonsentrasi oleh kepala daerah, yang memiliki fungsi ganda sebagai penguasa di daerah dan wakil pemerintah pusat di daerah. Titik tolak desentralisasi di Indonesia adalah Daerah Tingkat II, dengan dasar pertimbangan adalah: 1) Dari dimensi politik Daerah tingakat II dipandang kurang memiliki panatisme kedaerahan, sehingga resiko separatis dan peluang berkembangnya aspirasi federalis relatif minim, 2) Dari dimensi administrasi penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat dapat lebih efektif; 3) Daerah tingkat II adalah ujung tombak pelaksanaan pembangunan, sehingga daerah tingkat II dianggap lebih tahu kebutuhan dan potensi rakyat di daerahnya; 4) Dapat meningkatkan local accountability pemerintah daerah terhadap rakyatnya.
15
Tujuan kebijakan desentralisasi menurut Mardiasmo (2002) tujuan utama penyelenggaraan otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik dan memajukan perekonomian daerah. Terdapat tiga misi utama pelaksanaan otonomi daerah dan desentralisasi fiskal adalah 1) meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat, 2) menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan sumber daya daerah, dan 3) memberdayakan dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pembangunan. 2.1.2 Desentralisasi fiskal Asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah di Indonesia berdasarkan Undang-undang No. 33 tahun 2004 di bagi menjadi tiga, yaitu desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Konsekuensi dari pelimpahan sebagian kewenangan pemerintahan dari pusat ke daerah otonom adalah merupakan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia (SDM) sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut. Desentralisasi fiskal adalah suatu proses distribusi anggaran dari tingkat pemerintahan yang lebih tinggi kepada pemerintahan yang lebih rendah untuk mendukung fungsi atau tugas pemerintahan dan pelayanan publik sesuai dengan banyaknya kewenangan dibidang pemerintahan yang dilimpahkan. Menurut (Kusaini: 2006 dalam Sasana: 2009 ) dinyatakan bahwa desentralisasi fiskal merupakan pelimpahan kewenangan dibidang penerimaan anggaran atau keuangan yang sebelumnya tersentralisasi baik secara administrasi maupun pemanfaatannya diatur dan dilakukan oleh pemerintah pusat. Kebijakan
16
perimbangan keuangan pusat dan daerah merupakan derivatif dari kebijakan otonomi daerah, melalui pelimpahan sebagian wewenang pemerintahan pusat ke daerah, sehingga semakin banyak wewenang yang dilimpahkan maka semakin besar biaya yang dibutuhkan. Desentralisasi fiskal akan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat, karena pemerintah daerah akan lebih efisien dalam produksi dan penyediaan baranag-barang publik, dan pengambilan keputusan pada level pemerintah lokal akan lebih didengarkan karena pemerintah lokal dianggap lebih tahu kebutuhan masyarakatnya dan dan lebih berguna bagi efisiensi alokasi (Oates dalam Sasana: 2009). Menurutnya juga dinyatakan bahwa pembelanjaan infrastruktur dan sektor sosial pemerintah daerah lebih memacu pertumbuhan ekonomi dari pada kebijakan pemerintah pusat, dinyatakan daerah memiliki kelebihan dalam membuat anggaran pembelanjaan sehingga lebih efisien dan memenuhi kebutuhan masyarakat karena pemerintah daerah dianggap lebih tahu kondisi daerah dan kebutuhan masyarakatnya. 2.1.3 Definisi penduduk BPS SP. 2010, mendefinisikan bahwa yang termasuk penduduk suatu wilayah adalah ketika dilakukan pencacahan memiliki karakteristik : tinggal diwilayah itu secara menetap atau sudah enam bulan atau lebih; tinggal di wilayah kurang dari enam bulan tetapi bermaksud untuk menetap; sedang bepergian ke wilayah lain kurang dari enam bulan dan tidak bermaksud menetap di wilayah tujuan; serta mereka yang yang bertempat tinggal di wilayah itu dengan mengontrak/kos/sewa untuk bekerja atau sekolah yang kemungkinan pindah lagi
17
karena berbagai alasan. Simanjuntak (2012) menyatakan penduduk adalah mereka yang bertempat tinggal atau berdomisili di dalam suatu wilayah negara. Pengertian penduduk pada penelitian ini memakai konsep Badan Pusat Statistik. Penduduk adalah semua orang yang berdomisili di wilayah geografis Indonesia selama enam bulan atau lebih dan atau mereka yang berdomisili kurang dari enam bulan tetapi bertujuan menetap. Berdasarkan penelitiannya, pertumbuhan penduduk diakibatkan oleh tiga komponen yaitu: fertilitas, mortalitas dan migrasi. a) Fertilitas ( Kelahiran) Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari seorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut banyaknya bayi yang lahir hidup. b) Mortalitas (Kematian) Mortalitas atau kematian merupakan salah satu di antara tiga komponen demografi yang dapat mempengaruhi perubahan penduduk. Informasi tentang kematian, tidak saja bagi pemerintah melainkan juga bagi pihak swasta, yang terutama berkecimpung dalam bidang ekonomi dan kesehatan. Data kematian sangat diperlukan untuk proyeksi penduduk guna perancangan pembangunan. Misalnya, perencanaan fasilitas perumahan, fasilitas pendidikan, dan jasa – jasa lainnya untuk kepentingan masyarakat dan untuk kepentingan evaluasi terhadap program – program kebijakan penduduk. c) Migrasi Migrasi adalah perpindahan penduduk dengan tujuan untuk menetap dari suatu tempat ke tempat lain melampaui batas politik/negara ataupun batas
18
administratif/batas bagian dalam suatu negara. Jadi migrasi sering diartikan sebagai perpindahan yang relatif permanen dari suatu daerah ke daerah lain. Migrasi merupakan salah satu faktor dasar
yang mempengaruhi
pertumbuhan penduduk. Peninjauan migrasi secara regional sangat penting untuk ditelaah secara khusus mengingat terjadinya kepadatan dan distribusi penduduk yang tidak merata, adanya faktor – faktor pendorong dan penarik bagi orang – orang untuk melakukan migrasi, seperti komunikasi dan transportasi yang semakin lancar. Pada umumnya orang yang datang dan pergi antarnegara boleh dikatakan berimbang saja jumlahnya. Peraturan – peraturan atau undang – undang yang dibuat oleh banyak negara umumnya sangat sulit dan ketat bagi seseorang untuk bisa menjadi warga negara atau menetap secara permanen di suatu negara lain. 2.1.4 Konsep penduduk yang bekerja. Definisi penduduk usia kerja ( BPS SP. 2010) adalah penduduk yang berumur 15 tahun dan lebih. Dan penduduk yang temasuk angkatan kerja adalah penduduk usia kerja (15 tahun dan lebih) yang bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara tidak bekerja dan pengangguran. Bekerja yang dimaksudkan disini adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh seseorang dengan maksud memperoleh atau membantu memperoleh pendapatan atau keuntungan, paling sedikit 1 jam (tidak terputus) dalam seminggu yang lalu. Kegiatan tersebut termasuk pola kegiatan pekerja tak dibayar yang membantu dalam suatu usaha/kegiatan ekonomi.
19
2.1.5 Pengertian investasi Secara umum investasi adalah meliputi pertambahan barang- barang dan jasa dalam masyarakat, seperti pertambahan mesin-mesin baru, pembuatan jalan baru, pembukaan tanah baru dan sebagainya. Investasi juga di artikan sebagai pengeluaran yang di lakukan oleh para pengusaha untuk membeli barang-barang modal dan membina industri-industri. Sukirno (1998), investasi diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Investasi adalah pengeluaran atau pembelanjaan penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang-barang modal dan perlengkapan-perlengkapan produksi untuk menambah kemampuan produksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Pertambahan jumlah barang modal ini memungkinkan perekonomian untuk menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan datang. Adakalanya penanaman modal dilakukan untuk menggantikan barang-barang modal lama yang harus didepresiasikan (Sukirno, 2008). Dalam model Keynesian dimana diasumsikan bahwa semua pendapatan harus dikeluarkan untuk di konsumsi atau di tabung, dan jumlah prekonomian dapat di bagi dua yaitu antara pengeluaran untuk barang-barang konsumsi dan barang modal, dan posisi keseimbangan dalam perekonomian ditentukan pada saat jumlah penerimaan sama dengan jumlah pengeluaran sehingga investasi sama nilainya dengan tabungan. Dalam kaitannya dengan perusahaan melakukan
20
investasi guna mendapatkan profit yang sebesar-besarnya, di mana dana investasi tersebut salah satunya bersumber dari dana masyarakat yang ditabung pada lembaga-lembaga keuangan, maka dapat di kemukakan bahwa : Investasi merupakan pengeluaran perusahaan secara keseluruhan yang mencakup pengeluaran untuk membeli bahan baku/material, mesin-mesin dan peralatan pabrik serta semua modal lain yang di perlukan dalam proses produksi. Menurut Arsyad (2010) dan Nehen (2010), bahwa Pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh beberapa faktor-faktor sebagai berikut : a. Akumulasi modal, termasuk investasi baru yang berwujud tanah (lahan), peralatan fiskal dan sumberdaya manusia (human resources), akan terjadi jika ada bagian dari pendapatan sekarang yang akan ditabung dan diinvestasikan untuk memperbesar output pada masa yang akan datang. Akumulasi modal akan menambah sumberdaya-sumberdaya yang baru dan meningkatkan sumberdaya-sumberdaya yang ada. b. Pertumbuhan penduduk, dan hal-hal yang berhubungan dengan kenaikan jumlah angkatan kerja dianggap sebagai faktor yang positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi, namun kemampuan merangsang tergantung kepada kemampuan
sistem
ekonomi
yang
berlaku
dalam
menyerap
dan
memperkerjakan tenaga kerja secara produktif. c. Kemajuan teknologi menurut para ekonom, kemajuan teknologi merupakan faktor yang paling penting bagi pertumbuhan ekonomi. Dalam bentuknya yang paling sederhana, kemajuan teknologi disebabkan oleh cara-cara baru dan caracara lama yang diperbaiki dalam melakukan pekerjaan tradisional.
21
2.1.6 Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBD merupakan suatu gambaran atau tolak ukur penting keberhasilan suatu daerah di dalam meningkatkan potensi perekonomian daerah. Artinya, jika perekonomian daerah mengalami pertumbuhan, maka akan berdampak positif terhadap peningkatan PAD, khususnya penerimaan pajak-pajak daerah (Saragih, 2003). Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh pemerintah daerah dan DPRD yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah. APBD memiliki beberapa fungsi yaitu. a)
Fungsi otorisasi yang mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan;
b) Fungsi perencanaan mengandung arti bahwa angggaran daerah, menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan; c)
Fungsi pengawasan mengandung arti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintahan daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan;
d) Fungsi alokasi mengandung arti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk
menciptakan
lapangan
kerja/mengurangi
pengangguran
dan
22
pemborosan
sumber
daya,
serta
meningkatkan
efisiensi,
efektifitas
perekonomian; e)
Fungsi distribusi yang mengandung arti bahwa kebijakan anggaran daerah harus memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
f)
Fungsi stabilisasi mengandung arti bahwa anggaran pemerintah daerah menjadi
alat
untuk
memelihara
dan
mengupayakan
keseimbangan
fundamental perekonomian daerah. Penyusunan APBD sebagai rencana keuangan daerah sangat penting dalam rangka penyelenggaran fungsi daerah otonom. APBD sebagai alat/wadah untuk menampung berbagai kepentingan publik yang diwujudkan melalui berbagai kegiatan dan program, dimana pada saat tertentu manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat umum. APBD harus memuat bagian pendapatan yang digunakan untuk membiayai biaya administrasi umum, belanja operasi dan pemeliharaan, dan belanja modal/investasi. Di bidang pengelolaan pendapatan daerah, akan terus diarahkan ada peningkatan PAD. Untuk merealisasikan hal tersebut dilakukan upaya intensifikasi dan eksestensifikasi dengan mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan yang telah ada ( PAD, Dana Peimbangan dan Pendapatan Lainnya Yang Sah) berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada maupun menggali sumber-sumber baru. Pada sisi belanja, kebijakan pengelolaan belanja daerah diarahkan untuk meningkatkan fungsi pelayanan kepada masyarakat, dengan mengupayakan peningkatan porsi belanja pembangunan dan melakukan efisiensi pada belanja
23
aparatur. Dalam kaitannya dengan pembiayaan agar terus diupayakan peningkatan penyertaan modal pada beberapa badan usaha milik daerah agar dapat meningkatkan
PAD. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah disiplin dan
efisiensi anggaran secara konsisten dipertahankan dan dilaksanakan tanpa mempengaruhi penurunan kinerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Kebijakan pembiayaan defisit penanggulangannya diarahkan melalui pinjaman daerah. 2.1.7
Pendapatan daerah Yang dimaksud dengan pendapatan menurut Poerwadarminta (1986)
adalah : 1) Hasil pencarian (usaha dan sebagainya); 2) Suatuyang didapatkan (dibuat dan sebagainya yang sedianya belum ada). Dari pengertian tersebut maka yang dimaksud dengan pendapatan adalah hasil atau merupakan penerimaan yang bermanfaat yang didapatkan dari suatu usaha yang dilakukan. Pendapatan Daerah menurut Fauzi (1995) adalah komponen APBD untuk membiayai pembangunan dan melancarkan roda pemerintahan. Karena itu tiap-tiap pendapatan daerah dapat dipungut seintensif mungkin. Sumber pendapatan daerah tidak saja bersumber dari PAD akan tetapi termasuk pula pendapatan daerah yang berasal dari penerimaan pemerintah pusat yang dalam realisasinya dapat saja berbentuk bagi hasil penerimaan pajak dari pusat atau lainnya yang berbentuk subsidi (sokongan) untuk keperluan pembangunan daerah dan sebagainya. Sedangkan menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006 pasal 23, Pendapatan Daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah, yang menambah ekuitas dana, merupakan hak daerah dalam
24
satu tahun anggaran dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah dapat dikelompokan sebagai berikut. 1) PAD terdiri dari. a) Pajak daerah; b) Retribusi daerah; c) Hasil Pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan : (1) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah/Badan Umum Milik Daerah (BUMD); (2) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah/Badan Umum Milik Negara (BUMN); (3) Bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta atau kelompok masyarakat; d) Lain-lain PAD yang sah, disediakan untuk menganggarkan penerimaan daerah yang tidak termasuk dalam jenis pajak daerah, retribusi daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan . 2) Dana Perimbangan. Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah dan
pelaksanaan
pembangunan daerah guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat, diperlukan sumber-sumber pembiayaan sebagaimana diatur dalam UU No. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Beranjak dari ketentuan tersebut memberikan konsekuensi terhadap kewenangan yang jelas dan luas serta bertanggung jawab secara proporsional di bidang Pendapatan Daerah yang diwujudkan dengan pembagian dan pemanfaatan potensi sumber
25
daya, guna membiayai otonomi daerah sesuai dengan tingkatan Daerah Otonom. Mengacu pada UU Nomor 33 Tahun 2004 bahwa Pembiayaan Otonomi Daerah bersumber dari Pendapatan Daerah yang bersumber PAD, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah. Dana perimbangan merupakan salah satu sumber Pendapatan Daerah (PD) yang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Kuncoro, 2004). Dalam Pasal 3 ayat (2) UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dinyatakan bahwa Dana Perimbangan bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah Daerah yang pembagiannya telah diatur bedasarkan prosentase tertentu bagi pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Kewenangan untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintah menurut asas otonomi sesuai yang diamanatkan dalam UU No. 33 tahun 2004, maka pemberian otonomi diharapkan mampu memacu pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan investasi yang berdampak terhadap terciptanya perluasan kesempatan kerja dan pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan serta kesejahteraan masyarakat. Menurut UU No. 33 tahun 2004 pasal 10, dinyatakan, Dana Perimbangan terdiri dari: 1) Dana Bagi Hasil (a) Dana bagi hasil yang bersumber dari pajak terdiri dari : a) Pajak bumi dan bangunan (PBB); b) Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
26
(BPHTB), c) Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 wajib pajak orang pribadi dalam negeri dan PPh Pasal 21; (b) Dana bagi hasil yang bersumber dari sumber daya alam terdiri dari: a) kehutanan, b) pertambangan umum, c) perikanan, d) pertambangan minyak bumi, e) pertambangan gas bumi dan f) pertambangan panas bumi. 2) DAU untuk suatu daerah dialokasikan atas dasar celah fiskal dan alokasi dasar, jumlah DAU keseluruhan sekurang-kurangnya 26 persen dari pendapatan dalam negeri netto yang ditetapkan dalam APBN, jumlah tersebut adalah untuk seluruh provinsi dan seluruh kabupaten/kota; 3) DAK, dialokasikan pada kepala Daerah tertentu untuk mendanai kegiatan khusus yang merupakan urusan daerah sesuai dengan fungsi yang telah ditetapkan APBN. 4) Lain-lain pendapatan daerah yang terdiri dari pendapatan hibah dan pendapatan dana darurat. 2.1.8 Belanja daerah. Belanja Daerah, meliputi semua pengeluaran dari rekening kas umum daerah yang mengurangi ekuitas dana, merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran dan tidak akan diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 sebagaimana telah diubah dengan Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 dan adanya perubahan kedua dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2011
27
tentang perubahan kedua, belanja dikelompokkan menjadi dua yaitu belanja langsung dan belanja tidak langsung . 1) Belanja Langsung. Belanja langsung adalah belanja yang dianggarkan terkait secara langsung dengan program dan kegiatan yang terdiri dari: belanja pegawai, belanja barang dan jasa, dan belanja modal. 2) Belanja Tidak Langsung. Belanja tidak langsung adalah belanja yang dianggarkan tidak terkait secara langsung dengan pelaksanaan program/kegiatan, yang terdiri dari: belanja pegawai, belanja bunga, belanja subsidi, belanja hibah, belanja bantuan sosial dan belanja bagi hasil kepada provinsi/kabupaten/kota dan pemerintahan desa 2.1.9
Kesejahteraan masyarakat Kesejahteraan adalah merupakan harapan dan tujuan utama pelaksanaan
pembangunan. UUD 1945 merupakan suatu landasan konstitusi NKRI yang telah meletakkan dasar-dasar tata kelola dan kehidupan bernegara, berawal dari bentuk negara sampai kepada kesejahteraan sosial, sesuai diatur dalam pasal 28 ayat (1) UUD 1945 yang berbunyi “Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir batin, bertempat tinggal, dan mendapatkan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh layanan kesehatan. Kesejahteraan sosial adalah suatu kondisi kehidupan yang baik, terpenuhi kebutuhan materi untuk hidup, kebutuhan spiritual, kebutuhan sosial seperti terjadinya suatu tatanan yang teratur, dapat mengelola konflik dalam kehidupan keseharian, terjamin dari segi keamanan, dan
28
setiap orang memiliki kedudukan yang sama didepan hukum ( keadilan terjamin) terjaganya kesenjangan sosial ekonomi . Tiga kategori tentang pencapaian kesejahteraan menurut (Midgley : 2005 dalam Suryaningsih : 2014) pertama adalah sejauh mana masalah sosial dapat diatur, kedua adalah sejauh mana kebutuhan dapat dipenuhi dan yang ketiga adalah sejauh mana kesempatan untuk meningkatkan taraf hidup dapat diperoleh. Semuanya akan dapat tercipta dalam kehidupan bersama, baik pada tingkat keluarga, komunitas maupun masyarakat secara luas. Untuk memudahkan pencapaian meningkatnya kesejahteraan masyarakat telah ditentukan indikator kesejahteraan masyarakat. Beberapa indikator yang digunakan untuk mengukur kesejahteraan
masyarakat
seperti
pertumbuhan
ekonomi
karena
dapat
meningkatkan pendapatan perkapita dan dapat meningkatkan daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pemahaman terhadap konsep kesejahteraan menuntut tidak hanya representasi intensitas agregat, tetapi juga representasi distribusi kesejahteraan antar kelompok masyarakat atau antar daerah. Representasi distribusi merupakan muara dari persoalan mendasar, yaitu keadilan ( BPS, 2011) Keberhasilan pembangunan ekonomi tidak saja dapat dilihat dari pertumbuhannya
tetapi
harus
diikuti
dengan
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat. Tanpa menyertakan peningkatan kesejahteraan akan mengakibatkan kesenjangan dan ketimpangan kehidupan masyarakat. IPM yang merupakan indeks komposit dari indikator kesehatan, pendidikan, dan ekonomi juga diharapkan dapat mengukur tingkat keberhasilan pembangunan manusia yang
29
tercermin dari penduduk yang sehat dan berumur panjang, berpendidikan dan berketrampilan serta mempunyai pendapatan yang memungkinkan untuk hidup layak. Pengukuran kesejahteraan masyarakat dengan menggunakan HDI telah dilakukan di Indonesia sejak tahun 1993, yang disebut IPM (BPS, 2011). Terdapat tiga nilai menuju kehidupan yang lebih baik atau lebih manusiawi yaitu kecukupan, harga diri dan kebebasan yang merupakan tujuan pokok dan harus digapai oleh setiap orang dan masyarakat melalui pembangunan (Nehen : 2012). Program pembangunan perserikatan bangsa-bangsa (PBB) united nations development plant (UNDP) telah berusaha menyusun alat pengukuran holistik atas tingkat kehidupan manusia yang disebut IPM. IPM mencoba memeringkat semua negara dari skala nol (tingkat pembangunan manusia yang paling rendah), hingga satu (tingkat pembangunan manusia yang tertinggi) berdasarkan tiga tujuan atau produk akhir pembangunan : masa hidup, yang diukur dengan usua harapan hidup, pengetahuan , yang diukur dengan kemampuan baca tulis orang dewasa secara tertimbang (dua pertiga) dan rata –rata tahun bersekolah (sepertiga), serta standar kehidupan
yang diukur dengan pendapatan riil
perkapita, disesuaikan dengan paritas daya beli dari mata uang setiap negara untuk mencerminkan biaya hidup dan untuk memenuhi asumsi utilitas marjinal yang semakin menurun dari pendapatan. IPM mengingatkan kita bahwa pembangunan yang kita maksudkan adalah pembangunan dalam arti luas, bukan hanya dalam bentuk pendapatan yang lebih tinggi. Kesehatan dan pendidikan bukan hanya input produksi dalam perannya sebagai komponen sumber daya manusia, tetapi merupakan tujuan pembangunan
30
yang fundamental Nehen (2012) menyatakan bahwa kita tidak berpendapat bila suatu negara yang mempunyai penduduk berpendapatan tinggi, tetapi tidak berpendidikan, kesehatannya tidak terpelihara dengan baik sehingga harapan hidupnya lebih singkat dari pada penduduk suatu negara yang lain di dunia telah mencapai tingkatan pembangunan yang lebih tinggi dari pada negara yang berpendapatan rendah tetapi usia harapan hidup dan kemampuan baca tulisnya lebih tinggi. Pendapat tersebut hampir sama yang dinyatakan Ranis dan Stewart (2001) dalam Dedy Rustiono (2008) bahwa pembangunan manusia secara luas didefinisikan sebagai orang-orang yang mengusahakan orang-orang untuk menjalani hidup lebih lama, lebih sehat dan berkecukupan. Dinyatakan pula bahwa pembangunan manusia yang berhasil dapat memberikan manfaat positif bagi pertumbuhan melalui tersedianya tenaga kerja yang berkualitas (terdidik) dan memiliki kompetensi. Variabel yang diperlukan dalam perhitungan IPM sama seperti yang dilakukan UNDP, yaitu angka harapan hidup untuk bidang kesehatan, angka melek huruf, rata-rata lama sekolah untuk bidang pendidikan dan pendapatan riil perkapita untuk bidang ekonomi. 2.2 Teori- teori yang Relevan. 2.2.1 Teori kependudukan. Tingginya laju pertumbuhan penduduk di beberapa bagian di dunia ini menyebabkan jumlah penduduk meningkat dengan cepat. Di beberapa bagian di dunia ini telah terjadi kemiskinan dan kekurangan pangan. Fenomena ini menggelisahkan para ahli, dan masing – masing dari mereka berusaha mencari
31
