BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Keberadaan suatu perpustakaan tidak bisa dipisahkan dari pustakawan. Pustakawan merupakan seseorang yang memiliki kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan/atau pelatihan kepustakawanan serta mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan pengelolaan dan pelayanan perpustakaan (UU No 43 tahun 2007). Pustakawan merupakan tenaga pengelola perpustakaan, yang menjadi perancang sekaligus pelaksana segenap layanan yang ada di perpustakaan. Hal ini menjadikan pustakawan sebagai pemegang peran penting dalam pengelolaan perpustakaan. Peran pustakawan dalam pengelolaan perpustakaan seperti ini diakui oleh pemerintah melalui Surat Keputusan Menteri Negara Pendayaan Aparatur Negara (MENPAN) Nomor 18 tahun 1988 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka kreditnya. Peraturan ini kemudian juga dilengkapi dengan Surat Edaran Bersama (SEB) antara Kepala Perpustakaan Nasional
RI
dan
Kepala
Badan
Kepegawaian
Negara
Nomor
53649/MPK/1998 dan Nomor 15/SE/1998. Peraturan tersebut juga merupakan bentuk pengakuan atas kedudukan pustakawan dalam kelompok jabatan fungsional. Peraturan jenjang karir pustakawan ini sekaligus mencerminkan dorongan yang diberikan kepada para pustakawan agar mereka berusaha memaksimalkan segenap potensi yang dimiliki demi mencapai prestasi (Surachman, 2009). Adanya jenjang karir
1
2
melalui jabatan fungsional ini diharapkan bisa mendorong pustakawan untuk lebih produktif dalam menjalankan tugas dan fungsinya. Tugas-tugas ini berkaitan dengan: pengorganisasian dan pendayagunaan koleksi perpustakaan atau sumber-sumber informasi; pemasyarakatan perpustakaan, dokumentasi dan
informasi
(perpusdokinfo)
hingga
pengkajian
pengembangan
perpusdokinfo. Salah satu tugas utama yang diemban pustakawan dalam bidang pengkajian dan pengembangan perpusdokinfo adalah pengembangan profesi. Salah satu unsur dalam pengembangan profesi adalah kegiatan menulis karya ilmiah, baik yang dipublikasikan maupun dipresentasikan dalam seminar atau pertemuan ilmiah (Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2008). Penulisan karya ilmiah di kalangan pustakawan merupakan hal yang penting, karena ia merupakan sarana pengembangan keilmuan sekaligus sarana komunikasi profesi. Atas dasar nilai strategis ini, maka wajar apabila pemerintah memberikan dukungan terhadap kegiatan penulisan karya ilmiah. Dukungan ini terlihat dari peraturan angka kredit pustakawan. Salah satu ketentuan dalam peraturan tersebut menyatakan bahwa kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan penulisan karya ilmiah digolongkan dalam unsur utama dalam pengajuan Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit (DUPAK), bukan unsur penunjang. Ketentuan angka kredit pustakawan juga mengatur bahwa nilai angka kredit untuk kegiatan pengembangan profesi ini lebih besar daripada
3
nilai angka kredit untuk kegiatan teknis. Sebagai gambaran, nilai angka kredit untuk penulisan karya ilmiah
yang dimuat dalam majalah ilmiah
perpusdokinfo adalah 2 untuk setiap artikel. Nilai ini jauh lebih tinggi apabila dibandingkan dengan nilai angka kredit untuk pengolahan bahan pustaka, berupa klasifikasi sederhana, yang hanya bernilai 0,003 untuk setiap judul bahan pustaka (Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, 2008). Kegiatan penulisan karya ilmiah di kalangan pustakawan juga mendapatkan dukungan dari berbagai institusi. Berbagai perpustakaan dan organisasi perpustakaan telah menerbitkan jurnal ataupun majalah ilmiah untuk mewadahi karya ilmiah pustakawan. Redaksi jurnal dan majalah ilmiah bahkan menyediakan imbalan untuk setiap karya ilmiah yang dimuat. Tidak hanya itu, berbagai perpustakaan dan organisasi perpustakaan juga seringkali menyelenggarakan pelatihan dan lomba penulisan karya ilmiah bagi pustakawan. Namun, dukungan dalam berbagai bentuk tersebut ternyata belum bisa menarik pustakawan untuk lebih aktif dalam kegiatan penulisan karya ilmiah. Ini dapat diketahui dari keluhan yang disampaikan oleh pengelola jurnal dan majalah ilmiah perpustakaan di Indonesia. Menurut mereka, walau jumlah jurnal perpustakaan cukup banyak, namun kontinuitas penerbitannya masih tersendat. Kendala kontinuitas ini diantaranya disebabkan oleh kurangnya tulisan pustakawan. Menurut Haryono, hal ini ditengarai karena motivasi pustakawan menulis di kalangan pustakawan yang relatif rendah (Haryono dan Pranoto dalam Sumantri, 2004).
