BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pasien yang menjalani rawat inap di rumah sakit perlu mendapatkan penangan oleh tim kesehatan. Penanganan yang diberikan salah satunya berupa pemasangan infus atau terapi intravena (Wahyuni & Nurhidayat, 2008). Terapi infus adalah salah satu teknologi yang paling sering digunakan dalam pelayanan kesehatan di seluruh dunia. Lebih dari 60% pasien yang masuk ke rumah sakit mendapat terapi melalui infus (Hinley, 2004). Pemasangan infus merupakan salah satu prosedur invasive dengan memasukkan jarum steril kedalam jaringan tubuh untuk mendapatkan akses vena guna memulai dan mempertahankan terapi cairan intravena, indikasi infus ini dilakukan pada pasien dengan dehidrasi, pasien sebelum transfusi darah, pasien pasca bedah sesuai dengan program pengobatan, pasien yang tidak bisa makan dan minum melalui mulut, pasien yang memerlukan pengobatan dengan infus. Teknil steril harus dipertahankan karena klien beresiko terhadap infeksi mana kala jarum suntik menusuk kulit (Perry & Potter, 2000: 539) Karena begitu banyaknya pasien yang dilakukan terapi infus, maka perawat mempunyai tugas profesional untuk mengenali dan mencegah hal-hal yang berhubungan dengan terjadinya komplikasi, salah satu komplikasi yang paling banyak terjadi akibat pemasangan infus adalah plebitis. Untuk meminimalkan resiko plebitis, perawat perlu menyadari dan mengenali lebih jauh tentang plebitis dan faktor-faktor apa saja yang berkontribusi terhadap kejadian plebitis (Hindley, 2004).
1
2
Plebitis sangat sering dialami oleh pasien, hasil studi atau penelitian di beberapa rumah sakit menunjukkan komplikasi pemasangan infus yang paling banyak adalah plebitis misalnya penelitian di RSUD Tugurejo Semarang pada bulan juli 2006 terdapat kejadian plebitis 27,6% dari jumlah responden 87 pasien, lokasi pemasangan infus sebagian besar terpasang di vena metacarpal sebesar 51 orang 58,6% dan di vena radialis atau daerah sefalika hanya sebesar 36 orang 41,4%. Berdasarkan data yang di peroleh dari RSUD Kanjuruhan Malang. Insiden infeksi nosokomial di RSUD Kanjuruhan Malang pada bulan Januari 2012 – Pebuari 2013 pasien pada IRNA Airlangga dengan kejadian plebitis sebesar 10,2% (11 dari 108 pasien), pasien di IRNA Diponegoro dengan kejadian plebitis sebesar 9,2% (9 dari 98 pasien), dan di IRNA Imam Bonjol dengan kejadian plebitis sebesar 21,4%(30 dari 140 pasien). Untuk perawatan infus di rumah sakit umum daerah Kanjuruhan Malang masih belum menggunakan SOP dengan baik sehingga mengakibatkan komplikasi yang paling banyak akibat pemasangan infus adalah plebitis. Plebitis merupakan suatu inflamasi pada pembuluh darah. Hal ini didefinisikan sebagai adanya dua atau lebih tanda dan gejala ; nyeri, kemerahan, bengkak, panas dan vena terlihat lebih jelas (Karadag dan Gorgulu, 2000). Adapun faktor-faktor yang berkontribusi terhadap kejadian plebitis ini termasuk : tipe bahan kateter, lamanya pemasangan, tempat insersi, jenis penutup (dressing), cairan intravena yang digunakan, kondisi pasien, teknik insersi kateter, dan ukuran kateter (Oishi, 2001). Untuk menangani pencegahan angka kejadian plebitis kita bisa melakukan teknik sterilisasi di rumah sakit. Ini sangat berpengaruh dengan tingkat kejadian plebitis misalnya kurang sterilnya pada saat melakukan tindakan keperawatan pada pasien yang sedang dirawat, misalnya pada saat pemasangan infus. Apabila ada saat
3
melakukan pemasangan infus alat-alat yang akan digunakan tidak menggunakan teknik sterilisasi akan mengakibatkan plebitis seperti pembengkakan, kemerahan, nyeri disepanjang vena. Hal ini sangat merugikan bagi pasien karena infus yang seharusnya dilepas setelah 72 jam kini harus dilepas sebelum waktunya karena disebabkan oleh alat-alat bantu yang digunakan untuk memasang infus tidak menggunakan teknik sterilisasi (Klikharry, 2006). Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana “’Pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis di RSUD Kanjuruhan Malang”,
1.2
Rumusan Masalah Rumusan masalah dari penelitian ini adalah adakah Pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis di RSUD Kanjuruhan Malang?”