faktor – faktor yang menyebabkan kemiskinan tersebut. Umumnya para ahli dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Kelompok pertama terdiri dari penganut aliran Malthusian. Aliran Malthusian dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, dan aliran Neo Malthusian dipelopori oleh Garreth Hardin dan Paul Ehrlich. Kelompok kedua terdiri dari penganut aliran Marxist yang dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Kelompok ketiga terdiri dari pakar-pakar teori kependudukan mutakhir yang merupakan reformulasi teori – teori kependudukan yang ada. a) Aliran Malthusian Aliran ini dipelopori oleh Thomas Robert Malthus, seorang pendeta Inggris, hidup pada tahun 1766 hingga tahun 1834. Pada permulaan tahun 1798 lewat karangannya yang berjudul: “Essai on Principle of Populations as it Affect the Future Improvement of Society, with Remarks on the Specculations of Mr. Godwin, M.Condorcet, and Other Writers”, menyatakan bahwa penduduk (seperti juga tumbuhan dan binatang) apabila tidak ada pembatasan, akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Tingginya pertumbuhan penduduk ini disebabkan karena hubungan kelamin antar laki – laki dan perempuan tidak bisa dihentikan. Disamping itu Malthus berpendapat bahwa untuk hidup manusia memerlukan bahan makanan, sedangkan laju pertumbuhan bahan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk. Apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan mengalami kekurangan bahan makanan. Inilah sumber dari kemelaratan dan kemiskinan manusia. Untuk dapat
32
keluar dari permasalahan kekurangan pangan tersebut, pertumbuhan penduduk harus dibatasi. Menurut Malthus pembatasan tersebut dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu Preventive Checks, dan Positive Checks. Preventive Checks adalah pengurangan penduduk melalui kelahiran. Positive Checks adalah pengurangan penduduk melalui proses kematian. Apabila di suatu wilayah jumlah penduduk melebihi jumlah persediaan bahan pangan, maka tingkat kematian akan meningkat mengakibatkan terjadinya kelaparan, wabah penyakit dan lain sebagainya. Proses ini akan terus berlangsung sampai jumlah penduduk seimbang dengan persediaan bahan pangan. b) Aliran Neo-Malthusians Pada akhir abad ke-19 dan permulaan abad ke-20, teori Malthus mulai diperdebatkan lagi. Kelompok yang menyokong aliran Malthus tetapi lebih radikal disebut dengan kelompok Neo-Malthusianism. Menurut kelompok ini (yang dipelopori oleh Garrett Hardin dan Paul Ehrlich), pada abad ke-20 (pada tahun 1950-an), dunia baru yang pada jamannya Malthus masih kosong kini sudah mulai penuh dengan manusia. Dunia baru sudah tidak mampu untuk menampung jumlah penduduk yang selalu bertambah. Paul Ehrlich dalam bukunya “The Population Bomb” pada tahun 1971, menggambarkan penduduk dan lingkungan yang ada di dunia dewasa ini sebagai berikut. Pertama, dunia ini sudah terlalu banyak manusia; kedua, keadaan bahan makanan sangat terbatas; ketiga, karena terlalu banyak manusia di dunia ini lingkungan sudah banyak yang tercemar dan rusak. c) Aliran Marxist
33
Aliran ini dipelopori oleh Karl Marx dan Friedrich Engels. Tatkala Thomas Robert Malthus meninggal di Inggris pada tahun 1834, mereka berusia belasan tahun. Kedua – duanya lahir di Jerman kemudian secara sendiri – sendiri hijrah ke Inggris. Pada waktu itu teori Malthus sangat berpengaruh di Inggris maupun di Jerman. Marx dan Engels tidak sependapat dengan Malthus yang menyatakan bahwa apabila tidak diadakan pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk, maka manusia akan kekurangan bahan pangan. Menurut Marx tekanan penduduk yang terdapat di suatu negara bukanlah tekanan penduduk terhadap bahan makanan, tetapi tekanan penduduk terhadap kesempatan kerja. Kemelaratan terjadi bukan disebabkan karena pertumbuhan penduduk yang terlalu cepat, tetapi kesalahan masyarakat itu sendiri seperti yang terdapat pada negara-negara kapitalis. Kaum kapitalis akan mengambil sebagaian pendapatan dari buruh sehingga menyebabkan kemelaratan buruh tersebut. Selanjutnya Marx berkata, kaum kapitalis membeli mesin – mesin untuk menggantikan pekerjaan – pekerjaan yang dilakukan oleh buruh. Jadi penduduk yang melarat bukan disebabkan oleh kekurangan bahan pangan, tetapi karena kaum kapitalis mengambil sebagian dari pendapatan mereka. Jadi menurut Marx dan Engels sistem kapitalisasi yang menyebabkan kemelaratan tersebut. Untuk mengatasi hal – hal tersebut maka struktur masyarakat harus diubah dari sistem kapitalis ke sistem sosialis. d) Teori John Stuart Mill John Stuart Mill, seorang ahli filsafat dan ahli ekonomi berkebangsaan Inggris dapat menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk
34
melampaui laju pertumbuhan bahan makanan sebagai suatu aksioma. Namun demikian
ia
berpendapat
bahwa
pada
situasi
tertentu
manusia
dapat
mempengaruhi perilaku demografinya. Selanjutnya ia mengatakan apabila produktifitas seseorang tinggi ia cenderung ingin mempunyai keluarga yang kecil. Dalam situasi seperti ini fertilitas akan rendah. Tidaklah benar bahwa kemiskinan tidak dapat dihindarkan atau kemiskinan itu disebabkan karena sistem kapitalis. Kalau pada suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan, maka keadaan ini hanya bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua kemungkinan yaitu: mengimport bahan makanan, atau memindahkan sebagaian penduduk wilayah tersebut ke wilayah lain. Memperhatikan bahwa tinggi rendahnya tingkat kelahiran ditentukan oleh manusia itu sendiri, maka Mill menyarankan untuk meningkatkan tingkat golongan yang tidak mampu. Dengan meningkatnya pendidikan penduduk maka secara rasional mereka mempertimbangkan perlu tidaknya menambah jumlah anak sesuai dengan karir dan usaha yang ada. Di samping itu Mill berpendapat bahwa umumnya perempuan tidak menghendaki anak yang banyak, dan apabila kehendak mereka diperhatikan maka tingkat kelahiran akan rendah. Model Pertumbuhan Solow menekankan interaksi antara pertumbuhan populasi dan akumulasi modal, dinyatakan bahwa pertumbuhan yang tinggi mengurangi output perpekerja, karena pertumbuhan jumlah pekerja yang sangat cepat akan membuat persediaan modal dibagi lebih banyak, sehingga dalam kondisi mapan setiap pekerja akan dilengkapi dengan modal sedikit (Mankiw, 2006). Sedangkan menurut Robert Malthus dalam bukunya (An Essay on the
35
Princile of Population as it 1834) dalam (Mankiw,2006) dinyatakan Malthus kemampuan masyarakat untuk memperkirakan bahwa semakin meningkatnya populasi akan secara terus menerus membebani kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya sendiri, dan menurut prediksinya manusia akan selamanya hidup dalam kemiskinan. Sedangkan dalam model Kremerian memberikan pendapat bahwa pertumbuhan populasi adalah kunci dalam memajukan kesejahteraan ekonomi, karena menurut Kremerian semakin banyak penduduk maka akan semakin banyak pula ilmuwan, penemu dan ahli mesin yang akan
memberikan
kontribusi
pada
inovasi
dan
kemajuan
teknologi
(Mankiw,2006). Pertumbuhan Penduduk dihubungkan dengan kenaikan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2002). Karena dengan jumlah penduduk yang besar akan meningkatkan persediaan angkatan kerja yang produktif, meningkatnya jumlah penduduk akan meningkatkan ukuran pasar potensial. Kegiatan-kegiatan ekonomi produktif berlangsung karena adanya orang yang mengkonsumsi output yang dihasilkan. Pengkonsumsi tersebut menyebabkan terjadinya kemajuan industri dan meningkatkan permintaan akan bahan dan mesin yang pada akhirnya menyumbang pada produksi barang konsumsi. Dengan demikian permintaan ekonomi ditentukan oleh permintaan yang timbul dari penduduk. 2.2.2 Teori investasi Menurut teori pertumbuhan Harrod-Domar (Todaro, 2006) bahwa pada setiap perekonomian harus mencadangkan atau menabung sebagian tertentu dari
36
pendapatan nasionalnya untuk menambah atau menggantikan barang-barang modal (gedung, alat-alat dan bahan baku) yang telah susut atau rusak. Model pertumbuhan Harrod – Domar dibangun berdasarkan pengalaman negara maju, yang memberikan peranan kunci kepada investasi didalam proses pertumbuhan ekonomi serta watak ganda yang dimiliki oleh investasi. Pertama ia menciptakan pendapatan, kedua ia memperbesar kapasitas produksi pertanian dengan cara menaikkan stok modal. Karena itu selama investasi netto tetap berjalan, pendapatan nyata dan output akan senantiasa tambah besar. Hampir sama yang dinyatakan (Arsyad, 2010) bahwa pembentukan modal merupakan faktor penting yang menentukan pertumbuhan ekonomi. Pembentukan modal tersebut dapat diperoleh melalui proses akumulasi tabungan. Teori Harrod-Domar mempunyai beberapa asumsi yaitu: 1) Perekonomian dalam keadaan pengerjaan penuh (full employment) dan barang-barang modal dalam masyarakat digunakan secara penuh 2) Perekonomian terdiri dari dua sektor yaitu sektor rumah tangga daan sektor perusahaan, berarti pemerintah dan perdagangan luar negeri tidak ada dan yang ke 3) Besarnya tabungan masyarakat adalah proporsional dengan besarnya pendapatan nasional, berarti fungsi tabungan di mulai dengan titik nol. 4) Kecendrungan untuk menabung (Marginal Propensity to Save = MPS) besarnya tetap, demikian juga rasio antara modal-output (Capital Output Ratio=COR) (Arsyad, 2010). Minsky adalah salah satu akademisi (1950-1960) dalam Prasetyantoko (2010) memberi perhatian besar pada persoalan siklus ekonomi. Minsky menekankan pentingnya peran pemerintah dalam perekonomian, struktur regulasi,
37
sistem hukum, peran institusi bisnis dan secara lebih spesifik peran institusi keuangan. Karena dinamika perekonomian pada dasarnya adalah keterkaitan antar faktor tersebut. Pemikiran Minsky adalah respon dominan dari pemikiran Keynes, yang dipresentasikan dalam odel IS-LM, yaitu merupakan dinamikan hubungan I (investasi), S (saving), L (liquidity) dan M ( Money suplply) sehingga Minsky dapat dikatakan yang mengembangkan lebih jauh pemikiran Keynes atau disebut “Post Keynesian”. Dikatakan secara sederhana Keynes menekankan adanya keselarasan antara permintaan agregat, investasi dan peran pemerintah dalam memberikan jaring pengaman dalam perekonomian. Beberapa kritik terhadap Keynes dari Minsky. Pertama tidak mungkin akan terjadi keselarasan antara peran negara lebih luas untuk mempengaruhi sisi permintaan (welfare-state), karena dimana semua orang memiliki pekerjaan (full employment) tidak akan pernah tercapai. Kedua terkait dengan prinsip bahwa investasi akan menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi yang berimbas pada kenaikan standar hidup mayarakat, dan akhirnya akan tercipta bibit-bibit instabilitas seperti inflasi yang menyertai investasi dan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Dan ketiga dengan penigkatan kesejahteraan yang terjadi akan diikuti resiko inflasi, dan akhirnya pengangguran pasti akan tercipta kembali. Minsky menyumbangkan dua pemikiran penting yaitu “ teori Finansial dan Investasi “ dan “teori Invesatasi “dari Siklus ekonomi. Merujuk pemikiran Keynes dinyatakan bahwa nilai aset investasi sangat ditentukan oleh subjektivitas para individu, karena tergantung pada konsep preferensi pada likuiditas yang bersifat psikologis. Misalnya jika para individu memegang surat hutang berharga
38
yang akan jatuh tempo beberapa saat kedepan, dan jika terjadi gejolak dipasar yang dapat mempengaruhi nilai investasinya maka respon antara individu yang satu akan berbeda dengan individu yang lainnya. Teori ekonomi memaknai investasi sebagai pengeluaran-pengeluaran untuk membeli barang modal dan peralatan-peralatan produksi yang bertujuan untuk mengganti dan atau menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa dimasa yang depan (Sukirno, 1994). Dinyatakan juga bahwa secara garis besarnya investasi dapat digolongkan menjadi dua yaitu : 1) Investasi otonom Investasi otonom
(Outonomous invesment) yakni investasi yang tidak
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan, artinya investasi yang di adakan bukan karena pertambahan permintaan efektif, tetapi justru untuk menciptakan atau menaikkan permintaan efektif. Besarnya investasi otonom tidak tergantung kepada besar kecilnya pendapatan nasional atau daerah. Investasi otonom adalah pembentukan modal yang tidak di pengaruhi oleh pendapatan naasional. Dengan kata lain, tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang di lakukan oleh perusahaan-perusahaan (Sukirno, 2004). Misalnya investasi pada rehabilitasi sarana prasarana jalan, jembatan, irigasi, rumah sakit dan fasilitas umum lainnya. Walaupun investasi ini tidak mempunyai kaitan dengan tingkat pendapatan secara langsung tetapi dengan sendirinya investasi tersebut dilakukan untuk memperlancar roda perekonomian, memberikan fasilitas pelayanan umum kepada masyarakat dalam bidang kesehatan, pendidikan dan
39
bidang sosial, dan investasi ini pada umumnya lebih banyak dilakukan oleh pemerintah. 2) Investasi terpacu Investasi terpacu (induced investment) yang mempunyai kaitan dengan tingkat pendapatan, misalnya dengan adanya kenaikan pendaatan yang terjadi dimasyarakat pada suatu wilayah atau negara tertentu akan menyebabkan kenaikan kebutuhan terhadap barang tertentu. Kenaikan atau peningkatan permintaan terhadap barang dan jasa akan mendorong untuk melakukan investasi. Berdasarkan sumbernya investasi hanya di lihat melalui investasi oleh masyarakat swasta nasional dan investasi oleh pihak asing, dimana investasi oleh masyarakat lebih banyak dilakukan dengan tujuan mendapatkan keuntungan atau motif bisnis, begitu juga dengan investasi asing atau penanaman modal luar negeri dengan tujuan mendapatkan keuntungan atau motif bisnis di lain sisi kita mendapatkan dampak positifnya. Beberapa faktor yang mempengaruhi investasi (Deliarnov, 1995) adalah : 1) Inovasi dan teknologi : adanya temuan-temuan baru menyebabkan cara-cara berproduksi lama menjadi tidak efisien. Sehingga perusahaan-perusahaan perlu menemukan investasi untuk membeli peralatan mesin-mesin dengan teknologi tinggi. 2) Tingkat perekonomian : makin banyak aktivitas perekonomian suatu negara maka semakin besar pendapatan nasional dan semakin besar pendapatan yang ditabung, dan akhirnya akan diinvestasikan pada kegiatan usaha lainnya yang menguntungkan.
40
3) Tingkat keuntungan perusahaan: semakin besar tingkat keuntungan suatu perusahaan, maka makin besar bagian laba yang dapat yang ditahan dan akan digunakan untuk tujuan investasi yang lain dengan harapan mendapat keuntungan yang lebih besar. 4) Situasi politik : bila situasi politik dalam keadaan aman dan damai, pemerintah banyak memberikan kemudahan bagi para pengusaha, maka para investor akan terdorong untuk melakukan investasi. Investasi yang bersumber dari sebagian pendapatan nasional yang disisihkan untuk tabungan, yang kemudian disalurkan melalui kredit perbankan serta instrumen-instrumen lainnya seperti saham, dan surat-surat berharga, serta dana dari luar negeri yang bersifat pinjaman maupun yang bersifat investasi langsung dari luar negeri. Investasi adalah pengeluaran yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan stok barang modal. Stock barang modal (capital stock) terdiri dari pabrik, mesin, kantor dan tempat tinggal karyawan dan bangunan kontruksi lainnya. Perubahan nilai stok atau barang cadangan sebagai akibat dari perubahan jumlah dan harga” (Deliarnov, 1995 ). 2.2.3 Teori pendapatan Sofyan Syafri Harahap (2001) mengemukakan bahwa “Pendapatan adalah hasil penjualan barang dan jasa yang dibebankan kepada langganan/mereka yang menerima”. Eldon Hendriksen mengemukakan definisi mengenai pendapatan sebagai berikut: Konsep dasar pendapatan adalah pendapatan merupakan proses arus, yaitu penciptaan barang dan jasa selama jarak waktu tertentu”. Definisi-
41
definisi diatas memperlihatkan bahwa ada dua konsep tentang pendapatan yaitu sebagai berikut: 1. Konsep Pendapatan yang memusatkan pada arus masuk (inflow) aktiva sebagai hasil dari kegiatan operasi perusahaan. Pendekatan ini menganggap pendapatan sebagai inflow of net asset. 2. Konsep Pendapatan yang memusatkan perhatian kepada penciptaan barang dan jasa serta penyaluran konsumen atau produsen lainnya, jadi pendekatan ini menganggap pendapatan sebagai outflow of good and services. 2.2.4 Teori perkembangan pengeluaran pemerintah (Teori makro). Pengeluaran pemerintah dalam arti riil dapat dipakai sebagai indikator besarnya kegiatan pemerintah yang dibiayai oleh pengeluaran pemerintah. Semakin besar dan banyak kegiatan pemerintah semakin besar pula pengeluaran pemerintah yang bersangkutan. Dalam teori ekonomi makro, pengeluaran pemerintah terdiri dari tiga pos utama yang dapat digolongkan sebagai berikut (Boediono,1985) : (1) Pengeluaran pemerintah untuk pembelian barang dan jasa. (2) Pengeluaran pemerintah untuk gaji pegawai. Perubahan gaji pegawai mempunyai pengaruh terhadap proses makro ekonomi, di mana perubahan gaji pegawai akan mempengaruhi tingkat permintaan secara tidak langsung. (3)Pengeluaran pemerintah untuk transfer payment. Transfer payment bukan pembelian barang atau jasa oleh pemerintah dipasar barang melainkan mencatat pembayaran atau pemberian langsung kepada warganya yang meliputi misalnya pembayaran subsidi atau bantuan langsung kepada berbagai golongan masyarakat,
pembayaran
pensiun,
pembayaran
bunga
untuk
pinjaman
42
pemerintah kepada masyarakat. Secara ekonomis transfer payment mempunyai status dan pengaruh yang sama dengan pos gaji pegawai meskipun secara administrasi keduanya berbeda. a) Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave. Menurut Mugrave dalam Prasetya (2012) dinyatakan bahwa perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi dapat dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal terjadinya perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar karena pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, transportasi. Kemudian pada tahap menengah terjadinya pembangunan
ekonomi,
investasi
pemerintah
masih
diperlukan
untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat semakin meningkat, tetapi pada tahap ini peranan investasi swasta juga semakin besar. Pada tahap tingkat ekonomi selanjutnya, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan dan pendidikan. b) Teori Adolf Wagner Adolf Wagner menyatakan bahwa pengeluaran pemerintah dan kegiatan pemerintah semakin lama semakin meningkat. Tendensi ini oleh Wagner disebut dengan hukum selalu meningkatnya peranan pemerintah. Teori perkembangan pengeluaran pemerintah Wagner dalam Dumairy, 1997, dikemukakan bahwa perkembangan pengeluaran pemerintah yang semakin besar dalam prosentase
43
terhadap PDB. Wagner mengemukakan pendapatnya bahwa dalam suatu perekonomian apabila pendapatan per kapita meningkat maka secara relatif pengeluaran pemerintah pun akan meningkat. Hukum Wagner dikenal dengan “The Law of Expanding State Expenditure”. Dasar dari hukum tersebut adalah pengamatan empiris dari negaranegara maju (Amerika Serikat, Jerman, Jepang). Dalam hal ini Wagner menerangkan mengapa peranan pemerintah menjadi semakin besar, terutama disebabkan karena pemerintah harus mengatur hubungan yang timbul dalam masyarakat. Kelemahan hukum Wagner adalah karena hukum tersebut tidak didasarkan pada suatu teori mengenai pemilihan barang-barang publik. Wagner mendasarkan pandangannya dengan suatu teori yang disebut teori organis mengenai pemerintah (organic theory of the state) yang menganggap pemerintah sebagai individu yang bebas bertindak, terlepas dari anggota masyarakat lainnya. Berkaitan dengan hukum Wagner, dapat dilihat beberapa penyebab semakin meningkatnya pengeluaran pemerintah, yakni meningkatnya fungsi pertahanan keamanan dan ketertiban, meningkatnya fungsi kesejahteraan, meningkatnya fungsi perbankan dan meningkatnya fungsi pembangunan. c) Teori Peacock dan Wiseman Peacock dan Wiseman didasarkan pada suatu analisis penerimaan pengeluaran
pemerintah.
Pemerintah
selalu
berusaha
memperbesar
pengeluarannya dengan mengandalkan memperbesar penerimaan dari pajak, padahal masyarakat tidak menyukai pembayaran pajak yang besar untuk membiayai pengeluaran pemerintah yang semakin besar tersebut. Meningkatnya
44
penerimaan pajak menyebabkan pengeluaran pemerintah juga semakin meningkat. Peacock dan Wiseman mendasarkan teori mereka pada suatu teori bahwa masyarakat mempunyai suatu tingkat toleransi pajak, yaitu suatu tingkat dimana masyarakat dapat memahami besarnya pungutan pajak yang dibutuhkan oleh pemerintah untuk membiayai pengeluaran pemerintah. Jadi masyarakat menyadari bahwa pemerintah membutuhkan dana untuk membiayai aktivitas pemerintah sehingga mereka mempunyai tingkat kesediaan masyarakat untuk membayar pajak. Dalam
teori
Peacock
dan
Wiseman
terdapat
efek
penggantian
(displacement effect) yaitu adanya gangguan sosial yang menyebabkan aktivitas swasta dialihkan pada aktivitas pemerintah. Pengentasan gangguan tidak hanya cukup dibiayai semata-mata dengan pajak sehingga pemerintah harus meminjam dana dari luar negeri. Setelah gangguan teratasi muncul kewajiban melunasi utang dan membayar bunga. Pengeluaran pemerintah yang semakin bertambah bukan hanya karena GNP bertambah tetapi karena adanya kewajiban baru tersebut. Akibat lebih lanjut adalah pajak tidak menurun kembali ke tingkat semula meskipun gangguan telah berakhir. Jika pada saat terjadi gangguan sosial dalam perekonomian timbul efek penggantian, maka sesudah gangguan berakhir maka timbul pula sebuah efek lain yang disebut efek inspeksi (inspection effect). Adanya gangguan sosial juga akan menyebabkan terjadinya konsentrasi kegiatan ke tangan pemerintah yang sebelumnya dilaksanakan oleh swasta.
45
2.2.5 Teori kesejahteraan Di negara-negara yang menerapkan kebijakan sosial (social policy) atau Kebijakan kesejahteraan (welfare policy) yang menjamin warganya dengan berbagai pelayanan dan skema jaminan sosial yang merata, dikarenakan manfaat pajak sering tidak sampai kepada masyarakat. Pada konsep negara kesejahteraan ini, negara dituntut untuk memperluas tanggung jawabnya pada masalah-masalah sosial ekonomi yang dihadapi rakyat. Negara harus melakukan investasi dalam berbagai masalah sosial dan ekonomi untuk menjamin terciptanya kesejahteraan bersama dalam masyarakat. Di samping itu timbulnya konsep kesejahteraan (Welfare State) yang memandang manusia tidak hanya sebagai individu, akan tetapi juga sebagai anggota atau warga dari kolektiva dan bahwa manusia bukanlah semata-mata merupakan alat kepentingan kolektiva akan tetapi juga untuk kepentingan dirinya sendiri. Konsep atau teori mengenai negara kesejahteraan dikemukakan oleh R. Kranenburg dalam Jejen Hendar (2013)
bahwa negara harus secara aktif
mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh masyarakat secara merata dan seimbang, bukan mensejahterakan golongan tertentu tapi seluruh rakyat. Ciri pokok dari Welfare State adalah sebagai berikut: a) Pemisahan kekuasaan berdasarkan trias politika dipandang tidak prinsipil lagi. Pertimbangan-pertimbangan
efisiensi
kerja
lebih
penting
dari
pada
pertimbangan-pertimbangan dari sudut politik, sehingga peranan eksekutif lebih penting dari sudut politis.
46
b) Peran negara tidak terbatas pada menjaga pada menjaga keamanan dan ketertiban saja, akan tetapi negara secara aktif berperan dalam penyelenggaraan kepentingan rakyat di bidang sosial, ekonomi dan budaya sehingga perencanaan merupakan alat penting dalam Welfare State. c) Welfare State merupakan negara hukum materiil yang mementingkan keadilan sosial dan bukan persamaan formil. d) Pada Welfare State, hak memiliki tidak lagi dianggat sebagi hak yang mutlak, tetapi dipandang mempunyai fungsi sosial yang berarti adanya batasan-batasan dalam kebebasan penggunaannya. e) Adanya kecenderungan bahwa peranan hukum publik semakin penting dan semakin mendesak peranan hukum perdata. Hal ini disebabkan semakin luasnya peranan negara dalam kehidupan sosial, ekonomi dan budaya.
2.2.6 Hubungan jumlah penduduk dengan belanja langsung Penduduk selain merupakan faktor produksi dalam kegiatan ekonomi juga dapat dikatakan sebagai subjek dan objek pembangunan. Dalam pelaksanaan pembangunan pemerintah perlu mengetahui perkembangan jumlah penduduknya, baik menurut angkatan kerja, menurut lapangan kerja, berdasarkan kelompok umur serta berdasarkan pendidikan, berdasarkan kabupaten/kota dan lainnya agar dapat dijadikan referensi dalam membuat suatu kebijakan untuk perncanaan pembangunan, sehingga tujuan pembangunan untuk dapat mensejahterakan masyarakat dapat terwujud sesuai rencana. Kebijakan yang dimaksudkan disini adalah berkaitan dengan perencanaan pengeluaran pemerintah yang merupakan keonsekuensi utama dari pembangunan itu sendiri.
