BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Sebagai auditor yang profesional, seorang auditor mempunyai kewajiban untuk memenuhi aturan perilaku yang spesifik yang menggambarkan suatu sikap atau hal-hal yang ideal. Kewajiban tersebut berupa tanggung jawab bersifat fundamental bagi profesi untuk memantapkan jasa yang ditawarkan. Seseorang yang profesional mempunyai tanggung jawab yang lebih besar karena diasumsikan
bahwa
seseorang
yang
profesional
memiliki
kepintaran,
pengetahuan, dan pengalaman untuk memahami dampak aktifitas yang dilakukan. Agar dapat dipercaya oleh masyarakat maka diperlukan landasan etika dan moral dalam melaksanakan pekerjaan. Oleh karena itu, akuntan harus mengacu pada kode etik profesi untuk dapat mempertahankan independensi, objektivitas, dan profesionalismenya dalam melaksanakan tugasnya.
Profesionalisme juga merupakan sebutan yang mengacu pada sikap mental dalam bentuk komitmen para anggota suatu profesi untuk senantiasa mewujudkan dan meningkatkan kualitas profesionalnya (Surya, 2007:74). Dalam penelitian ini konsep profesionalisme yang digunakan adalah konsep untuk mengukur bagaimana para profesional memandang profesi mereka yang tercermin dalam sikap dan perilaku mereka. Dengan anggapan bahwa sikap dan perilaku
1
mempunyai hubungan timbal balik. Perilaku profesionalisme merupakan cerminan dari sikap profesionalisme, demikian pula sebaliknya sikap profesional tercermin dari perilaku yang profesional. Selain menjadi seorang profesional yang memiliki sikap profesionalisme, setiap auditor juga diharapkan memegang teguh etika profesi yang sudah ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), agar situasi persaingan tidak sehat dapat dihindarkan. Di Indonesia, etika akuntan menjadi isu yang sangat menarik. Hal ini seiring dengan terjadinya beberapa pelanggaran etika yang dilakukan oleh akuntan, baik akuntan independen, akuntan intern perusahaan maupun akuntan pemerintah (Dewi, 2009). Etika profesi akuntan di Indonesia diatur dalam Kode Etik Akuntan Indonesia. Kode etik ini mengikat para anggota IAI di satu sisi dan dapat dipergunakan oleh akuntan lainnya yang bukan atau belum menjadi anggota IAI di sisi lainnya. Kode Etik Profesi Akuntan Publik (sebelumnya disebut Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik) adalah aturan etika yang harus diterapkan oleh anggota Institut Akuntan Publik Indonesia atau IAPI (sebelumnya Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Publik atau IAI-KAP) dan staf profesional (baik yang anggota IAPI maupun yang bukan anggota IAPI) yang bekerja pada satu KantorAkuntan Publik (Diakses di www.wikipedia.com tanggal 17 Februari 2009).
2
Para pemakai laporan keuangan juga menaruh kepercayaan yang besar terhadap hasil pekerjaan akuntan publik dalam mengaudit laporan keuangan. Kepercayaan
yang
besar
inilah
yang
akhirnya
mengharuskan
auditor
memperhatikan kualitas audit yang dihasilkannya. Menurut Widagdo (2000) ada beberapa aspek yang menjadi perhatian dalam menilai mutu kualitas audit yang dikaitkan dengan kepuasan klien. klien akan puas dengan pekerjaan akuntan publik jika akuntan publik (Auditor) memiliki profesionalisme, bekerja sesuai etika, mempunyai pengalaman audit, responsif, dan melakukan pekerjaan dengan tepat waktu. Para pemakai laporan keuangan menaruh kepercayaan yang besar terhadap hasil laporan audit, kepercayaan yang besar inilah yang mengharuskan auditor memperhatikan kualitas audit yang dihasilkan. Untuk dapat mencapai mutu dan kualitas yang baik tentunya hal yang dipertimbangkan salah satunya adalah tingkat materialitas. Konsep materialitas mengakui bahwa beberapa hal baik secara individu ataupun keseluruhan adalah penting bagi kewajaran penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia. Hal ini menunjukkan keyakinan auditor bahwa laporan keuangan secara keseluruhan tidak mengandung salah saji material. Materialitas juga merupakan salah satu konsep baik dalam audit maupun akuntansi yang penting dan mendasar. Konsep berarti rancangan, gagasan atau rencana tindakan yang konseptual. Dalam akuntansi, materialitas dihubungkan dengan ketepatan manajemen dalam mencatat dan mengungkapkan aktivitas perusahaan dalam laporan keuangan. Dalam mempersiapkan laporan keuangan, manajemen menggunakan estimasi,
3
konsep materialitas dalam akuntansi menyangkut kekeliruan yang timbul karena penggunaan estimasi tersebut. Materialitas sebagai konsep dalam audit mengukur lingkup audit.
