1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia saat ini mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang pesat di
berbagai sektor khususnya di bidang perekonomian. Hal ini sesuai yang diamanatkan Pancasila dan Undang-Undang 1945 dalam rangka mensejahterakan rakyat. Guna menopang pertumbuhan perekonomian maka negara membutuhkan sumber daya keuangan besar baik yang berasal dari dalam maupun luar negeri. Adapun sumber daya keuangan yang berasal dari dalam antara lain adalah pajak, bea, cukai, dan migas. Sehingga untuk mencapai tujuan dalam pembangunan nasional dilakukan upaya meningkatkan penerimaan khususnya penerimaan pajak, karena pajak dianggap sebagai sumber penerimaan negara yang paling dominan dalam membiayai penyelenggaraan negara guna menuju pada kemandirian dalam pembangunan sehingga Indonesia tidak terus menerus bergantung pada pinjaman dari negara lain. Berbagai
Strategi
diupayakan
dalam
rangka
untuk
meningkatkan
penerimaan dari sektor pajak, baik peraturan perundang-undangan perpajakan, sistim pemungutan pajaknya, maupun aparatur pajaknya dalam hal ini adalah Kantor Pelayanan Pajak. Terutama dalam rangka mengoptimalkan penerimaan pajak, sistem perpajakan Indonesia mengalami perubahan pada tahun 1984 dari official assessment system menjadi self assessment system dalam pemungutan pajak, dimana Wajib Pajak diberi kepercayaan untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak terutangnya dengan menggunakan sarana yang disebut
2
dengan Surat Pemberitahuan (SPT) dan Surat Setoran Pajak(SSP) sesuai dengan tempat tinggal dan tempat kedudukan Wajib Pajak. Sebagai konsekuensi pemberian kepercayaan tersebut, wajib pajak wajib menyampaikan surat pemberitahuan berikut keterangan dan/atau dokumen yang harus dilampirkan yang telah diisi secara benar, lengkap dan jelas. Self assesment system ini dapat berjalan secara efektif melalui keterbukaan dan pelaksanaan penegakan hukum (law enforcement) yang merupakan hal yang paling utama. Kepercayaan yang sangat besar dari pemerintah kepada wajib pajak untuk menghitung sendiri pajak yang harus dibayarnya harus diimbangi dengan upaya penegakan hukum dan pengawasan yang ketat atas kepatuhan wajib pajak dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya. Penegakan hukum ini dapat dilakukan dengan adanya pemeriksaan atau penyidikan pajak dan penagihan Dalam pelaksanaan self assessment system, Wajib Pajak dapat melakukan kesalahan atau kelalaian seperti terlambat menyampaikan SPT, terlambat menyetor pajak yang terutang, serta tidak membuat faktur pajak atau membuat faktur pajak tidak tepat waktu sebagai Pengusaha Kena Pajak(PKP), sehingga Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Tagihan Pajak (STP). Begitu juga dengan pajak yang terutang yang kurang atau lebih dari seharusnya dilaporkan oleh Wajib Pajak, Direktorat Jenderal Pajak juga akan menerbitkan Surat ketetapan Pajak (SKP) yang dilakukan setelah pemeriksaan. Di dalam pelaksanaanya Penerbitan SKP dan STP dapat terjadi karena kesalahan manusia (human error) seperti kesalahan hitung, kesalahan tulis, dan kesalahan dalam penerapan undang-undang yang mengakibatkan SKP dan STP menjadi tidak benar. Oleh karena itu diperlukan suatu mekanisme dan aturan
3
mengenai Penerbitan Kembali SKP dan STP sehingga hak dan kewajiban Wajib Pajak dan Negara terpenuhi sesuai dengan peraturan undang-undang yang berlaku. Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik memaparkan topik dalam laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang berjudul “ Mekanisme Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT, dan STP di KPP Pratama Medan Timur” .
1.2. Tujuan Penulisan Adapun yang menjadi tujuan penulisan ini adalah : 1. Mengetahui Mekanisme Penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan STP di KPP Pratama Medan Timur. 2. Untuk dapat mempelajari serta membandingkan teori yang dipelajari dengan penerapan yang berada di KPP Pratama Medan Timur.
4
BAB II LANDASAN TEORI
2.1
Pajak
2.1.1. Pengertian Pajak Para ahli dalam bidang ekonomi memberikan berbagai defenisi pajak yang pada hakekatnya mempunyai pengertian dan tujuan yang sama. Untuk lebih memahami pengertian pajak, maka dikemukakan beberapa defenisi pajak. Undang-undang No. 16 Tahun 2009, Pasal 1 angka 1 tentang perubahan keempat atas Undang-undang No.26 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) bahwa “Pajak adalah kontribusi Wajib Pajak kepada negara yang
terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat”. Menurut Rochmat Soemitro, bahwa “Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum”. Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pajak memiliki unsur-unsur sebagai berikut: 1. Iuran dari rakyat kepada negara Yang berhak memungut pajak hanya negara. Iuran tersebut berupa uang (bukan barang).
5
2. Berdasarkan undang-undang Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan-aturan pelaksanaannya. 3. Tanpa jasa timbal atau kontraprestasi Tanpa jasa timbal balik ataupun kontraprestasi dari negara yang secara langsung dapat ditunjuk. Dalam pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah. 4. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara yaitu pengeluaranpengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.
2.1.2. Fungsi Pajak Adapun yang menjadi fungsi pajak menurut Prof. Dr. Mardiasmo, MBA., Ak adalah sebagai berikut: a. Fungsi Penerimaan (Budgetair) Yaitu fungsi yang bertujuan untuk memasukkan uang sebanyakbanyaknya ke kas negara untuk keperluan pengeluaran rutin dan pengeluaran pembangunan dan bila ada sisa (surplus) akan digunakan sebagai tabungan pemerintah atau investasi pemerintah. b. Fungsi Mengatur (Regulerend) Pajak sebagai alat pengatur kehidupan ekonomi dengan jalan mempengaruhi produksi, konsumsi, perdagangan dan perkembangan harga.
6
2.1.3. Jenis-jenis Pajak Dapat digolongkan menjadi 3 jenis yaitu: menurut golongan, sifat, dan lembaga pemungutnya. 1. Menurut Golongan a. Pajak Langsung Yaitu pajak yang harus dipikul sendiri oleh wajib pajak dan tidak dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Tidak Langsung Yaitu Pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau dilimpahkan kepada orang lain. Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 2. Menurut Sifatnya a. Pajak Subjektif, yaitu pajak yang berpangkal atau berdasarkan pada subjeknya, dalam arti memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contohnya: Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Objektif, yaitu pajak yang berpangkal pada objeknya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib pajak. Contohnya: Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPN dan PPnBM) 3. Menurut Lembaga Pemungutnya Jenis pajak dapat dibagi menjadi dua, yaitu: jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat (pajak pusat) dan jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah (pajak daerah).