47
Adam Smith: menyatakan prinsip pokok dalam pengeluaran pemerintah yang disebut dengan Canon or Government Expenditure, terdiri dari: 1) Asas moralita, yaitu pengeluaran pemerintah harus sesuai dengan nilai-nilai Yang dijunjung tinggi oleh suatu bangsa yaitu agama. 2) Asas nasionalita, dimana pengeluaran pemerintah harus memperhatikan kepentingan rakyat banyak dan bersifat nasional. 3) Asas kerakyatan, yaitu pengeluaran pemerintah harus memperhatikan kepentingan rakyat banyak dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat. 4) Asas fungsionalita, yaitu pengeluaran pemerintah harus berdasarkan pada fungsi yang telah ditentukan. 5) Asas rasionalita, yaitu pengeluaran pemerintah harus bersifat rasional dengan memperhatikan efisiensi dan efektifitas pengeluaran. 6) Asas perkembangan dimana pengeluaran pemerintah harus sesuai dengan perkembangan negara dan dunia. 7) Asas keseimbangan dan keadilan, yaitu harus ada keseimbangan antara pengeluaran pemerintah antara kegiatan fisik dengan non fisik agar tercipta keselarasan dan keserasian. Peran alokatif pemerintah dalam pembangunan menurut Dumairy (1999) adalah
sangat besar, dinyatakan bahwa dalam kehidupan ekonomi setiap
orang/individu memiliki preferensi tertentu terhadap barang dan jasa yang ingin dikonsumsi dan hendak diproduksi . Barang dan jasa dalam peruntukannya dapat dibedakan menjadi barang pribadi dan barang sosial. Untuk barang pribadi dapat diperoleh melalui proses transaksi jual beli, tetapi untuk barang sosial atau barang
48
publik seperti jalan umum, jembatan, pertahanan dan keamanan tidak tertarik bagi kalangan swasta untuk memproduksinya karena tidak dapat diperjual belikan secara pribadi dan memerlukan investasi yang sangat besar. Untuk barang sosial pemerintah harus turun tangan untuk dapat menyediakan dan memulainya yang dalam proses pelaksanaan teknisnya sudah tentu akan melibatkan masyarakat pribadi dan swasta dari yang berpendidikan tinggi sampai pada yang berpendidikan terendah misalnya sebagai tenaga kerja dalam pelaksanaan proyek padat karya. 2.2.7 Hubungan jumlah penduduk dengan kesejahteraan Tujuan pembangunan adalah
untuk meningkatkan taraf hidup dan
kesejahteraan semua lapisan masyarakat. Haror-Domar dalam Todaro (2006) menyatakan bahwa ada 3 (tiga ) komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu: 1) Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk investasi baru dalam tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia melalui perbaikan dibidang kesehatan, pendidikan, dan keterampilan kerja; 2) Pertumbuhan jumlah penduduk yang akhirnya menyebabkan petumbuhan angkatan kerja dan yang ke 3) adalah Kemajuan teknologi yang secara luas diterjemahkan sebagai cara baru untuk menyelesaikan pekerjaan. Jumlah penduduk memiliki hubungan yang kuat dengan kesejahteraan, karena penduduk adalah merupakan subjek dan objek dari pembangunan. Penduduk selaku input dalam proses produksi dan sekaligus merupakan
tujuan
pembangunan
itu
sendiri
yaitu
untuk
ditingkatkan
kesejehteraannya. Semakin bertambahnya penduduk maka semakin banyak orangorang yang terlibat dalam pembangunan. Terutama yang memiliki jiwa inovatif
49
dan kompetensi pada berbagai bidang serta diiringi dengan penguasaan teknologi akan dapat lebih meningkatkan produtivitas dalam perekonomian dan akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Artinya kalau dipandang dari segi positifnya, bahwa dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi yang berkualitas dapat memperlancar memajukan pembangunan. 2.2.8 Hubungan dana perimbangan dengan belanja langsung Implementasi pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat ditinjau dari alokasi realisasi alokasi dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Dana perimbangan (Dana Bagi Hasil, DAU dan DAK) erat kaitannya dengan besarnya pengeluaran pemerintah terlebih bagi daerah kabupaten/kota yang memiliki sumber pendapatan asli daerah yang rendah dalam rangka melaksanakan pembangunan untuk kepentingan publik. Fransisca Roossiana Kurniawati (2010) juga menyatakan DAU dan PAD berpengaruh positif terhadap belanja pemerintah daerah provinsi, kota dan kabupaten di Indonesia. 2.2.9 Hubungan dana perimbangan dengan kesejahteraan Salah satu sasaran pokok dari pelaksanaan desentralisasi adalah untuk mendekatkan pemerintah dengan masyarakat dalam rangka memberikan pelayanan publik. Konskuensi dari desentralisasi tersebut berdasarkan titik tolak desentralisasi di Indonesia adalah Daerah Tingkat II, salah satu dasar pertimbangannya bahwa Dati II adalah ujung tombak pelaksanaan pembangunan sehingga dianggap lebih tahu kebutuhan dan potensi daerahnya (Kuncoro: 2004). Konsekuensinya, pemerintah pusat berkewajiban memberikan alokasi belanja
50
pembangunan sektor publik yang lebih besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang nantinya berdampak terhadap kesejahteraan. Penelitian hubungan antara DAU, Belanja Modal dan Kualitas Pembangunan Manusia sudah pernah dilakukan oleh Christy dan Adi (2009) dalam Sulistiyowati (2012) hasilnya menunjukkan bahwa DAU berpengaruh terhadap Belanja Modal dan terhadap Indek Pembangunan Manusia. Desentralisasi fiskal mampu meningkatkan efisiensi ekonomi yang kemudian berkaitan dengan dinamika pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. 2.2.10 Hubungan investasi dengan belanja langsung Dengan majunya teknologi maka peranan faktor produksi “modal” menjadi penting. Karena untuk produksi modern diperlukan pabrik, mesin-mesin, dan alat-alat modern yang disebut barang modal. Sebagian pengeluaran rumah tangga perusahaan untuk membeli barang-barang yang dihasilkan rumah tangga keluarga dan untuk membeli barang hang hasil produksi disebut barang investasi. Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi investasi penting dilakukan (Gilarso, 2006), karena tidak hanya dipakai untuk mengganti alat produksi yang sudah rusak (penyusutan) tetapi untuk memperbesar kapasitas produksi. Dalam melakukan investasi perlu biaya, sumber pembiayaan sebagian diambil dari penerimaan rumah tangga perusaha yang disisihkan melalui penyusutan dan cadangan laba yang didak dibagikan, sebagian lagi diambil dari tabungan masyarakat yang disalurkan kerumah tangga perusahaan melalui kredit perbankan, pasar modal, dari anggaran pemerintah dan dari penanaman modal asing.
51
Adanya hubungan positif antara tingkat investasi dan laju pertumbuhan ekonomi sesuai pernyataan Wagner dalam Dumairy (1997), bila dalam perekonomian suatu negara terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi akibat adanya investasi maka akan diikuti dengan pengeluaran pemerintah yang relatif besar pula, sebagai akibat dari campur tangan pemerintah dalam mengatur dampak kegiatan ekonomi itu sendiri yang muncul dalam bentuk eksternalitas negatif. 2.2.11 Hubungan investasi dengan kesejahteraan Berdasarkan teori Pertumbuhan Ekonomi dari Harrod-Domar Todaro (2006) dinyatakan bahwa adanya hubungan
Dalam
positip antara tingkat
investasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Artinya rendahnya Investasi disuatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat perkapita di wilayah tersebut rendah karena tidak ada kegiatan-kegiatan ekonomi yang produktif. Investasi adalah motor suatu perekonomian, banyak investasi yang direalisasikan di dalam suatu negara akan menunjukkan lajunya pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan, sedangkan sedikitnya investasi yang direalisasikan akan menunjukkan lambannya laju pertumbuhan (Rosyidi dalam Suwarno, 2008). Investasi
merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat.
Kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional. Peningkatan yang terjadi sudah tentu selalu dibarengi oleh penanaman modal dan peningkatan produktivitas serta pendapatan per kapita yang pada akhirnya akan meningkatkan PDRB dan kesejahteraan (Sukirno,2000). Hasil
52
penelitian Deddy Rustiono (2008) juga menunjukkan bahwa angkatan kerja, investasi swasta (PMA dan PMDN) dan belanja pemerintah daerah memberi dampak positif terhadap perkembangan PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Jurnal kajian ekonomi yang berjudul ketimpangan ekonomi antar provinsi di Sumatera Utara oleh Yeniwati (2013) dengan menggunakan metode analisis indeks ketimpangan Williamson, regresi OLS hasilnya menunjukkan bahwa dari 10 provinsi yang ada di Sumatera memiliki indeks ketimpangan yang lebih besar dari rata-rata Sumatera ada lima provinsi, dan terdapat pengaruh yang signifikan antara investasi dengan ketimpangan ekonomi di wilayah Sumatera. 2.2.12 Hubungan belanja langsung dengan kesejahteraan Dampak pengeluaran pemerintah dalam jangka panjang terhadap kinerja agregat ekonomi tergantung pada kinerja pemerintah. Dalam jangka pendek belanja pemerintah akan memperluas permintaan agregat tetapi peningkatan belanja pemerintah atas biaya dana pinjaman, akan menyempitkan beberapa investasi swasta dan menghambat pertumbuhan permintaan agregat. Pengeluaran pemerintah dapat menstimulus perimtaan dan penaearan terhadap barang dan jasa sehingga akan meningkatkan kegiatan ekonomi masyarakat dan meningkatkan investasi baik swasta, pemerintah maupun penanam modal asing. Aktivitas ekonomi yang meningkat sebagai dampak dari investasi dapat menciptakan kesempatan kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Pernyataan tersebut diatas didukung oleh hasil penelitian Dedy Rustiono (2008) dengan hasil penlitian bahwa temuan dari penelitian ini menunjukkan
53
bahwa angkatan kerja, investasi swasta (PMA dan PMDN) dan belanja pemerintah daerah memberi dampak positif terhadap perkembangan PDRB Propinsi Jawa Tengah. Steven A.Y.Lin (1994) juga mengatakan bahwa pengeluaran pemerintah dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan laju yang semakin mengecil. Sasana : 2009 juga menyatakan bahwa pembelanjaan infrastruktur dan sektor sosial oleh pemerintah daerah lebih dapat memacu pertumbuhan ekonomi dari pada kebijakan pemerintah pusat, karena daerah dianggap lebih tahu kebutuhan masyarakatnya sehingga akan terwujud efisiensi ekonomi dan memacu pertumbuhan ekonomi. Nazar Dahmardeh (2008) dalam jurnalnya yang berjudul (Government Expenditures and its Impact on Poverty Reduction ( Empirical From Sistan and Baluchestan Province of Iran) bertujuan untuk menemukan hubungan antar pengeluaran pemerintah dan tingkat kemiskinan di Provinsi Sistan dan Baluchestan Irandengan memeriksa efek dari pengeluaran anggaran pada tahun 1978-2008 terhadap pengurangan kemiskinan. Selanjutnya penelitian ini memiliki distribusi pendapatan 420 rumah tangga di Sistan Baluchestan dan daerah pada tahun 2010 dan diperkirakan dampak pengeluaran pemerintah dalam pengentasan kemiskinan dengan menggunakan teknik Autoregressive DistributededLag (ARD). Seperti terlihat pada hasil, pengeluaran konstruktif memiliki efek positif pada pengurangan kemiskinan. Studi yang menunjukkan hubungan positif antara pengeluaran pemerintah dan pertumbuhan diantaranya: Ram (1986) menemukan hubungan positif antara pengeluaran pemerintah dengan pertumbuhan ekonomi. Diamond (1989) dalam
54
Sodik ( 2007) menyatakan bahwa pengeluaran sosial mempunyai hubungan positif yang signifikan pertumbuhan ekonomi. Dalam penelitian Arthur Goldsmith (2008) dalam Syeh Assery (2009), menyatakan bahwa peningkatan belanja pemerintah dapat memperluas permintaan agregat dalam jangka pendek tetapi juga dapat meningkatkan tingkat suku bunga sehingga akan menurunkan investasi swasta dalam jangka panjang. Belanja pemerintah dibagi menjadi dua komponen yaitu konsumsi masyarakat dan investasi publik. Efek jangka pendek dari peningkatan belanja pemerintah adalah sama untuk kedua komponen tetapi berbeda untuk efek jangka panjang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2.3 Keaslian Penelitian Beberapa
penelitian
terdahulu
penulis
gunakan
sebagai
bahan
perbandingan, demi mencegah adanya plagiarisme dalam penelitian ini adalah : Suindyah D (2009) menganalisis pengaruh investasi, tenaga kerja dan pengeluaran pemerintah terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur, dinyatakan bahwa dengan semakin meningkatnya investasi yang masuk ke Jawa Timur khususnya investasi asing akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, jumlah tenaga kerja yang bekerja memupunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi, serta pengeluaran pemerintah
akan
memberikan dukungan terhadap pelaksanaan pembangunan khususnya di Jawa Timur,
karena
dengan
semakin
bertambahnya
menyebabkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi.
pengeluaran
pemerintah
55
Jurnal Ali Sulieman Al-Shatti (2014) menguji dampak dari pengeluaran publik terhadap pertumbuhan ekonomi di Yordania selama jangka waktu (19932013), dengan menentukan kontribusi pengeluaran saat ini dan modal Pendidikan, Kesehatan, Perekonomian, dan Perumahan dan masyarakat Utilitas sebagai persen dari total pengeluaran publik, dan kemudian memeriksa dampak dari masingmasing dari pada pertumbuhan ekonomi di Yordania. Dua model matematika telah dirancang untuk mengukur dampak ini, yang pertama mengukur dampak pengeluaran fungsional saat ini, dan model kedua mengukur dampak pengeluaran fungsional modal terhadap pertumbuhan ekonomi di Yordania. Hasil empiris menunjukkan bahwa dampak dari pengeluaran saat ini dan modal pada pendidikan telah gagal untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, dan itu adalah karena tingginya biaya pendidikan, terutama pendidikan tinggi di sektor swasta di Yordania, serta tingkat pengangguran yang semakin meningkat, dan pengeluaran untuk urusan kesehatan dan ekonomi harus didorong karena berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Kajian pengaruh Dana Perimbangan terhadap pertumbuhan ekonomi di Provinsi Sulawesi Tengah telah dilakukan oleh Yulian Rinawati Tahaa,DKK (2010) dengan hasil yang diperoleh bahwa DBH, DAU, DAK, berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan melalui investasi swasta. Karena dana perimbangan tersebut dialokasikan pada pembiayaan infrastruktur ekonomi yang pada akhirnya menunjang kegiatan investasi swasta. Ketertarikan investor untuk melakukan investasi di daerah adalah karena tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan produksi barang dan jasa. Hal ini
56
mengindikasikan bila sebuah daerah ingin menumbuhkan investasi swasta, maka dana perimbangan yang terdiridari DBH, DAU, DAK tersebut seyogyanya juga tumbuh secara positif. DBH, DAU dan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Oleh karena itu, dana perimbangan dialokasikan pada pembangunan infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Hal ini mengindikasikan bahwa pembangunan infrastruktur ekonomi berdasarkan kebutuhan dapat mendorong kegiatan produksi barang atau jasa sehingga ekonomi daerah akan tumbuh. DBH, DAU dan DAK
berpengaruh positif dan signifikan terhadap
pertumbuhan ekonomi melalui investasi swasta. Besar dan kecilnya dana perimbangan yang dialokasikan pada pembangunan sarana dan prasarana penunjang kegiatan ekonomi akan berpengaruh pada investasi swasta. Dengan adanya kegiatan investasi swasta akan menciptakan kesempatan kerja, dan menciptakan multiple effect sehingga berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi. Artinya dana perimbangan tersebut dialokasikan pada pembiayaan infrastruktur ekonomi yang pada akhirnya menunjang kegiatan investasi swasta. Ketertarikan investor untuk melakukan investasi di daerah
adalah karena
tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan produksi barang dan jasa. Hasil penelitian Andaiyani (2012) dengan menggunakan analisis regresi berganda diperoleh hasil bahwa IPM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap belanja modal, sedangkan pertumbuhan ekonomi dan belanja operasional tidak berpengaruh secara signifikan terhadap alokasi belanja modal. Pengaruh
57
Pengeluaran Pemerintah Bidang Ekonomi, Kesehatan, dan Pendapatan Perkapita Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Bali adalah penelitian yang dilakukan oleh Pramana (2008) dengan menggunakan data panel yang diolah dengan teknik analisis regresi linier berganda hasilnya menunjukkan pengeluaran pemerintah (bidang ekonomi, kesehatan, dan pendidikan) berpengaruh secara signifikan berpengaruh secara parsial dan simultan terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat provinsi bali. Penelitian Kami Artana (2009) hasilnya menunjukkan bahwa investasi dan tenaga kerja baik secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, dan secara parsial dengan menggunakan metode linier dan log linier ternyata investasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi tetapi tenaga kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap kemiskinan pada periode 1990-2007.Sinta Regina Trisnu (2014) dengan menggunakan data time series 1990-2012 yang dianalisis dengan regresi liner berganda diperoleh hasil bahwa penanaman modal asing dan penanaman modal dalam negeri secara simultan dan secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap produk domestik bruto. Fransisca Roosiana Kurniawati (2010) dengan menggunakan sampel penelitian laporan keuangan dari 28 provinsi yang telah diaudit oleh BPK RI dengan pendapat wajar dan wajar tanpa pengecualian, diperoleh hasil bahwa DAU berpengaruh positif secara signifikan terhadap belanja daerah. Hasilnya juga menyatakan bahwa pengaruh DAU terhadap belanja daerah lebih besar daripada pengaruh PAD terhadap belanja daerah. Hal ini menunjukkan bahwa banyak
58
daerah masih tergantung dengan dana yang dikucurkan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah belum dapat sepenuhnya lepas dari pemerintah pusat di dalam mengatur rumah tangga daerah. Dinyatakan bahwa selama kurang lebih sembilan tahun pelaksanaan otonomi daerah, ternyata belum ada perkembangan yang signifikan atas usaha pemerintah daerah untuk membangun kemandirian keuangan daerah. Porsi PAD yang merupakan salah satu komponen kemandirian daerah ternyata belum mampu ditingkatkan oleh pemerintah daerah, apalagi untuk menutup pembelanjaan pemerintah daerah. Hasil penelitian Muhamad Rizal Mubaroq (2013) dinyatakan bahwa investasi pemerintah, jumlah tenaga kerja dan desentralisasi fiskal kabupaten kota di Indonesia pada tahun 2007-1010 memiliki pengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi. Sama dengan Bambang Prakosa (2004) menyatakan bahwa secara empiris besarnya belanja daerah dipengaruhi oleh jumlah DAU yang diterima dari pemerintah pusat.
Mosayeb Pahlavani (2011) dalam jurnalnya yang berjudul Government Revenue And Government Expenditure Nexus In Asian Countries:Panel Cointegration And Causality Mohsen Mehrara Faculty of Economics, ditemukan hubungan kointegrasi antara pendapatan pemerintah dan pengeluaran pemerintah dengan menerapkan uji panel kointegrasi. Implikasi kebijakan dari hasil menunjukkan bahwa ada saling ketergantungan antara pengeluaran pemerintah dan pendapatan. Pemerintah membuat keputusan pengeluaran dan pendapatan secara bersamaan. Dalam skenario ini otoritas fiskal negara-negara ini dengan defisit anggaran harus meningkatkan pendapatan dan mengurangi pengeluaran secara bersamaan dalam rangka untuk mengendalikan anggaran defisit mereka.
59
Ranis (2004) dalam artikelnya yang berjudul Human Development And Economic Growth, digambarkan bahwa tujuan akhir dari proses pembangunan, dengan pertumbuhan ekonomi, yang digambarkan sebagai proxy yang tidak sempurna lebih kesejahteraan umum, atau sebagai sarana menuju pembangunan manusia ditingkatkan. Perdebatan ini telah memperluas definisi dan tujuan pembangunan, tetapi masih perlu untuk menentukan keterkaitan penting antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi. Sampai-sampai yang lebih besar kebebasan dan kemampuan meningkatkan kinerja ekonomi, pembangunan manusia akan memiliki dampak penting pada pertumbuhan. Demikian pula, sejauh bahwa peningkatan pendapatan akan meningkatkan berbagai pilihan dan kemampuan dinikmati oleh rumah tangga dan pemerintah , pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pembangunan manusia. Terdapat beberapa persamaan penelitian ini bila dibandingkan dengan penelitian sebelumnya terdapat beberapa kemiripan antara lain : permasalahan, variabel, metodeloginya dan beberapa alat analisis yang digunakan, tetapi yang membedakan adalah pada lokasi, periode waktu penelitian, dan objek penelitian.
