BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Kepuasan pelayanan adalah suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan ibu hamil telah terpenuhi dari pelayanan yang telah diberikan oleh petugas kesehatan. Kepuasan pasien dapat juga diartikan sebagai tingkat perasaan pasien setelah membandingkan dengan harapannya. Seorang pasien jika merasa puas dengan nilai yang diberikan oleh jasa pelayanan, sangat besar kemungkinannya untuk menjadi pelanggan dalam waktu yang lama. Kepuasan pasien merupakan reaksi perilaku sesudah menerima jasa pelayanan kesehatan. Hal itu mempengaruhi pengambilan keputusan pemanfaatan ulang yang sifatnya terus-menerus terhadap pembelian jasa yang sama dan akan mempengaruhi penyampaian pesan/kesan kepada pihak/orang lain tentang pelayanan kesehatan yang diberikan (Azwar, 2008). Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. definisi pelayanan kesehatan menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo Tahun 2010 adalah sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif ( peningkatan kesehatan ) dengan sasaran masyarakat. Bentuk dan jenis pelayanan kesehatan beaneka ragam kesemuanya ini ditentukan oleh: (1) Pengorganisasian, yaitu apakah dilaksanakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi; (2) Ruang lingkup kegiatan, yaitu apakah hanya mencakup kegiatan
1
10
pemeliharan kesehatan, peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan atau kombinasi dari padanya; (3) Sasaran pelayanan kesehatan yaitu apakah untuk perseorangan , kelompok ataupun masyarakat secara keseluruhan ( Azwar, 2008) Pelayanan Antenatal care (ANC) merupakan pelayanan yang di berikan kepada ibu hamil untuk memantau kemajuan kehamilan dan memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang janin. Pada saat ini Angka kematian ibu (AKI) menurun dari 390 kematian per 100.000 kelahiran hidup pada tahun 1994 menjadi 228/100.000 kelahiran hidup pada tahun 2007. Namun masih dibutuhkan usaha ekstra yang lebih besar lagi untuk bisa mencapai Millenium Development Goals (MDGs) pada tahun 2015 yaitu 102/100.000 kelahiran hidup, sementara angka kematian Bayi (AKB)) 34 bayi diperkirakan meninggal dari 100 ribu kelahiran. Angka tersebut masih jauh dari target nasional tahun 2015 dimana AKI Indonesia diharapkan dapat terus menurun hingga 102/100 ribu kelahiran. Sementara untuk AKB diharapkan dapat terus ditekan menjadi 32/100 ribu kelahiran (WHO, 2010). Masalah utama bayi baru lahir adalah masalah yang sangat spesifik yang terjadi pada masa perinatal serta dapat menyebabkan kematian, kesakitan dan kecacatan. Timbulnya masalah ini akibat dari kondisi kesehatan ibu yang jelek, perawatan selama kehamilan serta perawatan selama neonatal yang tidak adekuat. Sebagian besar kematian ini sebenarnya dapat dicegah melalui pelayanan antenatal yang mampu mendekteksi dan menanggani kasus risiko tinggi secara memadai, pertolongan persalinan yang bersih dan aman, serta
pelayanan rujukan kebidanan/perinatal yang terjangkau pada saat diperlukan. Tingginya angka kematian ibu dan bayi antara lain disebabkan rendahnya tingkat pengetahuan ibu dan frekuensi pemeriksaan antenatal care yang tidak teratur. Antenatal care merupakan pelayanan yang diberikan pada ibu hamil secara berkala untuk menjaga kesehatan ibu dan bayinya. Keteraturan antenatal care dapat ditunjukkan melalui frekuensi kunjungan, ternyata hal ini menjadi masalah karena tidak semua ibu hamil memeriksakan kehamilannya secara rutin (Depkes, 2010). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 828/Menkes/SK/IX/2008, tentang standar pelayanan kesehatan minimal di bidang kesehatan di Kabupaten/kota khususnya pelayanan kesehatan ibu dan anak dengan target tahun 2015 berupa cakupan kunjungan ibu hamil K1 dan K4. K1 yaitu kunjungan ibu hamil yang pertama kali pada masa kehamilan. Cakupan K1 dibawah 70 persen (dibanding jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu satu tahun) menunjukkan keterjangkauan pelayanan antenatal yang rendah, yang mungkin disebabkan oleh pola pelayanan yang belum cukup aktif. Rendahnya K1 menunjukkan bahwa akses petugas kepada ibu masih perlu ditingkatkan. Sedangkan K4 kontak minimal 4 kali selama masa kehamilan untuk mendapatkan pelayanan antenatal, yang terdiri atas minimal 1 kali kontak pada trimester pertama, satu kali pada trimester kedua, dan dua kali pada trimester ketiga. Cakupan K4 di bawah 60 persen (dibandingkan jumlah sasaran ibu hamil dalam kurun waktu satu tahun) menunjukkan kualitas pelayanan antenatal yang belum memadai. Rendahnya K4 menunjukkan
10
rendahnya kesempatan untuk menjaring dan menanggani risiko tinggi obstetrik (Depkes, 2008). Target K4 belum tercapai, salah satunya disebabkan karena pemahaman tentang pedoman kesehatan Ibu dan Anak (KIA) khususnya kunjungan pemeriksaan kehamilan masih kurang, sehingga masih ditemukan ibu hamil yang belum mengetahui pentingnya pemeriksaan kehamilan secara teratur. Kunjungan pemeriksaan kehamilan merupakan salah satu bentuk perilaku (Depkes, 2009). Pelayanan perawatan kehamilan yang berkualitas dan sesuai standar sangatlah diperlukan dalam penerapan norma dan tingkat kinerja untuk mencapai hasil yang diinginkan. Departemen Kesehatan RI menentukan 24 standar pelayanan kebidanan, diantaranya 6 standar pelayanan perawatan kehamilan. Secara operasional pelayanan perawatan kehamilan dikatakan berkualitas bila memenuhi persyaratan standar minimal “5T” (timbang berat badan dan tinggi badan, ukur tekanan darah, ukur tinggi fundus uteri, pemberian imunisasi tetanus toxoid lengkap, pemberian tablet tambah darah minimal 90 tablet selama kehamilan) dengan berkembangnya ilmu pengetahuan tentang pentingnya pelayanan kehamilan yang berkualitas maka standar kualitas pelayanan kesehatan ditingkatkan menjadi “7T” yaitu dengan penambahan dari 5 (lima) butir yaitu pentingnya dilakukan tes terhadap penyakit menular seksual serta temu wicara dalam rangka persiapan rujukan (Depkes, 2009).
Pelayanan kesehatan merupakan salah satu kegiatan dari program kesehatan ibu dan anak (KIA), di Puskesmas pelayanan ini dapat dikerjakan oleh bidan baik di poliklinik KIA puskesmas, Posyandu atau polindes. Pelayanan antenatal dapat juga di kerjakan di tempat dokter atau bidan praktek swasta, rumah bersalin maupun di poliklinik KIA Rumah Sakit. Hal yang perlu diperhatikan agar ibu hamil memperoleh akses pelayanan kesehatan yang efektif adalah tersedianya fasilitas pelayanan yang terjangkau oleh masyarakat. Untuk itulah peran puskesmas menjadi penting mengingat harapan masyarakat khususnya ibu hamil untuk memperoleh pelayanan yang bermutu dan terjangkau. Pada prinsipnya pelayanan antenatal yang baik diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan ibu dan janin yang dikandungnya sehingga ibu dapat melahirkan dengan selamat dan bayi dalam keadaan sehat (WHO, 2009). Notoatmodjo (2010) disebabkan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemeriksaan kehamilan antara lain : pengetahuan, sikap, kepercayaan, tingkat pendidikan dan tingakat sosial ekonomi. Tingkat ekonomi seseorang juga selalu menjadi faktor penentu dalam proses kehamilan yang sehat. Keluarga dengan ekonomi yang cukup dapat memeriksakan kehamilannya secara rutin, merencanakan persalinan di tenaga kesehatan dan melakukan persiapan lainnya dengan baik. Frekuensi ANC selama kehamilan minimal 4 kali untuk mendeteksi dini terjadinya risiko tinggi terhadap kehamilan dan persalinan untuk menurunkan angka kematian ibu dan memantau keadaan janin. Namun dalam perkembangan masyarakat
10
yang semakin kritis, mutu pelayanan juga menjadi sorotan apalagi untuk pelayanan sekarang ini terutama untuk pelayanan medis. Ukuran keberhasilan penyelenggaraan ditentukan oleh tingkat kepuasan penerima pelayanan. Tingkat kepuasan pelanggan akan mempengaruhi keteraturan pemeriksaan. Sifat pelayanan harus memperhatikan beberapa indikator antara lain sederhana, terbuka, mudah diukur, jelas, dan dapat dipertanggungjawabkan, memperhatikan keterkaitan dengan bidang lain, dapat dipantau dan dievaluasi oleh pemerintah yang lebih atas; menyiapkan sarana dan pejabat untuk menerima pengaduan, memperhatikan hak dan kewajiban klien, menyiapkan kompetensi
petugas
(pengetahuan
yang
memadai,
memiliki
kecakapan/keahlian, keterampilan, kedisiplinan, sikap yang sopan dan ramah, lingkungan yang mendukung), menyiapkan kondisi pelayanan yang nyaman, tertib, teratur, bersih dan sehat (Supriyanto, 2010). Memantau program pelayanan kesehatan ibu hamil dapat di nilai dengan menggunakan indikator cakupan K1 dan K4, secara nasional cakupan K1 Tahun 2010 adalah 95,26% dan cakupan K4 adalah 85,56%, jumlah tersebut masih kurang dari target nasional tahun 2012 yaitu cakupan K1 100% dan K4 95% (Depkes, 2010). Jumlah Kematian ibu yang dilaporkan adalah 163 orang dari perhitungan AKI Tahun 2011 yaitu sebesar 158/100.000 Lahir Hidup (LH). Sementara AKI di Aceh, bila dibandingkan pada Tahun 2010 menjadi menurun dari 193/100.000 LH menjadi 158/100.000 LH di Tahun 2011, ini terdapat di Kabupaten Pidie, Bireuen, Aceh Utara serta Aceh Tamiang
memberi kontribusi jumlah kematian ibu paling banyak yaitu antara 12 sampai dengan 20 kematian. Penyebab langsung kematian ibu adalah perdarahan, hipertensi dalam kehamilan dan Infeksi. Jumlah kematian ibu merupakan salah satu indikator keberhasilan pembangunan pada sektor kesehatan, jumlah kematian ibu meliputi yang terkait dengan masa kehamilan, persalinan dan Nifas. Kabupaten Bireuen menduduki ranking ke 15 dari 23 Kabupaten Kematian ibu hamil pada Tahun 2007, Pada Tahun 2011 ini menjadi ranking 10 dari 23 Kabupaten Kematian ibu Hamil (Profil Dinas Kesehatan Aceh, 2012). Data diperoleh dari dinas kesehatan Bireuen tahun 2012, jumlah Ibu hamil 9605 jiwa, dan yang melakukan pelayanan K1 8.27 (86 %) dan K4 berjumlah 7,474 (78 %). Data yang diperoleh dari Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen, jumlah ibu hamil yang berkunjung 1050 dari Januari s/d Juni 2013, kunjungan (K1) berjumlah 700 orang, kunjungan K4 350 orang, dengan data diatas dapat kita lihat Cakupan K4 yang rendah berdampak pada rendahnya deteksi dini kehamilan berisiko, yang kemudian dapat mempengaruhi tingginya AKB dan AKI (Profil Dinas Kesehatan Bireuen, 2012) Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis lakukan di Puskesmas Siblah Krueng Kabupaten Bireuen dari 5 orang ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal care hanya 1 orang melakukan kunjungan ulang (K4), 3 orang ibu hamil tidak melakukan kunjungan ulang. Dari hasil penelusuran
10
penulis tertarik mengambil judul “Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Kepuasan ibu hamil dalam Pelayanan Antenatal Care di Puskesmas Siblah Krueng Kabupaten Bireuen Tahun 2013. B. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah factor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Kepuasan Ibu hamil dalam Pelayanan Antenatal Care di Puskesmas Siblah Krueng Kabupaten Bireuen Tahun 2013. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui fakto-faktor yang berhubungan dengan Tingkat kepuasaan ibu hamil dalam pelayanan Antenatal Care di Puskesmas Siblah Krueng Kabupaten Bireuen Tahun 2013. 2. Tujuan Khusus a. Mengetahui sikap bidan dengan tingkat kepuasaan ibu hamil pelayanan
dalam
antenatal Care di Puskesmas Siblah Krueng Kabupaten
Bireuen b. Mengetahui standar pelayanan dengan tingkat kepuasaan ibu hamil dalam pelayanan antenatal Care di Puskesmas Siblah Krueng Kabupaten Bireuen c. Mengetahui pemberian konseling dengan tingkat kepuasaan ibu hamil dalam pelayanan antenatal Care di Puskesmas Siblah Krueng Kabupaten Bireuen.
