BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pelaku pasar pada umumnya menginginkan bahwa pelanggan yang diciptakannya dapat dipertahankan selamanya. Hal ini bukanlah tugas yang mudah mengingat perubahan-perubahan yang dapat terjadi setiap saat, baik perubahan pada diri pelanggan seperti selera maupun aspek-aspek psikologis serta perubahan kondisi lingkungan yang mempengaruhi pelanggan. Kondisi pasar yang kompetitif dan dinamis mengakibatkan setiap perusahaan untuk harus selalu mengamati persaingan dalam lingkungan bisnisnya dan dalam menghadapi lingkungan persaingan yang semakin kuat dan ketat. Setiap perusahaan dalam hal ini dituntut harus mampu mengoptimalkan sumber daya ekonominya guna meningkatkan daya saing produknya di pasar, serta mampu meramu serangkaian strategi pemasaran yang efektif dan selalu mengembangkan strategi pemasaran tersebut secara terus-menerus serta berkelanjutan. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk meraih keunggulan kompetitif terhadap para perusahaan pesaing (Arifianto, 2005). Strategi pemasaran yang efektif harus meliputi juga upaya mencari prospek baru dan mempertahankan prospek yang telah ada. Prospek yang dimaksud adalah orang atau pelanggan yang membutuhkan produk atau jasa perusahaan dan telah memiliki kemampuan membeli (Griffin, 2005). Upaya mempertahankan pelanggan harus mendapat prioritas yang lebih besar dibandingkan upaya
1
mendapatkan pelanggan baru. Umumnya, lebih mudah untuk mempertahankan pelanggan yang sudah ada daripada menarik pelanggan baru. Usaha pelayanan makanan (food service) merupakan kegiatan yang kompleks, tetapi akhir-akhir ini banyak digemari orang untuk menjalankannya. Hal ini dibuktikan dengan ’menjamurnya’ bisnis restoran, baik secara independen ataupun bergabung dalam suatu pujasera (food court). Bisnis di bidang restoran merupakan salah satu sektor bisnis yang sangat kompetitif. Pengelola restoran dituntut untuk mampu menciptakan keunggulan bersaing atas produk dan layanannya dalam upaya memuaskan pelanggan untuk dapat bertahan (survive) dan berkembang di tengah persaingan yang ada (Bernadine, 2005). Apabila tuntutan itu tidak terpenuhi, maka bisnis ini tidak akan dapat bertahan hidup. Kondisi tersebut pada akhirnya membuat hanya restoran berdaya saing tangguh saja yang mampu bertahan hidup dan berkembang. Perkembangan pelayanan makanan tersebut terjadi seiring dengan semakin dikenalnya daerah-daerah dengan kuliner yang khas. Salah satunya yaitu Kota Solo yang terkenal dengan banyaknya kuliner dan tempat-tempat makan dengan harga terjangkau, serta rasa makanan berkualitas. Solo bahkan dikenal dengan predikat kota kuliner. Berbagai macam kuliner, baik yang modern maupun tradisional
tersedia
dan
dapat
ditemukan
di
Kota
Solo
(https://id.wikibooks.org/wiki/KulinerSolo). Seiring dengan perkembangan Kota Solo, segi kuliner Kota Solo pun semakin berkembang pesat. Hal ini terlihat dengan banyaknya dibuka berbagai macam kedai, restaurant, warung, atau cafe yang menjual beraneka ragam kuliner baik tradisional maupun modern, dengan
2
cita rasa lokal maupun otentik (https://tongkrongansolo.com). Salah satu kuliner yang banyak digemari dan telah banyak dikenal masyarakat Solo adalah pizza. Pizza merupakan sejenis roti bundar yang dipanggang di oven dan biasanya dilumuri saus tomat serta keju mozarella. Pizza yang telah dikenal masyarakat kebanyakan terbagi dalam dua kelompok besar, yakni pizza ala Iitalia dan pizza ala Amerika. Pizza ala Italia adalah pizza bulat yang melalui proses pemanggangan di dalam tungku tradisional dengan bara api. Karakteristik utama Pizza Italia adalah adonan pizza yang tipis dan crispy. Sementara pizza ala Amerika
memiliki
roti
bundar
yang
lebih
tebal
dan
empuk
(https://id.wikipedia.org/wiki/pizza). Jenis pizza yang belum dikenal banyak orang yaitu calzone. Calzone yang dalam bahasa Italia berarti celana. Calzone merupakan salah satu jenis pizza lipat berbentuk seperti setengah lingkaran dan diisi dengan bahan-bahan topping pizza pada umumnya (https://en.wikipedia.org/wiki/calzone). Calzone sebagai makanan memang belum terlalu dikenal di Indonesia, meski demikian pizza Italia tersebut sudah ditemukan di beberapa restaurant yang menawarkan kuliner otentik Italia (https://food.detik.com). Bermacam jenis pizza telah hadir di Kota Solo, baik pizza Amerika maupun pizza Italia. Salah satu restaurant yang menawarkan beragam menu pizza di Solo adalah Panties Pizza. Panties Pizza merupakan restaurant pertama di Solo yang menyajikan jenis pizza lipat. Keunggulan tersebut membuat Panties Pizza menjadi tempat makan yang populer di kalangan masyarakat Kota Solo saat ini. Tidak hanya menjadi tempat makan yang sedang populer di Kota Solo saat ini, Panties Pizza