4
Bila ini dirunut lebih jauh lagi, ternyata karya ilmiah yang ditulis oleh pustakawan juga tergolong sangat terbatas. Beberapa artikel yang diterbitkan dalam beberapa jurnal perpustakaan umumnya ditulis oleh pustakawan senior, sedangkan tulisan pustakawan muda relatif sedikit (Pranoto dalam Sumantri, 2004). Hal ini terbukti melalui kajian sebaran butir kegiatan
pustakawan
di
Institut
Pertanian
Bogor.
Hasi
kajian
ini
memperlihatkan bahwa kegiatan penulisan karya ilmiah masih didominasi oleh Pustakawan Madya, padahal kegiatan tersebut seharusnya dapat dilakukan oleh pustakawan dari semua jenjang (Khayatun, 2008). Fakta lain yang bisa digunakan untuk membantu memahami penulisan karya ilmiah di kalangan pustakawan adalah hasil evaluasi yang dilakukan oleh Pusat Perpustakaan Pertanian dan Komunikasi Penelitian. Hasil penelitian
ini
menunjukkan
bahwa
terbatasnya
karya
tulis
para
pustakawan/petugas perpustakaan disebabkan karena kualitas tulisan yang tidak layak terbit (Sumantri, 2004). Uraian di atas mencerminkan berbagai sisi permasalahan yang berkaitan dengan produktivitas karya ilmiah di kalangan pustakawan. Produktivitas ini berkaitan dengan jumlah tulisan yang dihasilkan oleh penulis dalam jangka waktu tertentu (Kellog, 1994: 62). Produktivitas ilmiah sendiri merupakan tuntutan bagi mereka yang bekerja di bidang pengembangan ilmu, contohnya dosen. Di kalangan dosen, produktivitas seorang dosen akan dinilai buruk bila ia tidak menjalankan proses pengembangan keilmuan, berupa penelitian, karya ilmiah, dll. (Santoso
5
dalam Sumardi, 2009). Tentu hal seperti ini juga berlaku pula bagi pustakawan, yang juga memiliki tugas dalam pengembangan profesi melalui penulisan karya ilmiah. Produktivitas karya ilmiah di kalangan pustakawan menarik untuk dikaji karena selain mendapatkan dukungan dari berbagai pihak, pustakawan juga memiliki akses terhadap sumber informasi yang luas dan beragam (Sumantri, 2004). Mereka juga dituntut untuk dapat mengajarkan literasi informasi, yakni keterampilan dalam mencari, mengevaluasi, mengelola dan menggunakan informasi kepada masyarakat pengguna perpustakaan. Hal ini tentu membawa implikasi bahwa pustakawan harus bisa mempraktikkan literasi informasi, sebelum mengajarkan keterampilan ini kepada para pengguna perpustakaan. Salah satu bentuk praktik literasi informasi yang bisa dilakukan oleh pustakawan adalah melalui penulisan karya ilmiah. Literasi
informasi
sendiri
memiliki
keterkaitan
dengan
permasalahan kualitas dan kuantitas karya ilmiah yang telah diuraikan sebelumnya. Literasi informasi yang rendah akan
mengakibatkan kualitas
karya ilmiah yang dihasilkan belum memenuhi standar yang ditetapkan. Inilah yang disebut dengan istilah “garbage in, garbage out” (Donaldson, 2004). Istilah ini mengandung makna bahwa penggunaan informasi yang tidak bermutu pada akhirnya akan mengakibatkan rendahnya kualitas hasil tulisan. Literasi informasi juga berpengaruh pada kuantitas karya ilmiah (Ranaweera, tanpa tahun). Produktivitas menulis, dalam hal ini dilihat dari kuantitas karya ilmiah, tidak hanya memerlukan kemampuan dalam mencari
6
informasi, memahami bacaan, mengingat informasi, namun juga proses berpikir (Kellog, 1994). Semua ini tercakup dalam literasi informasi (Todd, 1999). Alasan-alasan di atas memperkuat alasan mengapa pustakawan harus melek informasi (information literate). Melek informasi sendiri bisa dicapai ketika seseorang menunjukkan perilaku melek informasi (Boon, dkk dalam Timmers, 2009). Dengan demikian, melek informasi tidak hanya mencakup pengetahuan tentang cara mencari, mengevaluasi dan menggunakan informasi, namun juga menunjukkan perilaku informasi yang efektif (Todd, 1999). Pembahasan literasi informasi dengan melihat aspek kognitif dan perilaku ini tentu tidak bisa lepas dari pembahasan tentang modal manusia. Modal