D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Praktis Hasil penilitian ini diharapkan dapat memberikan masukan terhadap pelayanan antenatal care , khususnya deteksi sedini mungkin komplikasi kehamilan, sehingga dapat menurunkan angka kematian ibu hamil dan kematian bayi yang dilahirkan. 2. Manfaat Klinis Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi dunia pengetahuan di bidang kesehatan, terutama bagian obtetrik dan perinatologi, serta dapat sebagai bahan pertimbangan bagi penelitian lain dalam penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan oleh bidan dengan kunjungan ulang ANC. E. Keaslian Penelitian 1. Dede Subekti, 2009, dengan judul Analisis Hubungan Persepsi Mutu Pelayanan Dengan Tingkat Kepuasan Pasien Balai Pengobatan (Bp) Umum Puskesmas Di Kabupaten Tasikmalaya. Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara persepsi mutu pelayanan administrasi, dokter, perawat dan obat dengan tingkat kepuasan pasien. secara bermakna dan tidak ada hubungan antara sarana dan fasilitas penunjang dengan tingkat kepuasan pasien. Tidak ada persamaan dengan peneliti baik variabel Indepeden maupun Dependen, dimana peniliti melihat tingkat kepuasan ibu hamil yang mendapatkan Antenatal Care, sedangkan peneliti sebelumnya melihat tingkat kepuasan dari balai pengobatan.
10
2. Meytaratna, 2010, menunjukkan bahwa pelayanan antenatal di BPS Ny. Siti Maisyuroh Pangarengan Sampang dapat dijelaskan bahwa tentang hubungan antara Antenatal Care dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan yang diberikan bahwa perawatan antenatal yang tidak sesuai dengan standar pasien tidak puas dari 10 responden (90,9%), responden yang puas dari 1 orang (9,1 %), dalam perawatan antenatal bahwa perawatan antenatal yang sesuai dengan standar pasien tidak puas dari 4 responden (21,1%), dan puas dari 15 responden (78,9%).Dalam penelitian ini menggunakan variabel Dependen Kepuasan Antenatal Care sedangkan Variabel Independen, Kenyamanan, Keandalan dan Keterampilan Bidan, Ketanggapan petugas, Jaminan keamanan dan Empati yang ditunjukkan Bidan, perbedaan dalam penelitian ini adalah pada variabel Independen yaitu Sikap Bidan, Pendidikan dan Informasi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kepuasan Pelanggan Seorang pelanggan yang puas adalah pelanggan yang merasa mendapat value dari pemasok, produsen atau penyedia jasa. Value ini berasal dari produk, pelayanan, sistem atau sesuatu yang bersifat emosi. Kalau pelanggan mengatakan bahwa value adalah produk yang berkualitas, maka kepuasan terjadi kalau pelanggan mendapatkan produk yang berkualitas. Kalau value bagi pelanggan adalah ke-nyamanan, maka kepuasan akan datang apabila pelayanan yang diperoleh benar-benar nyaman. Kalau value dari pelanggan adalah harga murah, maka pelanggan akan puas kepada produsen yang memberikan harga yang paling kompetitif (Handi Irawan, 2002). Satisfaction adalah kata dari bahasa latin, yaitu satis yang berarti enough atau cukup, dan facere yang berarti to do atau melakukan. Jadi, produk atau jasa yang bisa memuaskan adalah produk atau jasa yang sanggup memberikan sesuatu yang dicari oleh konsumen sampai pada tingkat cukup. Dalam konteks teori consumer behavior, kepuasan lebih banyak didefinisikan dari perspektif pengalaman konsumen setelah mengkonsumsi atau menggunakan suatu produk atau jasa. Salah satu definisi menyatakan bahwa kepuasan sebagai persepsi terhadap produk atau jasa yang telah memenuhi harapannya. Karena itu, pelanggan tidak akan puas, apabila pelanggan mempunyai persepsi bahwa harapannya belum terpenuhi.
10
Pelanggan akan merasa puas jika persepsinya sama atau lebih dari yang diharapkan. Dari hal ini terlihat bahwa yang penting adalah persepsi dan bukan aktual. Jadi, bisa terjadi bahwa secara aktual, suatu produk mempunyai potensi untuk memenuhi harapan pelanggan, tetapi ternyata hasil dari persepsi pelanggan tidak sama dengan yang diinginkan oleh produsen. Ini bisa terjadi karena adanya gap dalam komunikasi. Kepuasan pelanggan sangat bergantung pada harapan pelanggan. Oleh karena itu, strategi kepuasan pelanggan haruslah didahului dengan pengetahuan yang detail dan akurat terhadap harapan pelanggan. Harapan pelanggan kadang dapat dikontrol oleh perusahaan. Yang lebih sering, produsen tidak mampu mengontrol harapan mereka. Inilah yang membuat kepuasan pelanggan menjadi dinamis. Yang perlu dicatat, kepuasan pelanggan adalah hasil akumulasi dari konsumen atau pelanggan dalam menggunakan produk dan jasa. Oleh karena itu, setiap transaksi atau pengalaman baru, akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan pelanggan. Demi-kian pula, kepuasan pelanggan mempunyai dimensi waktu karena hasil dari akumulasi. Karena itu, siapapun yang terlibat dalam urusan kepuasan pelanggan, ia telah melibatkan diri dalam urusan jangka panjang. Upaya memuas-kan pelanggan adalah pengalaman panjang yang tidak mengenal batas akhir. B. Kepuasan Pelayanan ANC Kepuasan adalah perasaan konsumen dalam hal ini ibu hamil setelah membandingkan hasil yang diperoleh dengan harapan yang dimiliki, dimana hasil yang diharapkan sesuai maka konsumen akan puas (Supranto, 2008).
2. Aspek-aspek kepuasan : a. Aspek kognitif Ibu hamil merasa puas dengan informasi yang diberikan oleh bidan. b.Aspek afektif Ibu hamil diperhatikan oleh bidan dengan penuh perhatian, mendengarkan keluhan dan mempunyai empati yang tinggi. c. Aspek perilaku Ibu hamil melakukan evaluasi atas kemampuan komunikasi bidan dalam memberikan anjuran yang diberikan. 3. Dimensi kepuasan Menurut Azwar (2009), secara umum dimensi kepuasan dibedakan atas dua macam: a. Kepuasan yang mengacu pada penerapan kode etik dan standar pelayanan (1)
Hubungan bidan dan pasien, Untuk dapat terselenggaranya
pelayanan kesehatan yang bermutu, hubungan bidan dan pasien yang baik harus dapat dipertahankan. Diharapkan setiap bidan dapat dan bersedia memberikan perhatian yang cukup kepada pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal yang ingin diketahui pasien. (2)
Kenyamanan pelayanan, Kenyamanan yang dimaksudkan disini
tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan, tetapi juga sikap serta tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan.
10
(3)
Kebebasan melakukan pilihan, memberikan kebebasan kepada
pasien untuk memilih serta menentukan (4)
pelayanan kesehatan.
Pengetahuan dan kompetensi teknis, makin tinggi tingkat
pengetahuan dan kompetensi teknis pelayanan
kesehatan maka makin
tinggi pula mutu pelayanan kesehatan. (5)
Efektifitas pelayanan, semangkin efektif pelayanan kesehatan
semakin tinggi pula mutunya. (6)
Keamanan tindakan, untuk dapat dikatakan pelayanan kesehatan
yang bermutu, aspek keamanan harus diperhatikan. Pelayanan medis yang membahayakan pasien, bukanlah pelayanan yang baik. b. Kepuasan yang mengacu pada penerapan sesuai persyaratan pelayanan kesehatan. (1) Available (ketersediaan layanan) Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat. (2) Appropriate (kewajaran pelayanan) Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar, dalam arti sesuai dengan kebutuhan masalah medis yang dihadapi. (3) Continue (kesinambungan pelayanan) Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan bersifat berkesinambungan, dalam arti tersedia setiap waktu dan ataupun pada setiap kebutuhan.
(4) Acceptable (penerimaan pelayanan) Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan dapat diterima oleh
pemakai jasa pelayanan.
(5) Accessible (ketercapaian pelayanan) Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan dapat dicapai oleh pemakai jasa pelayanan. (6) Affordable (keterjangkauan pelayanan) Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat dijangkau oleh pemakai jasa pelayanan. (7) Efficient (efisisensi pelayanan) Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diselenggarakan secara efisien. (8) Effectivity (efektifitas pelayanan) Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diselenggarakan secara efektif. Kepuasan sangat bersifat subjektif, sehingga sulit sekali untuk mengukurnya. Namun, walaupun demikian, tentu saja kita harus tetap berupaya memberikan perhatian kepada pelanggan (customer care) dengan segala daya, sehingga paling tidak kita dapat memberikan pelayanan yang terbaik, yang dimulai dari upaya menstandarkan kualitas sampai dengan pelaksanaannya. Pada saat berhubungan dengan pelanggan dengan standar yang diperkirakan dapat menimbulkan kepuasan yang paling optimal bagi pelanggan (Barata, 2003).