3
juga merupakan suatu restaurant baru dengan capaian yang cukup positif. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan Panties Pizza yang awalnya hanya dibuka di Solo kemudian telah membuka 4 cabang di Kota besar lain, yaitu Tangerang, Batam, Semarang, Boyolali. Harga yang relatif terjangkau merupakan salah satu keunggulan Panties Pizza karena dapat dikatakan bahwa Panties Pizza menawarkan pizza lipat dengan harga termurah di kelasnya. Hasil pengamatan awal yang telah dilakukan di gerai Panties Pizza Solo menunjukkan bahwa konsumen restaurant tersebut meliputi golongan anak-anak, remaja, orang dewasa, hingga para lanjut usia. Konsep penyajian yang diusung juga cukup unik, yaitu self service (tanpa pelayan). Konsep pelayanan self service berarti konsumen melakukan pemesanan langsung di kasir dan mengambil pesanannya sendiri. Mekanisme self service ini terbilang baru di Kota Solo karena belum banyak diterapkan oleh restaurant lain. Berbagai hal tersebut membuat Panties Pizza menjadi restaurant yang unik dan menarik untuk dikunjungi. Guna menjamin keberlangsungan usaha Panties Pizza, maka tidak dapat dipungkiri bahwa jumlah kunjungan konsumen setiap harinya adalah hal yang sangat penting. Baik kunjungan dari konsumen baru, maupun konsumen yang sudah pernah berkunjung sebelumnya. Keinginan konsumen untuk melakukan pembelian ulang di Panties Pizza salah satunya dapat dicapai dengan mengupayakan kepuasan konsumen. Tingginya kepuasan konsumen pada Panties Pizza sendiri dapat dilihat dari angka penjualan yang dapat dicapai oleh restaurant tersebut. Setiap harinya
4
Panties Pizza rata-rata dikunjungi oleh 100 pengunjung. Selain itu, jumlah pizza yang dapat dijual dalam satu gerai Panties Pizza rata-rata adalah 200 pizza setiap hari. Jumlah ini terus mengalami tren peningkatan seiring dengan semakin dikenalnya Panties Pizza oleh masyarakat. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui bahwa Panties Pizza bukan hanya sekedar restaurant yang menawarkan produk makanan dan minuman saja, tetapi Panties Pizza juga menjadi restaurant yang mampu menawarkan pengalaman tersendiri bagi setiap konsumen yang datang. Berbagai hal tersebut yang menyebabkan penulis tertarik untuk mengetahui pengaruh anteseden kepuasan konsumen terhadap keinginan konsumen untuk melakukan pembelian ulang di Panties Pizza. Produk dan layanan pemasaran lini bisnis service terutama restaurant di masa lalu biasanya menggunakan strategi low-price dan pada akhirnya menyebabkan perang harga antar pesaing. Teknik pemasaran tradisional tersebut tidak lagi dapat diterapkan dalam era baru yang sangat kompetitif seperti saat ini. Upaya untuk menciptakan pengalaman berharga bagi konsumen dalam era baru ekonomi saat ini lebih menjadi tujuan utamanya. Customer satisfaction oleh Panties Pizza diupayakan tercapai melalui berbagai hal. Misalnya dengan mewujudkan pelayanan terbaik bagi konsumen, kualitas makanan dan minuman yang ditawarkan, kenyamanan tempat makan di restaurant, serta pembangunan citra Panties Pizza secara positif. Hal tersebut menunjukkan bahwa penelitian tentang variabel-variabel yang mempengaruhi intention to repurchase menjadi penting untuk dilakukan, terutama terkait dengan
5
customer satisfaction. Oleh sebab itu, diperlukan penelitian secara lebih mendalam mengenai pengaruh anteseden customer satisfaction terhadap intention to repurchase. Masalah tersebut juga ditunjukkan dengan adanya penelitian yang konsisten mengenai customer satisfaction serta intention to repurchase dalam banyak literatur service marketing restaurant, di antaranya dalam Fishbein dan Ajzen (1975); LaBarbera dan Mazursky (1983)); Morgan dan Rego (2006); serta Ryu et al (2011). Banyak faktor yang mempengarui hal tersebut terlebih industri restaurant yang menawarkan untuk makan di tempat. Kualitas makanan merupakan dasar evaluasi konsumen, namun suasana dan pelayanan sangat mempengaruhi evaluasi konsumen terhadap restaurant tertentu. Pelanggan melihat beberapa faktor dalam menilai sebuah restaurant seperti makanan, pelayanan, penampilan fisik restaurant terkait dengan suasana fisik dan desain, maupun unsur-unsur teknis lain seperti kinerja dan perilaku para pegawainya (Wall dan Berry, 2007). Pelanggan umumnya menggunakan makanan, lingkungan fisik, serta pelayanan sebagai komponen kunci dalam mengevaluasi service quality sebuah restaurant (Chow et al, 2006; Namkung dan Jang, 2007; Ryu dan Han, 2010). Kombinasi
yang tepat
dari
atribut-atribut
penting tersebut
seharusnya
menghasilkan persepsi konsumen atas service quality yang tinggi terhadap sebuah restaurant, yang nantinya dapat meningkatkan kepuasan serta loyalitas konsumen dalam industri restaurant (Ryu et al, 2012).