60
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN 3.1 Kerangka Berpikir
Kesejahteraan dan keadilan merupakan cita-cita Bangsa Indonesia sesuai yang tersirat dalam Pancasila dan UUD 1945, dinyatakan bahwa setiap orang berhak untuk hidup sejahtera lahir batin, terpenuhi kebutuhan rohaninya, kebebasan berkeyakinan, memperoleh pendidikan atau psikologinya. Dalam rangka mewujudkan kesejahteraan masyarakat bagi seluruh rakyat Indonesia dapat diwujudkan melalui pelaksanaan pembangunan baik oleh pemerintah pusat maupun pelaksanaan pembangunan daerah. Pelaksanaan pembangunan daerah adalah bagian dari pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang berlangsung terus menerus dan berkesinambungan
telah
menempatkan manusia sebagai titik sentral yaitu bertujuan meningkatkan partisipasi rakyat dalam proses pembangunan serta meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan semua lapisan masyarakat (BPS,2007). Salah satu konsekuensi pelaksanaan otonomi daerah adalah adanya sumber keuangan
daerah
yang
memadai
guna
membiayai
penyelenggaraan
pemerintahannya, sesuai ketentuan yang diatur dalam UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dinyatakan bahwa sumber pendapatan daerah untuk membiayai pengeluaran
61
daerah terdiri dari : PAD, dana perinbangan dan lain-lain pendapatan daerah yang sah. Keberhasilan pembangunan secara umum dapat dilihat dari pertumbuhan ekonominya dan capaian IPM dalam suatu daerah. IPM merupakan salah satu indikator tingkat kesejahteraan masyarakat di suatu wilayah yang menggambarkan kombinasi antara tingkat kesehatan, tingkat pendidikan dan standar hidup layak (dengan ukuran ketimpangan antar wilayah), seperti yang terjadi pada kabupaten/kota di Provinsi Bali tampak terjadi ketimpangan terutama pada empat kabupaten pada periode 2007-2012 yaitu pada Kabupaten (Karangasem, Klungkung, Bangli dan Buleleng). Jumlah penduduk dan investasi merupakan komponen utama yang mendorong pertumbuhan ekonomi (Harror-Dommar dalam Todaro, 2006). Watak ganda yang dimiliki oleh investasi dalam proses pertumbuhan ekonomi menurut Arsyad (2010) adalah pertama ia menciptakan pendapatan, kedua ia memperbesar kapasitas produksi pertanian dengan cara menaikkan stok modal. Karena itu selama investasi netto tetap berjalan, pendapatan nyata dan output akan senantiasa tambah besar. Dengan majunya teknologi maka peranan faktor produksi “modal” melalui investasi menjadi penting dalam pembangunan guna menciptakan kesempatan
kerja
yang dapat
mendorong pertumbuhan ekonomi
guna
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Seiring dengan terciptanya kesempatan kerja yang diakibatkan oleh investasi akan dapat meningkatkan aktivitas ekonomi, yang selanjutnya dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya dapat meningkatkan
62
pengeluaran pemerintah khususnya belanja langsung. Berkaitan dengan hukum Wagner, dapat dilihat beberapa penyebab semakin meningkatnya pengeluaran pemerintah karena meningkatnya aktivitas ekonomi dapat menimbulkan eksternalitas negatif sehingga memerlukan intervensi pemerintah. Dapat
dikatakan
bahwa
untuk
dapat
mewujudkan
kesejahteraan
masyarakat, diperlukan anggaran belanja yang disebut belanja langsung oleh pemerintah yang salah satunya bersumber dari dana perimbangan, adanya peningkatan investsi baik oleh masyarakat, swasta dan maupun pemerintah yang bersumber dari penanam modal dalam negeri (PMDN) dan luar negeri serta keterlibatan sumber daya manusia (penduduk) baik selaku subyek dan obyek pembangunan. Untuk memperjelas gambaran kerangka berpikir dapat dilihat pada Gambar 3.1
63
Cita-cita Bangsa Indonesia Berdasarkan Pancasila dan UUD 1945 untuk Mewujudkan Kesejahteraan dan Keadilan Sosial Bagi Seluh Rakyat Indonesia
Pemerataan Pembangunan Dapat terwujud melalui Penyelenggaraan Otonomi Daerah Berdasarkan : 1) UU No. 32 tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah 2) UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah
Keberhasilan Pembangunan Daerah Tingkat Kesejahteraan (IPM )
Tingkat Kesejahteraan Masyarakat (IPM) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Kurang Merata
( Belanja Langsung)
Jumlah Penduduk
Dana Perimbangan
Investasi
Gambar 3.1 Kerangka Berpikir :Penelitian Pengaruh Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan dan Investasi Terhadap kesejahteraan Melalui Belanja Langsung Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali
3.2 Kerangka Konsep
Kesejahteraan adalah merupakan harapan setiap individu dan tujuan utama pembangunan sesuai dengan cita-cita Bangsa Indonesia yang tertuang dalam UUD
64
1945 sebagai suatu landasan konstitusional Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang telah meletakkan dasar-dasar tata kelola dan kehidupan bernegara, berawal dari bentuk negara sampai kepada kesejahteraan sosial. Setiap orang berhak untuk hidup sejahtera, lahir batin, memperoleh layanan kesehatan, pendidikan atau psikologinya. Landasan itulah yang seharusnya dijadikan pedoman bagi pemerintah baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dalam pelaksanaan pembangunan. Pemberian otonomi melalui asas desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan sesuai UU No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, telah memberikan kesempatan dan peluang bagi seluruh pemerintah daerah khususnya pemerintah kabupaten/kota untuk menggali dan memanfaatkan segala potensi yang ada dalam pembangunan, guna meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat secara demokratis, adil, merata, dan berkesinambungan. Selanjutnya mengacu pada UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dinyatakan salah satu sumber penyelenggaran pembangunan daerah adalah melalui dana perimbangan. Penduduk memiliki
peranan
sangat
penting dalam pembangunan,
sesuai dengan asumsi klasik bahwa jumlah penduduk mampu mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. John Stuart Mill dapat menerima pendapat Malthus mengenai laju pertumbuhan penduduk melampaui laju pertumbuhan bahan makanan sebagai suatu aksioma, namun pada
situasi tertentu manusia dapat
mempengaruhi perilaku demografinya, tidak benar bahwa kemiskinan tidak dapat dihindarkan atau kemiskinan itu disebabkan karena sistem kapitalis. Kalau pada
65
suatu waktu di suatu wilayah terjadi kekurangan bahan makanan, maka keadaan ini hanya bersifat sementara saja. Pemecahannya ada dua kemungkinan yaitu: mengimport bahan makanan, atau memindahkan sebagian penduduk wilayah tersebut ke wilayah lain. Hal ini dapat diatasi
dengan meningkatkan tingkat
golongan yang tidak mampu melalui peningkatan pendidikan, kesehatan sehingga mereka mampu berpikir secara rasional untuk mempertimbangkan perlu tidaknya menambah jumlah anak sesuai dengan karir dan usaha yang ada. Jumlah dan laju pertumbuhan penduduk adalah indikator kependudukan yang menjadi isu penting dalam pembangunan ekonomi. Tingginya laju pertumbuhan penduduk akan berimplikasi terhadap perencanaan pembangunan yang berkaitan dengan pemenuhan kebutahan dasar, pendidikan dan kesehatan yang berdampak terhadap besarnya pengeluaran pemerintah (belanja langsung) untuk membiayai pembangunan guna dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk. Pertumbuhan penduduk dihubungkan dengan kenaikan angkatan kerja secara tradisional dianggap sebagai faktor positif dalam merangsang pertumbuhan ekonomi (Todaro, 2002). Dalam jurnalnya Suyekti Suindyah D (2009) dinyatakan bahwa semakin meningkatnya investasi yang masuk ke Jawa Timur khususnya investasi asing dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, jumlah tenaga kerja yang bekerja memupunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi, serta pengeluaran pemerintah akan memberikan dukungan terhadap pelaksanaan pembangunan khususnya di Jawa Timur, karena dengan semakin bertambahnya pengeluaran pemerintah menyebabkan meningkatnya pertumbuhan
66
ekonomi. Hasil penelitian Deddy Rustiono (2008) juga menunjukkan bahwa angkatan kerja, investasi swasta (PMA dan PMDN) dan belanja pemerintah daerah memberi dampak positif terhadap perkembangan PDRB di Propinsi Jawa Tengah. Adanya hubungan positif antara tingkat investasi dan laju pertumbuhan ekonomi (Wagner dalam Dumairy, 1997), bila dalam perekonomian suatu negara terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi akibat adanya investasi maka akan diikuti dengan pengeluaran pmerintah yang relatif besar pula, sebagai akibat dari campur tangan pemerintah dalam mengatur dampak kegiatan ekonomi itu sendiri yang muncul dalam bentuk eksternalitas
negatif. Seiring dengan pernyataan
tersebut bahwa dalam pelaksanaan pembangunan daerah guna mewujudkan kesejahteraan masayarakat, diperlukan sumber-sumber pembiayaan sebagaimana diatur dalam Undang-undang No. 33 tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, dinyatakan bahwa Pembiayaan Otonomi Daerah bersumber dari Pendapatan Daerah yang bersumber dari PAD, Dana Perimbangan dan Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah. Jurnal berjudul Official development assistance (ODA), public spending and economic growth in Ethiopia oleh Tofik Siraj (2012) dengan hasil penelitian
menunjukkan bahwa pengeluaran pemerintah untuk investasi fisik dan pengembangan sumber daya manusia memiliki kontribusi positif terhadap pertumbuhan ekonomi sementara belanja konsumsi mempengaruhi pertumbuhan negatif. Selain itu, dibandingkan dengan mereka yang berpendapat bahwa ODA merugikan pertumbuhan negara penerima, studi ini menemukan kontribusi positif
67
dalam pertumbuhan Ethiopia, terutama selama delapan tahun terakhir ketika negara mencapai tingkat pertumbuhan yang tinggi. Namun, negara sangat tergantung pada bantuan dan pinjaman, yang membuatnya rentan terhadap perubahan aliran bantuan. Pentingnya peranan dana perimbangan terhadap keberhasilan pelaksanaan otonomi daerah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat didukung hasil kajian Yulian Rinawati Tahaa,DKK (2010), bahwa DBH, DAU dan DAK berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan melalui investasi swasta. Artinya dana perimbangan tersebut dialokasikan pada pembiayaan infrastruktur ekonomi yang pada akhirnya menunjang kegiatan investasi swasta. Ketertarikan investor untuk melakukan investasi di daerah adalah karena tersedianya sarana dan prasarana yang menunjang kegiatan produksi barang dan jasa. Hal ini mengindikasikan bila sebuah daerah ingin menumbuhkan investasi swasta, maka dana perimbangan yang terdiri dari DBH, DAU, DAK tersebut seharusnya juga tumbuh secara positif. DBH, DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi. Chude (2012)
dalam jurnalnya yang berjudul Impact Of Government
ExpenditureOn Economic Growth In Nigeria, hasil penelitian menunjukkan bahwa total Pengeluaran Pendidikan sangat dan signifikan secara statistik dan memiliki hubungan yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di Nigeria dalam jangka panjang. Hasilnya memiliki implikasi penting dalam hal kebijakan dan pelaksanaan anggaran di Nigeria.
68
Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dijelaskan pada Gambar 3.1 dan beberapa teori serta kajian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian ini, maka dapat digambarkan kerangka konsep seperti Gambar. 3.2
Jumlah Penduduk (X1)
Dana Perimbangan (x2)
e1 e1
Belanja Langsung (Y1)
Kesejahteraan Masyarakat (Y2)
Investasi (X3)
Gambar 3.2. Kerangka Konsep: Pengaruh Jumlah Penduduk,Dana Perimbangan Dan Investasi Terhadap Kesejahteraan Masyarakat melalui Belanja Langsung Pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali.
3.3 Hipotesis Penelitian
Hipotesis merupakan pernyataan ilmiah yang dilandasi oleh kajian teoritik dan empiris yang merupakan jawaban sementara terhadap permasalahan yang dihadapi untuk diuji kebenarannya berdasarkan data empiris yang akan dikumpulkan. Hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
69
1. Jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan di kabupaten /kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012. 2. Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi secara
tidak langsung terhadap kesejahteraan
masyarakat melalui belanja langsung di kabupaten /kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012.
70
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 Rancangan Penelitian Mengacu pada rumusan masalah dan tujuan penelitian ini metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian kuantitatif yang merupakan analisis angka-angka sehingga dapat dihitung dan menggunakan metode kualitatif untuk menjelaskan hasil penelitian. Rancangan penelitian ini menggunakan metode analisis jalur (path analisys) dengan menggunakan tiga variabel bebas yaitu jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi, satu variabel terikat yaitu kesejahteraan masyarakat dan
variabel
belanja langsung sebagai variabel mediator. Menurut Baron dan Keny (1986) dalam Ghozali :2012 dinyatakan suatu variabel disebut mediator jika variabel tersebut ikut mempengaruhi hubungan antara variabel predictor (independen) dan variabel dependen. 4.2 Lokasi , Ruang Lingkup dan Waktu Penelitan Lokasi penelitian ini dilakukan pada kabupaten/kota di Provinsi Bali, karena tampak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap nilai IPM pada empat kabupaten (Karangasem, Klungkung, Bangli dan Buleleng) dibandingkan dengan empat kabupaten (Badung, Badung, Tabanan, Gianyar, Jembrana) dan Kota Denpasar. Berdasarkan rumusan masalah yang dibahas bahwa ruang lingkup penelitian ini adalah variabel Jumlah Penduduk, Dana Perimbangan, Jumlah Investasi
pemerintah
melalui
belanja
modal,
Belanja
Langsung,
serta
71
kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali dengan data yang digunakan dalam penelitian ini dari tahun 2007-2012. 4.3 Identifikasi Variabel Penelitian Dalam penelitian ini terdapat tiga jenis variabel yaitu variabel exogeneous, variabel endogenous dan variabel intervening. Ketiga variabel tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut. (a) Variabel jumlah penduduk (X1), dana perimbangan (X2) dan investasi (X3) merupakan variabel exogenieu atau disebut pula sebagai variabel independen. (b) Variabel belanja langsung (Y1) merupakan variabel intervening mempengaruhi
hubungan
variabel
jumlah
perimbangan (X2), investasi (X3) terhadap
penduduk
(X1),
yang dana
variabel kesejahteraan
masyarakat (Y2) (c) Variabel kesejahteraan masyarakat
adalah variabel endogenieus atau
disebut pula sebagai variabel dependen. 4.4 Definisi Operasional Variabel Penelitian 1) Variabel jumlah penduduk dalam penelitian ini adalah penduduk Bali berumur 15 tahun keatas yang bekerja di wilayah kabupaten/kota di Provinsi Bali periode tahun 2007-2012 yang dinyatakan dalam satuan orang. 2) Variabel dana perimbangan adalah jumlah realisasi dana perimbangan (DBH, DAU dan DAK) pada kabupaten/kota di Provinsi Bali periode tahun 2007-2012 yang dinyatakan dalam satuan juta rupiah (Rp).
72
3) Variabel Investasi dalam penelitian ini adalah realisasi investasi yang dilakukan pemerintah yaitu jumlah belanja modal pada kabupaten/kota di Provinsi Bali yang dinyatakan dalam satuan juta rupiah (Rp.) 4) Variabel belanja langsung dalam penelitian ini adalah jumlah belanja daerah yang terealisasi yang terkait secara langsung dengan program dan kegiatan, yang terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja
modal
yang
terealisasi
periode
tahun
2007-2012
pada
kabupaten/kota di Bali yang dinyatakan dalam satuan juta rupiah (Rp.) 5) Variabel kesejahteraan masyarakat dalam penelitian ini adalah nilai IPM pada kabupaten/kota di Provinsi Bali dari Tahun 2007 – 2012 yang dinyatakan dalam satuan point. 4.5 Jenis dan Sumber Data 4.5.1 Jenis data 1) Data kuantitatif adalah data yang mempunyai satuan hitung (Sugiyono, 2010:13), Contohnya: data jumlah penduduk, data dana perimbangan, data investasi, data belanja langsung dan data kesejahteraan
di
kabupaten/kota Provinsi Bali. 2) Data kualitatif adalah data-data yang berupa keterangan-keterangan yang tidak mempunyai satuan hitung, yang digunakan untuk memberikan penjelasan yang mendukung penelitian (Sugiyono, 2010:14). Contohnya gambaran umum kabupaten/kota di Provinsi Bali. 4.5.2 Sumber Data 1)
Data primer adalah data yang secara langsung dikumpulkan oleh peneliti dan dipublikasikan oleh peneliti yang bersangkutan. Data tersebut
73
meliputi informasi atau keterangan yang diperoleh dari hasil wawancara dengan para pejabat yang menangani data investasi, di Badan Penanaman Modal dan Perijinan (BPMP) Provinsi Bali dan Pejabat Perpustakaan di Badan Statistik Provinsi Bali.. 2)
Data sekunder adalah data yang sudah dikumpulkan dan telah dipublikasikan oleh pihak-pihak lain: seperti data jumlah penduduk di kabupaten/kota Provinsi Bali, data dana perimbangan di kabupaten/kota Provinsi Bali, data investasi di kabupaten/kota Provinsi Bali, data jumlah belanja langsung di kabupaten/kota Provinsi Bali dan data kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012.
4.6 Metode Pengumpulan Data Seluruh data dalam penelitian ini dikumpulkan dengan menggunakan metode observasi nonpartisipan dan melalui wawancara. 1) Metode observasi nonpartisipan dilakukan dengan mengamati secara langsung dokumen yang dikeluarkan oleh instansi berwenang, yaitu: BPMP Provinsi Bali, Biro Keuangan Sekretaris Daerah Provinsi Bali dan Badan Pusat Statistik Provinsi Bali. 2) Wawancara mendalam dilakukan dengan Kepala Bagian Anggaran Setda Provinsi Bali dan Pejabat/staf perpustakaan di Badan Pusat Statistik ( BPS) Provinsi Bali. 4.7
Teknik Analisis Data
4.7.1 Analisis deskriptif
74
Penerapan analisis deskriptif dalam studi ini dengan menerapkan statistik deskriptif untuk menghitung rata-rata, tabel-tabel, gambar-gambar dan sebagainya yang dibuat atau dihitung dengan program SPSS dan excel. 4.7.2 Analisisjalur ( Path analysis) Analisis jalur (Path analysis) merupakan perluasan dari analisis regresi berganda untuk menaksir hubungan kausalitas antar variabel (model causal), jika variabel eksogenous
mempengaruhi variabel endogenous tidak hanya secara
langsung tetapi juga secara tidak langsung. Dalam path analysis terdapat suatu variabel yang memiliki peran ganda yaitu sebagai variabel independen pada suatu hubungan namun menjadi variabel dependen pada suatu hubungan yang lain (Ghozali, 2012). Dan dengan menggunakan analisis jalur memungkinkan untuk mengakses perluasan sejauh mana data yang berhasil dikumpulkan konsisten dengan hypothezed caucal structure (J. Supranto, 2004). Koefisien jalur adalah standardized koefisien regresi (Gozali:2012). Standarisasi merupakan suatu upaya untuk meletakan semua variabel pada basis yang sama, agar dapat membandingkan kontribusi masing-masing variabel bebas untuk menerangkan variabel terikat (Nachrowi, 2006). Dinyatakan pula bahwa jika koefisien beta suatu variabel bebas lebih besar dibanding yang lain, maka dapat dikatakan bahwa kontribusi variabel bebas tersebut untuk menerangkan variabel terikat, lebih besar dibanding variabel bebas lainnya. Langkah-langkah Analisis Jalur dapat dilihat pada uraian berikut (Suyana Utama, 2007), yaitu sebagai berikut:
75
Langkah pertama dalam analisis jalur adalah merancang model berdasarkan konsep dan teori. Model tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sehingga membentuk sistem persamaan struktural, karena model tersebut dikembangkan untuk menjawab permasalahan penelitian yang berbasis teori dan konsep, maka dinamakan model hipotetik. Langkah kedua dari analisis jalur adalah pemeriksaan terhadap asumsi yang melandasi. Menurut Sarwono (2007) prinsip-prinsip dasar yang sebaiknya dipenuhi dalam analisis jalur diantaranya adalah. 1) Dalam model analisis jalur, hubungan antar variabel adalah linier dan aditif. 2) Hanya model rekrusif dapat dipertimbangkan, yaitu hanya sistem aliran kausal ke satu arah, sedangkan pada model yang mengandung kausal resiprokal tidak dapat dilakukan analisis jalur. 3) Variabel endogen minimal dalam skala ukur interval. 4) Pengamatan diukur tanpa kesalahan (instrumen pengukuran valid dan reliabel). 5) Model yang dianalisis dispesifikasikan (diidentifikasi) dengan benar berdasarkan teori-teori dan konsep-konsep yang relevan. 6) Uji linieritas menggunakan curve fit dan menerapkan prinsip parsiomony, yaitu bilamana seluruh model nonsignifikan berarti dapat dikatakan model berbentuk linier. Langkah ketiga di dalam analisis jalur adalah pendugaan parameter atau koefisien path. Perhitungan koefisien pada gambar diagram jalur pada uraian sebelumnya dijelaskan.
76
(1)Untuk anak panah bolak-balik ←→ koefisennya adalah koefisien korelasi, r (2)Untuk anak panah satu arah → digunakan perhitungan regresi variabel yang distandarkan, secara parsial pada tiap-tiap persamaan. Metode yang digunakan adalah Ordinary Least Square (OLS), yaitu metode kuadrat terkecil biasa. Hal ini dapat dilakukan mengingat modelnya rekrusif (satu arah). Dari perhitungan ini diperoleh koefisien jalur pengaruh langsung. (3)Didalam analisis jalur disamping ada pengaruh langsung juga terdapat pengaruh tidak langsung dan pengaruh total. Koefisien beta dinamakan koefisien jalur merupakan pengaruh langsung, sedangkan pengaruh tidak langsung dilakukan dengan mengalikan koefisien beta dari variabel yang dilalalui. Pengaruh total dihitung dengan menjumlahkan pengaruh langsung dan pengaruh tak langsung (Gozhali, 2012). Langkah keempat di dalam analisis jalur adalah pemeriksaan validitas atau kesahihan model. Sahih tidaknya suatu hasil analisis tergantung dari terpenuhi atau tidaknya asumsi yang melandasinya. Terdapat dua indikator validitas model di dalam analisis jalur, yaitu koefisien determinasi total dan theory trimming. (a) Koefisien determinasi total Total keragaman data yang dapat dijelaskan oleh model diukur dengan : Rm2 = 1 – P2eiP2e2 …P2ep ….……………………………………
(4.1)
Dalam hal ini interprestasi terhadap Rm sama dengan interprestasi koefisien determinasi (R2) pada analisis regresi. Pei yang merupakan standar error of estimate dari model regresi dihitung dengan rumus : Pei = √1 – R2
..
……………………………………………......
(4.2)
77
(b). Theory Trimming Uji validasi koefisien jalur pada setiap jalur untuk pengaruh langsung adalah sama dengan pada analisis regresi, menggunakan nilai p (p-value) dari uji t yaitu pengujian koefisien regresi variabel yang dibakukan secara parsial. Berdasarkan theory trimming, maka jalur yang non signifikan dibuang sehingga diperoleh model yang didukung oleh data empiris kecuali model tertentu yang didukung oleh teori atau penelitian sebelumnya (bukti empiris). Langkah kelima dalam analisis jalur adalah melakukan interprestasi hasil analisis,
yaitu
mengidentifikasi
menentukan jalur
yang
jalur-ljalur
pengaruh
pengaruhnya
lebih
yang kuat,
signifikan yaitu
dan
dengan
membandingkan besarnya koefisien jalur yang terstandar. Langkah keenam adalah menghitung penngaruh tidak langsung jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap kesejahteraan masyarakat (IPM) melalui belanja langsung di kabupaten/kota Provinsi Bali. Baron dan Kenny dalam Ghozali ( 2012) dinyatakan bahwa suatu variabel disebut variabel intervening jika variabel tersebut ikut mempengaruhi hubungan antara variabel independen dngan variabel dependen. Karakteristik analisis jalur adalah metode analisis data multivariate dependensi yang digunakan untuk menguji hipotesis hubungan asimetris yang dibangun atas dasar kajian teori tertentu, dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh langsung dan tidak langsung seperangkat variabel penyebab terhadap variabel akibat ( Kusnendi:2008 dalam Pande Ariasih: 2013). Kerlinger (2002)
78
menyebutkan bahwa dengan menggunakan analisis jalur akan dapat dihitung pengaruh langsung dan tidak langsung antar variabel. Pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap kesejahteraan melalui belanja langsung pada kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2007-2012 diilustrasikan seperti pada Gambar 4.1, dengan penjelasan bahwa jumlah penduduk (X1) dapat berpengaruh langsung terhadap belanja langsung (Y1) dan dapat juga berpengaruh tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja langsung (X1). Dana perimbangan (X2) dapat berpengaruh langsung terhadap belanja langsung (Y1) dan dapat juga berpengaruh tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja langsung (X1). Serta Investasi (X3) dapat berpengaruh langsung terhadap belanja langsung (Y1) dan
dapat juga berpengaruh tidak langsung terhadap kesejahteraan
masyarakat (Y2) melalui belanja langsung (X1). Pengaruh langsung jumlah penduduk (X1) terhadap belanja langsung (Y1) ditunjukkan koefisien jalur β1 dan terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) ditunjukan oleh koefisien β4. Pengaruh langsung dana Perimbangan (X2) belanja langsung (X1) ditunjukkan oleh koefisien jalur β2 dan terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) ditunjukkan oleh koefisien jalur β5. Dan pengaruh langsung investasi (X3) terhadap belanja langsung (Y1) ditunjukkan koefisien jalur β3 dan terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) ditunjukan oleh koefisien
β6. Serta
pengaruh langsung belanja langsung terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) ditunjukkan oleh koefisien β7. Total pengaruh jumlah penduduk (X1) terhadap belanja langsung (Y1) dengan menjumlahkan pengaruh langsung dan pengaruh
79
tidak langsung. Total pengaruh dana Perimbangan (X2) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) dengan menjumlahkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Total pengaruh invesatsi (X3) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) dengan menjumlahkan pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung. Asumsi analisis jalur. 1) Variabel jumlah penduduk berpengaruh terhadap belanja langsung (β1) 2) Variabel jumlah penduduk berpengaruh terhadap kesekahteraan masyarakat (β4) 3) Variabel dana perimbangan berpengaruh terhadap belanja langsung (β2) 4) Variabel dana perimbangan berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat (β5) 5) Variabel investasi berpengaruh terhadap belanja langsung (β3) 6) Variabel investasi berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat (β6) 7) Variabel belanja langsung berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat (β7) Model tersebut dikembangkan untuk menjawab permasalahan penelitian serta berbasis teori dan konsep, yang dapat diilustrasikan seperti Gambar (4.1) Pengaruh Jumlah Penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap kesejahteraan melalui belanja langsung pada kabupaten/kota di Provinsi Bali.
80
Β5
Jumlah Penduduk (X1)
β4
e2 e1
β1
Dana Perimbangan (X2)
β2
Belanja langsung (Y1)
β7
Kesejahteraan Masyarakat (Y2)
β3
Investasi (X3)
Β6
Gambar 4.1 Diagram Jalur Variabel Penelitian
Pada Gambar 4.1 tampak pada setiap variabel endogenous terdapat anak panah yang menuju variabel tersebut yang berfungsi menjelaskan jumlah varian yang tidak dapat dijelaskan. Jadi anak panah e1 ke variabel belanja langsung (Y1) menunjukkan jumlah varian variabel belanja langsung (Y1) yang tidak dijelaskan jumlah penduduk (X1), variabel dana perimbangan (X2)dan variabel investasi (X3). Anak panah e2 menuju ke variabel kesejahteraan masyarakat (Y2) menunjukkan jumlah varian variabel kesejahteraan masyarakat (Y2) yang tidak dapat dijelaskan variabel jumlah penduduk (X1), variabel dana perimbangan (X2) dan variabel investasi (X3) dan variabel belanja langsung (Y1). Nilai kekeliruan taksiran standar ( standard error of estimate), yaitu:
ei = √1 – R2
..
……………………………………………......