10
C. Karakteristik Jasa Beberapa definisi tentang jasa adalah sebagai berikut : 1. Jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak dapat dilihat dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu. Produksi jasa bisa berhubungan dengan produk fisik maupun tidak (Philip Kotler,2008) 2. Jasa adalah suatu paket terintegrasi (service package) yang terdiri dari jasa eksplisit dan implisit yang diberikan dalam atau dengan fasilitas pendukung dan menggunakan barang-barang pembantu. (John A. Fitzsimmon , 2009). Dengan demikian jasa merupakan suatu paket tindakan atau kinerja yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak yang lain, di mana sifatnya tidak dapat dilihat dan tidak menghasilkan hak milik sesuatu, serta terdiri dari empat elemen dasar yaitu, fasilitas pendukung, barang-barang pem-bantu, jasa eksplisit dan jasa implisit. Menurut Berry, Parasuraman dan Zeithaml (2010), produk jasa memiliki tiga karakteristik yang membedakannya dengan produk barang. Tiga karakteristik produk jasa tersebut adalah : a. Intangible (tak nyata), artinya jasa tidak berbentuk, namun dapat dirasakan keberadaannya oleh konsumen melalui suatu proses pelayanan yang dibuat oleh penyedia jasa (produsen). b. Heterogeneous (heterogen), artinya proses pelayanan yang dimilikinya bervariasi dari produsen ke produsen, dari konsumen ke konsumen dan
dari waktu ke waktu.Inseparable (tak terpisahkan), karena unsur produksi dan konsumsi dalam produk jasa tidak terpisahkan, bahkan kualitas dalam pelayanan sering muncul pada saat pelayanan diberikan. Philip Kotler (2008), menambahkan satu dimensi yaitu : Perishability (Ketidak lamaan), artinya produk jasa bukanlah sesuatu yang bisa disimpan seperti produk manufaktur, produk jasa diproduksi dan dikonsumsi untuk saat itu juga. D. Kualitas Jasa Definisi kualitas jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan pelanggan serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan pelanggan. Menurut Wyckof (dalam Lovelock, 2008), kualitas jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan pelanggan. Dengan kata lain ada dua faktor utama yang mempengaruhi kualitas jasa, yaitu expected service dan perceived service (Parasuraman, et al., 2009). Apabila jasa yang diterima atau dirasakan (perceived service) sesuai dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan. Jika jasa yang diterima melampaui harapan pelanggan, maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal. Sebaliknya jika jasa yang diterima lebih rendah dari pada yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan buruk. Dengan demikian baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.
10
E. Dimensi Kualitas Jasa Menurut Berry, Parasuraman dan Zeithaml (2010) kualitas jasa memiliki sepuluh dimensi dasar. Jasa yang diharapkan (expected service) dan jasa yang dirasakan (perceived service) memiliki dimensi yang sama. Dimensi ini dinilai sewaktu pelanggan diminta untuk menyatakan expected dan perceived service yang diterimanya. Dimensi kualitas jasa dan definisinya dapat dilihat pada table 1 Tabel 1. Dimensi dan Definisi Sepuluh Kualitas Jasa Demensi
Definisi
Tangibles
Yaitu bukti fisik dari jasa, baik berupa fasilitas fisik, peralatan yang dipergunakan, representasi fisik dari jasa.
Reliability
Yaitu mencakup dua hal pokok, yaitu konsistensi kerja dan kemampuan untuk dipercaya. Hal ini berarti perusahaan memberikan jasanya secara tepat semenjak saat pertama. Yaitu kemauan atau kesiapan para karyawan untuk memberikan jasa yang dibutuhkan pelanggan. Artinya setiap orang dalam suatu perusahaan memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan agar dapat memberikan jasa tertentu. Meliputi sikap sopan santun, respek, perhatian dan keramahan yang dimiliki para contact personnel. Yaitu sifat jujur dan dapat dipercaya.
Responsiveness Competence
Courtesy Credibility Security
Access Communication
Understanding the customer
Yaitu aman dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. Aspek ini meliputi keamanan secara fisik, keamanan finansial dan kerahasiaan Meliputi kemudahan untuk dihubungi dan ditemui. Artinya memberikan informasi kepada pelanggan dalam bahasa yang dapat mereka pahami, serta selalu mendengarkan saran dan keluhan pelanggan. Yaitu usaha untuk memahami pelanggan.
F. Pelayanan Kesehatan Pelayanan kesehatan adalah sebuah konsep yang digunakan dalam memberikan layanan kesehatan kepada masyarakat. Definisi pelayanan kesehatan menurut Prof. Dr. Soekidjo Notoatmojo adalah sebuah sub sistem pelayanan kesehatan yang tujuan utamanya adalah pelayanan preventif (pencegahan) dan promotif( peningkatan kesehatan ) dengan sasaran masyarakat. Sedangkan menurut Saifuddin (2010), Pelayanan Kesehatan Adalah upaya yang diselenggarakan sendiri/secara bersama-sama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah, dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan peroorangan, keluarga, kelompok, atau masyarakat. definisi pelayanan kesehatan menurut Depkes RI (2009) adalah setiap upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersamasama dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan atupun masyarakat. Sesuai dengan batasan seperti di atas, mudah dipahami bahwa bentuk dan jenis pelayanan kesehatan yang ditemukan banyak macamnya. Karena kesemuanya ini ditentukan oleh: 1.
Pengorganisasian pelayanan, apakah dilaksanakan secara sendiri atau secara bersama-sama dalam suatu organisasi.
2.
Ruang lingkup kegiatan, apakah hanya mencakup kegiatan pemeliharaan kesehatan, pencegahan penyakit, penyembuhan penyakit, pemulihan kesehatan atau kombinasi dari padanya.
10
Menurut pendapat Hodgetts dan Casio, jenis pelayanan kesehatan secara umum dapat dibedakan atas dua, yaitu:
1. Pelayanan kedokteran : Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian yang dapat bersifat sendiri (solo practice) atau secara bersama-sama
dalam
satu
organisasi.
Tujuan
utamanya
untuk
menyembuhkan penyakit dan memulihkan kesehatan, serta sasarannya terutama untuk perseorangan dan keluarga.
2. Pelayanan kesehatan masyarakat : Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok kesehatan masyarakat (public health service) ditandai dengan cara pengorganisasian yang umumnya secara bersama-sama dalam suatu organisasi. Tujuan utamanya untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, serta sasarannya untuk kelompok dan masyarakat.
G. Konsep Pemeriksaan Kehamilan /Antenatal Care (ANC) 1. Pengertian Menurut Depkes (2010), Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan untuk ibu selama masa kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan antenatal yang ditetapkan. Mufdlilah (2009) mengatakan antenatal care adalah suatu program yang terencana berupa observasi, edukasi dan penanganan medik pada ibu hamil, untuk memperoleh suatu proses kehamilan dan persalinan yang aman dan
memuaskan. Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh pelayanan kesehatan oleh tenaga professional (dokter spesialis kebidanan, dokter umum, bidan, perawat) untuk ibu selama masa kehamilannya, sesuai dengan standard minimal pelayanan antenatal. Asuhan antenatal (antenatal care) adalah pengawasan sebelum persalinan terutama ditujukan pada pertumbuhan dan perkembangan janin dalam rahim (Yulaikhah, 2009). Manuaba (2008) mengatakan antenatal care/ pengawasan antenatal adalah pengupayaan observasi berencana dan teratur terhadap ibu hamil melalu pemeriksaan, pendidikan, pengawasan secara dini terhadap komplikasi dan penyakit ibu yang dapat mempengaruhi kehamilan. 2.Tujuan a. Mufdlilah (2009) menyatakan bahwa tujuan pelayanan antenatal antara lain : 1) Mempromosikan dan menjaga kesehatan fisik dan mental ibu dan bayi dengan memberikan pendidikan gizi, kebersihan diri dan proses kelahiran bayi. 2) Mendeteksi dan menatalaksana komplikasi medis, bedah ataupun obstetri selama kehamilan 3)
Mengembangkan
persiapan
persalinan
serta
rencana
kesiagaan
menghadapi komplikasi 4) Membantu menyiapkan ibu untuk menyusui dengan sukses, menjalankan puerperium normal, dan merawat anak secara fisik, psikologis dan sosial b. Menurut Yulaikhah (2009), pengawasan antenatal bertujuan :
10
1) Mengenal dan menangani sedini mungkin penyulit yang terdapat saat kehamilan, persalinan dan nifas 2) Mengenal dan menangani penyakit yang menyertai kehamilan, persalinan, dan kala nifas. 3) Memberi nasihat dan petunjuk yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan, kala nifas, laktasi, dan aspek keluarga berencana. 4) Menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu dan perinatal.
H. Pelayanan Kebidanan Berkualitas Pelayanan kebidanan adalah integral dari sistem pelayanan kesehatan yang diberikan oleh bidan yang telah terdaftar (teregistrasi) yang dapat dilakukan secara mandiri, kolaborasi atau rujukan. Pelayanan kebidanan merupakan bagian yang integral dari pelayanan kesehatan, yang diarahkan untuk mewujudkan kesehatan keluarga, sesuai dengan kewenangan dalam rangka tercapainya keluarga kecil bahagia dan sejahtera. (Rahmawati, 2012). Pelayanan kebidanan yang berkualitas adalah pelayanan yang diberikan sesuai tugas dan tanggung jawab praktik profesi bidan dalam memberikan pelayanan secara komprehensif untuk meningkatkan kesehatan ibu, anak, kuluarga dan masyarakat yang memberikan kepuasan pelanggan baik secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. 1. Tujuan Pelayanan Kebidanan yang Berkualitas Tujuan pelayanan kebidanan yang berkualitas antara lain : a.