7
Pajak Pusat adalah jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh Departemen Keuangan yaitu Direktur Jenderal Pajak. Hasil dari pemungutan pajak pusat merupakan bagian dari Penerimaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jenis pajak pusat yang dikelola oleh Direktur Jenderal Pajak adalah: a. Pajak Penghasilan (PPh) b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) d. Bea Materai (BM) Berdasarkan keterangan diatas, maka akan dijelaskan secara rinci mengenai pajak pusat sebagai berikut :
a. Pajak Penghasilan (PPh) Peraturan mengenai Pajak Penghasilan diatur dalam Undangundang No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pengertian penghasilan dalam undang-undang pajak penghasilan tidak memperhatikan adanya penghasilan dari sumber tertentu, tetapi pada adanya
tambahan
kemampuan
ekonomis.
Tambahan
kemampuan
ekonomis yang diterima oleh wajib pajak merupakan ukuran terbaik mengenai kemampuan wajib pajak tersebut untuk ikut bersama-sama
8
memikul biaya yang diperlukan pemerintah untuk kegiatan rutin dan pembangunan. Karena undang-undang pajak penghasilan menganut pengertian penghasilan yang luas maka semua jenis penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam satu tahun pajak digabungkan untuk mendapatkan Dasar Pengenaan Pajak (DPP). Yang menjadi objek pajak adalah penghasilan yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima oleh wajib pajak baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apa pun.
b. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Peraturan mengenai Pajak Pertambahan Nilai diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan
Undang-undang
Nomor
18
Tahun
2000
tentang
Pajak
Pertambahan Nilai. Karakteristik Pajak Pertambahan Nilai yang dikemukakan oleh Ben Terra dapat dirincikan sebagai berikut : 1. PPN merupakan pajak tidak terutang Dari sudut pandang ekonomi PPN dapat dikatakan pajak tidak langsung karena beban pajak dialihkan kepada pihak lain yaitu pihak yang akan mengkonsumsi barang atau jasa yang menjadi objek pajak. Sedangkan dari yuridis, tanggung jawab pembayaran pajak kepada kas negara tidak berada di tangan pihak yang
9
memikul beban pajak. Apabila pembeli atau penerima pajak jasa telah membayar pajak terutang kepada penjual atau pengusaha jasa, pada hakikatnya sama dengan telah membayar pajak ke kas negara. 2. Pajak Objektif Merupakan suatu jenis pajak yang saat timbulnya kewajiban pajak ditentukan oleh keadaan, peristiwa atau perbuatan hukum yang dapat dikenakan pajak. 3. Multi Stage Tax Merupakan karakteristik PPN dikenakan pada setiap jalur produksi maupun jalur distribusi. 4. PPN adalah jenis pajak atas konsumsi umum dalam negeri. 5. PPN bersifat netral. 6. Tidak menimbulkan dampak pengenaan pajak berganda (P3B).
c. Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) Pajak Penjualan Atas Barang Mewah memiliki karateristik yang sedikit berbeda dengan Pajak Pertambahan Nilai, yaitu : 1. PPnBM dipungut merupakan pungutan tambahan disamping PPN. 2. PPnBM hanya dipungut satu kali yaitu pada saat impor barang kena pajak (BKP) yang tergolong mewah, atau atas penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP) pabrikan dari BKP yang tergolong mewah tersebut.
10
3. PPnBM tidak dapat dikreditkan dengan PPN. 4. Meskipun demikian apabila eksportir mengespor BKP yang tergolong mewah, PPnBM yang dibayar pada saat perolehannya dapat diminta kembali.
Yang di maksud dengan BKP tergolong mewah : 1. Bahwa barang tersebut bukan merupakan barang kebutuhan pokok. 2. Barang tersebut di konsumsi oleh masyarakat yang berpenghasilan tinggi. 3. Barang tersebut dikonsumsi untuk menunjukan status. 4. Apabila dikonsumsi dapat merusak kesehatan dan moral masyarakat serta menganggu ketertiban masyarakat seperti minuman berakhohol.
Pengembalian kelebihan pembayaran PPnBM terjadi karena diberikannya fasilitas PPnBM yang terlanjur dipungut. Oleh karena itu PPnBM
atas
perolehan
tersebut
barang
kena
pajak
yang
penyerahannya mendapat fasilitas tersebut bisa diminta kembali oleh Pengusaha Kena Pajak atau orang atau badan tertentu tersebut.
11
d. Bea Materai (BM) Diatur dalam UU nomor 13 tahun 1985 tentang Bea Materai. Bea Materai merupakan pajak atas dokumen. Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan : 1.
Dokumen adalah kertas yang berisian tulisan yang mengandung arti dan maksud tentang perbuatan, keadaan, atau kenyataan bagi seorang atau pihak-pihak yang berkepentingan.
2. Benda Materai adalah materai tempel dan kertas materai yang dikeluarkan oleh pemerintah Republik Indonesia. 3. Tandatangan
adalah
tandatangan
sebagaimana
lazimnya
dipergunakan termasuk pula taraf, teraan, cap tandatangan atau cap paraf, teraan cap nama atau tandatangan lainnya sebagai pengganti tandatangan. 4.
Pemateraian kemudian adalah suatu cara pelunasan bea materai yang dilakukan oleh pejabat pos atas permintaan pemegang dokumen yang bea materainya belum dilunasi sebagaimana mestinya.
2.1.4. Tarif Pajak 1. Tarif Sebanding/Proporsional Tarif berupa presentasi tetap terhadap berapapun yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang proporsional terhadap besarnya nilai yang dikenai pajak. Semakin besar penghasilan, semakin besar pajak dibayar.
12
2. Tarif Tetap Tarif berupa jumlah yang tetap (sama) terhadap berapapun jumlah yang dikenai pajak sehingga besarnya pajak yang terutang tetap. 3. Tarif Progresif Persentase tarif yang digunakan semakin besar bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar. 4. Tarif Degresif Persentase tarif yang digunakan semakin kecil bila jumlah yang dikenai pajak semakin besar.
2.1.5. Asas Pemungutan Pajak Untuk mencapai tujuan pemungutan pajak perlu memegang teguh asasasas pemungutan dalam memilih alternatif pemungutannya. Sehingga terdapat keserasian pemungutan pajak dengan tujuan dan asas yang masih diperlukan lagi yaitu pemahaman atas perlakuan pajak tertentu. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut. 1. Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin tinggi pajak yang dibebankan. 2. Asas manfaat : pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum. 3. Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat.
13
4. Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama (diperlakukan sama). 5. Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecilkecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandinglan sengan nilai obyek pajak. Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.
2.1.6
Syarat Pemungutan Pajak Agar pemungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan,
maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: a. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum yaitu mencapai keadilan, undangundang dan pelaksanaan pemungutan harus adil. Adil dalam perundangundangan diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing, sedangkan adil dalam pelaksanaannya yaitu dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan, penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada Pengadilan Pajak. b. Pemungutan pajak harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis) Di Indonesia pajak harus diatur dalam UUD 1945 Pasal 23 ayat (2), hal ini memberikan jaminan hukum untuk menyatakan keadilan baik bagi negara maupun warganya. c. Tidak mengganggu perekonomian (syarat ekonomis) Pemungutan tidak boleh mengganggu kelancaran kegiatan
14
produksi maupun perdagangan sehingga tidak menimbulkan kelemahan perekonomian masyarakat. d. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial) Sesuai dengan fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutannya. e. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan yang sederhana ini akan memudahkan dan mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini telah dipenuhi oleh undang-undang perpajakan yang baru.