(4.3)
81
Koefisien jalur adalah koefisien regresi standar atau disebut “beta” yang menunjukkan pengaruh langsung dari suatu variabel bebas terhadap variabel terikat dalam suatu model jalur tertentu. Bila suatu model memiliki 2 atau lebih variabel penyebab, maka koefisien-koefisien jalurnya merupakan koefisen regresi
parsial yang mengukur besarnya pengaruh satu variabel
terhadap variabel lain dalam satu model jalur teretentu yang mengontrol dua atau lebih variabel lain sebelumnya dengan menggunakan data yang sudah distandarkan atau matriks korelasi sebagai masukan ( Kusnendi :2008 dalam Pande Ariasih :2013). Dari uraian diatas koefisien jalur dihitung dengan membuat dua persamaan struktural yaitu persamaan regresi yang menujukkan hubungan yang dihipotesiskan, dengan dua persamaan adalah: Y1= β1 X1 + β2 X2+ β3 X3 +ε1 ………………………………………….……………… (4.4) Y2= β4X1 + β6 X2 + β5 X3+ β7Y1+ ε2 ….…………………………………….………. (4.5) Keterangan:
Y1
= Belanja Langsung
Y2
= Kesejahteraan masyarakat
X1 X2 X3 e1 e2 X3
= Jumlah Penduduk = Dana Perimbangan = Investasi = variabel penggangu = Investasi
β1,β2, β3 β4,β5, β6 β7 = Koefisien dari masing-masing variabel Uji validitas koefisien jalur pada setiap jalur untuk pengaruh langsung adalah sama dengan analisis regresi, menggunakan nilai p. value dari uji t, yaitu
82
pengujian koefesien regresi variabel yang dilakukan secara parsial. Berdasarkan theory triming, maka jalur – jalur yang non signifiikan dibuang sehingga diperoleh model yang didukung oleh data emperis, kecuali untuk model yang didukung oleh konsep dan teori. Langkah terakhir di dalam analisis jalur adalah melakukan interpretasi hasil
analisis
yaitu
menentukan
jalur
pengaruh
yang
signifikan
dan
mengidentifikasi jalur yang pengaruhnya lebih kuat yaitu dengan membandingkan besarnya koefisien jalur yang terstandar.
83
BAB V DATA DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Provinsi Bali terdiri dari satu pulau utama, yaitu Pulau Bali dan beberapa pulau kecil lainnya, seperti Pulau Nusa Penida, Pulau Nusa Ceningan, Pulau Nusa Lembongan, Pulau Serangan dan Pulau Menjangan. Secara administrasi, Provinsi Bali terbagi menjadi 8 kabupaten, 1 kota, 57 kecamatan, 716 desa/kelurahan, 1.480 desa pakraman (desa adat), dan 1.604 subak sawah serta 1.107 subak abian. Provinsi Bali berbatasan dengan Provinsi Jawa Timur di sebelah barat, Laut Bali di sebelah utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat di sebelah timur dan Samudera Indonesia di sebelah selatan.Secara rinci luas wilayah, jumlah kecamatan dan jumlah desa pekraman masing-masing kabupaten/kota tampak seperti Tabel 5.1. Luas wilayah Provinsi Bali secara keseluruhan adalah 5.636,66 km2pada tahun 2012
dengan jumlah penduduk 4.007.200 Orang dan kalau dirinci
perkabupaten adalah: .Kabupaten Buleleng memiliki luas terbesar yaitu 1.365,88 km2 jumlah penduduknya 634.300 orang lebih rendah dari jumlah penduduk Kota Denpasar,diikuti Kabupaten Jembrana 841,80 km2 jumlah penduduknya 266.200 0rang, Kabupaten Karangasem 839,54 km2 julah penduduknya 402.200 Orang, Tabanan 839,33 km2 jumlah penduduknya 427.800 orang , Bangli 520,81 km2 jumlah penduduknya 218.700 orang, Badung 418,52 km2 jumlah penduduknya 575,000 orang, Gianyar 368,00 km2dengan penduduk 481,200 orang , Klungkung 315,00 km2 penduduknya terendah yaitu sejumlah 172,900orang dan terkecil
84
adalah Kota Denpasar dengan luas wilayah terkecil yaitu seluas 127,78 km2 dengan jumlah penduduknya tertinggi yaitu sejumlah 828,900 orang. Tabel 5.1 Luas Wilayah, Jumlah Kecamatan, Jumlah Desa/Kelurahan, Jumlah DesaPakramanMenurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2012
No
Kabupaten/Kota
Luas Wilayah (km2)
Jumlah Kecamatan
Jumlah Desa/ Kelurahan
Jumlah Desa Pakraman
1
Jembrana
841,80
5
51
64
2
Tabanan
839,33
10
133
346
3
Badung
418,52
6
62
122
4
Gianyar
368,00
7
70
272
5
Klungkung
315,00
4
59
113
6
Bangli
520,81
4
72
168
7
Karangasem
839,54
8
78
190
8
Buleleng
1.365,88
9
148
170
9
Denpasar
127,78
4
43
35
5.636,66
57
716
1.480
Jumlah
Sumber: BPS Provinsi Bali Tahun 2014. Provinsi Bali merupakan salah satu dari 33 provinsi di Indonesia yang memiliki luas wilayah hanya 0,29% dari luas wilayah Indonesia.
Secara
geografis, Provinsi Bali terletak pada posisi 08o-03’ 40” - 08o 50’ 48” Lintang Selatandan 114o 25’23” – 115o 42’ 40” Bujur Timur. Batas-batas wilayah Provinsi Bali adalah
85
sebelah utara Laut Bali, sebelah timur Selat Lombok, sebelah selatan Samudera
P. M enjangan
T L A U
8°10'
1 15°30'
1 15°10'
1 14°50'
1 14°30'
Indonesia dan sebelah barat Selat Bali seperti (Gambar 5.1).
I B A L
T LA SE
KABUPAT EN BULELENG
S E L A T L OM B OK
L I B A
KABUPAT EN BAN GLI KABUPAT EN JEMBRANA
KABUPAT EN KARANGASEM
KABUPAT EN T ABANAN
KABUPAT EN G IANYAR 8°30' KABUPAT EN BADUN G
KABUPAT EN KLUNG KUNG
A T S EL KO TA DENPASAR
UNG BA D
P. Lem bongan P. C eningan
P. S erangan
S A M U D E R A
P. N usa P enida
I N D O N E S I A
8°50'
N
W
BAL I
E S
10
0
10
KM
Sumber : Bappeda Provinsi Bali, 2014
Gambar 5.1 Peta Letak Geografis Provinsi Bali 5.2. Deskripsi Data Hasil Penelitian 5.2.1 Penduduk. Bila dilihat per kabupaten/kota seperti disajikan pada Tabel 5.2 laju pertumbuhan penduduk (2000-2010)
tampak tertinggi di Kabupaten Badung
sebesar 4,62 persen dan Kota Denpasar 4,02 persen sedangkan di kabupaten lain hanya sekitar 1-1,5 persen pertahun. Bila laju pertumbuhan penduduk per kabupaten/kota di Bali masih tetap sama dengan laju pertumbuhan penduduk tahun 2000-2010 maka perkiraan jumlah penduduk Bali pada tahun 2020 akan
86
mencapai 4.727.270 jiwa, dimana penduduk Kota Denpasar akan melampaui jumlah 1 juta jiwa (Tabel 5.2 ). Tabel 5.2 Perkiraan Jumlah Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2020, Provinsi Bali (orang) Jumlah Penduduk Tahun 2012
Perkiraan Jumlah Penduduk Tahun 2020 Bila Pertumbuhan Penduduk Tahun 20102020 Sama Dengan Thn 2000-2010
Pertumbuhan Penduduk thn 1990-2000
Pertumbuhan Penduduk Tahun 20002010
Jembrana
0,64
1,22
266.200
293.558
Tabanan
0,73
1,14
427.800
468.897
Badung
2,33
4,64
575.000
795.438
Denpasar
3,20
4,02
828.900
1.105.602
Gianyar
1,56
1,80
481.200
554.337
Klungkung
0,31
0,95
172.900
186.745
Bangli
0,94
1,07
218.700
238.396
Karangasem
0,49
0,96
402.200
434.550
Buleleng
0,34
1,13
634.300
694.651
Provinsi Bali
1,26
2,15
4.007.200
4.727.270
Kabupaten/ kota
Sumber: Hasil SP 1990, 2000, dan 2010
Pada Tabel 5.2
tampak jumlah pada tahun 2012 tertinggi di Kota
Denpasar sejumlah 828.900 orang dan terendah di Kabupaten Klungkung sejumlah 172.900 orang. Dan data perkembangan jumlah penduduk Provinsi Bali berumur 15 tahun ke atas yang bekerja menurut lapangan pekerjaan utama tahun 2007-2012 tampak pada Tabel 5.3.
87
Tabel.5.3 Jumlah Penduduk Bali Yang Bekerja Menurut Lapangan Pekerjaan Utama, Tahun 2007-2012. (orang) Lapang an Kerja Utama
TAHUN 2007
2008
2009
1
100.476
726,287
704,282
2
13.901
12,180
3
126.260
4
2010
Rata-rata
2011
2012
672,204
556,615
572,685
657,694
8,156
7,042
12,635
7,637
56,126
263,331
293,853
303,589
290,132
311,225
320,775
324.317
7,760
6,838
3,952
6,859
6,347
46,122
5
136.024
140,102
142,370
144,041
185,705
185,764
178,237
6
709.155
481,818
488,976
571,274
596,527
625,302
460,650
7
129.875
92,742
85,991
95,202
81,744
85,711
73,565
8
61.670
45,454
46,185
58,832
83,281
83,876
52,938
9
367.522
260,058
279,035
321,222
391,376
390,161
273,642
10
-
-
1,432
-
-
Jml
1,982,134
2,029,730
2,057,118
2,177,358
2,204,874
239 2,268,708
2,119,987
Sumber : BPS. Provinsi Bali Tahun 2014
1 2 3 4 5 6 7 8
catatan : Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan perikanan /Agrisculture , Forest, Hunting and Fishery Pertabangan dan penggalian /Mining and Quarrying Industri Pengolahan /manufacturing Industry Listrik, Gas dan Air Minum /Electricity, Gas dan Water Kunstruksi/Construction Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi / Trade, Retaurants, Acomudation Cervices Trasportasi, perdagudangan /trasportation , Storage Service and Communication. Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha persewaan dan Jasa Perusahaan /Financing, Real Estate, Rental Service and Business Services.
9 Jasa kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan/Community, Social and Personal Services. 10 Lainnya /Others
Berdasarkan Tabel 5.3 tampak jumlah penduduk Provinsi Bali menurut angkatan kerja berdasarkan lapangan pekerjaan utama dari tahun 2007 – 2012, secara rata-rata
tiga urutan terbesar
Perkebunan, Kehutanan,
bekerja pada sektor Pertanian,
Perburuan dan perikanan /Agrisculture , Forest,
88
Hunting and Fishery (no.1), selanjutnya pada sektor Perdagangan, Rumah makan dan Jasa Akomodasi / Trade, Restaurants, Acomudation Cervices (no.6)
dan yang ketiga pada sektor Industri Pengolahan /manufacturing
Industry (no.3). Pada Tabel 5.4 tampak jumlah penduduk Bali yang bekerja berdasarkan lapangan kerja utama pada tahun 2012 secara rata-rata dominan bekerja pada sektor sektor
perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi / Trade,
Retaurants, Acomudation Cervices (no.6), yang tertinggi terjadi di Kota Denpasar sebanyak 163.262 orang, di Kabupaten Badung sebanyak 94.520 orang dan di Kabupaten Gianyar sebanyak
90.118 orang. Dan jumlah
penduduk yang berkerja pada sektor pertanian (no.1) tertinggi terdapat di Kabupaten
Buleleng sebanyak 123.753 orang, di Kabupaten Karangasem
sebanyak 116.100 orang dan di Kabupaten Tabanan sebanyak 106.349 Orang. Berdasarkan data pada Tabel 5.3 dan 5.4 tampak tejadi pergeseran yang signifikan dari lapangan kerja utama yaitu sektor Pertanian, Perkebunan, Kehutanan,
Perburuan dan perikanan /Agrisculture, Forest, Hunting and
Fishery (no.1), ke lapangan kerja utama yaitu sektor perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi / Trade, Retaurants, Acomudation Cervices (no.6). Berikut pada Tabel 5.4 disajikan data jumlah penduduk yang bekerja menurut kabupaten/kota dan lapangan pekerjaan utama pada Tahun 2012 .
89
Tabel 5.4. Jumlah Penduduk Yang Bekerja Menurut Kabupaten/Kota dan Lapangan Pekerjaan Utama, Tahun 2012 (Orang) Kabupaten/ Kota Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangase m Buleleng Denpasar Prov Bali
Lapangan Kerja Utama Jumlah 1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
50,408
419
25,971
240
9,891
37,491
2,712
4,934
22,419
-
154,979
106,349
191
22,057
527
30,783
55,167
3,404
7,307
41,834
-
267,428
41,485
919
55,276
782
32,122
94,520
10,656
15,907
60,533
-
313,338
39,451
149
53,918
552
21,487
90,118
12,058
10,383
41,880
-
269,947
25,702
1,626
14,484
232
8,637
24,615
3,355
2,747
17,668
-
98,834
66,627
2.132
33,128
150
10,395
21,125
2,029
1,731
7,560
-
144,827
116,100
859
20,090
103
23,028
49,641
2,258
4,049
29,745
-
245,770
123,753
914
30,880
398
25,722
89,363
11,299
9,932
63,399
-
354,746
2,810
428
55,421
3,363
23,699
163,262
37,940
26,886
105.123
-
418,839
625,302
85,711
83,876
390,161
572,685
7,637
311,225
6,347
185,764
-
Sumber : BPS Provinsi Bali, Tahun 2014. 1 2 3 4 5 6 7 8
Pertanian, Perkebunan, Kehutanan, Perburuan dan perikanan /Agrisculture , Forest, Hunting and Fishery Pertabangan dan penggalian /Mining and Quarrying Industri Pengolahan /manufacturing Industry Listrik, Gas dan Air Minum /Electricity, Gas dan Water Kunstruksi/Construction Perdagangan, Rumah Makan dan Jasa Akomodasi / Trade, Retaurants, Acomudation Cervices Trasportasi, perdagudangan /trasportation , Storage Service and Communication. Lembaga Keuangan, Real Estate, Usaha persewaan dan Jasa Perusahaan /Financing, Real Estate, Rental Service and Business Services.
9 Jasa kemasyarakatan, Sosial dan Perorangan/Community, Social and Personal Services. 10 Lainnya /Others
5.2.2 Dana perimbangan Dana perimbangan adalah merupakan salah satu sumber PD selain PAD dan pendapatan Lain-lain
Yang Sah, yang bersumber dari
APBN
yang
dialokasikan kepada daerah untuk membiayai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi (Kuncoro,2004). Dana perimbangan merupakan salah
2,268,708
90
satu penerimaan daerah yang bersumber dari APBN yang terdiri dari dana bagi DBH, DAU dan DAK dan oleh pemerintah kabupaten/kota dialokasikan untuk membiayai pengeluaran pemerintah untuk melaksanakan program dan kegiatan sesuai dengan urusan pemerintahan. Pada Tabel 5.4 disajikan realisasi dana perimbangan di kabupaten/kota Provinsi Bali pada Tahun 2007-2012. Tampak dana perimbangan yang diterima pemerintah kabupaten/kota Provinsi Bali cukup bervariasi . Dana perimbangan tertinggi diterima oleh Kabupaten Buleleng pada tahun 2012 sejumlah Rp. 793.542.000.000,- yang terdiri dari DBH Rp. 43.255.000.000,-,
DAU sejumlah Rp. 687.698.000.000,- dan DAK
sebesar Rp. 62.589.000.000,- serta nilai terendah diterima Kabupaten Badung pada tahun 2011 sejumlah Rp. 280.706.000.000,- dengan rincian sejumlah Rp. 123.435.000,- untuk DBH, sejumlah Rp. 157.052.000.000,- DAU dan DAK sebesar Rp. 218.000.000,-. Secara rata-rata dana perimbangan yang diterima pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali
pada periode tahun 2007-2012
porsi tertinggi adalah DAU kedua adalah dana DAK dan yang ketiga adalah DBH dan yang terendah adalah dana Infrastruktur sarana dan prasarana yang diterima oleh dua kabupaten yaitu Kabupaten Jembrana pada tahun 2008, 2010, 2011 dan Kabupaten Klungkung pada tahun 2008 seperti tampak pada Tabel 5.5 berikut.
91
Tabel 5.5 Realisasi Dana Perimbangan di Kabupaten/Kota Provisni Bali Tahun 2007-2012 (000.000) Thn.
Dana Perimbang an BHP/BHPB
Kabupaten/Kota Jembrana 19.148
Tabanan
Badung
Gianyar Klungkung
Bangli
22.847
100.379
23.990
31.128
18.042
Karang asem 22.074
247.320 39.172 -
233.791 36.465 -
313.076 46.776 -
468.732 49.861 -
331.448 7.857 -
317.620 17.340 276.183 47.704 1.987
288.299 20.875 262.885 42.595 -
381.886 24.739 349.815 55.832 -
548.592 31.781 504.734 59.691 -
421.045 101.907 342.073 14.251 -
343.214 17.297 278.553 51.216 -
326.356 20.817 276.000 45.611 -
430.385 25.131 356.682 56.708 -
596.205 35.614 506.293 50.231 -
458.231 127.567 360.011 34.918 -
347.066 19.309 282.662 29.499 -
342.429 23.796 292.695 29.437 -
438.521 29.540 374.537 56.335 -
592.138 44.660 512.748 65.768 -
522.496 148.634 336.126 14.436 -
334.470 16.879 319.611 22.410 -
345.930 21.634 321.381 29.345 -
460.441 26.743 409.813 41.729 -
623.176 37.735 568.132 54.719 -
499.195 106.085 381.372 3.557 -
358.900 19.971 387.340 24.821 -
372.360 24.222 396.943 38.259 -
478.285 28.662 503.029 46.765 -
660.586 43.255 687.698 62.589 -
491.014 134.193 512.666 8.489 -
432.132
459.414
578.456
793.542
655.349
DAU 278.583 371.722 263.808 347.800 DAK 42.697 46.229 35.795 43.147 2007 Dana infr, Sarpras Jml 340.429 440.798 399.982 414.937 2008 BHP/BHPB 23.768 28.334 124.475 26.630 DAU 304.078 416.172 265.917 385.188 DAK 50.121 55.364 35.795 50.927 Dana infr, 4.429 Sarpras Jml 382.398 499.870 426.187 462.745 2009 BHP/BHPB 26.594 32.361 135.219 28.590 DAU 306.362 424.281 280.988 405.118 DAK 51.898 56.388 41.648 59.614 Dana infr, Sarpras Jml 384.854 513.030 457.855 493.322 2010 BHP/BHPB 28.610 36.121 186.560 37.010 DAU 308.567 429.919 131.920 387.493 DAK 34.721 47.643 3.616 43.762 Dana infr, 28.413 Sarpras Jml 400.311 154.334 322.096 468.266 2011 BHP/BHPB 21.668 29.815 123.435 29.202 DAU 339.502 463.074 157.052 434.900 DAK 35.448 41.517 218 41.070 Dana infr, 29.914 Sarpras Jml 426.572 531.471 280.705 505.172 2012 BHP/BHPB 27.392 34.788 160.748 35.585 DAU 396.762 574.346 353.068 532.883 DAK 40.170 47.366 1.838 35.930 Dana infr, Sarpras Jml 464.325 656.500 515.654 604.398 Sumber data : Biro Keuangan Setda Provinsi Bali, 2014 (data diolah)
Bule Denpasar leng 29.999 81.740
92
5.2.3 Investasi Jumlah investasi yang terealisasi pada kabupaten/kota di Provinsi Bali pada tahun 2007-2012 yang bersumber dari PMDN maupun dari PMA secara umum tampak kurang merata dan tampak berfluktuasi seperti pada Tabel 5.6. Tabel 5.6 Jumlah Investasi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Bersumber dari PMDN dan PMA Tahun 2007 - 2012 (Rp. 000.000) Tahun
Kabupaten/ Kota 2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jembrana
12.605
1.820
22.092
67.183
250.819
105.491
Tabanan
5.733
-
36.400
906.873
1.166.902
788.758
244.004
653.813
1.996.757
2.629.196
3.173.815
4.391.811
Gianyar Klung kung
20.202 19.476
184,836 -
28.392 1.365
46.012 260.037
1.161,030 179.343
330.942 55.341
Bangli Karangsem
4.550
1,011
2.275 6.734
33.375 1.299.505
28.151 635.54
31.619 124.699
Buleleng
2.048
-
70.000
283.735
2.168.484
1.301.404
Denpasar
199.796
87.112
81.376
1.335.609
2,937.362
3,342.304
Badung
Sumber : BPMD Provinsi Bali, Th. 2013
Pada Tabel 5.6 investasi yang terealisasi
di Kabupaten Gianyar,
Karangasem dan Jembrana tampak berfluktuasi selama tahun 2007-2012, dan investasi terendah terjadi di Kabupaten Bangli bahkan tampak cukup ekstrim tidak ada realisasi investasi pada tahun 2007 dan 2008, demikian juga di Kabupaten Tabanan, Klungkung dan Kabupaten Buleleng pada tahun 2008 juga tidak ada realisasi investasi. Namun realisasi terbesar dan secara konsisten
93
mengalami peningkatan dari tahun 2008-2012 terjadi di Kabupaten Badung dan Kodya Denpasar. Kondisi ini dapat diindikasikan sebagai salah satu sebab terjadinya pergeseran jumlah penduduk yang bekerja pada sektor tertentu dan sebagai penyebab pertumbuhan penduduk yang sangat tinggi di Kabupaten Badung dan Kota Denpasar. 5.2.4
Belanja langsung. Dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah untuk meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, pemerintah kabupaten /kota di Provinsi Bali melaksanakan pembangunan melalui pengeluaran pemerintah. Pengeluaran pemerintah dilakukan dalam bentuk belanja aparatur dan belanja langsung. Belanja langsung yang dikeluarkan pemerintah kabupaten/kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012 terdiri dari : belanja pegawai, belanja barang /jasa dan belanja pegawai. Pada Tabel 5.7 disajikan realisasi belanja langsung di kabupaten/kota Provinsi Bali
pada tahun 2007-2012. Tampak proporsi
jumlah belanja langsung terhadap total belanja daerah di kabupaten/kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012 rata-rata sebesar 36 persen dan sisanya 64 persen untuk belanja tidak langsung.
Sedangkan
proporsi belanja
pegawai dan belanja barang /jasa terhadap belanja langsung rata-rata sebesar 58 persen dan sisanya proporsi belanja modal terhadap belanja langsung rata-rata hanya sebesar 42 persen, dan proporsi belanja modal terhadap belanja daerah di kabupaten/kota Provinsi Bali secara rata-rata pada tahun 2007-2012 hanya sebesar 15 persen, seperti tampak pada Tabel 5.7 berikut.
94
Tabel 5.7 Realisasi Belanja Langsung dan Belanja Tidak Langsung Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2012 (000.000) Belanja Daerah
Kabupaten/Kota
Thn.