Ibu dan bayi sehat, selamat, keluarga bahagia, terjaminnya kehormatan martabat manusia.
b. Saling menghormati penerima asuhan dan pemberi asuhan. c. Kepuasan ibu, keluarga dan bidan. d. Adanya kekuatan diri dari wanita dalam menentukan dirinya sendiri. e. Adanya rasa saling percaya dari wanita sebagai penerima asuhan. f. Terwujudnya keluarga sejahtera dan berkualitas. 2. Sasaran Pelayanan Kebidanan Berkualitas Sasaran pelayanan kebidanan adalah individu, keluarga dan masyarakat yang meliputi upaya peningkatan, pencegahan, penyembuhan dan pemulihan pelayanan kebidanan dapat dibedakan menjadi : a. Layanan Primer, Layanan kebidanan adalah layanan bidan yang sepenuhnya menjadi tanggung jawab bidan. b. Layanan Kolaborasi, Layanan Kolaborasi adalah layanan yang dilakukan oleh bidan sebagai anggota tim yang kegiatannya dilakukan secara bersamaan atau sebagai salah satu dari sebuah proses kegiatan pelayanan kesehatan. c. Layanan Rujukan, Layanan Rujukan adalah layanan yang dilakukan oleh bidan dalam rangka rujukan ke sistem layanan yang lebih tinggi atau sebaliknya yaitu pelayanan yang dilakukan bidan dalam menerima rujukan dari dukun yang mendorong persalianan, juga layanan yang dilakukan oleh bidan ke tempat/fasilitas pelayanan kesehatan lain secara horizontal maupun vertical atau meningkatkan keaamanan dan kesejahteraan ibu dan bayinya. 3. Peran Bidan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas
10
Peran bidan dalam memberikan pelayanan yang berkualitas antara lain adalah sebagai berikut : a. Peran bidan sebagai Pendidik Memberikan pendidikan dan penyuluhan kesehatan kepada individu, keluarga kelompok dan masyarakat tentang penanggulangan masalah kesehatan khususnya yang berhubungan dengan pihak terkait, kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana. b. Bersama klien mengkaji kebutuhan akan pendidikan dan penyuluhan kesehatan masyarakat khususnya dalam bidang kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana. c. Bersama klien pihak terkait menyusun rencana penyuluhan kesehatan masyarakat sesuai dengan kebutuhan yang telah dikaji, baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. d. Menyiapkan alat dan bahan pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana yang telah disusun. e. Melaksanakan program/rencana pendidikan dan penyuluhan sesuai dengan rencana jangka pendek dan jangka panjang yang melibatkan unsur-unsur terkait termasuk masyarakat. f. Bersama klien menevaluasi hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat dan menggunakannya untuk perbaikan dan meningkatkan program dimasa yang akan datang. g. Mendokumentasikan semua kegiatan dan hasil pendidikan/penyuluhan kesehatan masyarakat secara lengkap dan sistematis. h. Peran bidan sebagai Pelaksana
Bidan harus mengetahui dan menguasai IPTEK untuk melakukan kegiatan, antara lain : 1. Bimbingan terhadap kelompok remaja masa pranikah. 2. Pemeliharaan kesehatan bumil, nifas dan masa interval dalam keluarga. 3. Pertolongan persalinan di rumah. 4. Tindakan pertolongan pertama pada kasus kegawatdaruratan obstetri di keluarga. 5. Pemeliharaan kesehatan kelompok wanita dengan gangguan reproduksi di keluarga. 6. Pemeliharaan kesehatan anak balita. 7. Peran bidan sebagai Pengelola Bidan sebagai pengelola kegiatan kebidanan unit kesehatan ibu dan anak di puskesmas, polindes, posyandu dan praktik bidan, memimpin dan mengelolah bidan lain atau tenaga kesehatan yang pendidikannya lebih rendah. Perannya sebagai pengelola anatara lain : a. Mengembangkan
pelayanan
dasar
kesehatan
terutama
pelayanan
kebidanan untuk individu keluarga kelompok khusus dan masyarakat diwilayah kerja dengan melibatkan masyarakat/klien. b. Berpartisifasi dalam tim untuk melaksanakan program kesehatan dan sektor lain di wilayah kerjanya melalui peningkatan kemampuan dukun bayi, keder kesehatan dan tenaga kesehatan lain yang berada dibawah bimbingan dalam wilayah kerjanya.
10
c. Peran bidan sebagai Peneliti, Peran peneliti yang dilakukan oleh bidan dalam bidang kesehatan secara dasarnya bidan harus mengetahui bagaimana pencatatan, pengelahan dan analisis data. Secara sederhana bidan dapat memberikan kesimpulan atau hipotesis atau hasil analisisnya. Berdasarkan data tersebut bidan dapat menyusun rencana atau tindakan sesuai dengan permasalahan yang ditemukan. Bidan juga harus dapat melaksanakan evaluasi atas tindakan yang dilakukan tersebut. d. Issu Kesehatan di Komunitas tentang Pelayanan Kebidanan yang Berkualitas Di dalam kategori Evidence Based menurut WHO, pelayanan kebidanan dapat dibagi menjadi : a.
Pelayanan atau asuhan yang terbukti bermanfaat (1) Memperbaiki letak Sungsang pada kehamilan 37 minggu (2) Melakukan manajemen aktif kala III (3) Memberikan support psikologi dan emosinal dalam persalinan (4) Memberikan kebebasan dalam pemilihan posisi persalinan (5) Memberikan MGSO4 lebih efektif dari pada antikonvulsi (6) Memberikan dukungan yang konsisten untuk pemberian ASI dan menggalakkan ASI On Demand
b. Pelayanan atau asuhan yang mungkin bermanfaat (1) Melakukan USG (Ultrasonografi) (2) Mengukur TFU (Tnggi Fundus Uteri) (3) Memberikan kebebasan dalam pilihan siapa pendamping persalinan (4) Memberikan kebebasan dalam memilih tempat persalinan
(5) Memberikan informasi yang hendak diketahui ibu (6) Mengusap dan Bayi Baru Lahir Kontak dini ibu dan bayi menenangkan ibu yang kesakitan saat berkontraksi (7) Memberikan Oksitosisin untuk merawat Pendarahan Post Partum (8) Menghangatkan bayi segera setelah lahir (9) Memberikan profilaksis vitamin K untuk mencegah pendarahan pada ibu hamil c. Pelayanan atau asuhan yang dipertimbangkan antara bermanfaat dan merugikan 1) USG pada kehamilan awal secara rutin 2) Obat narkotika untuk mengurangi sakit persalinan 3) Pemecahan ketuban awal pada partus spontan 4) Sistem “risk scoring” secara formal d. Pelayanan atau asuhan yang tidak diketahui efektif. 1) Mengurangi garam dalam makanan untuk mencegah terjadinya preeklampsia 2) Memberikan tambahan kalsium, magnesium dan zinc 3) Istirahat ditempat tidur bagi ibu yang mengalami preeclampsia 4) Seksio Cesarea efektif untuk Sungsang 5) Pemecahan ketuban secara rutin untuk deteksi adanya mekoneum 6) Penghisapan dalam pada mulut bayi e. Pelayanan atau asuhan yang tidak bermanfaat 1) Harus melibatkan para dokter untuk semua asuhan kehamilan dan persalinan.
10
2) Tidak merujuk kepada spesialis kebidanan dalam asuhan ibu dengan factor risk yang nyata. 3) Odema sebagai indikasi preeclampsia 4) Memberikan kalsium untuk kejang betis 5) Menghalangi ibu makan dan minum saat partus 6) Infus rutin saat persalinan 7) Menggunakan masker sewaktu melakukan pemeriksaan dalam. I. Faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan antenatal care 1. Sikap Menurut Sarnoff (dalam Sarwono, 2010) mengidentifikasikan sikap sebagai kesediaan untuk bereaksi (disposition to react) secara positif (favorably) atau secara negatif (unfavorably) terhadap obyek – obyek tertentu. Azwar,(2009), berpendapat bahwa sikap sebagai organisasi yang bersifat menetap dari proses motivasional, emosional, perseptual, dan kognitif mengenai aspek dunia individu. Sedangkan La Pierre (dalam Azwar, 2009) memberikan definisi sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi atau kesiapan antisipatif, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam situasi sosial, atau secara sederhana, sikap adalah respon terhadap stimuli sosial yang telah terkondisikan. Lebih lanjut Soetarno (2008) memberikan definisi sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain.
Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi berdasarkan pendapat-pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi. d. Komponen Sikap Menurut Azwar (2005), komponen-komponen sikap adalah : a. Kognitif Kognitif terbentuk dari pengetahuan dan informasi yang diterima yang selanjutnya diproses menghasilkan suatu keputusan untuk bertindak. b. Afektif Menyangkut masalah emosional subyektif sosial terhadap suatu obyek, secara umum komponen ini disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap suatu obyek. c. Konatif
Menunjukkan
bagaimana
perilaku
atau
kecenderungan
berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan obyek sikap yang dihadapinya. e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap Proses belajar sosial terbentuk dari interaksi sosial. Dalam interaksi sosial, individu membentuk pola sikap tertentu terhadap berbagai objek psikologis yang dihadapinya. Diantara berbagai faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah:
10
1. Pengalaman pribadi. Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi harus meninggalkan kesan yang kuat. Karena itu, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan lebih mendalam dan lebih lama berbekas. 2. Kebudayaan. B.F. Skinner (dalam, Azwar 2009) menekankan pengaruh lingkungan (termasuk
kebudayaan)
dalam
membentuk
kepribadian
seseorang.