2.1.7. Sistem Pemungutan Pajak a. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. b. Self Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. c. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus dan bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak.
15
2.1.8. Timbul dan Hapusnya Utang Pajak a. Ajaran Formil Utang pajak timbul karena dikeluarkannya surat keterangan pajak oleh fiskus. Ajaran ini diterapkan pada official assessment system. b. Ajaran Material Utang pajak timbul karena berlakunya undang-undang. Seseorang dikenai pajak karena suatu keadaan dan perbuatan. Ajaran ini diterapkan pada self assessment system. Hapusnya utang pajak dapat disebabkan beberapa hal: -
Pembayaran
-
Kompensasi
-
Daluarsa
-
Pembebasan dan penghapusan
2.1.9. Hambatan Pemungutan Pajak a. Perlawanan Pasif Masyarakat enggan (pasif) membayar pajak yang dapat disebabkan antara lain: 1. Perkembangan intelektual dan moral masyarakat. 2. Sistem perpajakan yang (mungkin) sulit dipahami masyarakat. 3. Sistem kontrol tidak dapat dilakukan atau dilaksanakan dengan baik.
16
b. Perlawanan Aktif Perlawanan aktif
meliputi semua usaha dan
perbuatan yang secara
langsung ditunjukkan kepada fiskus dengan tujuan untuk menghindari pajak. Bentuknya antara lain: 1. Tax avoidance, usaha meringankan beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang. 2. Tax exasion, usaha meringankan beban pajak dengan cara melanggar undang-undang (menggelapkan pajak).
2.2.
Surat Pemberitahuan (SPT) Berdasarkan Pasal 1 angka 16 UU KUP, Surat Pemberitahuan adalah surat
yang oleh wajib pajak digunakan untuk melaporkan perhitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, harta dan kewajiban, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
2.2.1. Fungsi SPT Bagi wajib pajak, penghasilan sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah pajak yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a. Pembayaran atau pelunasan pajak yang telah dilaksanakan sendiri dan/atau melalui pemotongan atau pemungutan pihak lain dalam 1 (satu) Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak. b. Penghasilan yang merupakan objek pajak dan/atau bukan objek pajak.
17
c. Harta dan kewajibannya. d. Pembayaran dari pemotong atau pemungut tentang pemotongan atau pemungutan pajak orang pribadi atau badan lain dalam 1 (satu) Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi Pengusaha Kena Pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan penghitungan jumlah Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang sebenarnya terutang dan untuk melaporkan tentang : a. Pengkreditan Pajak Masukan terhadap Pajak Keluaran. b. Pembayaran atau pelunasan pajak dan/atau melalui pihak lain dalam satu Masa Pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan. Bagi pemotong dan pemungut pajak, fungsi Surat Pemberitahuan adalah sebagai sarana untuk melaporkan dan mempertanggungjawabkan pajak yang dipotong atau dipungut, dan disetorkannya.
2.2.2. Jenis Surat Pemberitahuan Adapun jenis SPT dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Masa Pajak, yang meliputi : a. SPT Masa PPh pasal 15 b. SPT Masa PPnBM pasal 22 c. SPT Masa PPh pasal 21/26 dan 23/26 d. SPT masa PPh pasal 25 dan 29 e. SPT Masa 4 ayat (2) 18
2. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak, yang meliputi : a. SPT Tahunan Wajib Pajak Orang Pribadi termasuk Orang Pribadi yang melakukan pekerjaan bebas atau kegiatan usaha dan Orang Pribadi Karyawan yang tidak melakukan pekerjaan bebas yang menerima penghasilan dari satu pemberi kerja, atau menerima penghasilan dalam negeri lainnya dan yang dikenal penghasilan bersifat final. b. SPT Tahunan Wajib Pajak Badan.
2.2.3. Syarat Penyampaian SPT Wajib pajak mengisi Surat Pemberitahuan dengan benar, lengkap, dan jelas dalam Bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, satuan mata uang rupiah dan menandantangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat wajib pajak terdaftar atau dikukuhkan atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Yang dimaksud dengan pengisian secara benar, lengkap, dan jelas adalah : 1. Benar adalah benar dalam penghitungan, termasuk benar dalam penerapan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dalam penulisan dan sesuai dengan keadaan yang sebenarnya. 2. Lengkap adalah memuat semua unsur-unsur yang berkaitan dengan objek pajak dan unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT.
19
3. Jelas adalah melaporkan asal-usul atau sumber dari objek pajak dan unsur-unsur lain yang harus dilaporkan dalam SPT.
2.2.4. Batas Jangka Waktu dan Sanksi Penyampaian SPT Berdasarkan Pasal 3 ayat (3) UU KUP, batas jangka waktu SPT : 1. Untuk SPT Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir masa pajak. 2. Untuk SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi, paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak. 3. Untuk SPT Tahunan PPh WP Badan, paling lama 4 bulan setelah akhir tahun pajak. Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan makanya akan dikenai sanksi administrasi berupa denda yang berdasarkan Pasal 7 ayat (1) UU KUP : a. SPT Masa PPN denda Rp 500.000 b. SPT Masa lainnya denda Rp 100.000 c. SPT PPh WP Badan denda Rp 1.000.000 d. SPT Tahunan PPh WP Orang Pribadi denda Rp 100.000
2.3.
Pemeriksaan Pajak
2.3.1. Pengertian Pemeriksaan Pajak Beberapa ahli memberikan definisi mengenai pemeriksaan (auditing) khususnya yang berhubungan dengan perpajakan, yaitu :
20
a. Mulyadi menyatakan bahwa ”Pemeriksaan (auditing) sebagai suatu proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif mengenai pernyataan- pernyataan tentang kegiatan dan kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuaian antara pernyataan – pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah di tetapkan, serta penyampaian hasil – hasilnya kepada pemakai yang berkepentingan.” b. Agoes menyatakan bahwa “Pemeriksaan (auditing) sebagai suatu pemeriksaan yang dilakukan secara kritis dan sistematis, oleh pihak yang independent, terhadap laporan keuangan yang disusun oleh manajemen, beserta catatan - catatan pembukuan dan bukti - bukti pendukungnya, dengan tujuan untuk dapat memberikan pendapat mengenai kewajaran laporan keuangan tersebut.” c. Pemeriksaan pajak yang berdasarkan Undang-undang Nomor 16 2009 Pasal 1 angka 25, tentang
Tahun
Ketentuan Umum dan Tata Cara
Perpajakan menyatakan, bahwa : “Pemeriksaan pajak adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan professional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain”.
2.3.2.
Dasar Hukum Pemeriksaan Pajak 1. Undang-undang nomor 6 Tahun 1983 tentang KEtentuan Umum dan Tata Cara perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3262) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan
21
Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 (Lembara Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4999) 2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 199/PMK.03/2007 tentang Tata Cara Pemeriksaan, sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.03/2011 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak. 3. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomro PER-19/PJ/2008 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemeriksaan Lapangan. 4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor Per-20/PJ/2008 tentang Petunjuk Pelaksaan Pemeriksaan Kantor. 5. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-9/PJ/2010 tentang Standar
Pemeriksaan
untuk
Menguji
Kepatuhan
Pemenuhan
Kewajiban Perpajakan.
2.3.3
Tujuan Pemeriksaan
a. Tujuan pemeriksaan menurut undang-undang dalam menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan untuk memberikan kepastian hukum, keadilan, dan pembinaan kepada wajib pajak, yang dapat dilakukan dalam hal : 1) Surat Pemberitahuan menunjukan kelebihan pembayaran pajak, termasuk yang telah diberikan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak. 2) Surat Pemberitahuan Tahunan pajak penghasilan menunjukan rugi.
22
3) Surat Pemberitahuan tidak disampaikan atau disampaikan tidak ada waktu yang telah ditetapkan. 4) Surat Pemberitahuan yang memenuhi kriteria seleksi yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. 5) Ada indikasi kewajiban perpajakan selain kewajiban tersebut tidak dipenuhi. b. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundangundangan perpajakan, yang dapat dilakukan dalam hal : 1) Pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak 2) Penghapusan Nomor Pokok Wajib Pajak 3) Pengukuhan atau pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak 4) Wajib Pajak mengajukan keberatan 5) Pengumpulan bahan guna penyusunan Norma Penghitungan Penghasilan Netto (NPPN) 6) Pencocokan data dan alat keterangan 7) Penentuan Wajib Pajak berlokasi di daerah terpencil
2.3.4. Jenis Pemeriksaan Jenis pemeriksaan pajak dipengaruhi oleh ketidakpatuhan dari wajib pajak yang diperiksa serta ruang lingkup pemeriksaan. Pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dapat dilaksanakan melalui 2 jenis pemeriksaan, yaitu :
23
1. Pemeriksaan Lapangan yaitu pemeriksaan yang dilakukan di tempat kedudukan, tempat usaha atau pekerjaan bebas, tempat tinggal wajib pajak atau tempat lain yang ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. 2. Pemeriksaan
Kantor
yaitu pemeriksaan yang dilakukan di kantor
Direktorat Jenderal Pajak. Kriteria pemeriksaan merupakan alasan dilakukannya pemeriksaan terhadap wajib pajak. Terdapat 2 (dua) kriteria pemeriksaan yang mendasari dilakukannya pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, yaitu : 1. Pemeriksaan Rutin merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap wajib pajak sehubungan dengan pemenuhan hak dan/atau pnelaksanaan kewajiban perpajakannya atau karena diwajibkan oleh undang-undang Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). Contoh : Pemeriksaan lebih bayar PPN, Pemeriksaan lebih bayar PPh Badan/Orang Pribadi. 2. Pemeriksaan berdasarkan resiko (risk based audit) yang selanjutnya disebut dengan pemeriksaan khusus merupakan pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan hasil analisis resiko terhadap ketidakpatuhan wajib pajak dapat dilakukan secara komputerisasi atau secara manual. Contoh : Pemeriksaan khusus berdasarkan analisis komputerisasi dari kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak.
24
2.3.5. Surat Ketetapan Pajak (SKP) Penerbitan Surat Ketetapan Pajak merupakan hasil pemeriksaan terhadap wajib pajak yang disebabkan oleh ketidakbenaran dalam pengisian Surat Pemberitahuan atau karena ditemukannya data fiskal yang tidak dilaporkan wajib pajak sehingga menimbulkan kekurangan atau kelebihan pembayaran pajak yang sebenarnya terutang. Menurut undang-undang perpajakan jenis SKP adalah sebagai berikut : 1. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) SKPKB diatur dalam Pasal 13 ayat (1) Undang-undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, dalam jangka waktu 5 tahun setelah saat terutangnya pajak/berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak. SKPKB diterbitkan dalam hal berikut : a. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain pajak yang terutang tidak/kurang dibayar. b. Apabila SPT tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) dan setelah ditegur secara tertulis tidak disampaikan pada waktunya sebagaimana ditentukan dalam surat teguran. c. Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain mengenai PPN dan PPnBM ternyata tidak seharusnya dikompensasikan selisih lebih pajak atau tidak seharusnya dikenai tarif 0% (nol persen).
25
d. Apabila kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 dan Pasal 29 tidak dipenuhi sehingga tidak dapat diketahui besarnya pajak yang terutang. e. Apabila kepada wajib pajak diterbitkan NPWP dan/atau dikukuhkan sebagai PKP secara jabatan. Penerbitan SKPKB disertai pengenaan sanksi yang berdasarkan Pasal 13 Ayat (2) yang menyatakan bahwa atas jumlah kekurangan pajak yang terutang dalam SKPKB tersebut ditambah dengan sanksi administrasi bunga sebesar 2% per bulan paling lama 24 bulan dihitung sejak saat terutanganya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya SKPKB. Dan atas jumlah kekurangan pajak dalam SKPKB yang diterbitkan berdasarkan Pasal 13 ayat (1) ditambah dengan sanksi administrasi kenaikan menurut Pasal 13 ayat (3) UU KUP sebesar : a. 50% dari PPh yang tidak atau kurang dalam 1 tahun pajak. b. 100% dari PPh yang tidak atau kurang dipotong, tidak atau kurang dipungut, tidak atau kurang disetor, dan dipotong atau dipungut tetapi tidak atau kurang disetor. c. 100% dari PPN barang dan jasa dan PPnBM yang tidak atau kurang dibayar.
26
2. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) Berdasarkan Pasal 17 UU KUP, Direktorat Jenderal Pajak setelah melakukan pemeriksaan, dapat menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar apabila : a.
Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang.
b.
Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut.
c.
Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar lebih besar daripada jumlah pajak yang terutang. SKPLB akan diterbitkan jika ada permohonan wajib pajak
secara tertulis kepada Kantor Pelayanan Pajak dan penerbitan SKPLB paling lambat 12 bulan sejak permohonan diterima, kecuali untuk kegiatan tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Apabila jangka waktu 12 bulan telah lewat, maka permohonan wajib pajak dianggap diterima dan wajib pajak berhak memperoleh pengembalian atas kelebihan pajaknya. Apabila berdasarkan pemeriksaan ternyata pajak yang dibayar lebih besar dari kelebihan pembayaran pajak yang telah ditetapkan, maka SKPLB masih dapat diterbitkan lagi.
27
3. Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) Berdasarkan Pasal 1 ayat (18) UU KUP, SKPN diterbitkan dalam hal sebagai berikut : a. Pajak Penghasilan apabila jumlah kredit pajak sama dengan pajak yang terutang atau pajak yang tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. b. Pajak Pertambahan Nilai apabila jumlah kredit pajak sama dengan jumlah pajak yang terutang, atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. Jika terdapat pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai, jumlah pajak yang terutang dihitung dengan cara jumlah Pajak Keluaran dikurangi dengan pajak yang dipungut oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai tersebut. c. Pajak Penjualan Atas Barang Mewah apabila jumlah pajak yang dibayar sama dengan jumlah pajak yang terutang atau pajak tidak terutang dan tidak ada pembayaran pajak.
4. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan (SKPKBT) Penerbitan SKPKBT dilakukan apabila ditemukan data baru yang mengakibatkan penambahan jumlah pajak yang terutang setelah dilakukan tindakan pemeriksaan. Yang dimaksud dengan “data baru” adalah data atau keterangan mengenai segala sesuatu yang diperlukan untuk menghitung besarnya jumlah pajak yang terutang oleh wajib pajak belum diberitahukan pada waktu pemeriksaan dan/atau penetapan semulai.
28
baik dalam Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya maupun dalam pembukuan yang diserahkan pada waktu pemeriksaan SKPKBT diterbitkan apabila ada kemungkinan seperti berikut ini : a. Adanya SKPKBT yang telah ditetapkan ternyata lebih rendah daripada perhitungan yang sebenarnya. b. Adanya proses pengembalian pajak yang telah ditetapkan dalam SKPKBT yang seharusya tidak dilakukan lagi. c. Adanya pajak terutang dalam Surat Ketetapan Pajak Nihil (SKPN) yang ditetapkannya lebih rendah. Kemudian SKPKBT tidak akan mungkin diterbitkan sebelum didahului dengan penerbitan surat ketetapan pajak. Penerbitan SKPKBT dilakukan dengan syarat adanya data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang menyebabkan penambahan pajak yang terutang dalam surat ketetapan pajak sebelumnya. Dalam hal masih ditemukan lagi data baru termasuk data yang semula belum terungkap pada saat diterbitkannya SKPKBT dan/atau data baru termasuk data yang semula belum terungkap yang diketahui oleh Direktur Jenderal Pajak, SKPKBT masih dapat diterbitkan lagi dengan ditambah sanksi administrasi berupa kenaikan 100% dari jumlah pajak kurang dibayar.
2.3.6. Surat Tagihan Pajak Berdasarkan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007, Pasal 1 angka 20 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan menyebutkan bahwa Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak dan/atau sanksi
29
administrasi berupa bunga atau denda. Dalam Pasal 14 ayat (2) Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 bahwa Surat Tagihan Pajak mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan Surat Ketetapan Pajak, sehingga dalam hal penagihannya dapat juga dilakukan dengan Surat Paksa. Berdasarkan Pasal 14 ayat (1) Undang-undang no. 28 Tahun 2007 Surat Tagihan Pajak diterbitkan dalam hal sebagai berikut : a. Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar. b. Dari hasil penelitian terdapat kekurangan pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung. c. Wajib Pajak dikenai sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga. d. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), tetapi tidak memuat faktur pajak atau membuat faktur pajak, tetapi tidak tepat waktu. e. Pengusaha yang telah dikukuhkan sebagai PKP yang tidak mengisi faktur pajak secara lengkap. f. PKP melaporkan faktur pajak tidak sesuai dengan masa penerbitan faktur pajak. g. PKP yang gagal berproduksi dan telah diberikan pengembalian Pajak Masukan. Jumlah kekurangan pajak terhutang yang dimaksud dengan ayat (1) huruf a dan huruf b akan ditambah sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% per bulan untuk paling lama 24 bulan, dihitung sejak saat terutangnya pajak atau berakhirnya Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak sampai dengan diterbitkannya Surat Tagihan Pajak.
30
Terhadap pengusaha atau PKP sebagaimana yang dimaksud dengan ayat (1) huruf d, huruf e dan huruf f , selain wajib menyetor pajak yang terutang, dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar 2% dari Dasar Pengenaan Pajak. Begitu juga dengan PKP pada (1) huruf g akan dikenai sanksi bunga sebesar 2% per bulan dari jumlah pajak yang ditagih kembali, dihitung dari tanggal penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak sampai dengan tanggal penerbitan Surat Tagihan Pajak, dan bagian dari bulan dihitung penuh 1 (satu) bulan.
2.4.
Penerbitan Kembali SKP dan STP Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) UU KUP, atas permohonan wajib pajak
dan/atau karena jabatan, Direktur Jenderal Pajak dapat membetulkan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan pajak yang dikarenakan sebagai berikut : a. Kesalahan tulis, antara lain kesalahan yang dapat berupa nama, alamat, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), nomor surat ketetapan pajak, jenis pajak, Masa Pajak atau Tahun Pajak dan tanggal jatuh tempo. b. Kesalahan hitung, yaitu kesalahan yang berasal dari penjumlahan dan/atau pengurangan dan/atau pembagian suatu bilangan. c. Kekeliruan dalam penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan perpajakan, yaitu kekeliruan dalam penerapan tarif, kekeliruan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP), kekeliruan penghitungan pajak Penghasilan dalam tahun berjalan, dan kekeliruan dalam pengkreditan pajak.
31
Berdasarkan keterangan diatas wajib pajak dalam hal permohonan pembetulan SKP dan STP tersebut Direktur Jenderal Pajak harus memberikan keputusan dalam jangka waktu paling lama 6 bulan, apabila melewati batas waktu tersebut maka permohonan wajib pajak dianggap dikabulkan. Selain itu Direktur Jenderal Pajak juga dapat membetulkan SKP dan STP yang kurang tepat secara jabatan. Wajib Pajak yang telah mendapatkan SKP dan STP tersebut dapat mengajukan permohonan penerbitan kembali apabila SKP dan STP tersebut diketahui rusak, tidak terbaca, hilang, tidak ditemukan atau sebab lain sebagai pengganti asli Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan/atau Surat Tagihan Pajak. Penerbitan kembali SKP dan STP dapat dilakukan sepanjang terdapat data dan/atau informasi yang terkait dengan penerbitan asli surat ketetapan pajak kurang bayar, surat ketetapan pajak kurang bayar tambahan, dan/atau surat tagihan pajak di dalam administrasi Direktorat Jenderal Pajak.