6
Heskett et al (1994) dalam Harvard Business Review juga mengungkapkan teori the service-profit chain, yakni bahwa keuntungan dan pertumbuhan distimulasi terutama oleh loyalitas konsumen, sedangkan loyalitas merupakan akibat dari customer satisfaction, dan customer satisfaction sangat dipengaruhi oleh service quality yang diberikan kepada konsumen. Pentingnya service quality ditegaskan dalam perdagangan dan literatur akademik, seperti yang disebutkan dalam Heskett et al (1994), yang menetapkan service quality sebagai faktor utama aktivitas bisnis yang dilakukan oleh internal organisasi serta kinerja perusahaan. Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya telah menghubungkan service quality dengan beragam jenis macam pengukuran kinerja bisnis, seperti kepuasan konsumen (Boulding et al, 1993), behavioral intention (Carlson dan O’Cass, 2011), word of mouth, purchase intention dan customer loyalty (Pollack, 2009), price insensitivity, sales growth, dan market share (Woodside et al, 1989; Ziethaml et al 1996). Berdasarkan latar belakang yang telah disebutkan, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: “PENGARUH QUALITY OF PHYSICAL ENVIRONMENT, FOOD QUALITY DAN SERVICE QUALITY TERHADAP
CUSTOMER
SATISFACTION
DAN
INTENTION
TO
REPURCHASE DENGAN RESTAURANT IMAGE SEBAGAI VARIABEL PEMEDEASI (Studi Pada Konsumen Restaurant Panties Pizza Solo)”
7
B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut: 1. Apakah quality of physical environment, food quality dan service quality, serta restaurant image berpengaruh terhadap customer satisfaction? 2. Apakah
customer
satisfaction
berpengaruh
terhadap
intention
to
repurchase? C. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian yang telah disebutkan, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Mengetahui sejauh mana pengaruh quality of physical environment, food quality dan service quality, serta restaurant image berpengaruh terhadap customer satisfaction. 2. Mengetahui sejauh mana pengaruh customer satisfaction terhadap intention to repurchase. D. Manfaat Penelitian Mengacu pada tujuan penelitian yang telah diuraikan, maka hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat tertentu bagi beberapa pihak antara lain: 1. Bagi Perusahaan Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pertimbangan untuk menyusun upaya yang dapat meningkatkan intention to repurchase konsumen ke Panties Pizza. Selain itu, hasil penelitian juga diharapkan dapat
8
memberikan kontribusi pada proses evaluasi kepuasan konsumen Panties Pizza. Variabel anteseden customer satisfaction sendiri diharapkan dapat bermanfaat bagi Panties Pizza untuk mengidentifikasi elemen yang memberi pengaruh paling optimal bagi pencapaian customer satisfaction. 2. Bagi Konsumen Hasil penelitian diharapkan dapat dijalankan atau diaplikasikan oleh perusahaan sehingga konsumen benar-benar merasakan dampak atau manfaat dari penelitian ini. 3. Bagi Akademisi Hasil
penelitian
yang
disajikan
diharapkan
dapat
menambah
pengetahuan mengenai teori pengaruh anteseden customer satisfaction terhadap intention to repurchase. Selain itu, hasil penelitian juga diharapkan dapat melengkapi hasil-hasil penelitian terdahulu maupun berkontribusi bagi penelitian lanjutan mengenai intention to repurchase.
9