Kepribadian tidak lain daripada pola perilaku yang konsisten yang menggambarkan sejarah reinforcement (penguatan, ganjaran) yang dimiliki. Pola reinforcement dari masyarakat untuk sikap dan perilaku tersebut, bukan untuk sikap dan perilaku yang lain. Orang lain yang dianggap penting. Pada umumnya, individu bersikap konformis atau searah dengan sikap orang orang yang dianggapnya penting. Kecenderungan ini antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut. 3. Media massa. Sebagai sarana komunikasi, berbagai media massa seperti televisi, radio, mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Pesan-pesan sugestif yang dibawa informasi tersebut, apabila cukup kuat, akan memberi
dasar afektif
dalam mempersepsikan dan menilai sesuatu hal sehingga
terbentuklah arah sikap tertentu. 4. Institusi Pendidikan dan Agama. Sebagai suatu sistem, institusi pendidikan dan agama mempunyai pengaruh kuat dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya. a. Faktor emosi dalam diri. Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian bersifat sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan lebih tahan lama. contohnya bentuk sikap yang didasari oleh faktor emosional adalah prasangka. Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap stimulus atau objek, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial seperti halnya dengan pengetahuan. Sikap adalah kemampuan yang sangat penting dalam perilaku kesehatannya, yang kemudian diasumsikan bahwa adanya hubungan langsung antara sikap dan perilaku, satu cara untuk mengukur atau menilai sikap seseorang dapat menggunakan skala atau kuesioner, skala
10
penilaian mendorong serangkaian pernyataan tentang permasalahan tertentu, responden yang akan mengisi di harapkan menentukan sikap terhadap pernyataan tertentu . Allport (dalam Notoatmodjo, 2010) menjelaskan bahwa sikap mempunyai 3 pokok komponen yaitu: (a) Kepercayaan (keyakinan) ide dan konsep terhadap suatu objek. (b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek (c) Kecendrungan untuk bertindak Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude) dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya dengan pengetahuan sikap ini terdiri dari berbagai tindakan (Notoatmodjo, 2010). 1. Menerima,
Menerima
diartikan
bahwa
orang
(subjek)
mau
dan
memperhatikan stimulus yang diberikan (objek) 2. Merespon (responding) Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. 3. Menghargai (valuing) Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga 4. Bertanggung jawab,Bertanggung jawab atas segala suatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap paling tinggi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang dalam mengubah perilaku kesehatan adalah pengetahuan, sikap masyarakat terhadap petugas kesehatan dan tingkat pendidikan (Notoatmodjo, 2009). Sikap adalah kemampuan yang sangat penting dalam perilaku kesehatan, yang kemudian diasumsikan bahwa adanya hubungan langsung antara sikap dan perilaku, satu cara untuk mengukur atau menilai sikap seseorang dapat menggunakan skala atau kuesioner, skala penilaian mendorong serangkaian pernyataan tentang permasalahan tertentu, responden yang akan mengisi di harapkan menentukan sikap terhadap pernyataan tertentu. 2. Standar Antenatal Care Pelayanan antenatal merupakan salah satu kegiatan dari program kesehatan ibu dan anak, pelayanan ini bisa dilaksanakan oleh bidan di Poliklinik, BPS (Bidan Praktik Swasta), dan Rumah Sakit. Selain itu, pelayanan antenatal juga bisa diberikan pada waktu pelaksanaan Posyandu, di tempat praktik dokter, di rumah bersalin atau di Puskesmas (Mufdlilah, 2009). a. Standar pelayanan antenatal yang berkualitas ditetapkan oleh Departemen Kesehatan RI dalam Mufdlilah (2009), meliputi : 1) Memberikan pelayanan kepada ibu hamil minimal empat kali, satu kali pada trimester I, satu kali pada trimester II, dan dua kali pada trimester III untuk memantau keadaan ibu dan janin dengan seksama sehingga dapat mendeteksi secara dini dan dapat memberikan intervensi secara cepat dan tepat. 2) Melakukan penimbangan berat badan ibu hamil dan pengukuran lingkar
10
lengan atas (LILA) secara teratur mempunyai arti klinis penting, karena ada hubungan yang erat antara pertambahan berat badan selama kehamilan dengan berat badan lahir bayi. Pertambahan berat badan hanya sedikit menghasilkan rata-rata berat badan lahir bayi yang lebih rendah dan risiko yang lebih tinggi untuk terjadinya bayi BBLR (Bayi Berat Lahir Rendah) dan kematian bayi, pertambahan berat badan ibu selama kehamilan dapat digunakan sebagai indikator pertumbuhan janin dalam rahim. Menurut Mufdlilah (2009) yang dikutip dari Cunningham dkk (1997), pertambahan yang optimal adalah kira-kira 20% dari berat badan ibu sebelum hamil,, jika berat badan tidak bertambah, lingkar lengan atas <23,5cm menunjukkan ibu mengalami kurang gizi. 3) Penimbangan berat badan dan pengukuran tekanan darah harus dilakukan secara rutin dengan tujuan untuk melakukan deteksi dini terhadap terjadinya tiga gejala preeklamsi. Tekanan darah tinggi, protein urine positif, pandangan kabur atau oedema pada ekstremitas atas. 4) Pengukuran tinggi fundus uteri (TFU) dilakukan secara rutin dengan tujuan mendeteksi secara dini terhadap berat badan janin. Indikator pertumbuhan berat janin intrauterine, tinggi fundus uteri dapat juga mendeteksi secara dini terhadap terjadinya molahidatidosa, janin ganda atau hidramnion yang ketiganya dapat mempengaruhi terjadinya kematian maternal. 5) Melaksanakan palpasi abdominal setiap kunjungan untuk mengetahui usia kehamilan, letak, bagian rendah, letak punggung, menentukan
denyut jantung janin untuk menentukan asuhan selanjutnya. 6) Pemberian imunisasi tetanus toxoid (TT) kepada ibu hamil sebanyak 2 kali dengan jarak minimal 4 minng, diharapkan dapat menghindari terja dinya tetanus neonatorum dan tetanus pada ibu bersalin dan nifas. 7) Pemeriksaan hemoglobin (Hb) pada kunjungan pertama dan pada kehamilan 30 minggu. 8) Memberikan tablet zat besi, 90 tablet selama 3 bulan, diminum setiap hari, ingatkan ibu hamil tidak minum dengan teh dan kopi, suami/keluarga hendaknya selalu dilibatkan selama ibu mengkonsumsi zat besi untuk meyakinkan bahwa tablet zat besi betul-betul diminum. 9) Pemeriksaan urin jika ada indikasi (tes protein dan glukosa), pemeriksaan penyakit-penyakit infeksi (HIV/AIDS dan PMS). 10) Memberikan penyuluhan tentang perawatan diri selama hamil, perawatan payudara, gizi ibu selama hamil, tanda bahaya pada kehamilan dan pada janin sehingga ibu dan keluarga dapat segera mengambil keputusan dalam perawatan selanjutnya dan mendengarkan keluhan yang disampaikan oleh ibu dengan penuh minat, beri nasehat dan rujuk bila diperlukan. 11) Bicarakan tentang persalinan kepada ibu hamil, suami/ keluarga pada trimester III, memastikan bahwa persiapan persalinan bersih, aman dan suasana yang menyenangkan, persiapan transportasi dan biaya untuk merujuk. 12) Tersedianya alat-alatpelayanan kehamilan dalam keadaan baik dan dapat
10
digunakan, obat-obatan yang diperlukan, waktu pencatatan kehamilan dan mencatat semua temuan pada kartu menuju sehat (KMS) ibu hamil untuk menentukan tindakan selanjutnya. b. Menurut Departemen Kesehatan RI dalam Mufdlilah (2009), standar pelayanan antenatal ada enam, yaitu: 1) Identifikasi ibu hamil Hasil yang diharapkan: (a) Ibu memahami tanda dan gejala kehamilan (b) Ibu, suami dan masyarakat menyadari manfaat pelayanan kehamilan secara dini dan teratur, serta mengetahui tempat pelayanan kehamilan (c) Meningkatkan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum kehamilan 12 minggu. 2) Pemantauan dan pelayanan antenatal Hasil yang diharapkan: (a) Ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan (b) Meningkatkan pemanfaatan jasa bidan oleh masyarakat (c) Deteksi dini dan penanganan komplikasi kehamilan (d) Ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat mengetahui tanda bahaya kehamilan dan tahu apa yang harus dilakukan. (e) Mengurus
transportasi
kegawatdaruratan.
rujukan
jika
sewaktu-waktu
terjadi
3) Palpasi abdominal Hasil yang diharapkan: (a) Perkiraan usia kehamilan yang lebih baik (b) Diagnosis dini kelainan letak dan merujuknya sesuai dengan kebutuhan (c) Diagnosis dini kehamilan ganda dan kelainan lain, serta merujuknya sesuai dengan kebutuhan. 4) Pengelolaan anemia pada kehamilan Hasil yang diharapkan: (a) Ibu dengan anemia berat segera dirujuk (b) Penurunan jumlah ibu melahirkan dengan anemia (c) Penurunan jumlah bayi baru lahir dengan anemia. 5) Pengelolaan dini hipertensi pada kehamilan Hasil yang diharapkan: (a) Ibu hamil dengan tanda preeklamsi mendapat perawatan yang memadai dan tepat waktu (b) Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat eklamsi 6) Persiapan persalinan (a) Ibu hamil dan masyarakat tergerak untuk merencanakan persalinan yang bersih dan aman (b) Persalinan direncanakan di tempat yang aman dan memadai (c) Adanya persiapan sarana transportasi untuk merujuk ibu bersalin jika perlu.
10
(d) Rujukan tepat waktu telah dipersiapkan bila diperlukan. (e) Frekuensi/ Jadwal ANC Mufdlilah (2009) mengatakan, frekuensi pelayanan antenatal oleh WHO ditetapkan 4 kali kunjungan ibu hamil dalam pelayanan Antenatal, selama kehamilan dengan ketentuan sebagai berikut: 1) Satu kali kunjungan pertama (K1) selama trimester pertama 2) Satu kali kunjungan kedua (K2) selama trimester kedua 3) Dua kali kunjungan ketiga dan keempat (K3 dan K4) selama trimester ketiga 4) Bila ibu hamil mengalami masalah, tanda bahaya atau jika merasa khawatir dapat sewaktu-waktu melakukan kunjungan ulang. a. Pengawasan antenatal memberi manfaat dengan ditemukannya berbagai kelainan yang menyertai kehamilan secara dini sehingga dapat diperhitungkan
dan
dipersiapkan
langkah-langkah
pertolongan
persalinannya. (Yulaikhah, 2009). Menurut Mufdlilah (2009), Perencanaan jadwal pemeriksaan (usia kehamilan dari hari pertama haid terakhir) yang ideal adalah sebagai berikut: a. Sampai 28 minggu
: 4 minggu sekali
b. 28-36 minggu
: 2 minggu sekali
c. Di atas 36 minggu
: 1 minggu sekali kecuali jika ditemukan kelainan
atau faktor resiko yang memerlukan penatalaksanaan medik lain, pemeriksaan harus lebih sering dan intensif. 3. Konseling