Jembrana Belanja Tdk Langsung
Tabanan
Badung
215.186
357.570
435.208
12.284 5.465
25.034 90.059
81.878 189.627 268.785
Gianyar
Klungkung
Bangli
Karangasem Buleleng
Denpasar
338.148
172.176
185.637
270.407
388.930
288.317
64.716 151.887
42.138 89.993
18.447 89.876
27.701 88.183
36.702 79.477
33.764 147.840
44.686 161.478
57.983 173.076 458.075
209.542 426.145
80.331 188.654 2.555.836
86.270 202.154 245.421
95.295 211.574 338.938
85.635 267.239 460.870
73.353 279.517
595.616
89.843 221.974 393.974
8.630 76.342
16.903 105.448
60.899 159.766
41.886 95.841
11.490 73.530
23.603 85.904
33.598 70.025
24.142 144.957
41.111 163.669
91.514 176.486 443.795 6.349
64.751 187.102 506.736 16.766
258.402 479.067 769.329 35.695
98.584 236.311 455.417 27.734
63.514 148.534 272.520 9.166
80.327 189.834 313.041 21.160
160.442 264.065 405.371 20.303
85.198 254.297 524.673 21.310
66.106 270.886 470.567 29.637
74.648
99.919
179.370
66.400
85.070
77.366
91.185
124.999
201.150
92.897
77.335
445.015
158.564
82.507
52.095
141.783
102.442
88.378
2007 Blj.Pegawai Blj. Barang/Jasa Blj. Modal Jumlah Belanja Tdk Langsung Belanja Langsung
2008
2009
2010
2011
2013
Blj.Pegawai Blj. Barang/Jasa Blj. Modal Jumlah Belanja Tdk Langsung Belanja Blj.Pegawai Langsung Blj. Belanja Langsung
Barang/Jasa Blj. Modal
388.379
Jumlah
173.894
194.020
660.080
252.698
176.743
150.621
253.271
248.751
319.65
Belanja Tdk Langsung
347.243
585.610
903.208
535.792
324.360
334.731
504.260
641.017
605.616
Blj.Pegawai
4.285
12.302
36.538
24.905
6.885
15.306
7.075
19.385
26.507
Blj. Barang/Jasa Blj. Modal
86.616
101.150
203.008
83.419
68.199
52.055
69.086
129.932
240.646
58.164
74.639
176.304
109.959
42.555
68.608
77.508
47.207
65.757
Jumlah
149.065
188.091
415.850
218.283
117.639
135.969
153.669
196.524
332.910
Belanja Tdk Langsung
Belanja Langsung
358.144
639.160
983.995
578.569
360.838
385.015
552.894
736.067
680.575
Blj Pegawai
7.688
12.058
54.989
28.061
10.992
19.691
14.993
21.050
35.505
Blj Barang/Jasa Blj Modal
113.521
160.798
206.507
127.133
73.812
75.512
129.598
157.337
295.276
67.494
70.443
199.716
104.131
49.010
94.687
103.836
123.598
88.773
Jumlah
188.703
243.299
461.212
259.325
133.814
189.890
248.427
301.985
419.554
Belanja Tdk Langsung
394.837
728.164
1.268.529
697.912
406.736
395.736
599.322
830.820
700.414
107.264
185.317
374.396
158.158
100.317
94.598
157.132
193.664
352.967
134.615
138.723
627.706
120.628
81.224
82.341
171.631
79.435
206.143
269.885
337.372
1.065.550
308.588
192.162
196.495
343.564
292.690
609.115
Belanja Langsung
Belanja Langsung
Blj Barang/Jasa Belanja Modal Jumlah
Sumber data : Biro Keuangan Setda Provinsi Bali, 2014 (data diolah)
Berdasarkan Tabel 5.7 belanja langsung yang terealisasi di kabupaten/kota Provinsi Bali terdiri dari belanja pegawai, belanja barang dan jasa serta belanja modal. Belanja modal yang dilakukan pemerintah di kabupaten/kota Provinsi Bali merupakan pengeluaran pemerintah yang dapat dikatagorikan pengeluaran
95
untuk investasi karena output dari kegiatan tersebut memiliki nilai guna lebih dari satu tahun anggaran dan selanjutnya memerlukan biaya pemliharaan. 5.2.5 Kesejahteraan masyarakat Keberhasilan pembangunan secara umum dapat dilihat dari pertumbuhan ekonominya, pertumbuhan ekonomi adalah suatu sebagai proses perubahan kondisi perekonomian suatu negara secara berkesinambungan untuk menuju keadaan lebih baik. Dalam dasa warsa terakhir pertumbuhan ekonomi kabupaten/kota di Provinsi Bali cenderung mengalami kemajuan yang cukup berarti walaupun tampak relatif berpluktuasi seperti tampak pada Tabel 5.8 Tabel 5.8 Laju Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2012 (%) Kabupaten Kota
2007
Jembrana Tabanan Badung Gianyar Klungkung Bangli Karangasem Buleleng Denpasar Provinsi Bali
5,11 5,76 6,85 5,89 5,54 4,48 5,20 5,82 6,60 5,92
2008
Tahun 2009 2010
2011
2012
Ratarata
5,05 5,22 6,91 5,90 5,07 4,02 5,07 5,84 6,83 5,97
4,82 5,44 6,39 5,93 4,92 5,71 5,01 6,10 6,53 5,33
5,61 5,82 6,69 6,76 5,81 5,84 5,19 6,11 6,77 6,49
5,90 5,91 7,30 6,79 6,03 5,99 5,73 6,52 7,18 6,65
5,18 5,64 6,78 6,24 5,48 5,17 5,22 6,04 6,75 6,03
4,57 5,68 6,48 6,04 5,43 4,97 5,09 5,85 6,57 5,83
Sumber data : BPS Provinsi Bali, Tahun 2012.
Pada Tabel 5.8 tampak bahwa secara rata-rata pertumbuhan ekonomi periode 2007-2012 terendah terjadi di Kabupaten Bangli sebesar 5,17 persen, Jembrana sebesar 5,18 persendan Kabupetan Karangasem sebesar 5,22 persen sedangkan pertumbuhan tertinggi terjadi tampak di Kabupaten Badung sebesar 6,78 persen, Kodya Denpasar sebasar 6,75 persen, dan
Kabupaten Gianyar
96
sebesar 6,24 persen dan ini lebih besar dari rata pertumbuhan ekonomi Provinsi Bali. Pertumbuhan ekonomi pada kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2012 juga tampak bahwa Kabupaten Badung sebesar 7,30 persen, Kodya Denpasar sebesar 7,18 persen dan Kabupaten Gianyar sebesar 6,79 persen dan angka ini juga berada diatas laju pertumbuhan Provinsi Bali. 5.2.6
Indek pembangunan manusia Peningkatan laju pertumbuhan ekonomi yang terjadi seiring dengan nilai
IPM yang juga meningkat setiap tahun tampak dari 70,53 point pada tahun 2007 meningkat menjadi 73,49 point pada tahun 2012, angka ini berada diatas IPM tingkat nasional yaitu sebesar 73,29 point pada tahun yang sama, yang tersaji pada Tabel 5.9 Tabel 5.9 IPM Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2012 (point) Kabupaten Kota Provinsi
IPM 2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jembrana
71,40
72,02
72,45
72,69
73,18
73,62
Tabanan
73,11
73,73
74,26
74,57
75,24
75,55
Badung
73,64
74,12
74,49
75,02
75,35
75,69
Gianyar
71,66
72,00
72,43
72,73
73,43
74,49
Klungkung
69,01
69,66
70,19
70,54
71,02
71,76
Bangli
69,46
69,72
70,21
70,71
71,42
71,80
Karangasem
65,11
65,46
66,06
66,42
67,07
67,83
Buleleng
69,15
69,67
70,26
70,69
71,12
71,93
Denpasar
76,59
77,18
77,56
77,94
78,31
78,80
Provinsi Bali
70,53
70,92
71,52
72,28
72,84
73,49
Sumber data : BPS Provinsi Bali, Tahun 2014.
97
Pada tabel 5.9 tampak terdapat 5 (lima) kabupaten/kota yang nilai IPM-nya diatas nilai Provinsi Bali. Namun
masih
terdapat empat kabupaten
/kota hampir setiap tahun nilai IPM-nya berada dibawah rata-rata Provinsi Bali, dan yang paling rendah adalah Kabupaten Karangasem, Klungkung, Bangli dan Buleleng. Dari data dan uraian tersebut tampak suatu pola yang jelas bahwa daerah yang kondisi sosial-ekonominya relatif maju dibanding daerah lainnya mempunyai nilai IPM relatif lebih tinggi (BPS:2011). Kota Denpasar sebagai pusat ibukota Provinsi Bali juga merupakan sentra ekonomi yang memiliki peranan penting, peran strategis tersebut tentunya didukung dengan berbagai infrastruktur yang relatif lebih maju yang mampu mendukung kinerja pembangunan manusia secara lebih baik, sehingga bisa dipahami bahwa nilai IPM-nya menempati renking tertinggi. 5.2.7
Pendidikan masyarakat Indek pembangunan manusia memberikan gambaran operasional suatu
daerah yang kadang relatif sulit untuk diukur, sedangkan untuk mendapatkan deskripsi
lebih
dalam
perlu
diketahui
komponen-komponen
IPM
dan
keterkaitannya dengan sosial ekonomi suatu daerah misalnya dari aspek pendidikan, kesehatan dan kemampuan ekonominya. Pada Tabel 5.10 disajikan rata-rata lama sekolah menurut kabupaten/kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2012. Tampak bahwa
rata-rata lama sekolah masyarakat di kabupaten/kota
Provinsi Bali selama tahun 2007-2012 cenderung mengalami peningkatan dari 7,4 tahun pada tahun 2007 menjadi 7,9 tahun pada tahun 2012. Namun angka ini
98
menunjukkan bahwa rata-rata lama pendidikan masih kurang dari lama Sekolah Menengah Pertama (SMP) selama 9 tahun. Rata-rata lama sekolah yang tertinggi 10,41 tahun terdapat di Kota Denpasar dan rata-rata 5,5 tahun atau terendah terdapat di Kabupaten Karangasem, itu artinya masih banyak terdapat masyarakat yang tidak tamat sekolah dasar (SD) Tabel 5.10 Rata-rata Lama Sekolah Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2012 (Tahun) Kabupaten Kota Provinsi
Rata-rata Lama Sekolah 2007
2008
Rata -rata
2009
2010
2011
2012
Jembrana
7,50
7,48
7,60
7,65
7,80
7,81
7.64
Tabanan
7,40
7,49
7,78
7,84
8,00
8,37
7.81
Badung
8,70
9,11
9,11
9,18
9,98
9,45
9.26
Gianyar
7,90
7,94
7,94
8,03
8,07
8,37
8.04
Klungkung
6,90
6,90
7,02
7,03
7,11
7,35
7.05
Bangli
6,50
6,50
6,50
6,52
6,63
6,66
6.55
Karangasem
5,40
5,37
5,37
5,41
5,81
5,82
5.53
Buleleng
6,60
6,73
6,89
7,09
7,29
7,36
6.99
Denpasar
9,90
10,25
10,47
10,49
10,65
10,70
10.41
Rata-rata
7,42
7,53
7,63
7,69
7,93
7,99
7.70
Provinsi Bali
7,55
7,60
7,81
7,83
8,21
8,35
8.89
Sumber data : BPS Provinsi Bali, Tahun 2014.
Melalui pendidikan manusia akan memiliki pengetahuan, selanjutnya melalui pengetahuan manusia dapat memperbaiki kualitas hidupnya. Pendidikan yang memadai akan berdampak terhadap peningkatan kemampuan dasar manusia untuk memiliki dan mengasah ketrampilan
agar dapat digunakan untuk
99
mempertinggi
partisipasi
dalam
kegiatan
pembangunansehingga
mampu
meningkatkan kualitas hidupnya. Pendidikan merupakan pondasi yang seharusnya dimiliki oleh setiap manusia
sehingga
dapat
mengoptimalkan
kecerdasannya
agar
dapat
memanfaatkan sumber daya alam untuk kesejahteraan hidupnya. Kesejahteraan masyarakat dibidang pendidikan dalam penelitian ini dilihat dari rata-rata lama sekolah, yang mencerminkan jumlah tahun yang dijalani oleh penduduk usia 15 tahun untuk menempuh pendidikan formal. Hal ini mencerminkan bahwa masih banyak yang harus dilakukan untuk meningkatkan taraf pendidikan masyarakat oleh pemerintah kabupaten/kota khususnya dikabupaten karangasem, Bangli dan kabupaten Buleleng. 5.2.8 Angka harapan hidup Untuk mengevaluasi
kinerja pemerintah
dalam meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatan secara khusus digunakan angka harapan hidup (AHH), harapan hidup adalah perkiraan jumlah tahun yang ditempuh seseorang selama hidup (secara rata-rata), yang menunjukkan tingkat pencapaian derajat kesehatan pada suatu wilayah.Semakin tinggi derajat kesehatan tersebut, hasil akhirnya adalah angka harapan hidup yang lebih tinggi. Indikator ini sering digunakan untuk mengevaluasi kinerja pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan penduduk pada bidang kesehatan. Secara umum angka harapan hidup kabupaten/kota di Provinsi Bali dari tahun 2007-2012 cenderung mengalami peningkatan seperti tampak pada Tabel. 5.11.
100
Tabel 5.11 Angka Harapan Hidup Penduduk Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2012 (Tahun) Kabupaten Kota Provinsi
Angka harapan Hidup
Rata -rata
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jembrana
71.60
71.65
71.73
71.81
71.88
71.95
71.77
Tabanan
74.30
74.27
74.38
74.44
74.49
74.55
74.41
Badung
71.60
71.70
71.75
71.80
71.85
71.91
71.77
Gianyar
72.00
72.01
72.06
72.12
72.17
72.22
72.10
Klungkung
69.00
69.00
69.05
69.10
69.15
69.20
69.08
Bangli
71.40
71.47
71.56
71.65
71.73
71.81
71.60
Karangasem
67.80
67.80
67.85
67.90
67.95
68.00
67.88
Buleleng
68.70
68.78
68.96
69.15
69.34
69.53
69.08
Denpasar
72.90
72.91
72.96
73.01
73.06
73.12
72.99
Rata-rata
71.03
71.07
71.14
71.22
71.29
71.37
71.10
Provinsi Bali
70.60
70.61
70.67
70.72
70.78
70.84
70.45
Sumber data : BPS Provinsi Bali, Tahun 2014
.Pada Tabel 5.11 tampak
angka harapan hidup masyarakat
kabupaten/kota di Provinsi Bali rata-rata 71 tahun
selama tahun 2007-2012,
tampak pula angka harapan hidup tertinggi secara rata-rata terjadi di Kabupaten Tabanan yaitu 74 tahun dan yang paling rendah adalah Kabupaten Karangasem yaitu 68 tahun, kabupaten Buleleng sama dengan Kabupaten
Klungkung yaitu
69 tahun. 5.2.9 Tingkat konsumsi masyarakat Pengeluaran konsumsi masyarakat secara makro berbanding lurus dengan pendapatannya, dimana semakin besar pendapatannya maka semakin bertambah
101
pengeleluaran untuk dikonsumsi. Pengeluaran masyarakat akan mendorong sktor riil tumbuh dan berkembang, dengan adanya permintaan maka akan ada niat untuk memproduksi barang/jasa yang dibutuhkan masyarakat.Berikut pada Tabel 5.12 disajikan data
rata-rata konsumsi perkapita
masyarakat menurut
kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2007-2012 Tabel 5.12 Rata-rata Konsumsi Perkapita Masyarakat Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2012 (Rupiah) Kabupaten Kota Provinsi
Rata-rata Konsumsi Perkapita (Rp)
Rata-rata
2007
2008
2009
2010
2011
2012
Jembrana
334.540
364.256
505.509
486.098
492.839
649.306
472,091
Tabanan
380.683
396.274
467.420
488.864
532.721
755.181
503,521
Badung
426.897
444.374
654.851
706.732
810.416
1.016.723
676,666
Gianyar
405.700
356.290
475.109
515.897.
487.873
645.168
481,006
Klungkung
306.255
330.998
441.177
479.552
438.858
669.522
444,394
Bangli
296.826
326.686
333.898
414.497
408.101
462.073
373,680
Karangasem
270.646
296.313
340.396
362.805
378.149
457.908
351,036
Buleleng
282.687
326.537
407.855
481.535
469.135
553.456
420,201
Denpasar
626.597
671.529
849.953
868.609
899.599
1.109.439
837,621
370.092
390.362
497.352
533.843
546.410
702.086
506,691
389.330
410.631
524.518
562.743
601.222
760.456
441,380
Rata-rata Provinsi Bali
Sumber data : BPS Provinsi Bali, Tahun 2014.
102
Dari Tabel 5.12 dapat dijelaskan bahwa rata –rata pengeluaran konsumsi masyarakat kabupaten/kota di Provinsi Bali tahun 2007-2012 Rp. 506.323 ,- per kapita per bulan, dan tampak meninhkat setiap tahun dari tahun 2007-2012. Semakin tinggi tingkat pendapatan masyarakat maka beragam
jenis dan
kebutuhan yang ingin dipenuhi sehingga pihak penyedia barang dan jasa juga harus mampu meningbanginya sesuai perkembangan kebutuhannya. Beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi masrakata aantara lain tingkat pendapatan rumah tangga, jumlah anggota keluarganya, tingkat pendidikan, status pekerjaan.
Berikut pada Tabel 5.12 disajikan rata–rata konsumsi
perkapita masyarakat kabupaten kota di Provinsi Bali disajikan pada pada tahun 2007-2012. 5.3 Hasil Penelitian Tujuan penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dan mengetahui pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi
terhadap
kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung pada tahun 2007-2012. Dari hasil
perhitungan regresi dengan metode regresi sederhana (ordinary Least
Square) dengan menggunakan program SPSS versi 21 terhadap model perasamaan struktural 4.4 dan 4.5 yang disajikan pada teknik analisis data. 5.3.1 Analisis jalur 1) Evaluasi terhadap terpenuhinya asumsi analisis jalur Perlu dilakukan koreksi terhadap asumsi yang melandasi analisis jalur agar hasilnya memuaskan, adalah sebagai berikut :
103
(1) Hubungan antar variabel pada analisis jalur adalah linier dan aditif, setelah dilakukan uji linieritas dengan curve fit yang menggunakan prinsip parsimony, yaitu bilamana seluruh model signifikan atau non signifikan, berarti model dapat dikatakan berbentuk liner. Setelah dilakukan analisis yang tersaji
pada Tabel 5.13 diketahui bahwa terdapat hubungan linier.
Oleh karena itu, model analisis jalur layak untuk diterapkan. Tabel 5.13 Ringkasan Model Liner
Hubungan X1 Y1 X2 Y1 X3 Y1 X1 Y2 X2 Y2 X3 Y2 Y1 Y2
R2 0,251 0,287 0,225 0,302 0,358 0,251 0,883
F Hitung Df1 17.416 1 20.888 1 15.094 1 22.549 1 28.935 1 17.416 1 393.869 1
Df2 52 52 52 52 52 52 52
P.value 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
Keterangan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan Signifikan
Sumber : Lampiran 2 s/d 8 Keterangan : X1 = Jumlah penduduk yang bekerja X2 = Dana perimbangan X3 = Investasi Y1 = Belanja langsung Y2 = Kesejahteraan masyarakat (2) Hanya model rekusif dapat dipertimbangkan, bahwa model yang dibuat hanya sistem aliran kausal ke satu arah, tidak bolak balik sehingga analisis jalur layak diterapkan dalam penelitian ini. (3) Variabel endogen minimal dalam skala ukuran interval, dalam penelitian ini variabel jumlah penduduk, dana perimbangan, investasi, belanja langsung dan kesejahteraan masyarakat
berskala rasio. Sehingga analisis jalur layak
digunakan dalam penelitian ini.
104
(4) Observed variabel tidak menggunakan instrumen berupa angket/daftar pertanyaan sehingga tidak perlu dilakukan pengujian valitidas dan reabilitas instrumen penelitian . 2) Pendugaan Parameter (1) Evaluasi terhadap validitas model Koefisien jalur dalam penelitian ini diperoleh dari hasil perhitungan regresi sederhana dengan menggunakan program spss versi 21 model persamaan struktural mengenai pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan, dan investasi terhadap kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung
adalah sebagai
berikut: 1) Model 1: Pengaruh Variabel Jumlah Penduduk (X1), Dana Perimbangan (X2) dan
Investasi (X3) terhadap Belanja Langsung ( Y1)
2) Model 2: Pengaruh Variabel Jumlah Penduduk (X1), Dana Perimbangan (X2) dan Investasi (X3) terhadap Kesejahteraan Masyarakat ( Y2) melalui Belanja Langsung (Y1). Kedua model tersebut , klasifikasi variabel
dan persamaan model
disajikan pada Tabel 5.14 berikut. Tabel 5.14 Klasifikasi Variabel dan Persamaan Model Jalur Model Variabel Indevenden 1 a.Jumlah Penduduk b.Dana Perimbangan c.Investasi
Variabel Devenden Belanja Langsung
Persamaan Y1= β1X1 + β2 X2+ β3 X3 +ε1
2
Kesejahteraan Masyarakat
Y2= β4X1 + β6 X2 + β5 X3+ β7Y1+ ε2
a.Jumlah Penduduk b.Dana Perimbangan c.Investasi d. Belanja Langsung Sumber : Gambar 4.1
105
Berdasarkan persamaann-persamaan pada model tersebut selanjutnya dilakukan penaksiran
parameter
regresi.
Pengujian validitas model regresi
dilakukan dengan memperhatikan analisa varians. 5.3.2 Pengaruh jumlah penduduk,dana perimbangan dan investasi terhadap belanja langsung. Berdasarkan hasil olahan data pada Lampiran 10 tentang pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan, dan investasi, terhadap belanja langsung dapat diringkas seperti tampak padaTabel 5.15 Tabel 5.15 Persamaan Regresi Linear Model 1: Pengaruh Jumlah penduduk, Dana Perimbangan dan Investasi terhadap Belanja Langsung
Model Constant Jumlah penduduk yang bekerja Dana Perimbangan Investasi
Coefficients Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std.Error Beta t -2,264 20,654 -.110 0,159 0,057 0,349 2,804 0,123 0,196
0,057 0,043
0,269 0, 441
2,151 4,538
Sig 0.913 0, 007 0,036 0,000
a. Dependent Variable: Belanja Langsung
Sumber : Lampiran 9 Pada Tabel 5.15 dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja langsung dengan koefisien sebesar 0,349 dengan p value berpengaruh
0,007 < 0,05 persen, ini artinya bahwa jumlah penduduk terhadap
belanja langsung.Selanjutnya tampak investasi
berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja langsung dengan koefisien 0,269 dan p value sebesar 0,036<0,05persen. Dana perimbangan juga berpengaruh positif dan signifikan terhadap belanja langsung sebesar 0,441 dan p value 0,000 < 0,05 ini berarti bahwa dana perimbangan berpengaruh positif dan
106
signifikan terhadap belanja langsung, maka dapat disusun
persamaan regresi
sebagai berikut: Y1=0,349 X1 + 0,269 X2 + 0,441 X3..........................................................(5.1) Keterangan : X1 = Jumlah Penduduk X2 = Dana Perimbangan X3 = Investasi Y1 = Belanja Langsung 5.3.3
Pengujian hipotesis 1 : jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten /kota Provinsi Bali pada ahun 2007-2012.
. Berdasarkan olahan data pada Lampiran 11
dapat diringkas seperti
tampak pada Tabel 5.16 hasil olahan data pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan, investasi dan belanja langsung terhadap kesejahteraan masyarakat sebagai berikut. Tabel 5.16 Persamaan Regresi Linear Model 2: Pengaruh Jumlah penduduk, Dana Perimbangan, Investasi dan Belanja Langsung terhadap Kesejahteraan Masyarakat
Model
Coefficients Unstandardized Coefficients B Std.Error 7.679 4.027 0,011 0,012
Constant Jumlah penduduk yang bekerja Dana perimbangan 0,025 0,012 Investasi 0,021 0,010 Belanja Langsung 0,337 0,028 Dependent Variable: Kesejahteraan Masyarakat Sumber : Lampiran 10 Pada Tabel 5.16 tampak bahwa
Standardized Coefficients Beta t 1.907 0,055 0,896 0,129 0,112 0,789
2,163 2,125 12,212
Sig .0.062 0,374 0,035 0,039 0,000
koefisien jalur jumlah penduduk
terhadap kesejahteraan masyarakat sebesar 0,055 dan p value 0,374 ˃ 0,05 ini
107
artinya jumlah penduduk berpengaruh tidak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Selanjutnya tampak
koefisien jalur dana perimbangan
terhadap
kesejahteraan masyarakat sebesar 0,129 dengan p value 0,035 < 0,05 ini berarti dana perimbangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat, koefisien jalur investasi sebesar 0,112 dengan
terhadap
kesejahteraan
masyarakat
p value 0,039 < 0,05 ini berarti investasi berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Dan Koefisien jalur belanja langsung terhadap kesejahteraan masyarakat sebesar 0,789 dan p value 0,000 < 0,05 ini berarti belanja langsung berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat. Dari Tabel 5.16 diperoleh persamaan sebagai berikut: Y2=0,055(X1) + 0,129(X2) + 0,112 (X3) + 0,789(Y1) …………………........(5.2) Keterangan : X1 = Jumlah Penduduk X2 = Dana Perimbangan X3 = Investasi Y1 = Belanja Langsung Y2 = Kesejahteraan Masyarakat 5.3.4 Koefisien Jalur. Berdasarkan hasil perhitungan koefisien regresi yang disajikan pada Tabel 5.15 dan 5.16 maka dapat dibuat ringkasan koefisien jalur seperti yang disajikan pada Tabel 5. 17 .
108
Tabel 5.17 Ringkasan Koefisien Jalur Regresi
X1 X2
Y1 Y1
X3 X1
Y1 Y2
X2 X3
Y2 Y2
Y1
Y2
Koef Koef Standar t hitung P.value Reg. Unstandardi Error Standar zed 0,349 0,159 0,057 2,804 0, 007 0,269 0,123 0,057 2,151 0,036 0,441 0,196 0,043 4,538 0,000 0,.055 0,011 0,012 0,896 0,374 0,129 0,112 0,789
0,025 0,021 0,337
0,012 0,010 0,028
2,163 2,125 12,212
Keterangan
Signifikan Signifikan Signifikan Tidak Signifikan
0,035 Signifikan 0,039 Signifikan 0,000 Signifikan
Sumber : Lampiran 9 dan 10
Keterangan : Y2 = Kesejahteraan Masyarakat ( IPM) Y1 = Belanja Langsung X1 = Jumlah Penduduk X2 = Dana Perimbangan X3 = Investasi Berdasarkan Tabel
5.17
dengan menggunakan koefisien regresi
terstandar dapat dibuat ringkasan koefisien jalur seperti disajikan pada Gambar 5.2 berikut: 0,129 (S)
0,308
Jumlah Penduduk (X1) Dana Perimbangan (X2) Investasi (X )
0,169 3(NS)
e1 0,349 (S)
e2
0,682
0,055 (TS)
Belanja Langsung (Y1)
0,269 (S)
0,789(S)
Kesekahteraan Masyarakat (Y2)
0,112 (S) 0,112 (S)
Gambar : 5.2 Pengaruh Jumlah Penduduk (X1), Dana Perimbangan (X2), Investasi (X3 dan Belanja Langsung (Y1) Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Y2) pada Kabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2007-2012.