1.3
Tujuan Penelitian
1.3.1
Tujuan Umum Untuk mengetahui Pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis di RSUD Kanjuruhan Malang.
1.3.2
Tujuan Khusus a.
Mengidentifikasi perawatan
infus pada pasien di Irna Airlangga,
Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang. b.
Mengidentifikasi lama penggunaan infus pada pasien di Irna Airlangga, Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang.
4
c.
Mengidentifikasi kejadian plebitis pada pasien di Irna Airlangga, Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang.
d.
Menganalisis pengaruh perawatan infus terhadap plebitis pada pasien di Irna Airlangga, Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang.
e.
Menganalisis pengaruh lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis pada pasien di Irna Airlangga, Diponegoro, Imam Bonjol di RSUD Kanjuruhan Malang.
1.4
Manfaat Penelitian
1.4.1
Bagi Rumah Sakit 1.
Sebagai salah satu alat evaluasi pencapaian tindakan pencegahan infeksi melalui perawatan infus dan lama penggunaan infus (plebitis) dalam rangka peningkatan mutu pelayanan rumah sakit.
2.
Sebagai masukan kepada rumah sakit untuk mengambil keputusan baru di dalam meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit.
1.4.2
Bagi Perawat Sebagai bahan meningkatkan tingkat pengetahuan perawat tentang pentingnya perawatan infus dan lama penggunaan infus dan motivasi kerja pada perawat rumah sakit
1.4.3
Bagi Institusi Pendidikan 1.
Sebagai bahan bacaan bagi mahasiswa dan sumber pustaka tentang plebitis.
2.
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan tambahan informasi bagi perkembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan medical
5
bedah yang berkaitan dengan pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhdap kejadian plebitis 1.4.4
Bagi Peneliti Bagi peneliti penelitian ini berguna untuk menambah wawasan dan pengetahuan serta peneliti dapat mencari sinergi antar teori dan kenyataan di lapangan tentang pengaruh perawatan infus dan lama penggunaan infus terhadap kejadian plebitis.
1.5
Keaslian Penelitian Penelitian terkait yang dilakukan sebelumnya oleh peneliti lain yaitu : 1. Batticaca, 2001, Kajian Tentang Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Terjadinya plebitis Di IRNA I RSUP dr. Sardjito Yogyakarta, merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode cross sectional. Sampel yang diambil adalah pasien yang dirawat inap di ruang Irna I RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta. Kesimpulan penelitian: faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian plebitis adalah perawatan kulit, jangka waktu penggantian kateter, lokasi insersi kanula dan frekuensi penggantian penutup kanula. Perbedaan penelitian Batticaca dengan yang akan diteliti peneliti adalah Batticaca mencari faktor penyebab terjadinya plebitis, sedangkan peneliti menekankan pada perbedaan kejadian plebitis antara waktu dresing infus setiap hari, tidak setiap hari/tidak teratur, dan tidak pernah. 2. Saryati, 2002, Hubungan Pemilihan Lokasi Insersi Kanula Infus dengan Kejadian Plebitis pada Pasien Dewasa di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten, dengan menggunakan metode deskriptif non experimental dengan pendekatan
6
studi kohort. Sampel yang diambil adalah pasien dewasa di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten yang mendapat terapi infus. Kesimpulan penelitian : tidak ada hubungan yang cukup bermakna antara kejadian plebitis dengan lokasi insersi kanula infus. Perbedaan penelitian Saryati dengan yang akan diteliti peneliti bahwa Saryati mencari hubungan pemilihan lokasi insersi dengan kejadian plebitis, sedangkan peneliti menekankan pada perbedaan kejadian plebitis antara waktu dresing infus setiap hari, tidak setiap hari/tidak teratur, dan tidak pernah. 3. Widiyanto, 2002, Angka Kejadian Plebitis Akibat pemasangan Infus Pada Terapi Intravena Di Bangsal rawat Inap RSUD Purworejo, menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan cross sectional. Sampel yang diambil adalah penderita yang mendapat tindakan pemasangan infus di ruang Cempaka, Bougenvile, Flamboyan, Dahlia, Teratai, melati, IGD, ICU, IBS, dan ruang utama RSUD Purworejo. Kesimpulan penelitian: Insiden plebitis di RSUD Purworejo adalah 18,8%. Perbedaan penelitian Widiyanto dengan yang akan diteliti peneliti bahwa Widiyanto mencari angka Kejadian Plebitis Akibat pemasangan Infus pada terapi intravena tanpa melihat perbedaannya dengan waktu dressing infus, sedangkan peneliti menekankan pada perbedaan kejadian plebitis antara waktu dresing infus setiap hari, tidak setiap hari/tidak teratur, dan tidak pernah.