Secara etiomologi, konseling berasal dari bahasa Latin “Consilium” artinya dengan atau bersama yang dirangkai dengan menerima atau memahami sedangkan dalam bahasa Angglo Saxon istilah konseling berasal dari “Sellan” yang berarti menyerahkan atau menyampaikan. Menurut Kamus Bahasa Indonesia, konseling berarti pemberian bimbingan oleh orang yang ahli kepada seseorang. Dalam situs Wikipedia bahasa Indonesia, konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah yang berakhir pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Bantuan yang diberikan kepada individu yang sedang mengalami hambatan, memecahkan sesuatu melalui pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan-perasaan klien (Sagala, 2011). Konseling adalah proses pemberian informasi objektif dan lengkap, dengan panduan keterampilan interpersonal, bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar atau upaya untuk mengatasi masalah tersebut (Sulastri, 2009). Konseling adalah suatu hubungan professional antara seorang konselor terlatih dan seorang klien. Hubungan ini biasanya dilakukan orang per orang. Hubungan dirancang untuk membantu klien memahami dan memperjelas pandangan hidupnya, belajar mencapai tujuan yang ditentukan sendiri melalui pilihan – pilihan yang bermakna dan penyelesaian masalah emosional atau antar pribadi (Yulifah, 2009). Konseling adalah proses pemberian informasi obyektif dan lengkap, dilakukan secara sistematik dengan paduan keterampilan komunikasi
10
interpersonal, teknik bimbingan dan penguasaan pengetahuan klinik bertujuan untuk membantu seseorang mengenali kondisinya saat ini, masalah yang sedang dihadapi dan menentukan jalan keluar/ upaya untuk mengatasi masalah tersebut (Saifuddin, 2011). Konseling adalah proses pemberi bantuan seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan klien (Saraswati, 2012). a. Tujuan Konseling Tujuan konseling dimaksudkan sebagai pemberian layanan untuk membantu masalah klien, karena masalah klien yang benar – benar telah terjadi akan merugikan diri sendiri dan orang lain, sehingga harus segera dicegah dan jangan sampai timbul masalah baru (Yulifah, 2009). b. Tahapan Konseling Lima langkah/tahapan dalam konseling adalah sebagai berikut (YPKP, Depkes RI & IBI, 2006). 1) Membina hubungan melalui membangun raport-tahap awal. Membina hubungan yang ramah, dapat dipercaya, dan menjamin kerahasiaan. 2) Mengucapkan salam. 3) Mempersilakan klien duduk. 4) Menciptakan situasi yang membuat klien merasa nyaman. c. Identifikasi masalah. Beberapa klien mungkin akan menyampaikansecara langsung permasalahan
saat konselor menanyakan maksud dan tujuan klien mendatangi konselor. Namun tidak jarang, konselor harus menggunakan keterampilannya untuk mampu menangkap permasalahan yang dihadapi dari cerita/penjelasan klien. Selama identifikasi masalah konselor harus menjadi pendengar yang baik dan mengamati tanda – tanda nonverbal. d. Penyelesaian masalah.Berikan informasi setepat dan sejelas mungkin sesuai dengan persoalan yang diajukan, termasuk berbagai alternatif jalan keluar. Hindari memberikan informasi yang tidak dibutuhkan klien. e. Pengambilan keputusan. Mendorong dan membantu klien untuk menentukan jalan keluar atas persoalan yang dihadapinya. f. Menutup/menunda konseling. Bila klien terlihat puas, ucapkan salam penutup. Bila diskusi dengan klien belum selesai dan klien belum mampu mengambil keputusan, tawarkan klien untuk mengaturr pertemuan selanjutnya. 3. Keterampilan Yang Harus Dimiliki Konselor Keterampilan observasi Dalam mengobservasi sesuatu hal penting yang perlu diperhatikan : a) Pengamatan obyektif adalah berbagai tingkah laku yang kita lihat dan dengar. b) Interpretasi/penafsiran adalah kesan yang kita berikan terhadap apa yang kita lihat (amati) dan kita dengar. 4.Keterampilan mendengar Terdapat empat bentuk mendengarkan yang bisa digunakan sesuai dengan situasi yang dihadapi yaitu :
10
a) Mendengar pasif (diam), dilakukan bila klien dan keluarga sedang menceritakan masalahnya b) Memberi tanda perhatian verbal dan non verbal, seperti hmm, yaa, oh begitu, lalu, terus, atau sesekali mengangguk. c) Mengajukan pertanyaan untuk mendalami dan klarifikasi. d) Mendengar aktif, yaitu dengan memberikan umpan balik/merefleksikan isi ucapan dan perasaan klien dan keluarga. 5. Keterampilan bertanya Semua jenis pertanyaan dapat dikelompokkan menjadi : a) Pertanyaan tertutup, pertanyaan yang menghasilkan jawaban ya atau tidak. b) Pertanyaan terbuka, pertanyaan biasanya memakai kata tanya bagaimana atau apa, mengapa. (Yulifah, 2009). 6. Konseling Keluarga Konseling keluarga merupakan penerapan konseling pada situasi khusus yang berfokus pada masalah-masalah yang berhubungan dengan situasi keluarga dan penyelenggaraannya melibatkan anggota keluarga (Latipun, 2001). Konseling keluarga bagian yang penting karena memandang keluarga tidak hanya dilihat sebagai faktor menimbulkan masalah, dimana tiap anggota keluarga merupakan sistem yang saling mempengaruhi sehingga untuk merubah masalah yang dialami diperlukan perubahan dalam sistem keluarganya dan penyelesaian masalah akan efektif jika melibatkan anggota keluarganya dan penyelesaian masalah akan efektif jika melibatkan anggota keluarga yang lain (Latipun, 2001).
a. Tujuan konseling keluarga. Tujuan konseling keluarga oleh para ahli dirumuskan secara berbeda sesuai dengan pendekatan yang dilakukan, pada umumnya adalah : 1) Memfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar anggota. 2) Mengganti gangguan dan tidak fleksibelnya peran dan kondisi. 3) Memberi pelayanan sebagai model. 4) Pendidikan peran yang ditujukan kepada anggota keluarga yang lain. (Yulifah, 2009). b. Pendekatan konseling keluarga Pelaksanaan konseling keluarga dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu: 1. Pendekatan sistem keluarga . Menurut Murray bowen, anggota keluarga itu bermasalah jika keluarga itu tidak berfungsi (Disfunctioning family). Karenanya dalam keluarga terdapat kekuatan yang dapat membuat anggota keluarga bersama-sama melawan yang mengarah pada individualitas.
2. Pendekatan Conjoint. Menurut Satir Latipun (2010) menyatakan bahwa anggota keluarga menjadi bermasalah jika tidak mampu melihat dan mendengarkan keseluruhan yang dikomunikasikan anggota keluarga yang lain. 3. Pendekatan struktural. Menurut Latipun (2010) menyatakan bahwa masalah keluarga sering terjadi karena struktur keluarga dan pola traksaksi yang dibangun tidak
10
tepat, dimana batas-batas subsistem dan sistem keluarga itu tidak jelas, sehingga untuk mengatasi suatu masalah perlu dirumuskan kembali struktur keluarga dengan memperbaiki transaksi dan pola hubungan yang lebih sesuai. c. Bentuk Konseling Keluarga Dalam pelaksanaannya konseling keluarga berbentuk : 1. Memandang klien sebagai pribadi dalam konteks sistem. Pada bentuk ini klien merupakan bagian dari sistem keluarga sehingga masalah yang dialami dan pemecahannya tidak bisa mengesampingkan peran keluarga. 2. Berfokus pada saat ini. Bentuk konseling ini adalah mengatasi masalah yang dihadapi klien saat ini bukan masa lampau. Konseling disesuaikan dengan keperluannya dimana seluruh anggota keluarga harus ikut serta dalam konseling karena mereka tidak hanya berbicara tentang keluarganya tetapi juga terlibat dalam penyusunan rencana perubahan dan tindakannya (Luddin, 2010). d. Proses Dan Tahapan Konseling Keluarga Dalam mengatasi masalah keluarga terjadi beberapa tahapan konseling (Luddin, 2010) : 1. Sesi pengenalan. Pada sesi ini terjadi perkenalan antara petugas dengan keluarga dan identifikasi masalah. 2. Sesi pengajaran. Pada sesi ini keluarga mendapatkan pendidikan dalam bentuk perilaku.
3. Sesi model. Pada sesi ini keluarga melihat cara mengimplementasikan perilaku yang telah dipelajari pada sesi pengajaran. 4. Sesi terapis/trial. Pada sesi ini keluarga mencoba mengimplementasikan model perilaku yang telah didapat. 5. Sesi penerapan dan evaluasi. Pada sesi ini keluarga menerapkan apa yang telah didapat dan petugas mengevaluasi dengan cara melakukan kunjungan rumah. e. Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Konseling Menurut Luddin (2010), faktor yang mempengaruhi keberhasilan konseling keluarga yaitu: 1. Usia klien. Klien berusia dewasa dimungkinkan lebih sulit dilakukan modifikasi persepsi dan tingkah lakunya dibandingkan dengan klien berusia belasan tahun, karena berhubungan dengan fleksibelitas kepribadiannya. 2. Jenis kelamin Jenis kelamin terutama berkaitan dengan perilaku model, faktor modeling sangat penting dalam upaya pembentukan tingkah laku baru. 3. Tingkat pendidikan. Pendidikan seseorang mempengaruhi cara pandangnya terhadap diri dan lingkungan, sehingga akan berbeda cara menyikapi proses berlangsung
10
nya konseling pada klien yang berpendidikan tinggi dengan yang pendidikan rendah.
4. Intelegensi Intelegensi pada prinsipnya mempengaruhi kemampuan penyesuaian diri dan cara pengambilan keputusan. Klien yang berintelegensi tinggi akan banyak berpartisipasi, lebih cepat, dan tepat dalam membuat suatu keputusan. 5. Status sosial ekonomi. Status sosial ekonomi berpengaruh terhadap tingkah laku. Individu yang berasal dari keluarga dengan status ekonomi yang baik akan mempunyai sikap dan pandangan yang positif tentang masa depannya dibandingkan keluarga yang status ekonominya rendah. 6.
Sosial budaya Yang termasuk dalam sosial budaya adalah pandangan keagamaan dan kelompok etnis.
J. Kerangka Konsep Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lain dari masalah yang ingin diteliti, konsep tidak dapat dan diamati secara langsung. Agar dapat diamati dan diukur maka konsep tersebut harus digambarkan kedalam sub-sub variabel (Notoatmodjo, 2010). Konsep penelitian yang akan diteliti Sbb:
Variabel Independen
Variabel Dependen
Sikap Bidan
Standar pelayanan
Kepuasan ibu hamil dalam pelayanan ANC
Konseling
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
J. Hipotesa 1. Ada hubungan sikap bidan dengan kepuasan ibu hamil dalam memberikan pelayanan ANC 2. Ada hubungan standar pelayanan dengan kepuasan ibu hamil dalam pelayanan ANC 3. Ada hubungan konseling dengan kepuasan ibu hamil dalam pelayanan ANC.
10
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian Penelitian ini bersifat analitik yaitu untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Dengan pendekatan cross sectional. Pada penelitian ini peneliti ingin mengetahui hubungan tingkat kepuasan ibu hamil dalam pelayanan ANC B. Populasi Dan Sampel 1. Populasi. Menurut Arikunto (2009) populasi adalah keseluruhan subjek penelitian. Populasi pada penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang berkunjung di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen dari bulan Januari sampai Juni sebanyak 672 orang. 2. Sampel Menurut Arikunto (2009), sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil dari populasi yang diteliti). Sampel dalam penelitian ini mengunakan accidental sampling yaitu semua ibu hamil yang datang ke Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Penentuan
jumlah
sampel
dengan
(Notoatmodjo, 2010).
n
N 1 N (d 2 )
pada saat dilakukan penelitian. menggunakan
rumus
slovin
Keterangan : N : Besar populasi. n
: Besar sampel.