)
109
Keterangan : (S) = Signifikan (TS) = Tidak signifikan Berdasarkan Tabel 5.16 dan Gambar 5.2 dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk (X1) berpengaruh tidak signifikan secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2), tetapi berpengaruh positif dan signifikan secara tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja langsung (X1). 5.3.5 Evaluasi terhadap model (1) Koefisien determinasi total Berpedoman pada rumus
4.1 dan rumus 4.2 koefisien total dari
persamaan struktural pada model penelitian sesuai dengan perhitungan SPSS maka diperoleh nilai R2m = 0,955. Koefisien determinasi total sebesar 0,955 memiliki arti bahwa sebesar 95,5 % informasi yang terkandung dapat dijelaskan oleh model yang terbentuk, sedangkan sisanya sebesar 4,5 % dijelaskan oleh variabel lain diluar model. (2) Theory trimming. Berdasarkan pengaruh langsung dan tidak langsung yang tampak pada Tabel 5.17 dan Gambar 5.2,
maka sesuai dengan theory trimming,
pengaruh
yang tidak signifikan dihilangkan atau dibuang sehingga mendapatkan model jalur yang lebih fit, sehingga diperoleh Gambar seperti disajikan pada Gambar 5.3
110
0,129 (S)
Jumlah Penduduk (X1)
Dana Perimbangan (X2)
0,682
e2
e1
0,308
0,349 (S)
0,269 (S)
Belanja Langsung (Y1)
Kesekahteraan Masyarakat (Y2)
0,789(S)
0,112 (S)
Investasi 0,169 (X (NS) )
0,112 (S)
3
Gambar : 5.3 Diagram Hasil Penelitian.
Keterangan : (S) = Signifikan Berdasarkan Tabel 5.17 dan Gambar 5.3 dapat dijelaskan bahwa jumlah penduduk
tidak
berpengaruh
secara
langsung
terhadap
kesejahteraan
masyarakat(Y2), tetapi berpengaruh positif dan signifikan secara tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja langsung (X1). Dana perimbangan (X2) berpengaruh positif dan signfikan secara langsung dan secara tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja langsung (X1). Selanjutnya investasi (X3) juga berpengaruh posistif dan signifikan secara langsung dan secara tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja langsung (Y1) pada kabupaten/kota di Provinsi Bali pada tahun 2007-2012. 5.3.6 Pengujian hipotesis 2 : Terdapat pengaruh yang positif dan signifikan jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi secara tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung di kabupaten /kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012. Analisis pengaruh langsung,tidak langsung maupun pengaruh total dapat menjelaskan hubungan antar variabel penelitian yaitu:pengaruh jumlah
111
penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap belanja langsung dan terhadap kesejahteraan masyarakat ditunjukan oleh koefisien semua anak panah dengan satu ujung, dan pengaruh tidak langsung terjadi melalui peran variabel antara, serta pengaruh total merupakan penjumlahan pengaruh langsung dan pengaruh tak langsung. Berdasarkan Tabel 5.17 dan
Gambar 5.3 dapat diketahui pengaruh
langsung dan pengaruh tidak langsung serta pengaruh total antar variabel seperti pada tabel 5.18 berikut. Tabel 5. 18 Perhitungan Pengaruh Langsung, Pengaruh Tidak Langsung dan Pengaruh Total X1 Varia bel Y1
PL
PTL
0,349
Y2
0,275
X2
X3
PT
PL
PTL
PT
PL
0,349
0,269
-
0,269
0,441
0,275
0,129
0,212
0,341
0,112
PTL
0,348
Y1 PT
PL
PT L
PT
0,441
-
-
-
0,460
0,789
-
0,789
Sumber Lampiran : 9,10 dan 12
Keterangan : X1 = Jumlah penduduk X2 = Dana perimbangan X3 = Investasi Y1 = Belanja langsung Y2 = Kesejahteraan masyarakat Berdasarkan Tabel 5.17 dan Gambar 5.3
dapat dijelaskan
bahwa
Jumlah penduduk (X1) tidak berpengaruh secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) tetapi berpengaruh secara tidak langsung terhadap kesejahteraan (Y2) melalui belanja langsung (Y1) dengan koefisien jalur sebesar 0,349 x 0,789 = 0,275.
Pengaruh langsung dana perimbangan (X2) terhadap kesejahteraan
masyarakat (Y2) adalah sebesar 0,129, dan pengaruh secara tidak langsung dana perimbangan (X2) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja
112
langsung (X1) adalah sebesar 0,269 x 0,789 = 0,212. Sehingga pengaruh total dana perimbangan (X2)
terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja
langsung (X1) adalah sebesar 0,129 + (0,269 x 0,789) = 0,341. Selanjutnya pengaruh
langsung investasi (X3) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2)
sebesar 0,112 dan pengaruh secara tidak langsung investasi (X3) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja langsung (X1) adalah sebesar 0,441 x 0,789 = 0,348, sehingga pengaruh total investasi (X3) terhadap kesejahteraan masyarakat (Y2) melalui belanja langsung (X1) adalah sebesar 0,112 + (0,441 x 0,789) = 0,460.
5.3.7
Pengujian terhadap variabel mediasi. a) Berdasarkan hasil olahan data yang disajikan pada Lampiran 10 dan Lampiran 11, tampak
jumlah penduduk berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kesejahteraan dengan
koefisien sebesar
0,330
dengan p valuae 0,005, namun setelah memasukkan varaibel mediasi yaitu belanja langsung, tampak
pengaruh jumlah penduduk terhadap
kesejahteraan masyarakat menurun menjadi tidak signifikan dengan koefisien regresi sebesar 0,055 dengan p value 0,374, maka variabel belanja langsung diakatakan merupakan variabel mediasi sempurna atau perfect mediator. b) Berdasarkan hasil olahan data yang disajikan pada Lampiran 10 dan Lampiran 11,
tampak dana perimbangan berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kesejahteraan dengan
koefisien sebesar
0,341
dengan p valuae 0,004, dan setelah memasukkan variabel mediasi yaitu
113
belanja langsung, tampak
pengaruh dana perimbangan
terhadap
kesejahteraan masyarakat menurun menjadi 0,129 dengan p value 0,035 tetapi tetap signifikan
maka variabel belanja langsung
merupakan variabel mediasi parsial atau partial mediator. c) Selanjutnya hasil olahan data yang disajikan pada Lampiran 10 dan Lampiran 11, tampak investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan dengan koefisien sebesar 0,460 dengan p valuae 0,000, dan setelah memasukkan variabel mediasi yaitu belanja langsung, tampak
pengaruh investai
terhadap kesejahteraan
masyarakat menurun menjadi 0,112 dengan p value 0,039 tetapi tetap signifikan maka variabel belanja langsung diakatakan sebagai variabel mediasi parsial atau partial mediator. 5.4 Pembahasan 5.4.1 Pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi terhadap kesejahteraan masyarakat pada Kabupaten /Kota Di Provinsi Bali. Peranan penduduk dalam pembangunan memiliki peran nyata dan sangat penting baik bagi pelaku ekonomi maupun bagi pemerintah, sesuai asumsi klasik dinyatakan jumlah penduduk dapat mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Pentingnya jumlah penduduk bagi pelaku ekonomi karena dapat memberikan informasi pasar yang luas dan tersedianya factor produksi dalam kegiatan perekonomian. Bagi pemerintah dalam pelaksanaan pembangunan perlu mengetahui perkembangan jumlah penduduknya agar dapat dijadikan referensi dalam membuat
suatu kebijakan untuk perencanaan pembangunan melalui
pengalokasian pengeluaran pemerintah melalui belanja langsung. Kegiatan-
114
kegiatan ekonomi produktif meningkat
karena bertambahnya penduduk
melakukan permintaan dan penawaran terhadap barang dan jasa yang dihasilkan, dengan meningkatnya kegiatan ekonomi dapat mendorong pertumbuhan ekonomi. Berdasarkan analisis diperoleh hasil bahwa
jumlah penduduk secara
langsung berpengaruh tidak signifikan terhadap belanja langsung, tetapi terdapat pengaruh secara tidak langsung
terhadap kesejahteraan masyarakat melalui
belanja langsung pada kabupaten/kota di Provinsi Bali.
Hal ini memdukung
pernyataan Arjoso: 2006, bahwa jumlah penduduk yang besar berimplikasi yang luas terhadap program pembangunan melalui jumlah belanja langsung yang dialokasikan untuk melaksanakan program dan kegiatan. penelitian ini sejalan dengan penelitian Suyekti Suindyah D (2009) dinyatakan bahwa jumlah tenaga kerja yang bekerja mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi melalui pengeluaran pemerintah memberikan dukungan terhadap pelaksanaan pembangunan khususnya di Jawa Timur. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Sasana : 2009 yang menyatakan bahwa,1) pertumbuhan ekonomi
berpengaruh
positif
terhadap
kesejahteraan
masyarakat
di
kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah, 2) tenaga kerja berpengaruh positif dan signfikan terhadap kesejahteraan di kabupaten/kota Provinsi Jawa Tengah. Manusia sebagai modal pembangunan dan juga merupakan tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan kesejaheraan masyarkat yang dapat dinilai dari aspek ekonomi dan aspek sosial. Melalui pembangunan dapat meningkatkan kegiatan ekonomi dan menciptakan kesempatan kerja serta
menyerap angkatan kerja
115
sehingga dapat menurunkan pengangguran dan mengurangi angka kemiskinan akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Mengingat titik tolak desentralisasi di Indonesia adalah Daerah Tingkat II, dengan dasar pertimbangan bahwa dari dimensi politik Dati II dianggap kurang mempunyai fanatisme kedaerahan, dari dimensi administratif penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat dapat lebih efektif, Dati II adalah ujung tombak pelaksanaan pembangunan sehingga dianggap lebih tahu kebutuhan dan potensi daerahnya
serta yang terakhir dapat meningkatkan local
accountability pemerintah terhadap rakyatnya (Kuncoro, 2004). Implementasi pelaksanaan desentralisasi fiskal dapat ditinjau dari realisasi dana perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah kabupaten/kota. Dana perimbangan
erat kaitannya dengan besarnya pengeluaran pemerintah
terlebih bagi daerah kabupaten/kota yang memiliki sumber pendapatan asli daerah yang rendah dalam rangka melaksanakan pembangunan untuk kepentingan publik. Dari hasil analisis diperoleh bahwa dana perimbangan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat, hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Yulian Rinawati Tahaa,DKK (2010) yang menyatakan bahwa DBH, DAU, DAK berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan melalui
investasi swasta. Karena dana perimbangan yang dialokasikan pada
pembiayaan infrastruktur ekonomi dapat menunjang kegiatan investasi swasta. Bila daerah ingin menumbuhkan investasi swasta, maka dana perimbangan yang terdiri dari DBH, DAU, DAK tersebut seyogyanya juga tumbuh secara positif. DBH, DAU berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi.
116
Oleh karena itu, dana perimbangan dialokasikan pada pembangunan infrastruktur ekonomi berdasarkan kebutuhan dapat mendorong kegiatan produksi barang atau jasa sehingga ekonomi daerah akan tumbuh. Penelitian ini sejalan dengan Ihyaul Ulum (2005) dinyatakan bahwa dana perimbangan
berpengaruh
positif
terhadap
belanja
daerah
Provinsi
di
Indonesia.demikian juga dengan penelitian Lilis Setyowati (2012) hasilnya diperoleh
bahwa DAU, DAK dan
PAD berpengaruh positif terhadap IPM
melalui pengalokasian Belanja Modal, dan Belanja Modal juga berpengaruh positif terhadap IPM sedangkan Pertumbuhan Ekonomi dinyatakan tidak berpengaruh positif terhadap IPM melalui belanja Modal. Penelitian ini
mendukung pernyataan Kuncoro :2006, bahwa dana
perimbangan yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada pemerintah daerah bertujuan untuk mengurangi kesenjangan fiskal dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ternyata terbukti bahwa dana perimbangan berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Demikian juga Lilis Setyowati (2012 menyatakan
bahwa DAU, DAK dan PAD berpengaruh positif terhadap IPM
melalui pengalokasian Belanja Modal, dan Belanja Modal juga berpengaruh positif terhadap IPM sedangkan Pertumbuhan Ekonomi tidak berpengaruh positif terhadap IPM melalui belanja Modal. Mengacu pada penelitian sebelumnya dan hasil analisis penelitian ini dapat dijelaskan bahwa dana perimbangan yang diberikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah, pemanfaatannya dalam pembangunan di kabupaten/kota Provinsi Bali telah dapat meningkatkan
117
kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung yang digunakan untuk membiayai program dan kegiatan. Dalam model pertumbuhan Harrod – Domar dibangun berdasarkan pengalaman negara maju, yang
memberikan peranan kunci kepada investasi
didalam proses pertumbuhan ekonomi serta watak ganda yang dimiliki oleh investasi. Pertama ia menciptakan pendapatan kedua ia memperbesar kapasitas produksi pertanian dengan cara menaikkan stok modal. Minsky adalah salah satu akademisi (1950-1960) dalam Prasetyantoko
(2010) memberi perhatian besar
pada persoalan siklus ekonomi. Minsky menekankan pentingnya peran pemerintah dalam perekonomian, struktur regulasi, sistem hukum, peran institusi bisnis dan secara lebih spesifik peran institusi keuangan. Karena dinamika perekonomian pada dasarnya adalah keterkaitan antar faktor tersebut. Pemikiran Minsky adalah respon dominan dari pemikiran Keynes, dikatakan secara sederhana Keynes menekankan adanya keselarasan antara permintaan agregat, investasi dan peran pemerintah dalam memberikan jaring pengaman dalam perekonomian. Hasil analisis penelitian ini diperoleh positif dan signifikan
bahwa investasi berpengaruh
terhadap kesejahteraan. Penelitian ini membuktikan
pernyataan Wagner dalam Dumairy (1997), bila dalam perekonomian suatu negara terjadi pertumbuhan ekonomi yang tinggi akibat investasi maka akan diikuti dengan pengeluaran pmerintah yang relative besar pula, sebagai akibat dari campur tangan pemerintah dalam mengatur dampak kegiatan ekonomi itu sendiri yang muncul dalam bentuk eksternalitas ekternalitas negative.
positif maupun dalam bentuk
118
Hasil penelitian ini juga mendukung model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave dalam Prasetya (2012) dinyatakan bahwa perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-tahap pembangunan ekonomi dapat dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal terjadinya perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar karena pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, transportasi. Kemudian pada tahap menengah terjadinya pembangunan ekonomi, investasi pemerintah masih diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat semakin meningkat, tetapi pada tahap ini peranan investasi swasta juga semakin besar. Pada tahap tingkat ekonomi selanjutnya, Rostow mengatakan bahwa aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan dan pendidikan. Mengacu pada konsep teori kesejahteraan (welfare state), dinyatakan bahwa negara dituntut untuk memperluas tanggung jawabnya pada masalahmasalah sosial ekonomi yang dihadapi rakyat. Negara harus melakukan investasi dalam berbagai masalah sosial dan ekonomi untuk menjamin terciptanya kesejahteraan bersama dalam masyarakat. Di samping itu timbulnya konsep kesejahteraan
yang memandang manusia tidak hanya sebagai individu, akan
tetapi juga sebagai anggota atau warga dari kolektiva dan bahwa manusia bukanlah semata-mata merupakan alat kepentingan kolektiva akan tetapi juga
119
untuk
kepentingan dirinya
sendiri.Konsep
atau teori
mengenai
negara
kesejahteraan dikemukakan oleh R. Kranenburg dalam Jejen Hendar (2013) bahwa negara harus secara aktif mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh masyarakat secara merata dan seimbang, bukan mensejahterakan golongan tertentu tapi seluruh rakyat. Penelitian ini juga mendukung hasil penelitian Suyekti Suindyah D (2009) dinyatakan semakin meningkatnya investasi yang masuk ke Jawa Timur khususnya investasi asing dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi, jumlah tenaga kerja yang bekerja memupunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi, serta pengeluaran pemerintah
akan
memberikan dukukungan terhadap pelaksanaan pembangunan khususnya di Jawa Timur,
karena
dengan
semakin
bertambahnya
pengeluaran
pemerintah
menyebabkan meningkatnya pertumbuhan ekonomi. Namun investasi yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah investasi pemerintah yaitu realisasi belanja modal melalui belanja langsung di kabupaten/kota Provinsi Bali sedangkan investasi dalam penelitian Suyekti Suindyah D (2009) adalah investasi asing yang masuk ke Jawa Timur . 5.4.2 Pengaruh jumlah penduduk, dana perimbangan dan investasi secara tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung di kabupaten /kota Provinsi Bali Mengacu teori (Haror-Domar dalam Todaro (2006), bahwa tujuan pembangunan adalah untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Ada 3 (tiga ) komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi yaitu: 1) Akumulasi modal yang meliputi semua bentuk investasi baru, 2) Pertumbuhan
120
jumlah penduduk yang akhirnya menyebabkan petumbuhan angkatan kerja dan ke 3) adalah Kemajuan teknologi yang secara luas diterjemahkan sebagai cara baru untuk menyelesaikan pekerjaan. Jumlah penduduk memiliki hubungan yang kuat dengan kesejahteraan karena penduduk adalah merupakan subjek dan objek dari pembangunan. Penduduk selaku input dalam proses produksi
dan sekaligus
merupakan tujuan pembangunan itu sendiri adalah untuk ditingkatkan kesejehteraannya. Semakin bertambahnya penduduk maka
semakin banyak
orang-orang yang terlibat dalam pembangunan. Dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi dan berkualitas dapat memperlancar proses pembangunan. Pendirian usaha baru akan menambah peluang bagi angkatan kerja, sehingga pendapatan perkapita
masyarakat
akan
cenderung
meningkat
dan
kesejahteraan
masyarakatpun meningkat.
Berdasarkan Gambar 5.3 diperoleh hasil bahwa terdapat pengaruh yang positif dan signifikan secara tidak langsung jumlah penduduk terhadap kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung pada kabupaten/kota di Provinsi Bali. Hasil penelitian ini telah membuktikan pernyataan Harror Domar dalam Todaro (2006) bahwa penduduk adalah salah satu komponen pertumbuhan ekonomi yang nantinya diharapkan
berpengaruh
pada meningkatnya
kesejahteraan masyarakat. Penelitian ini juga mendukung oleh hasil penelitian Deddy Rustiono (2008)
yang menyatakan bahwa penduduk angkatan kerja,
investasi swasta (PMA dan PMDN) dan belanja pemerintah daerah memberi dampak positif terhadap perkembangan PDRB di Propinsi Jawa Tengah, dan hasil penelitian ini juga mendukung pernyataan
Sasana (2009) bahwa tenaga
121
kerja yang bekerja berpengaruh positif terhadap kesejahteraan masyarakat di Provinsi Jawa tengah. Penduduk erat kaitannya dengan kesejahteraan, mengingat penduduk merupakan input dalam proses produksi dan sekaligus merupakan tujuan pembangunan itu sendiri adalah untuk ditingkatkan kesejehteraannya.
Dapat diuraikan bahwa dengan penduduk yang bekerja dengan kualitas yang dapat memperlancar proses pembangunan, dapat memberikan gambaran pasar yang luas bagi pelaku ekonomi, dan bagi pemerintah dapat dijadikan dasar dalam menyusun kebijakan berkaitan dengan perencanaan pembangunan melalui pengeluaran daerah (belanja langsung). Pembangunan daerah merupakan bagian dari pembangunan nasional yang menempatkan manusia sebagai titik sentral, diharapkan dapat memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi melalui tersedianya tenaga kerja yang berkualitas, kompetensi pada berbagai bidangserta
memiliki
jiwa inovatif dan
diiringi dengan penguasaan teknologi
informasi, maka akan mampu bersaing di pasar kerja, meningkat pendapatannya dan meningkat pula kesejahteraannya.
Indek pembangunan manusia (IPM) mengingatkan kita pada pembangunan yang kita maksudkan adalah pembangunan dalam arti luas, bukan hanya dalam bentuk pendapatan yang lebih tinggi. Kesehatan dan pendidikan bukan hanya input produksi dalam perannya sebagai komponen sumber daya manusia tetapi merupakan tujuan pembangunan yang fundamental. Mengacu pendapat Nehen (2012) dinyatakan bahwa kita tidak sependapat bila suatu negara yang mempunyai penduduk berpendapatan tinggi, tetapi tidak berpendidikan, kesehatannya tidak
122
terpelihara dengan baik sehingga harapan hidupnya lebih singkat dari pada penduduk suatu negara yang lain di dunia telah mencapai tingkatan pembangunan yang lebih tinggi dari pada negara yang berpendapatan rendah tetapi usia harapan hidup dan kemampuan baca tulisnya lebih tinggi. Penelitian ini mendukung penelitian Ranis (2004) dalam artikelnya yang berjudul Human Development And Economic Growth, digambarkan bahwa tujuan akhir dari proses pembangunan, dengan pertumbuhan ekonomi yang digambarkan adalah proxy yang tidak sempurna untuk mewujudkan kesejahteraan umum, atau sebagai sarana menuju pembangunan manusia ditingkatkan. Perdebatan ini telah memperluas definisi dan tujuan pembangunan, tetapi masih perlu untuk menentukan keterkaitan penting antara pembangunan manusia ( HD ) dan pertumbuhan ekonomi (EG). Sampai-sampai yang lebih besar kebebasan dan kemampuan meningkatkan kinerja ekonomi, pembangunan manusia akan memiliki dampak penting pada pertumbuhan. Demikian pula, sejauh bahwa peningkatan pendapatan akan meningkatkan berbagai pilihan dan kemampuan dinikmati oleh rumah tangga dan pemerintah, pertumbuhan ekonomi akan meningkatkan pembangunan manusia. Salah satu sasaran pokok dari pelaksanaan desentralisasi adalah untuk mendekatkan pemerintah dengan masyarakat dalam rangka memberikan pelayanan publik. Konsekuensi dari desentralisasi tersebut berdasarkan titik tolak
desentralisasi
di
Indonesia
yaitu
Daerah
Tingkat
II,
dengan
pertimbangannya bahwa Daerah Tingkat II adalah ujung tombak pelaksanaan pembangunan sehingga dianggap lebih tahu kebutuhan dan potensi daerahnya
123
(Kuncoro: 2004). Konsekuensinya pemerintah pusat berkewajiban memberikan alokasi belanja pembangunan sektor publik yang lebih besar untuk mendorong pertumbuhan ekonomi sehingga dapat berdampak terhadap kesejahteraan. Berdasarkan hasil Tabel 5.18
dan
Gambar 5.3,
tampak
terdapat
pengaruh secara tidak langsung dana perimbangan terhadap kesejahteraan mayarakat melalui belanja langsung. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian Lilis Setyowati, dkk (2012) diperoleh hasil bahwa dana alokasi umum (DAU) dan dana alokasi khusus (DAK) terbukti berpengaruh posistif terhadap indek pembangunan manusia (IPM) melalui Pengalokasian Anggaran Belanja Modal (PABM) pada Pemerintah kabupaten dan Kota se-Jawa Tengah, Lilis Setyowati menempatkan belanja modal sebagai varaibel intervening mengacu pada PP No. 71 tahun 2010, bahwa belanja modal merupakan belanja pemerintah daerah yang manfaatnya melebihi 1 tahun anggaran
dan akan
menambah asset atau kekayaan daerah, karena aset tetap merupakan prasyarat utama dalam memberikan pelayanan publik oleh pemerintah daerah. Dinyatakan pula bahwa alokasi belanja modal yang direalisasikan untuk pembangunan infrastruktur dan pengadaan sarana dan prsarana
akan berdampak positif
terhadap kesejahteraan masyarakat. Hasil penelitian ini juga sejalan hasil penelitian Yulian Rinawati Tahaa, dkk (2010) diperoleh hasil bahwa Dana Bagi Hasil (DBH), Dana Alokasi Umum (DAU) dan Dana Alokasi Khusus (DAK) berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan melalui investasi swasta, dijelaskan karena dana perimbangan yang larut dalam belanja daerah melalui belanja langsung
124
alokasinya diprioritaskan pada pembiayaan infrastruktur ekonomi, penyediaan sarana dan prasarana yang dapat menarik investor untuk melakukan investasi di daerah sehingga dapat memperlancar kegiatan ekonomi, sosial dan budaya masyarakat. Mengacu pada teori pertumbuhan ekonomi dari Harrod-Domar dalam Todaro (2006) dinyatakan bahwa adanya hubungan
positif antara tingkat
investasi dan laju pertumbuhan ekonomi. Artinya rendahnya investasi disuatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat perkapita di wilayah tersebut juga rendah karena tidak ada kegiatan ekonomi dan sebaliknya seperti yang dinyatakan (Rosyidi dalam Suwarno, 2008) bahwa semakin banyak investasi yang direalisasikan di dalam suatu negara akan mendorong laju pertumbuhan ekonomi negara yang bersangkutan. Investasi merupakan salah satu komponen dari pengeluaran agregat. Kenaikan investasi akan meningkatkan permintaan agregat dan pendapatan nasional. Peningkatan yang terjadi
sudah tentu selalu dibarengi oleh penanaman modal dan
peningkatan produktivitas serta pendapatan per kapita yang pada akhirnya akan meningkatkan PDRB dan kesejahteraan ( Sukirno,2000). Konsep atau teori mengenai negara kesejahteraan (Walfare State) dikemukakan oleh R. Kranenburg dalam Jejen Hendar (2013) bahwa negara harus secara aktif mengupayakan kesejahteraan, bertindak adil yang dapat dirasakan seluruh masyarakat secara merata. Negara harus melakukan investasi dalam berbagai masalah sosial dan ekonomi
untuk menjamin terciptanya kesejahteraan sosial masyarakat. Di
125
negara-negara yang menerapkan kebijakan sosial (social policy) atau kebijakan kesejahteraan (welfare policy) yang menjamin warganya dengan berbagai pelayanan dan skema jaminan sosial yang merata, dikarenakan manfaat pajak sering tidak sampai kepada masyarakat. Di samping itu timbulnya konsep Welfare State yang memandang manusia tidak hanya sebagai individu, akan tetapi juga sebagai anggota atau warga yang tidak semata-mata merupakan alat kepentingan kolektiva akan tetapi juga untuk kepentingan dirinya sendiri. Hasil analisis yang disajikan pada Tabel 5.18 dan Gambar 5.3 tampak terdapat pengaruh secara tidak langsung investasi terhadap kesejahteraan masyarakat melalui belanja langsung di kabupaten/kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012. Hal ini menandakan investasi yang dilakukan pemerintah melalui prngalokasian belanja modal pada kabupaten/kota di Provinsi Bali pada tahun 2007-2012 telah memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali Bali pada tahun 2007-2012. Penelitian ini mendukung
penelitian Kami Artana (2009) hasilnya
dinyatakan bahwa investasi dan tenaga kerja baik secara simultan berpengaruh positif dan signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, namun secara parsial dengan menggunakan metode linier dan log linier ternyata investasi tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi tetapi tenaga kerja berpengaruh posisif dan signifikan terhadap kemiskinan pada periode 1990-2007. Model pembangunan tentang perkembangan pengeluaran pemerintah yang diperkenalkan dan dikembangkan oleh Rostow dan Musgrave dalam Prasetya (2012) dinyatakan bahwa perkembangan pengeluaran pemerintah dengan tahap-
126
tahap pembangunan ekonomi dapat dibedakan antara tahap awal, tahap menengah, dan tahap lanjut. Pada tahap awal terjadinya perkembangan ekonomi, presentase investasi pemerintah terhadap total investasi besar karena pemerintah harus menyediakan fasilitas dan pelayanan seperti pendidikan, kesehatan, transportasi. Pada tahap menengah terjadinya pembangunan ekonomi, investasi pemerintah masih diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar semakin meningkat, dan pada tahap ini peran investasi swasta juga semakin besar. Pada tingkat ekonomi selanjutnya, aktivitas pemerintah beralih dari penyediaan prasarana ke pengeluaran-pengeluaran untuk aktivitas sosial seperti kesejahteraan hari tua, program pelayanan kesehatan masyarakat. 5.5 Keterbatasan penelitian Hasil penelitian ini telah dapat menjelaskan atau mengkonfirmasi beberapa teori
dan beberapa kajian sebelumnya tentang pengaruh jumlah
penduduk, dana perimbangan dan investasi baik secara langsung maupun secara tidak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali pada Tanun 2007-2012,
namun masih banyak
terdapat keterbatasan dalam
penelitian ini terutama berkaitan dengan jangka waktu penelitian yang masih relatif pendek yaitu periode enam tahun pada tahun 2007-2012 dan variabel penelitian. Bagi peneliti selanjutnya kedepan diharapkan jangka waktunya dapat diperpanjang agar data pengamatannya lebih banyak sehingga hasilnya lebih mendekati kebenaran atau mewakili keadaan sesungguhnya. Sedangkan variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari 3 varaibel bebas yaitu jumlah penduduk (X1), dana perimbangan (X2) dan investasi (X3) dan belanja langsung
127
(Y1) sebagai variabel mediasi serta satu variabel terikat yaitu kesejahetaraan masyarakat (Y2), diperoleh hasilnya bahwa jumlah penduduk tidak berpengaruh secara langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat mengganti variabel mediasi dengan variabel lain yang berkaitan dengan variabel kesejahteraan atau menambah variabel sebagai variabel intervening yang berkaitan dengan kesejahteraan.