Contoh kasus materialitas yaitu ditemukannya informasi salah saji didalam laporan keuangan PT.ABC, dalam pengauditan tersebut auditor menemukan salah saji bersih di akun persediaan senilai Rp.3.500.000,- dari sampel senilai Rp.50.000.000,- dari total populasi senilai Rp.450.000.000,-. Salah saji senilai Rp.3.500.000 merupakan salah saji yang diketahui. Jadi Estimasi kesalahan sampel (Sampling error) terjadi karena auditor hanya mengambil sampel dari sebagian populasi sehingga risiko bahwa sampel tersebut tidak secara akurat menggambarkan populasi. Dalam contoh sederhana ini, kita mengasumsikan estimasi kesalahan sampel adalah 50% dari proyeksi langsung atau jumlah salah saji untuk akun-akun yang digunakan dalam pengujian sampel (piutang dan persediaan). Tidak ada kesalahan sampel untuk kas karena jumlah total salah saji diketahui, bukan estimasi. Ilustrasi perbandingan estimasi salah saji total ke pertimbangan materialitas awal (Hastuti dkk, 2003 dalam Martiyani, 2010).
Contoh lain kasus materialitas, Departemen keuangan dalam pengumuman yang diterima di Jakarta menyebutkan penetapan sanksi pembekuan izin usaha berdasarkan Peraturan Mentri Keuangan No.17/PMK.01/2008 tentang jasa akuntan publik kepada Drs. Hans Burhanuddin Makarao, yang dikenakan sanksi pembekuan selama tiga bulan karena tidak mematuhi Standar Auditing. Standar Profesional Akuntan Publik dalam pelaksanaan audit umum atas laporan
4
keuangan PT. Samcon pada tahun buku 2008, dimana auditor tersebut tidak menjelaskan tingkat salah saji yang dianggap material yang dinilai berpotensi berpengaruh cukup signifikan terhadap hasil akhir Laporan Auditor yang Independen (www.antara.co.id). Pertimbangan auditor tentang materialitas adalah suatu masalah kebijakan profesional dan dipengaruhi oleh persepsi auditor tentang kebutuhan yang beralasan dari laporan keuangan. Tingkat materialitas suatu laporan keuangan tidak akan sama tergantung pada ukuran laporan keuangan tersebut. Selain itu tingkat materialitas tergantung pada dua aspek yaitu aspek kondisional dan aspek situasional. Aspek kondisional adalah aspek yang seharusnya terjadi. Auditor seharusnya menetapkan materialitas secara standar, artinya dalam menentukan tingkat materialitas dalam pemeriksaan laporan keuangan, antar auditor harus sama tanpa ada pengaruh antara lain, umur ataupun gender. Pada kenyataannya dalam menentukan tingkat materialitas antar auditor berbeda-beda sesuai dengan aspek situasionalnya. Aspek situasional adalah aspek yang sebenarnya terjadi, yaitu profesionalisme auditor itu sendiri. Auditor sering menghadapi dilema etika dalam menjalani karier bisnis (Mulyadi, 2005). Laporan Audit dapat dikatakan jujur dan wajar, apabila laporan keuangan tersebut tidak mengandung kesalahan material. Suatu persoalan dikatakan material jika tidak adanya pengungkapan atas salah saji material atau kelalaian dari suatu account yang dapat mengubah pandangan yang diberikan terhadap laporan keuangan. Material berhubungan dengan judgment, ketika dikaitkan dengan evaluasi resiko pertimbangan inilah yang akan mempengaruhi cara-cara
5
pencapaian tujuan audit, ruang lingkup dan arah pekerjaan terperinci serta disposisi kesalahan dan kelalaian. Dalam perencanaan audit yang harus dipertimbangkan oleh auditor eksternal adalah maslah penetapan tingkat materialitas untuk tujuan audit (Ristyo Pramono, 2007:2). Jika auditor menemukan kesalahan yang material, dia akan meminta perhatian klien supaya melakukan tindakan perbaikan. Jika klien menolak untuk memperbaiki laporan keuangan, pendapat dengan kualifikasi atau pendapat tidak wajar akan dikeluarkan oleh auditor, tergantung pada sejauh mana materialitas kesalahan penyajian (Ristyo Pramon, 2007). Menurut penelitian yang dilakukan oleh Iriyadi dan Vannywati (2011) yang diperoleh hasil bahwa profesionalisme dan etika profesi berpengaruh positif terhadap pertimbangan tingkat materialitas, karena menurutnya dalam proses pengauditan dibutuhkan profesionalisme sekaligus etika profesi agar manajemen biaya yakin akan pendapat yang dinyatakan oleh seorang auditor yang bertugas mengaudit laporan keuangan yang bersangkutan. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Milka Martiyani (2011) yang berjudul Pengaruh Profesionalisme dan Kualitas Audit terhadap Tingkat Materialitas dalam pemeriksaan Laporan Keuangan, menjelaskan bahwa profesionalisme dan kualitas audit memiliki pengaruh positif terhadap tingkat materialitas. Itu artinya jika profesionalisme dan kualitas audit meningkat maka tingkat materialitasnya cenderung meningkat, tetapi jika profesionalisme dan kualitas audit
menurun
maka tingkat
materialitasnya juga akan menurun. Sedangkan menurut Deasiana (2009) dalam penelitiannya tersebut menyatakan bahwa profesionalisme mempunyai pengaruh
6
positif terhadap tingkat materialitas, sedangkan etika profesi bernilai negatif, sehingga etika profesi tidak memiliki pengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas, dimana pengembangan etika difokuskan pada Moral Reasoning dalam profesi akuntan (Auditor). Berdasarkan uraian penelitian sebelumnya diatas ditunjukan hasil penelitian yang berbeda-beda, oleh karena itu penulis tertarik untuk melakukan pengujian ulang untuk membuktikan seberapa besar pengaruh variabel independen x (bebas) terhadap variabel dependen y (terikat) kedalam bentuk penelitian yang diberi judul:
“PENGARUH
KUALITAS
AUDIT
PROFESONALISME, TERHADAP
ETIKA
PROFESI
PERTIMBANGAN
DAN
TINGKAT
MATERIALITAS DALAM PENGAUDITAN LAPORAN KEUANGAN (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Di Wilayah Jakarta Barat)”.
B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka penulis merumuskan masalah masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah profesionalisme berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam pengauditan laporan keuangan ? 2. Apakah etika profesi berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam pengauditan laporan keuangan ? 3. Apakah kualitas audit berpengaruh terhadap pertimbangan tingkat materialitas dalam pengauditan laporan keuangan ?
7
C. Pembatasan Masalah Pertimbangan Tingkat Materialitas suatu laporan keuangan akan mempengaruhi pendapat yang diberikan oleh auditor. Pertimbangan tingkat materilitas ini didukung oleh Profesionalisme, etika profesi dan Kualitas Audit Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini akan dibatasi pada faktorfaktor yang kemungkinan mempengaruhi Pertimbangan Tingkat Materialitas Auditor yaitu Profesionalisme, Etika profesi dan Kualitas Audit. Penelitian ini hanya dilakukan pada auditor yang bekerja di KAP Wilayah Jakarta Barat.
D. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang permasalahan, perumusan masalah dan batasan masalah maka tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan bukti empiris atas : 1. Pengaruh profesionalisme terhadap pertimbangan tingkat materialitas 2. Pengaruh etika profesi terhadap pertimbangan tingkat materialitas 3. Pengaruh kualitas audit terhadap pertimbangan tingkat materialitas
8
E. Manfaat Penelitian Berdasarkan hal tersebut diatas, penelitian yang dilakukan mempunyai beberapa manfaat baik bagi penulis maupun pihak-pihak yang terkait, adapun manfaat yang dapat diambil adalah sebagai berikut :
1. Bagi Penulis Untuk dapat menerapkan ilmu yang pernah diperoleh selama mengikuti perkuliahan khususnya auditing mengenai tanggung-jawab auditor terhadap tingkat materialitas dalam proses pengauditan laporan keuangan dan bisa dijadikan sebagai referensi pada penelitian yang sejenis di tahuntahun yang akan datang.
2. Manfaat bagi pihak Auditor Dapat memberikan kontribusi positif bagi auditor untuk memberikan pertimbangan yang lebih baik dan tepat sehingga didapatkan informasi untuk kemajuan profesi dan menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi auditor. Auditor diharapkan dapat membantu dalam membuat perencanaan audit atas laporan keuangan klien sehingga dengan pemahaman tentang materialitas laporan keuangan tersebut, auditor eksternal juga dapat meningkatkan kepercayaan para pemakai jasa audit dan meningkatkan tanggungjawab profesi akuntan publik didunia bisnis.
9
3. Bagi Pembaca Dapat digunakan untuk menambah wawasan dan ilmu pengetahuan serta dapat digunakan sebagai referensi bagi peneliti berikutnya untuk mempermudah dalam mengembangkan hasil penelitian ini dikemudian hari.
10