d
: Penyimpangan terhadap populasi/derajat ketidak tepatan yang di inginkan (10%). Berdasarkan rumus slovin diatas maka di dapatkan jumlah sampel untuk
penelitian ini adalah :
672 1 672 (0,1) 2 672 n 1 672(0,01) n 87,0 n
Maka sampel yang ditetapkan dalam penelitian ini adalah 87 orang dengan penambahan sampel 10 persen yang terdiri dari ibu hamil yang berkunjung ke Puskesmas Peusangan Siblah Krueng di Kabupaten Bireuen Tahun 2013. C. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
10
Penelitian ini dilaksanakan di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen 2.Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2013. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh langsung dari responden di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen, dengan mengadakan wawancara dengan menggunakan kuesioner yang berisikan daftar pertanyaan dengan pilihan jawaban yang telah disiapkan. 2. Data Sekunder Data yang didapatkan dari laporan Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen. E. Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang berisikan 25 pertanyaan yang sudah disusun secara terstruktur. Variabel independen yaitu Kepuasan ibu hamil terdiri dari 6 pertanyaan, sikap bidan terdiri dari 7 pertanyaan, Standar pelayanan terdiri dari 6 pertanyaan, konseling terdiri dari 6 pertanyaan dengan jawaban pilihan terpimpin. F. Definisi Operasional Suatu definisi mengenai variabel yang dirumuskan berdasarkan karakteristikkarakteristik variabel tersebut yang dapat diamati. Definisi variabel-variabel pada umumnya masih bersifat abstrak. Karena itu, variabel-variabel penelitian yang
bersifat abstrak perlu didefinisikan secara operasional agar mudah mengukurnya. Variabel dijabarkan menjadi subvariabel atau dimensi-dimensi, dan kemudian masing-masing subvariabel atau dimensi dijabarkan lagi sehingga nampak indikatorindikatornya. Kumpulan data dari indikator dipergunakan untuk mengukur subvariabel atau dimensi, dan selanjutnya kumpulan data dari semua subvariabel membentuk data tentang variabel. Jika variabel tidak memiliki subvariabel atau dimensi, maka variabel langsung diukur dari indikator-indikatornya. Tabel.2.2 Definisi Operasional No
Variabel
Defenisi Operasional
Cara Ukur
Alat Ukur
SkalaUkur
Hasil Ukur
Variabel Dependen
1
Kepuasan ibu hamil dalam Pelayanan ANC
Pelayanan diberikan dirasakan hamil
ANC Mengedarkan atau kuesioner oleh ibu terpimpin dg kriteria:
Kuesioner
Ordinal Puas Tidak Puas
Puas > 5 Tidak Puas < 5
Variabel Independen 2
Sikap Bidan
Respon bidan saat Mengedarkan Kuesioner memberi pelayanan ANC kuesioner terpimpin dengan kriteria:
Ordinal
Positif Negatif
Positif > 6 Negatif < 6 3
Standar Pelayanan
Pelayanan yang Mengedarkan diberikan sesuai dengan kuesioner
Kuesioner
Ordinal
Standar
10
standar depkes
Tidak standar
dengan kriteria: Standar bila > 40 Tidak Standar <40
4
Konseling
Proses pemberian Mengedarkan Kuesioner informasi objektif dan kuesioner lengkap tentang dengan criteria: pelayanan ANC Ada bila > 6
Ordinal
Ada Tidak Ada
Tidak Ada < 6
G. Pengolahan data dan Analisa 1. Pengolahan Data Data yang dikumpulkan diolah dengan memakai teknik manual, dengan langkahlangkah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2010) : a. Editing yaitu mengoreksi kesalahan-kesalahan dalam pengisian ataupun dalam pengambilan data. b. Coding yaitu memberi tanda atau kode berupa nomor pada setiap kuesioer yang diisi oleh responden. c. Tabulating yaitu memindahkan data kedalam tabel distribusi dan dianalisis dalam bentuk persentase. d. Transfering yaitu data yang sudah diolah dari hasil tabulasi disusun dalam tabel distribusi frekuensi. 2. Analisa Data
a. Univariat Analisa univariat dilakukan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2008). Kemudian dilakukan persentase (P) dengan menggunakan rumus Budiarto (2009) sebagai berikut:
P
f 100% n
Keterangan: P: Persentase , f : Frekuensi n : Jumlah responden yang menjadi sampel b. Analisa Bivariat. Analisa bivariat merupakan hasil dari variabel-variabel bebas yang mempunyai hubungan dengan variabel total. Analisa yang digunakan adalah tabel silang ( Notoatmodjo, 2010). Untuk mengetahui hubungan masing-masing variabel independen dengan variabel dependen digunakan uji chi-square test. Penilaian dilakukan sebagai berikut: a. Jika p value < 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. b. Jika p value > 0,05 maka disimpulkan tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. 3. Penyajian Data Data disajikan dalam bentuk distribusi dan tabel silang.
10
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Letak Geografis Wilayah Kerja Puskesmas Peusangan Siblah Krueng yang berjarak 237 km dari ibu kota provinsi Aceh dan 18 km dari kota Bireuen dengan luas wilayah 7.662 Ha, yang berbatasan dengan: a.
Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Kutablang
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Bener Meriah c. Sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Makmur d. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Peusangan 2. Demografi Berdasarkan profil kecamatan kutablang tahun 2013 dengan jumlah Penduduk adalah 11,086 jiwa, puskesmas peusangan siblah krueng terdiri 21 desa yang terbagi dari 3 kemukiman yaitu, simpang baro, siblah krueng dan Tgk.chiek krueng meuh. Puskesmas peusangan siblah krueng memiliki staf seluruhnya 122 orang, terdiri dari bidan 32 orang, Bidan PTT 10 orang, selainnya dokter, perawat dan tenaga administrasi. B. Hasil Penelitian Penelitian dilakukan pada tanggal 24 s/d 25 Oktober 2013. Dari data yang dikumpulkan terdapat 87 responden yang dijadikan sampel dari seluruh populasi ibu hamil di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabu-
paten Bireun Tahun 2013. Data dikumpulkan melalui kuesioner dan hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi sebagai berikut: 1. Analisa Univariat a. Kepuasan Tabel 4.1.Distribusi Frekuensi kepuasan ibu hamil dengan pelayanan antenatal care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen Tahun 2013 No
Kepuasan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Puas
36
41,4
2
Tidak Puas
51
58,6
87
100
Jumlah
Berdasarkan Tabel 4.1 dapat dilihat dari 87 responden yang diteliti ditemukan ibu hamil yang tidak puas mendapatkan pelayanan Antenatal Care sebanyak 51 (58,6%) responden. b. Sikap Bidan Tabel 4.2. Distribusi Frekuensi sikap bidan dalam pelayanan Antenatal Care pada ibu hamil di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen Tahun 2013 No
Sikap Bidan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Positif
33
37,9
2
Negatif
54
62,1
87
100
Jumlah
10
Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat dari 87 responden yang diteliti ditemukan sikap bidan yang negatif dalam memberikan pelayanan Antenatal Care sebanyak 54 (62,1%) responden c. Standar Pelayanan Tabel 4.3. Distribusi Frekuensi Standar Pelayanan ibu hamil yang mendapatkan pelayanan Antenatal Care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen Tahun 2013. No
Standar Pelayanan
Frekuensi
Persentase (%)
1
Ada
58
66,7
2
Tidak Ada
29
33,3
Jumlah
87
100
Berdasarkan Tabel 4.3 dapat dilihat dari 87 responden yang diteliti ditemukan yang tidak mendapatkan Standar Pelayanan sesuai dengan standar depkes hanya 29 (33,3%) responden. d. Konseling Tabel 4.4. Distribusi Frekuensi Konseling pada ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen Tahun 2013. No
Konseling
Frekuensi
Persentase (%)
1
Ada diberikan
35
40,2
2
Tidak ada diberikan
52
59,8
87
100
Jumlah
Berdasarkan Tabel 4.4 dapat dilihat dari 87 responden yang diteliti ditemukan yang tidak diberikan konseling dalam pelayanan antenatal care pada ibu hamil sebanyak 52 (59,8%) responden. 2. Analisa Bivariat a. Hubungan Sikap Bidan dengan Kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan antenatal care. Tabel 4.5. Hubungan Sikap Bidan dengan Kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan antenatal care di Puskesmas Peusangan Siblah krueng Kabupaten Bireuen Tahun 2013.
Kepuasan ibu hamil No
Sikap Bidan
Puas
Jumlah
Tidak Puas
p-value
f
%
f
%
f
%
1
Positif
20
13,7
13
19,3
33
33,0
2
Negatif
16
22,3
38
31,7
54
54,0
Jumlah
36
36,0
51
51,0
87
87,0
0,009
Berdasarkan hasil tabel 4.5 di atas maka diketahui dari 54 responden bersifat negatif terdapat 16 (22,3%) responden yang merasa puas dan 38 (31,7%) merasa tidak puas mendapatkan pelayanan antenatal care. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,009 yang berarti lebih kecil dari p-value (0,05) dengan kata lain menunjukan hubungan bermakna. Dengan demikian ada hubungan antara sikap bidan dengan kepuasan ibu
10
hamil dalam mendapatkan pelayanan ante natal care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen b. Hubungan Standar Pelayanan dengan pelayanan antenatal care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireun Tahun 2013. Tabel 4.6 Hubungan Standar Pelayanan dengan Pelayanan Ante Natal Care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireun Tahun 2013 Kepuasan ibu hamil No
Puas
Standar Pelayanan
Tidak Puas
Jumlah
f
%
f
%
f
%
1
Positif
30
24,0
28
34,0
58
58,0
2
Negatif
6
12,0
23
29,0
29
29,0
Jumlah
36
36,0
51
51,0
87
87,0
p-value
0,011
Berdasarkan hasil tabel 4.6 di atas maka diketahui dari 29 responden standar pelayanan yang bersifat negatif terdapat 6 (12,0%) responden yang merasa puas dan dari 23 (29,0%) merasa tidak puas mendapatkan pelayanan antenatal care. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,011 yang berarti lebih kecil dari p-value (0,05) dengan kata lain menunjukan hubungan bermakna. Dengan demikian ada hubungan antara standar pelayanan dengan kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan ante natal care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen
c. Hubungan Konseling dengan pelayanan ante natal care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen Tahun 2013. Tabel 4.7 Hubungan Konseling dengan Pelayanan Antenatal Care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen Tahun 2013. Kepuasan ibu hamil Puas
No Konseling f 20
Jumlah
Tidak Puas
% 14,5
f 15
%
F
%
20,5 35
35,0
1
Ada
2
Tidak Ada
16
21,5
36
30,5
52
52,0
Jumlah
36
36,0
51
51,0
87
87,0
p-value
0,026
B
Berdasarkan hasil tabel 4.7 di atas maka diketahui dari 52 responden yang tidak mendapatkan konseling terdapat 16 (21,5%) responden yang merasa puas mendapat pelayanan antenatal care dan ada 36 (30,5%) merasa tidak puas mendapatkan pelayanan antenatal care. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,026 yang berarti lebih kecil dari p-value (0,05) dengan kata lain menunjukan hubungan bermakna. Dengan demikian ada hubungan antara konseling dengan kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan ante natal care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen
10