2.4.1
Pihak yang terkait 1. Kepala Kantor Pelayanan Pajak 2. Kepala Seksi Penagihan 3. Kepala Seksi Pelayanan 4. Pelaksana Seksi Penagihan 5. Pelaksana Seksi Pelayanan 6. Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak (Kantor Wilayah)
32
2.4.2. Prosedur Penerbitan kembali Dalam
penerbitan
kembali
SKPKB, SKPKBT,
dan
STP
yang
sebagaimana diketahui rusak, tidak terbaca, hilang, atau tidak diketemukan lagi dilakukannya prosedur. Prosedur ini dilakukan sekali dalam setahun pada awal tahun. Berikut merupakan prosedur penerbitan kembali secara garis besar : a. Meneliti data dan/atau informasi yang terkait dengan penerbitan asli SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP di dalam administrasi Diektorat Jenderal Pajak. b. Menuangkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud huruf a dalam berita acara disertai dokumen pendukung yang diperlukan. c. Menerbitkan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP berdasarkan berita acara sebagaimana dimaksud huruf b dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Isi dari SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP hasil penerbitan kembali sama dengan asli SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP dengan mencantumkan frasa “penerbitan kembali” 2. SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP hail penerbitan kembali disahkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
33
BAB III GAMBARAN UMUM KANTOR PELAYANAN PAJAK (KPP) PRATAMA MEDAN TIMUR
3.1. Sejarah Singkat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur Kantor Pelayanan Pajak (KPP) ada pada masa penjajahan Belanda yang pada
saat itu bernama Belasting. Akan tetapi setelah kemerdekaan Negara
Kesatuan Republik Indonesia, nama itu berubah menjadi Kantor Inspeksi Keuangan. Setelah itu berubah lagi menjadi Kantor Inspeksi Pajak dengan induk organisasinya atau berada dibawah naungan Direktorat Jenderal Pajak Keuangan Republik Indonesia. Pada tahun 1978 di Sumatera Utara berdiri tiga Kantor Inspeksi Pajak, yakni: 1. Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan 2. Kantor Inspeksi Pajak Medan Utara 3. Kantor Inspeksi Pajak Pematang Siantar Akan tetapi pada
tahun 1978 Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan
dipecah menjadi dua, yakni Kantor Inspeksi Pajak Medan Selatan dan Kantor Inspeksi Pajak Kisaran. Hal ini dilakukan untuk mempermudah pelayanan kepada wajib pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya, dan dengan semakin cepatnya pertumbuhan ekonomi, maka didirikanlah Kantor Inspeksi Pajak Medan Timur. Dalam meningkatkan pelayanannya kepada masyarakat dalam hal memenuhi kewajiban perpajakan wajib pajak, maka berdasarkan pada Keputusan
34
Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 267/KMK.01/1989, diadakanlah perubahan secara menyeluruh pada Direktorat Jenderal Pajak yang mencakup reorganisasi Kantor Inspeksi Pajak yang diganti menjadi Kantor Pelayanan Pajak sekaligus dibentuknya Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan. Terhitung sejak tanggal 1 April 1994 Kantor Pelayanan Pajak Pratama berubah menjadi empat wilayah kerja yaitu: 1. Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Timur 2. Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Barat 3. Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Utara 4. Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Medan Binjai Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 443/KMK.01/2001 tentang “Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak” dimana Kantor Pelayanan Pajak di Kotamadya Medan menjadi 6 wilayah kerja, yaitu: 1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur, dengan ruang lingkup wilayah kerja meliputi: a. Kecamatan Medan Timur b. Kecamatan Medan Area c. Kecamatan Medan Tembung d. Kecamatan Medan Perjuangan 2. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Barat, dengan ruang lingkup wilayah kerja meliputi: a. Kecamatan Medan Barat b. Kecamatan Medan Sunggal
35
c. Kecamatan Medan Petisah d. Kecamatan Medan Helvetia 3. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Pratama Kota, dengan ruang lingkup wilayah kerja meliputi: a. Kecamatan Medan Kota b. Kecamatan Medan Denai c. Kecamatan Medan Johor d. Kecamatan Medan Amplas 4. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Polonia, dengan ruang lingkup wilayah kerja meliputi: a. Kecamatan Medan Polonia b. Kecamatan Medan Maimun c. Kecamatan Medan Baru d. Kecamatan Medan Tuntungan e. Kecamatan Medan Selayang 5. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Belawan, dengan ruang lingkup wilayah kerja meliputi: a. Kecamatan Medan Belawan b. Kecamatan Medan Marelan c. Kecamatan Medan Labuhan d. Kecamatan Medan Deli 6. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Binjai, dengan ruang lingkup wilayah kerja meliputi:
36
a. Kota Binjai b. Kabupaten Langkat 7. Kantor Pelayanan Pajak Medan Petisah yang beralamat di Jalan Asrama no. 7A, dengan ruang lingkup meliputi wilayah ; a. Kecamatan Medan Helvetia b. Kecamatan Medan Petisah 8. Kantor Pelayanan Pajak Lubuk Pakam yang beralamat di jalan P.Diponegoro No.42-44 Lubuk Pakam , dengan ruang lingkup meliputi wilayah : a. Kabupaten Deli Serdang Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur berdiri pada tahun 1994 yang berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 276/KMK.01/1989 tentang Organisasi dan Tata Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, Kantor Pelayanan Pajak, Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak dan Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan. Sesuai dengan Surat Edaran (SE) No. 32/SE-19/PJ/2007 tentang Persiapan Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern pada
Kantor Wilayah
(Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan pembentukan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama diseluruh Indonesia tahun 2007 sampai pada tahun 2008. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama adalah jenis Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagaimana yang terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK/2006. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama terbagi menjadi Kantor
37
Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Induk dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pemecahan. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) mempunyai tugas dan bidang pelayanan pengawasan administratif, pemeriksaan sederhana terhadap wajib pajak dibidang Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM) dan pajak tidak langsung lainnya dalam wilayah wewenang. Sehubungan dengan rencana penerapan Sistem (modernisasi) Administrasi Modern pada beberapa kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama serta Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) diseluruh Indonesia tahun 2007 sampai dengan tahun 2008, ada beberapa hal yang perlu disampaikan, yaitu: 1. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama adalah jenis Kantor Pelayanan Pajak (KPP) sebagaimana terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK/2006. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dibagi menjadi dua bagian, yakni Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Induk dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Pemecahan. 2. Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) adalah unit vertikal sebagaimana terdapat pada Peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK/2006, yang berada dan bertanggungjawab langsung kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama. 3. SIDJP adalah aplikasi Sistem Informasi Direktorat Jendral Pajak yang menggabungkan seluruh aplikasi perpajakan yang ada di Direktorat Jenderal Pajak seperti: SIP, SAPT, SISMIOB, SIPMOP.
38
4. Konversi Data adalah kegiatan yang meliputi back up data dan melengkapi kode KLU dan kode wilayah. 5. Migrasi Data adalah kegiatan yang menyesuaikan basis data yang ada ke dalam struktur basis data Sistem Informasi Direktorat Jenderal Pajak (SIDJP).
3.2. Lokasi dan Letak Geografis Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur yang beralamat di jalan Sukamulia No. 17 A Medan. Keberadaan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur ini diharapkan akan memudahkan pengawasan dan pemberian pelayanan kepada wajib pajak yang berkaitan dengan hak dengan kewajiban perpajakannya.
3.3. Ruang Lingkup Wilayah Kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur Adapun yang menjadi ruang lingkup wilayah kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur, yaitu: 1. Kecamatan Medan Timur 2. Kecamatan Medan Area 3. Kecamatan Medan Tembung 4. Kecamatan Medan Perjuangan
39
3.4. Deskripsi Fungsi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur Dalam melaksanakan tugas, Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur menyelenggarakan fungsi, yaitu: 1. Melakukan pengumpulan dan pengolahan data, penyajian informasi perpajakan, pengamatan potensi perpajakan dan ekstensifikasi wajib pajak. 2. Melakukan penelitian dan penatausahaan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan dan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa wajib pajak. 3. Melakukan pengawasan pembayaran Masa Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). 4. Melakukan penatausahaan piutang pajak penerimaan, penagihan, penatausaha banding, dan peneyelesaian restitusi pajak. 5. Melakukan pemeriksaan pajak. 6. Melakukan penyelesaian permohonan, penyampaian dan permohonan penghapusan sanksi administrasi pajak. 7. Melakukan penagihan pajak. 8. Melakukan penyuluhan konsultasi pajak. 9. Pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP)
3.5. Struktur Organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur Sebagaimana diketahui bahwa setiap instansi tentu mempunyai struktur organisasi, demikian juga halnya dengan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur ini dipimpin oleh seorang kepala kantor yang membawahi Sub Bagian Tata Usaha dan
40
beberapa seksi. Masing-masing seksi dipimpin oleh seorang kepala seksi yang bertugas
melaksanakan
kegiatan
operasional
pelayanan
dalam
daerah
wewenangnya berdasarkan teknis yang telah diterapkan oleh Direktorat Jenderal Pajak. Adapun jenis struktur organisasi yang digunakan pada Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur adalah Struktur Organisasi Linier dan staf yang berada dibawah seoarang koordinasi Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I, dimana seluruh pegawainya adalah Pegawai Negeri Sipil yang berada dibawah naungan Departemen Keuangan Republik Indonesia. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dapat digolongkan menjadi 2 (dua) tipe, yaitu tipe A dan tipe B. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tipe A merupakan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang tergolong dalam skala besar dan biasanya berada di ibukota propinsi, sedangkan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tipe B merupakan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang wilayah kerjanya tidak melebihi dari wilayah kerja dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tipe A, dan biasanya berada di kotamadya dan atau ibukota kabupaten. Sehingga berdasarkan penjelasan diatas, maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur dapat digolongkan ke dalam Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tipe A karena wilayah kerjanya yang berada dan atau berkedudukan di ibukota propinsi Sumatera Utara. Namun berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 162/KMK.01/1997 tanggal 10 April 1997 tentang Peningkatan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tipe B menjadi tipe A, sehingga dengan adanya
41
surat keputusan tersebut maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tipe B tidak ada lagi di Kantor Wilayah (Kanwil) Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia No. 94/KMK.01/1994 tanggal 29 maret 1994 tentang Susunan Organisasi Departemen Keuangan, maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur dipimpin oleh seorang kepala kantor, membawahi 1 sub bagian, 8 seksi dan 1 kantor penyuluhan ditambah kelompok tenaga funsional (yang berada diluar struktur organisasi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur) yang terdiri dari: 1. Sub Bagian Tata Usaha 2. Seksi Tata Usaha dan Perpajakan (TUP) 3. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) 4. Seksi Pajak Penghasilan (PPh) Orang Pribadi 5. Seksi Pajak Penghasilan (PPh) Badan 6. Seksi Pemotongan dan Pemungutan Pajak Penghasilan (PPh) 7. Seksi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 8. Seksi Penagihan 9. Seksi Penerimaan Keberatan 10. Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan Namun setelah adanya modernisasi perpajakan (tahun 2006 – tahun 2008) yang berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan, maka Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dibagi menjadi beberapa seksi, yakni: 1.
Kepala Kantor
: Morland Lumban Tobing
2.
Sub Bagian Umum
: Asep Hendarsyah
42
3.
Seksi Pengolahan Data dan Informasi
: Nurida dwiningrum
4.
Seksi Pelayanan
: Hasiolan Sidabutar
5.
Seksi Penagihan
: Herry T.H Sitompul
6.
Seksi Pemeriksaan
: Bangkit Cahyono
7.
Seksi Ekstensifikasi
: Riris Bagus Mustofa
8.
Seksi Pengawasan dan Konsultasi I
: Romel Lumban Batu
9.
Seksi Penagawasan dan Konsultasi II
: Febner Pilimon Simatupang
10. Seksi Pengawasan dan Konsultasi III
: Sakti Bonar Daeng Mapoji
11. Seksi Pengawasan dan Konsultasi IV
: Ferdinan Sembiring
12. Kelompok Jabatan Fungsional Supervisor I
: Richard Wilson Hutagalung
Supervisor II
: Deni Achmad Nurulaen
Supervisor III
: M. Taufik
3.6. Tugas dan Prosedur Standard Kerja Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur 1. Sub Bagian Umum (Subbag Umum) Membantu
menunjang
kelancaran
tugas
kepala
kantor
dalam
mengkoordinasikan tugas dan fungsi pelayanan kesekretariatan terutama dalam hal pengaturan kegiatan tata usaha dan kepegawaian, keuangan, rumah tangga dan perlengkapan. Sub Bagian Umum mempunyai prosedur standard kerja sebagai berikut:
43
a. Penerimaan Dokumen. b. Pemrosesan dan penatausahaan dokumen masuk. c. Pelaksanaan pelantikan, dan serah-terima jabatan serta pengambilan sumpah Pegawai Negeri Sipil. d. Pelaksanaan pembayaran tagihan melalui mekasnisme langsung kepada rekanan. e. Pemusnahan dokumen, penyusunan laporan berkala Kantor Pelayanan Pajak (KPP). f. Penyusunan tanggapan/tindak lanjut terhadap Surat Hasil Pemeriksaan (SHP), Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dari Direktorat Jenderal Pajak, Departemen Keuangan dan/atau Menteri Keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun unit fungsional pemeriksaan lainnya.
2. Seksi Pengolahan Data dan Informasi (PDI) Membantu Kepala Kantor dalam mengkoordinasikan pengumpulan pengolahan
data,
penyajian
informasi
perpajakan,
perekaman
dokumen
perpajakan, urusan tata usaha penerimaan perpajakan, pengolahan data dan penatausahaan bagi hasil Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, pelayanan dukungan teknis komputer, pemantauan aplikasi e-SPT dan e-Filling serta penyimpanan laporan kinerja dengan teknologi yang ada sehingga dapat mempermudah pekerjaan Seksi Pengolahan Data dan Informasi.
44
Seksi Pengolahan Data dan Informasi mempunyai prosedur standard kerja sebagai berikut: a. Penyusunan rencana penerimaan pajak berdasarkan potensi perpajakan serta perkembangan ekonomi. b. Penatausahaan penerimaan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) non elektronik. c. Pemrosesan dan penatausahaan dokumen masuk. d. Pembuatan dan penyampaian surat penghitungan dokumen dan kirim langsung ke Kantor Pelayanan Pajak yang dituju. e. Pembentukan dan pemanfaatan bank data dan lain-lain.