manusia merupakan akumulasi pengetahuan dan keterampilan yang didapatkan seseorang melalui pendidikan, pelatihan atau dari pengalaman hidup (Hubbard, O'Brien, dan Rafferty, 2012: 165). Dengan demikian, modal manusia sebenarnya terbentuk dari pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Ketiga hal ini memperluas pengalaman seseorang dalam berinteraksi dengan informasi. Pengalaman berinteraksi dengan informasi ini dapat menumbuhkan literasi informasi (Bruce, 2012). Modal manusia juga menjadi faktor pendorong produktivitas individu. Seseorang yang mengembangkan modal manusia berarti ia telah meningkatkan kapasitas produktif mereka (Becker, 1964). Akumulasi
7
pengetahuan dan keterampilan ini menyebabkan seseorang akan mampu menyelesaikan pekerjaannya dengan lebih baik. Pemanfaatan modal manusia dalam pelaksanaan suatu tugas atau pekerjaan sendiri juga berkaitan dengan motivasi seseorang. Potensi modal manusia akan mencapai titik maksimal manakala seseorang memiliki motivasi untuk memanfaatkan potensi yang ia miliki (Fey, 2005). Dengan demikian, maka produktivitas juga dipengaruhi oleh motivasi. Dari uraian yang telah dipaparkan, maka dapat dilihat keterkaitan antara modal manusia, literasi informasi dan motivasi dengan produktivitas karya ilmiah di kalangan pustakawan. Hal tersebut menjadi dasar dalam melakukan kajian terhadap produktivitas karya ilmiah di kalangan pustakawan Universitas Diponegoro (UNDIP). UPT Perpustakaan UNDIP berusaha mendorong kegiatan penulisan karya ilmiah di kalangan pustakawan dengan menetapkan beberapa kebijakan. Kebijakan tersebut diantarnya berupa: penyediaan wadah untuk penerbitan karya ilmiah pustakawan berupa majalah ilmiah “Warta Perpustakaan”; penyelenggaraan
Forum
Komunikasi
Pustakawan
untuk
mendorong
pustakawan untuk menyampaikan hasil karya ilmiah yang telah mereka susun kepada rekan-rekannya; pelatihan penulisan karya ilmiah untuk meningkatkan kemampuan menulis para pustakawan, bahkan pelatihan pemanfaatan blog sebagai sarana publikasi karya ilmiah pustakawan. Kebijakan-kebijakan ini diharapkan dapat mendorong pustakawan untuk lebih aktif dalam kegiatan penulisan karya ilmiah, demi pengembangan
8
kapasitas pustakawan sendiri, pengembangan profesi pustakawan maupun pengembangan UNDIP sebagai institusi. Terkait dengan tujuan yang terakhir UPT
Perpustakaan
UNDIP
berusaha
menjaga
keberlanjutan
“Warta
Perpustakaan”, majalah ilmiah terbitan UPT Perpustakaan UNDIP. Selain itu, UPT Perpustakaan UNDIP juga berusaha untuk mendorong pustakawan agar memberikan sumbangan terhadap usaha peningkatan peringkat webometrics UNDIP melalui karya ilmiah yang mereka tulis. Namun, tujuan ini belum bisa sepenuhnya tercapai. Redaksi “Warta Pustakawan” masih mengalami kesulitan dalam mendapatkan tulisan dari pustakawan UNDIP. Sejak penerbitannya dari tahun 1977, penerbitan “Warta Perpustakaan” bahkan sempat terhenti beberapa kali, yaitu pada periode 19801994, dan 2000-2010. Salah satu kendala yang ditemui dalam kontinuitas publikasi ini adalah terbatasnya artikel yang diserahkan kepada redaksi. Redaksi “Warta Pustakawan” menyatakan bahwa jumlah artikel yang masuk masih sedikit. Sedikitnya jumlah tulisan pustakawan ini juga bisa ditelusuri melalui Daftar Usulan Angka Kredit Pustakawan. Dari 39 pustakawan, 15 orang tidak pernah mengajukan karya ilmiah dalam Daftar Usulan Penetapan Angka Kredit. Apabila hal di atas dilihat dari sudut pandang produktivitas ilmiah, maka bisa dikatakan bahwa produktivitas karya ilmiah di kalangan pustakawan UNDIP belum baik, karena belum semua pustakawan melakukan kegiatan ini. Kenyataan di atas mendorong penulis untuk mengetahui lebih lanjut tentang bagaimana pengaruh modal manusia, literasi informasi dan
9
motivasi terhadap produktivitas karya ilmiah di kalangan pustakawan Universitas Diponegoro.