C. Pembahasan Berdasarkan hasil penelitian dengan melakukan analisa tentang hubungan tingkat kepuasan Ibu hamil dengan pelayanan antenatal care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen Tahun 2013, maka didapat: 1. Hubungan Sikap Bidan Dengan Tingkat Kepuasan Ibu Hamil Dalam Mendapatkan Pelayanan Antenatal Care Berdasarkan hasil tabel 4.5 di atas maka diketahui dari 54 responden bersikap negatif terdapat 16 (22,3%) responden yang merasa puas dan 38 (31,7%) merasa tidak puas mendapatkan pelayanan antenatal care. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,009 yang berarti lebih kecil dari p-value (0,05) dengan kata lain menunjukan hubungan bermakna. Dengan demikian ada hubungan antara sikap bidan dengan kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan ante natal care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen Meytaratna, 2010, dalam penelitiannya berjudul pelayanan antenatal di BPS Ny. Siti Maisyuroh Pangarengan Sampang tentang hubungan antara Antenatal Care dengan kepuasan pasien terhadap pelayanan perawatan antenatal , dengan hasil penelitian pelayanan yang tidak sesuai dengan standar pasien didapat untuk katagori tidak puas dari 10 responden (90,9%), responden yang puas dari 1 orang (9,1 %),
dalam perawatan antenatal bahwa perawatan antenatal yang sesuai dengan standar pasien tidak puas dari 4 responden (21,1%), dan puas dari 15 responden (78,9%). Kepuasan pelanggan sangat bergantung pada harapan klien. Oleh karena itu, strategi kepuasan klien haruslah didahului dengan pengetahuan yang detail dan akurat terhadap harapan klien. Harapan klien kadang dapat dikontrol oleh Bidan. Yang lebih sering, bidan tidak mampu mengontrol harapan mereka. Inilah yang membuat kepuasan klien menjadi dinamis. Yang perlu dicatat, kepuasan klien adalah hasil akumulasi dari konsumen atau klien dalam menggunakan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu, setiap transaksi atau pengalaman baru, akan memberikan pengaruh terhadap kepuasan klien. Demikian pula, kepuasan klien mempunyai dimensi waktu karena hasil dari akumulasi. Karena itu, siapapun yang terlibat dalam urusan kepuasan klien, ia telah melibatkan diri dalam urusan jangka panjang. Upaya memuaskan klien adalah pengalaman panjang yang tidak mengenal batas akhir (Handi Irawan, 2002). Soetarno (2008) memberikan definisi sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pandangan, lembaga, norma dan lain-lain. Meskipun ada beberapa perbedaan pengertian sikap, tetapi berdasarkan pendapat-
10
pendapat tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah keadaan diri dalam manusia yang menggerakkan untuk bertindak atau berbuat dalam kegiatan sosial dengan perasaan tertentu di dalam menanggapi obyek situasi atau kondisi di lingkungan sekitarnya. Selain itu sikap juga memberikan kesiapan untuk merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi. Asumsi yang didapat dilapangan sikap bidan dalam pelayanan antenatal care sangat berpengaruh pada kunjungan ibu hamil ini dikarenakan setiap saat ibu hamil berkunjung dia akan merasa aman dan nyaman apabila bidan memberikan pelayanan yang berkualitas, tentunya klien sangat mengharapkan pelayanan yang diberikan sesuai tugas dan tanggung jawab praktik profesi bidan dalam memberikan pelayanan secara komprehensif untuk meningkatkan kesehatan ibu, anak, keluarga dan masyarakat sehingga dapat nantinya memberikan kepuasan klien baik secara mandiri, kolaborasi dan rujukan. 2. Hubungan Standar Pelayanan dengan Kepuasan ibu hamil mendapatkan Antenatal Care Berdasarkan hasil tabel 4.6 di atas maka diketahui dari 29 responden standar pelayanan yang bersifat negatif terdapat 6 (12,0%) responden yang merasa puas dan dari 23 (29,0%) merasa tidak puas mendapatkan pelayanan antenatal care. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,011 yang berarti lebih kecil
dari p-value (0,05) dengan kata lain menunjukan hubungan bermakna. Dengan demikian ada hubungan antara Standar pelayanan dengan kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan ante natal care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen Penelitian Murwani, 2009, tentang Hubungan antara dimensi mutu pelayanan kesehatan dengan tingkat kepuasan ibu balita pengguna posyandu di Puskesmas Pembantu Girimulyo Panggang Gunung kidul Yogyakarta dengan hasil penelitian Standar pelayanan kesehatan yaitu 47,14 % sangat baik, 51,43% baik, dan 1,43% cukup baik, sedang tingkat kepuasan 28,6% sangat puas,61,4% puas dan 10,0% cukup puas. Uji korelasi product moment. Hasil penelitian didapat nilai r = 0,625 dan nilai p =0,000< 0,05 Kepuasan sangat bersifat subjektif, sehingga sulit sekali untuk mengukurnya. Namun, walaupun demikian, tentu saja kita harus tetap berupaya memberikan perhatian kepada pelanggan (customer care) dengan segala daya, sehingga paling tidak kita dapat memberikan pelayanan yang terbaik, yang dimulai dari upaya menstandarkan kualitas sampai dengan pelaksanaannya. Pada saat berhubungan dengan pelanggan dengan standar yang diperkirakan dapat menimbulkan kepuasan yang paling optimal bagi pelanggan (Barata, 2003). Standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu
sarana pelayanan kesehatan agar pemakai jasa
pelayanan kesehatan dapat memperoleh keuntungan yang maksimal dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan (Saifuddin, 2006).
10
Standar dalam pelayanan kesehatan banyak macamnya. Untuk dapat memahami macam standar tersebut, perlulah terlebih dahulu diketahui unsur-unsur yang terdapat dalam pelayanan kesehatan. Standar dalam pelayanan kesehatan dapat dibedakan pula atas 4 macam (Saifuddin, 2006). Keempat standar unsur-unsur tersebut adalah (a. Standar masukan ) (standard of input), adalah yang menunjuk pada persyaratan minimal unsur masukan. Standar masukan ini dibedakan atas 3 macam : a) Standar tenaga (standard of man power). Di sini ditetapkanlah persyaratan minimal tenaga kerja yang harus tersedia yakni yang menyangkut jumlah, jenis, dan kualifikasi. b)Standar sarana (standard of facilities), Di sini ditetapkan persyaratan minimal sarana yang harus bersedia yakni yang menyangkut jumlah, jenis dan spesifikasi. c) Standar dana, Di sini ditetapkan persyaratan minimal dana yang harus bersedia, yakni yang menyangkut, alokasi, serta pengelolaan. Asumsi dalam penelitian ini standar pelayanan yang diberikan bidan kadang kala tidak sesuai dengan harapan dimana bidan sering mengabaikan standar pelayanan yang telah ditentukan oleh dinas kesehatan
salah
satunya
pengakuan
respoden,
bidan
melakukan
pemeriksaan kehamilan asal-asalan kadang –kadang bidan tidak mengukur tensi, berat badan klein hanya pemeriksaan kehamilan saja hal inilah yang perlu para bidan perhatikan karena ibu-ibu hamil sudah banyak yang tahu prosedur kerja untuk pemeriksaan kehamilan. Salah satu penyebab kematian ibu dan anak adalah pelayanan kesehatan yang diberikan tidak se
suai dengan standar yang telah ditetapkan. 3. Hubungan Konseling dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan antenatal care Berdasarkan hasil tabel 4.7 di atas maka diketahui dari 52 responden yang tidak mendapatkan konseling terdapat 16 (21,5%) responden yang merasa puas mendapat pelayanan antenatal care dan ada 36 (30,5%) merasa tidak puas mendapatkan pelayanan antenatal care. Hasil analisa statistik menggunakan uji chi square dengan tingkat kepercayaan 95% diperoleh nilai p-value 0,026 yang berarti lebih kecil dari p-value (0,05) dengan kata lain menunjukan hubungan bermakna. Dengan demikian ada hubungan antara konseling dengan kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan ante natal care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng Kabupaten Bireuen . Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang bermutu. Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan kepada pasien. Kepuasan pasien dalam menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi, salah satu diantaranya adalah kelancaran komunikasi antara petugas kesehatan (termasuk bidan) dengan pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya pengobatan secara medis saja melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien (Pohan, 2007). Menurut Kamus Bahasa Indonesia, konseling berarti pemberian bimbingan oleh orang yang ahli kepada seseorang.
10
Dalam situs Wikipedia bahasa Indonesia, konseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli (konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah yang berakhir pada teratasinya masalah yang dihadapi klien. Bantuan yang diberikan kepada individu yang sedang mengalami hambatan, memecahkan sesuatu melalui pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan dan perasaanperasaan klien (Sagala, 2011). Konseling adalah proses pemberi bantuan seseorang kepada orang lain dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan suatu masalah melalui pemahaman terhadap fakta, harapan, kebutuhan dan perasaan klien (Saraswati, 2012). Asumsi dalam penelitian ini konseling pentingnya kita bidan memberikan konseling kapada ibu hamil karena segala informasi yang dibutuhkan ibu hamil, konseling ini diberikan setiap ibu berkunjung kita bidan harus melakukan konseling untuk mengetahui apa yang dibutuhkan selama kehamilan dan ibu mengetahui perkembangan bayi dalam kandungannya.
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian pada BAB sebelumnya maka didapat beberapa kesimpilan: 1. Ada hubungan antara sikap Bidan dengan kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan antenatal care di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng kabupaten Bireuen dengan nilai p-value (0,009) < α- value (0,05) 2. Ada hubungan standar pelayanan dengan kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan antenatal car αe di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng kabupaten Bireuen dengan nilai p-value (0,011) < αvalue (0,05) 3. Ada hubungan konseling dengan kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan pelayanan antenatal car αe di Puskesmas Peusangan Siblah Krueng kabupaten Bireuen dengan nilai p-value (0,026) < αvalue (0,05) B. Saran 1. Secara Praktis Agar dapat menambah pengetahuan bidan terhadap pelayanan antenatal care, khususnya sewaktu mendekteksi sedini mungkin komplikasi kehamilan, sehingga nantinya dapat menurunkan angka kematian ibu dan anak yang dilahikan.
10
2. Secara Klinis Agar dapat memberi masukan bagi dunia pengetahuan di bidang kesehatan, terutama bagian obstetrik dan perinatologi, serta dapat memberikan pada peneliti lanjutan yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan oleh bidan dengan kunjungan Ulang ANC.
DAFTAR PUSTAKA
Azwar. 2004. Pengantar Administrasi Kesehatan. Binarupa Aksara: Jakarta
Budiarto, 2006. Statistik Suatu Pengantar. Aneka Ilmu, Semarang Depkes RI, 2005. Buku Saku Bidan, Depkes, Jakarta
Depkes RI, 2010. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. Jakarta.
Effendy. 2005. Pengantar Pelayanan Neoternal. Jakarta
Irwanto, 1996. Pencegahan dan Prnanggulangan Pada Ibu Hamil. Yakarta
Djoko , W, 2003. Ilmu Budaya Dasar, Bumi Aksara. Jakarta
Notoatmodjo, 2003. Pendidikan Dan Perilaku Kesehatan. Rineka. Cipta. Jakarta
Parasuraman, A. 1990, The Service-. Quality Puzzle. Business Horizons. Evans
Pohan, 2007, Jaminan Mutu Layanan Kesehatan, EGC, Jakarta
Pusdiknakes. 2003, Asuhan Antenatal. Jakarta: Pusdiknakes
10
Saifuddin. 2006. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Sarwono. 2001. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta