1
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Memiliki buah hati tentunya merupakan dambaan dari setiap orang yang telah membina keluarga. Anak adalah anugerah tersebesar nan suci dan luhur yang diberikan Allah SWT kepada manusia (Muzfikri, 2008). Keadaan akan mejadi berubah ketika anak yang di lahirkan berbeda dengan anak lainnya, yaitu anak yang memiliki perhatian atau kebutuhan khusus. (Geniofarm, 2010) .
Tunagrahita atau retardasi mental adalah keadaan dengan intelegensia kurang (abnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa kanakkanak) atau keadaan kekurangan intelegensia sehingga daya guna sosial dan dalam pekerjaaan seseorang menjadi terganggu (Sunaryo, 2004).
Tunagrahita merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian tunagrahita sekitar
2
0,3% dari seluruh populasi, dan hampir 3% mempunyai IQ di bawah 70 ( Soetjiningsih, 2005 ). Di Indonesia penyandang tunagrahita cukup banyak. Menurut Kementrian Pendidikan Nasional Republik Indonesia pada tahun 2009 menunjukan 4.253 orang adalah anak dengan tunagrahita (Direktoral Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat, 2010). Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Tunagrahita mengenai 1,5 kali lebih banyak pada laki-laki dibandingkan dengan perempuan (Judarwanto, 2009).
Cherry (Bauman,2004) berpendapat bahwa keluarga yang memiliki anak dengan tunagrahita menghadapi banyak tantangan. Mulai dari isolasi sosial, stigma masyarakat, kecemburuan anggota keluarga (saudara), disorientasi ekspektasi, hingga harapan yang pupus. Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Kumar (2008) orang tua
yang memiliki anak tunagrahita
dipastikan lebih mudah mengalami stress psikologis dibandingkan dengan orang tua dari anak yang normal. Stres diakibatkan karena banyaknya beban yang ditanggung oleh orang tua dari anak tunagrahita baik beban secara fisik, psikis dan sosial.
Menurut Cummins (2001 dalam Small, 2010), pengasuhan terhadap anak dengan tunagrahita bukan merupakan hal yang mudah karena seringkali orangtua harus berhadapan dengan situasi yang penuh stres akibat tuntutan dalam proses pengasuhan yang lebih besar. Menurut Perry (2004) bahwa salah
3
satu beban fisik penyebab stres pada orang tua dari anak tunagrahita berkaitan dengan ketidakmampuan anak dalam melakukan aktivitas sehari-hari membuat orang tua khususnya ibu harus selalu membantu dan mendampingi anaknya. Hal itu tentu saja menyebabkan kelelahan fisik. Sedangkan beban psikis yang dirasakan orang tua berkaitan dengan proses penerimaan mulai dari rasa kaget, kecewa, rasa bersalah atas kondisi anak, serta ada tidaknya dukungan dari keluarga. Ditambah lagi dengan beban sosial di mana respon yang negatif dari masyarakat membuat orang tua menjadi malu dan menarik diri dari kehidupan sosial.
Banyaknya beban yang dirasakan ibu sebagai figur terdekat anak tunagrahita dalam mengasuh anak akan menimbulkan stres pengasuhan. Stres pengasuhan akan menimbulkan beban bagi pengasuh. Stres pengasuhan dapat mengubah sikap pengasuh terhadap anak, sehingga akan mempengaruhi perilaku pengasuhannya, perilaku tersebut mulai dari pengasuhan yang baik, pengabaian bahkan perilaku kasar (Gunarsa, 2004).
Hindangmayun (2010) menjabarkan faktor-faktor yang mempengaruhi stress pengasuhan terdiri dari karakteristik anak dan karakteristik orang, karakteristik anak meliputi usia dan jenis kelamin anak sedangkan karakteristik orang tua meliputi usia, pekerjaan, penghasilan keluarga, pendidikan dan dukungan sosial.
4
Helkenn (2007) berpendapat bahwa anak yang berasal dari keluarga berpenghasilan rendah memiliki resiko tinggi terhadap stress pengasuhan. Selain itu pada penelitian Cooper (2007) juga menunjukkan hubungan yang signifikan antara ibu dengan pendidikan rendah terhadap tingginya stres pengasuhan. Untuk dapat mengatasi masalah tersebut, diperlukan adanya dukungan sosial. Ibu yang merasa menerima tingkat dukungan lebih tinggi, terutama dari pasangannya dan saudaranya, melaporkan rendahnya tingkat depresi. (Dunn, Burbine, Bowers, & Tantleff-Dunn, 2001). Dukungan sosial itu sendiri adalah suatu konstruksi multidimensi yang meliputi bantuan fisik dan instrumental, berbagi informasi dan sumber daya, dan menyediakan dukungan emosional dan psikologis ( Gousmett, 2006 ).
Berdasarkan uraian latar belakang di atas penulis tertarik untuk melakukan penelitian yang berjudul faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stress ibu yang memiliki anak tunagrahita.
1.2 Rumusan Masalah Adapun rumusan masalah dalam peneilian ini yaitu “apakah jenis kelamin anak, usia anak, taraf tunagrahita anak, usia ibu, pekerjaan, penghasilan keluarga, tingkat pendidikan dan dukungan sosial berhubungan dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita ?
5
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Menganalisis faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. 1.3.2 Tujuan Khusus a. Mengetahui gambaran distribsi kejadian stres pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. b. Mengidentifikasi gambaran data demografik anak termasuk jenis kelamin anak, usia anak, dan taraf tunagrahita anak. c.
Mengidentifikasi gambaran data demografik ibu termasuk usia ibu, pendapatan keluarga, pendidikan, dan pekerjaan ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.
d. Mengetahui hubungan antara jenis kelamin anak dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. e. Mengetahui hubungan antara usia anak dengan tingkat stress pengasuhan
pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB
Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.
6
f. Mengetahui hubungan antara taraf tunagrahita anak dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. g. Mengetahui hubungan antara usia ibu dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. h. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. i. Mengetahui hubungan antara pekerjaan dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. j. Mengetahui hubungan antara penghasilan keluarga dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. k. Mengetahui hubungan antara dukungan sosial dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. l. Mengetahui faktor yang paling berpengaruh dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di SLB Dharma Bhakti Dharma Pertiwi.
7
1.4
Manfaat Penelitian Adapun manfaat dari penelitian ini adalah: 1.4.1 Bagi peneliti Untuk
meningkatkan
pengetahuan
dan
pengaplikasian
teori
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. 1.4.2 Bagi institusi pendidikan Untuk menambah pengetahuan dan menambah bahan kepustakaan dalam lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 1.4.3 Bagi masyarakat Untuk menambah pengetahuan mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan tingkat stress pengasuhan pada ibu yang memiliki anak tunagrahita di Sekolah Luar Biasa (SLB) Dharma Bhakti Dharma Pertiwi. 1.4.4 Bagi ilmu pengetahuan Diharapkan dapat memberikan informasi yang penting mengenai stress pengasuhan. Sehingga berguna sebagai referensi penelitian selanjutnya.