1.2 Masalah Penelitian Bertolak dari latar belakang penelitian yang telah dipaparkan di atas, penulis merumuskan masalah yang akan dijawab dalam penelitian ini sebagai berikut : “Bagaimana pengaruh modal manusia, literasi informasi dan motivasi terhadap produktivitas karya ilmiah di kalangan pustakawan Universitas Diponegoro?”
1.3 Tujuan Penelitian Sejalan dengan masalah penelitian di atas, tujuan penelitian dalam tesis adalah untuk mengetahui pengaruh modal manusia, literasi informasi, dan
motivasi terhadap produktivitas penulisan karya ilmiah di kalangan
pustakawan.
1.4 Manfaat Penelitian Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat teoritis dan praktis, yaitu : 1. Manfaat teoritis Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian teoritis guna penelitian lebih lanjut mengenai pengaruh modal manusia, literasi informasi, motivasi dan produktivitas karya ilmiah pustakawan. Diharapkan pula bahwa hasil penelitian ini dapat memperkaya khasanah
10
penelitian di bidang ilmu informasi dan perpustakaan, terutama mengenai literasi informasi. 2. Manfaat praktis Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada berbagai pihak yang berkeinginan untuk mendorong produktivitas karya ilmiah di kalangan pustakawan.
1.5 Keaslian Penelitian Beberapa penelitian yang berkaitan dengan modal manusia, literasi informasi, motivasi ataupun produktivitas karya ilmiah pustakawan telah dilakukan sebelumnya, diantaranya yang dilakukan oleh Mas'an (2011) dan Wulandari (2010). Adapun perbedaan penelitian ini dengan kedua penelitian tersebut dapat dilihat melalui tabel berikut ini. Tabel 1.1 Perbandingan Penelitian Pembeda
Penelitian Wulandari (2011)
Penelitian Mas’an (2011)
Perbedaan dengan penelitian ini
Judul
Literasi Informasi Pustakawan dan Kaitannya dengan Faktor Internal Pustakawan: Studi Deskriptif pada Pustakawan Perguruan Tinggi Swasta di Surabaya
Motivasi dan Kemampuan Pustakawan dalam Menulis Karya Ilmiah pada Perpustakaan Universitas Airlangga
Pengaruh Modal Manusia, Literasi Informasi dan Motivasi terhadap Produktivitas Karya Ilmiah Pustakawan
Metode penelitian
Pendekatan kuantitatif deskriptif menggunakan metode survei
Pendekatan kuantitatif deskriptif menggunakan metode survei.
Pendekatan kuantitatif menggunakan metode survei
11
Populasi berupa pustakawan di perguruan tinggi swasta di Surabaya. Teknik pengambilan sampel dengan simple random sampling.
Populasi berupa pustakawan di Perpustakaan Universitas Airlangga, dengan pendidikan minimal D2. Teknik pengambilan sampel dengan purposive sampling.
Populasi penelitian berupa pustakawan di Universitas Diponegoro. Teknik pengambilan sampel dengan total sampling.
Teknik pengumpulan data
Data primer dikumpulkan melalui wawancara terstruktur
Data primer dikumpulkan melalui kuesioner dengan pertanyaan terbuka.
Data primer dikumpulan dengan kuesioner dengan pertanyaan jawaban tertutup, semi terbuka dan terbuka serta wawancara.
Analisis data
Analisa deskriptif
Analisa deskriptif
Pengujian pengaruh dengan metode SEM
Hasil penelitian
Tingkat literasi informasi pustakawan di PTS di Surabaya tergolong tinggi. Faktor internal pustakawan, yaitu : motivasi dan sikap terhadap profesi pustakawan berhubungan dengan tingkat literasi informasi pustakawan.
Motivasi yang mendasari pustakawan dalam menulis karya ilmiah adalah instrumentalitas. Keyakinan akan perolehan penghargaan mendorong pustakawan untuk menulis karya ilmiah demi mencapai jabatan yang lebih tinggi. Kemampuan pustakawan dalam menulis tidak hanya terbatas pada kegiatan menulis karya ilmiahnya, namun juag memperhatikan sikap rekan kerja maupun atasan.
Populasi dan sampel