128
BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 6.1 Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat disusun beberapa simpulan, yaitu: 1) Jumlah penduduk berpengaruh tidak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012, namun dana perimbangan dan investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali pada Tahun 20072012. Hal ini menandakan bahwa pemanfaatan dana perimbangan yang diterima dari pemerintah pusat oleh kabupaten/kota di Provinsi Bali dialokasikan pada belanja langsung
telah berdampak positif terhadap
kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali, dan Investasi yang dilakukan pemerintah dengan pengalokasian belanja modal melalui belanja langsung telah dapat meningkatkan kegiatan ekonomi yang dapat menyerap tenaga kerja sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kabupaten/kota Provinsi Bali. 2) Teradapat pengaruh yang
positif dan signifikan jumlah penduduk, dana
perimbangan dan investasi secara tidak langsung
terhadap kesejahteraan
masyarakat melalui belanja langsung di kabupaten/kota Provinsi Bali pada tahun 2007-2012. Artinya
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat,
yang menempatkan manusia sebagai modal dan sasaran pembangunan harus didukung
dengan
alokasi
belanja
langsung
untuk
membiayai
129
program/kegiatan sehingga berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat. Manfaat dana perimbangan yang diterima oleh pemerintah kabupaten/kota Provinsi Bali telah berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan melalui pengalokasian belanja langsung yang digunakan untuk melaksanakan program dan kegiatan yang bermanfaat bagi masyarakat. investasi yang dilakukan pemerintah kabupaten/kota yang digunakan untuk membiayai belanja modal melalui belanja langsung telah dapat mendorong kegiatan perekonomian, dan berdampak kesejahteraan masyarakat. 3) Variabel belanja langsung merupakan variabel mediasi sempurna atau perfect mediator terhadap kesejahteraan masyarakat, dan variabel belanja langsung merupakan variabel mediasi parsial atau partial mediator terhadap variabel dana perimbangan dan variabel investasi.
6.2 Saran Berdasarkan hasil pembahasan yang telah dilakukan beberapa saran dapat disampaikan adalah sebagai berikut : 1) Berkaitan dengan pengalokasian belanja daerah, kepada pemerintah kabupaten/kota Provinsi Bali diharapkan dapat melakukan efisiensi pada belanja aparatur, agar proporsi belanja langsung lebih ditingkatkan, termasuk pada alokasi belanja langsung kedepan lebih meningkatkan proporsi belanja modal
dengan melaksanakan pembangunan infrastruktur dan pengadaan
sarana prasana dibidang pendidikan, kesehatan dan sosial ekonomi sehingga lebih berdampak terhadap kesejahteraan masyarakat secara langsung.
130
2) Dalam upaya peningkatan
investasi,
kepada pemerintah daerah
kabupaten/kota di Provinsi Bali diharapkan dapat meningkatkan investasi pemerintah
untuk pembangunan infrastruktur dan pengadaan sarana dan
prasarana, agar dapat memperlacar aktifitas perekonomian sampai ke tingkat pedesaan, dan dengan tersedianya infrastruktur yang memadai maka dapat menarik para investor swasta untuk melalukan investasi, dan akhirnya tercipta kesempatan kerja dan kesejahteraan masyarakat dapat meningkat, disatu sisi pemerintah kabupaten/kota di Provinsi Bali diharapkan dapat menciptakan iklim investasi yang kondusip, mendorong para investor untuk melakukan investasi yang bersifat padat karya sehingga dapat menciptakan lapangan kerja dan akhirnya berdampak terhadap kesejahteraan. Bagi para investor baik investor dalam negeri maupun investor asing dalam berinvestasi agar dapat disesuaikan dengan
potensi daerahnya, sehingga dengan adanya
kegiatan ekonomi masyarakat akan menurun minatnya untuk melalukan urbanisasi
ke kota
khususnya ke Kota Denpasar dan Badung, dan
kemacetan dapat dikurangi. 3)
Bagi pemerintah kabupaten yang memiliki nilai IPM dibawah rata-rata IPM Provinsi Bali, dalam pengalokasian belanja daerah melaui belanja langsung diharapkan dapat ditingkatkan melalui program dan kegiatan yang dapat menyentuh langsung kepentingan masyarakat khususnya pada bidang pendidikan dan kesehatan.
131
DAFTAR PUSTAKA Andaiyani, 2012.Pengaruh Indek Pembangunan Manusia, Pertumbuhan Ekonomi, Dan Belanja Operasional Terhadap Jumlah Alokasi Belanja Modal pada Pemerintahan Kabupaten/Kota Di Provinsi Kalimantan Barat Tahun 2007-2010.(Tesis) (Online) tesedia di http://ojs.ac.id/index.php/ Ali Sulaiman Al-Shatti, 2014. The Impact of Public Expenditures on Economic Growth in Jordan. (Jurnal) tersediadi E-mail: Alialshati2008@ gmail.com oi:10.5539 /ijef. v6n10p157 URL: http: //dx.doi.org/10.5539 /ijef.v6n 10p157 Arjoso,S.2006. Pemakaian Alat Kontrasepsi Non http:www.suara pembaharuan. com/news/kesra
Hormonal
Rendah,
Ariasih, Pande. & Suyana Utama, I Made. 2012. Pengaruh Jumlah Penduduk dan PDRB Perkapita terhadap Penerimaan PKB dan BBNKB Serta Kemandirian Keuangan Daerah Provinsi Bali Tahun 1991-2010. (Online) tesedia dihttp://ojs.unud.ac.id/index.php/ Ari Yuniarti, 2009. Pengaruh Pertumbuhan Pendapatan Perkapita , Tingkat Investasi dan Tingkat Industrialisasi Terhadap Kemanidirian Daerah , di Kabupaten dan Kota Wilayah Soloraya.(Tesis). Surakarta :UniversitasSebelasMaret. Tersediahttp://eprints.uns.ac.id/8135/1/72160707200903071.pdf Azhari A Samudra, 1995. Perpajakan di Indonesia :Keuangan, Pajak dan Retribusi Daerah. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Arsyad.Lincolin 1999.Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah. Yogyakarta: BPFE. Arsyad, Lincolin. 2010. Ekonomi Pembangunan, Yogyakarta: UPP STIE YKPN, Badan Pusat Statistik. Berbagai Tahun. Pendapatan Domestik Regional Domestik Regional Bruto Provinsi Bali. Denpasar Padan Pusat Statistik. Barro, Robert J 1990. Government Spending in a Simple Model of Enogeneus Growth. The Jurnal Of Political Economy, ( Online) tersedia di http://www1.worldbank.org/ publicsector / pe/pfma 06 /BarroEndog Growth JPE88.pdf Barro, Robert J and Xavier Sala-i-Martin, 1992.Conergence in the Neoclassical Growth Model, Journal of Political Economy (Online) 100 (2)223251,tersedia di http://dash. harvard.edu/bitstream/hndle/1/3451299/Barro Convergence.
132
Biro Ekbang, 2012.LAKIP Pemerintah Provinsi Bali Tahun 2012. Boediono,1985,Teori Pertumbuhan Ekonomi. Yogyakarta.BPFE. Brotodiharjo, (1995).Pengantar Ilmu Hukum Pajak.Bandung PT. Eresco. Chude, 2012.Impact Of Government Expenditure On Economic Growth In Nigeria, (Jurnal).Tersedia di http://www.eajournals.org/wpcontent/uploads/Impact-of-Government-Expenditure-on-EconomicGrowth-in-Nigeria..pdf David G. Davies, United States Taxes and Tax Policy, Cambridge University Press. Davey, K.J. 1988. PembiayaanPemerintah Daerah. Jakarta: UI Press. DeddyRustiono (2008). Analisis Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja, Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Jawa Tengah. (Tesis). Semarang: Universitas Diponogoro.Tersedia di eprints. undip.ac.id/16937/1/Deddy_Rustiono .pdf Deliarnov.1995. Perkembangan Pemikiran Ekonomi.Jakarta:Rajawali Press. Departemen Dalam Negeri. 2000. Undang–Undang Nomor 22 Tahun 1999, Tentang Pemerintah Daerah. ________.2000.Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999, Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Devarajan Santayanan and Vinaya Swaroop, 1993.The Composition of Public Expenditure and Economic Grohth.Jurnal of Economics 37 (1996) (Online) tersedia di http://www1. worldbank. org/public sector/pe/pfma06/ Shanta Vinay Hengfu.pdf Dinas Pendapatan Provinsi Bali. 2012. Data Pendapatan Daerah Provinsi Bali. Dumairy, 1999.Perekonomian Indonesia, Jakarta:Erlangga. Fauzi.1995, Kamus Akuntansi Praktis. Malang: Indah Surabaya Fransisca Roossiana Kurniawati, 2010. Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) Dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Belanja Pemerintah Daerah Provinsi, Kota, Dan Kabupaten Di Indonesia.Jurnal. Gerardo,1991.Economics.Tersedia di http://books.google.co.id/books?id=j 1A_OvW__p4C&sitesec = buy&hl=id &source=gbs_buy_r Ghozali Imam,2012. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS, Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
133
GilarsoSJ., 2006. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro, Yogyakarta: Kanisius Gregory, Mankiw . 2006:Pengantar Ekonomi Makro, Jakarta Salemba Empat. Halim Abdul, 2001. Manajemen Keuangan Daerah. Yokyakarta : UPP-YKPN IhyaulUlum, 2005.Analisis Atas Dana Perimbangan dan Pengaruhnya Terhadap Belanja Daerah Provinsi di Indonesia J.F.J. Toye , 2007. Public Expenditure and India Development Policy 1960-70, Canbridge University Press.Lessons from the Niger Delta. (Online) http://books.google.co.id/books?id=Axz3t8GmWPwC&pg=PA130&dq= ML+Jhingan+2004&hl=id&sa=X&ei=9J7bU4WEYKWuAT88oLgBw&ved=0CCkQ6wEwAg#v=onepage&q=ML%20J hingan%202004&f=false J. Supranto, 2004. Analasis Multivariat Arti dan Interpretasi. Jakarta: PT. RinekaCipta. JejenHendar, 2013, Pelaksanaan Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan PT. Sari Husada Cabang Yogyakarta Terhadap Lingkungan Sosial. Kami Artana, I Nyoman.2009.” Dampak Investasi dan Tenaga Kerja Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Serta Pengaruhnya Terhadap Tingkat Kemiskinan di Provinsi Bali” (Tesis). Denpasar : Universitas Udayana Kartomo (2012). Pengertian Penduduk. Dalam Pengertian dan Definisi Penduduk Tersedia di http://carapedia.com/pengertian_definisi_penduduk_info2150.html (diunduh :tanggal 14 Oktober 2014) Kesit Bambang Prakosa, 2004. Analisis Pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) dan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Terhadap Prediksi Belanja Daerah (Study Emperik di Wlayah Jawa Tengah dan DIY) (Jurnal). Kerlinger, Fred. N. 2002. Asas-asas Penelitian Beharioral. Edisi Ketiga (Penerjemah: Landung R. Simatupang). Yogyakarta: GadjahMada University Press. Kuncoro, Mudrajad. 2004. Otonomidan Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan, Strategi dan Peluang. Jakarta: Airlangga LAN- RI, 2008. (online) Jakarta: Modul Pendidikan dan Pelatihan Kepemimpinan Tingkat III, tersedia di http…. JSQe5GnRWQ. Landau,1983.Government Expenditure and Economic Growth. Tersedia di www.cenet.org.cn/.../Xiangjie%20Wu-Governme.
134
Lilis Setyowati, 2012.Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD terhadap Indek Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Belanja Modal sebagai Variabel Intervening. Jurnal Mardiasmo, 2009.Perpajakan. Yogyakarta, CV. AndiOfset. Muchamad Rizal Rachman, 2010. Analisis Investasi Terhadap Tingkat Kesejahteraan Dan Pertumbuhan Ekonomi Di Kabupaten Gresik, Sidoarjo Dan Pasuruan. Mundiharno,1998.Pengertian, RuangLingkup Dan Bentuk-Bentuk Analisis Ekonomi Kependudukan. Artikel Tersedia di andriwijanarko.files.wordpress.com/.../pengertian-ruang-lingkup-danbe. Mosayeb Pahlavani, YosefElyasi, 2011. Government Revenue and Government Expenditure. (Jurnal) tersedia di http://www.ijbssnet.com/journals/Vol._2_No._7%3B_Special_Issue Nachrowi D Nachrowi, 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonomitrika untuk Analaisi Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Nazar Dahmardeh, 2008. Government Expenditures and its Impact on Poverty Reduction ( Empirical From Sistan and Baluchestan Province of Iran ). Artikel tersedia di www.hrmars.com/admin/pics/1574.pdf Nehen,I.K2010. Perekonomian Indonesia. Denpasar Universitas Udayana.
: Fakultas Ekonomi
Nurcholis, Hanif (2007) Teori dan Praktik Pemerintahan dan OTDA : Jakarta: PT. Gramedia Widiasana Indonesia tersedia di http://books. google.co.id/books?id =nrhktUy_3jgC&pg=PR3&dq=teori+dan+praktik+pemerintahan+otono mi+daerah+Nurcholis+2007&hl=id&sa=X&ei=t2jbU52TNsafugSsx4Cg Aw&ved=0CCEQ6wEwAQ#v=onepage&q=teori%20dan%20praktik%2 0pemerintahan%20otonomi%20daerah%20Nurcholis%202007&f=false Parmana, Dewa Gede.2008. “Pengaruh Pengeluaran Pemerintah Bidang Ekonomi, Kesehatan, dan Pendidikan Perkapita Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Provinsi Bali” (Tesis) Denpasar: Universitas Udayana. Prasetyantoko, 2010.Ponzi Ekonomi: Prospek Indonesia di tengah instabilitas global. (Online) Jakarta : BukuKompas. Tersedia di http:// books.google. co.id/books?id=LSfTJEIfXwg C&printsec =frontcover&dq =Prasetyantoko+2010&hl= d&sa=X&ei= OYnbU8Lg
135
MY6OuAT5j YHQBw&ved =0CBsQ6wEwAA#v=onepage&q Prasetyantoko %202010&f=false
=
Poerwadarminta, 1986, Kesejahteraan Dan Kemakmuran Kelima, Bina Aksara, Jakarta. Pusat Pengkajian Perpajakan dan Keuangan, 1996. Dampak Pungutan terhadap Ekonomi Biaya Tinggi. Jakarta Indonesia, Pusat pengkajian Fiskal Dan Moneter .Tersedia di http://books.google.co.id/books?id=23YWAQAAMAAJ&q=Dampak+p ungutan+terhadap+biaya+tinggi&dq=Dampak+pungutan+terhadap+biay a+tinggi&hl=id&sa=X&ei=OKXbU47NoS2uAT1yoDACA&ved=0CB4Q6wEwAA Ram (1986) dan Grossman (1988) Ranis, 2004.Human Development And Economic Growth. (Artikel) tersedia di http://www.econ.yale.edu/growth_pdf/cdp887.pdf Rahardjo, Dawam, 1996, Intelektual, Intelegensia, dan Perilaku Politik Bangsa: Risalah Cendekiawan Muslim, Bandung: Mizan, 1996 . Republik Indonesia.Undang-Undang No 28 Tahun 2009, Tentang Pajak dan Retribusi Daerah. Republik Indonesia. Undang-Undang No 12 Tahun 2008, Tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 13 Tahun 2006.Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah Republik Indonesia.Undang-Undang No 33 Tahun 2004, Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Republik Indonesia. Undang-Undang No 38 Tahun 2008, Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Republik Indonesia. Undang-Undang SISDIKNAS No. 20 Tahun 2003, Tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Rinawaty Taaha, Yulian, Dkk, 2013. Pengaruh Dana Perimbangan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Sulawesi Tengah. Rizal Mubaroq, 2013. Pengaruh Investasi Pemerintah, Tenaga Kerja, dan Desentralisasi Fiskal Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Di Indonesia Tahun 2007 – 2010. Jurnal tersedia di http:// pustaka. unpad.ac.id/wp-content/uploads/2013/01/Jurnal-M-Rizal-M-METNPAD.pdf Sajkumar Tulsidharan,2006. . Government Expenditure and Economic Growth in India (1960-2000). The Quarterky, Jurnal of Indian Institute of Finance.Tersediadiwww.econbiz, de/smiliar/result.mlf
136
Samuelson, Paul A dan William D.Nordhaus.2001.Makro Ekonomi (terjemahan)., Jakarta: Erlangga Saragih.2003, Desentralisasi Fiskal dan Keuangan Daerah dalam Otonomi. Jakarta: Ghalia Indonesia. Sarwono, Jonathan. 2007. Analisis Jalur Untuk Riset Bisnis. Yogyakarta :Andi Sasana Hadi.2009, Analisis Dampak Pertumbuhan Ekonomi, Kesenjangan Antar Daerah dan Tenaga Kerja Terserap Terhadap Kesejahteraan di Kapupaten/Kota Provinsi Jawa Tengah Dalam Era Globalisasi. Simanjuntak.2012.Pengertian Penduduk. Dalam Pengertian dan Definisi Penduduk Tersedia di http://carapedia. com/pengertian_ definisi_ penduduk_info2150. html (diunduh :tanggal 14 Oktober 2014) Sinta Regina Trisnu, Cok & Purbadharmaja IB, 2014 .Pengaruh PMDN dan PMA Terhadap PBRB di Provinsi Bali, (Online) E-Jurnal EP Unud, 3 [3] : 88 95 ISSN: 2303-0178, : Denpasar: Ekonomi Pembanguan Universitas Udayana tersedia di ojs. unud. ac.id/index. Php / eep / article / download/ 8137/6266 Suwarno, 2008.Analisis Beberapa Faktor Yang Mempengaruhi Penanaman Modal Asing Pada Industri Modal Asing di Jawa Timur. (Online) E Jurnal Riset Ekonomi dan Bisnis Tersedia di http://eprints.upnjatim.ac.id/104/1/812008-5-7.pdf Suparmoko,M.2002.8. Keuangan Negara Dalam Teori dan Praktek, Edisi Keempat, Yogyakarta. BPFE UGM. Suwandi, Made. 2001, Manajemen Keuangan Daerah. Jakarta : IIP. Sugiyono, 2012.Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta Sukirno, Sadono 1998. PengantarTeoriMakroEkonomi ,EdisiKeDua, Yogyakarta. PT. Raja GrafindoPersada _______ 2001.PengantarTeoriMakroEkonomi,Jakarta RajaGrafindoPersada _______2006.Ekonomi Pembangunan. Jakarta :Kencana Group _______2008.Ekonomi Pembangunan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. _______2010.Ekonomi Pembangunan: Proses, Masalah dan Dasar Kebijaksanaan. Bima Grafika, Jakarta. Lilis Sulistiyowati, Dkk. 2012.Pengaruh Pertumbuhan Ekonomi, DAU, DAK, PAD Terhadap Indeks Pembangunan Manusia dengan Pengalokasian Anggaran Belanja Modal Sebagai Variabel Intervening (Studi Empirispada Pemerintah Kabupaten dan Kota se Jawa Tengah).(Jurnal).
137
Suyana Utama, Made. 2008. Aplikasi Analisis Kuantitatif. Buku Ajar, SastraUtama, Denpasar. Suyekti Suindyah D.2009. Pengaruh Investasi, Tenaga Kerja Dan Pengeluaran Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Di Provinsi Jawa Timur. Jurnal tersedia di dyahsyam @yahoo.co.id. Sodik, Jamzani. 2007. Pengeluaran Pemerintah dan Pertumbuhan Ekonomi Regional .Jurnal Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: UPN “Veteran” Tersedia di http://journal. uii.ac.id/index.php/JEP/article/viewFile/516/428 Sofyan, Syafri Harahap.2001.Analisa Kritis Atasan Keuangan. Universitas Michighan. Raja Grafindo Persada.tersedia di http:// books. google.co.id/ books?id=VosWAQAAMAAJ&q=analisis+kritis+atas+laporan+keuanga n+sofyan+syafri+harahap&dq=analisis+kritis+atas+laporan+keuangan+s ofyan+syafri+harahap&hl=id&sa=X&ei=D4zbU9CKIYKHuATJlYGoA w&ved=0CBsQ6wEwAA Srinadi,2008.“Pengaruh Tarif dan PDRB Perkapita Terhadap Jumlah Kendaraan Bermotor Serta Pengaruhnya Terhadap Penerimaan Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Bali” (Tesis) Denpasar: UniversitasUdayana. Syeh
Assery,2009. Global Management Tentang Pengeluaran Pemerintah.(Online) tersedia di http://global management.wordpress.com/2009/02/21/beberapa-penelitian-tentangpengeluaran-pemerintah
Tarigan, Robinson. 2004 ,Ekonomi Reginonal Teori dan Aplikasi.EdisiRevisi, Jakarta Bumi Aksara. Todaro, 2006.Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan Jilid 1. Jakarta: Penerbit Erlangga. TofikSiraj, 2012.Official development assistance (ODA), public spending and economic growth in Ethiopia .(Jurnal). Tersedia di http://www.academicjournals.org/article/article1380789821_Siraj.pdf Yeniwati, 2013. Ketimpangan Ekonomi Antar Provinsi di Sumatera
138