3. Seksi Pelayanan Membantu tugas kepala kantor dalam mengkoordinasikan penetapan dan penerbitan produk hukum perpajakan, penyusunan administrasi dokumen dan berkas perpajakan, penerimaan dan pengolahan Surat Pemberitahuan (SPT) dan surat lainnya, penyuluhan perpajakan, pelaksanaan registrasi wajib pajak serta kerjasama perpajakan sesuai ketentuan yang berlaku. Seksi Pelayanan mempunyai prosedur standard kerja sebagai berikut: a. Penatausahaan dokumen-dokumen, dan laporan wajib pajak pada Tempat Pelayanan Terpadu (TPT). b. Penyelesaian pemindahan wajib pajak di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang lama dan yang baru. c. Penyelesaian pengukuhan menjadi Pengusaha Kena Pajak (PKP). d. Pendaftaran dan pencabutan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
45
e. Penyelesaian permohonan perpanjangan jangka waktu penyampaian dan atau pelaporan Surat Pembeitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh). f. Penerbitan Surat Teguran terhadap wajib pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakannya. g. Pelaksanaan pemenuhan permintaan konfirmasi dan klarifikasi tentang informasi perpajakan.
4. Seksi Penagihan Membantu tugas kepala kantor dalam mengkoordinasikan pelaksanaan dan penatausahaan penagihan aktif, piutang pajak, penundaan dan angsuran serta tunggakan pajak, usulan penghapusan pajak serta penyimpanan dokumendokumen penagihan. Seksi Penagihan
mempunyai prosedur standard kerja
sebagai berikut: a. Melaksanakan
pemrosesan dan penatausahaan dokumen-dokumen
yang masuk. b. Melakukan Penatausahaan Surat Ketetapan Pajak (SKP) dan Surat Tagihan Pajak (STP) beserta bukti pembayarannya. c. Penyelesaian usulan pemeriksaan dalam rangka penagihan pajak. d. Penerbitan Surat Tagihan Pajak (STP) bunga penagihan, Surat Teguran Penagihan, Surat Paksa dan Surat Perintah melaksanakan Penyitaan (SPMP) Serta Keputusan Pencabutan Sita. e. Pembuatan usulan pencegahan dan penyanderaan terhadap wajib pajak dan lain-lain.
46
5. Seksi Pemeriksaan Seksi Pemeriksaan mempunyai tugas melaksanakan penyusunan rencana pemeriksaan, pengawasan pelaksanaan aturan pemeriksaan, penerbitan dan penyaluran Surat Perintah Pemeriksaan Pajak serta administrasi pemeriksaan perpajakan lainnya. Berdasarkan
Peraturan
Menteri
Keuangan
No.
426/PMK.01/2007
dijelaskan tentang Uraian Jabatan Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak, yakni: “Tugas dan kegiatan Kepala Seksi Pemeriksaan antara lain menyusun daftar nominatif dan atau lembar pemeriksaan wajib ajak yang akan diperiksa, membuat usulan pembatalan nominatif dan atu lembar penugasan pemeriksaan wajib pajak diperiksa
dan mengkaitkan serta menyalurkan Surat Perintah
Pemeriksaan Pajak (SP2), Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Pajak dan Surat Pemanggilan Pemeriksaan Pajak”. Seksi Pemeriksaan mempunyai prosedur standard kerja sebagai berikut: a. Penyelesaian Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh) yang lebih bayar. b. Penyelesaian permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak. c. Penatausahaan laporan pemeriksaan pajak dalam Nota Penghitungan. d. Pengamatan Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Pemeriksaan Kantor, Pemeriksaan Lapangan dan lain-lain.
47
6. Seksi Ekstensifikasi Mempunyai tugas melakukan pengamatan potensi perpajakan, pendataan subjek dan objek pajak, pembentukan dan pemuktahiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi. Seksi Ekstensifikasi mempunyai prosedur standard kerja sebagai berikut: a. Pendaftaran objek pajak yang baru dengan terlebih dahulu melakukan penelitian kantor maupun lapangan. b. Penerbitan surat himbauan untuk ber-NPWP. c. Pencarian data potensi perpajakan dalam rangka pembuatan monografi fiskal. d. Penyelesaian permohonan penundaan pengembalian SPOP dan mutasi sebagian atau seluruh subjek dan objek pajak Pajak Bumi dan Bangunan (PBB).
7. Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon I, II, III, IV) Seksi Pengawasan dan Kosultasi (Waskon I, II, III, IV) mempunyai tugas melaksanakan pengawasan kepatuhan kewajiban perpajakan wajib pajak, bimbingan dan atau himbauan kepada wajib pajak dan konsultasi teknis perpajakan, penyusunan profil wajib pjajak, analisa kinerja wajib pajak, melakukan rekonsiliasi data wajib pajak dalam rangka melakukan intensifikasi, usulan pembetulan ketetapan pajak, usulan pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dan melakukan evaluasi hasil banding.
48
Seksi Pengawasan dan Konsultasi (Waskon I, II, III, IV) mempunyai prosedur standard kerja sebagai berikut: a. Penyelesaian permohonan pengunaan nilai buku dalam rangka penggabungan usaha, pengambil-alihan usaha dan atau pemekaran usaha. b. Penerbitan Surat Perintah Membayar kelebihan Pajak (SPMKP) dan Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPMIB). c. Penyelesaian permohonan pembetulan ketetapan pajak. d. Konfirmasi lapangan untuk wajib pajak baru. e. Penyelesaian permohonan Surat Ketetapan Bebas (SKB) pemotongan Pajak Penghasilan (PPh) atau Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto serta Diskonto SBI yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan. f. Pembuatan Surat Pemberitahuan perubahan besarnya angsuran Pajak Penghasilan (PPh) pasal 25. g. Pemindahan wajib pajak dan atau Pengusaha Kena Pajak Orang Pribadi. h. Penerimaan Permohonan keberatan. i. Penyelesaian pengembalian kelebihan pembayaran PPh, PPN, PPnBM kepada wajib pajak, pengembalian kelebihan pembayaran pajak terlebih dahulu diperhitungkan utang pajak (PPh, PPN, PPnBM) melalui potongan SPMKP atau transfer pembayaran. j. Penelitian persyaratan permohonan keberatan wajib pajak. k. Penyelesaian Pengukuhan Kena Pajak.
49
8. Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok jabatan fungsional ini terdiri dari sejumlah jabatan fungsional masing-masing yang melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsionalnya masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan. Setiap kelompok tersebut dikoordinasikan oleh pejabat fungsional senior yang ditunjuk langsung oleh Kepala Kantor Wilayah (Kanwil) dan Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama yang bersangkutan sesuai dengan bidang keahliannya.
3.7. Visi dan Misi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur 1. Visi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur mempunyai Visi yakni menjadi instansi pemerintahan yang menyelenggarakan sistem administrasi perpajakan yang efektif, efisien, dan dipercaya masyarakat dengan integritas dan invidualisme yang tinggi. 2. Misi Mengembangkan penerimaan pajak Negara berdasarkan Undang-undang Perpajakan, mampu mewujudkan kemandirian pembiayaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) melalui sistem administrasi perpajakan yang efektif dan efisien.
50
3. Nilai a. Integritas Menjalankan tugas dan pekerjaan dengan selalu memegang teguh kode etik dan prinsip-prinsip moral yang diterjemahkan dengan bertindak jujur, konsisten, dan menepati janji. b. Profesionalisme Memiliki kompetensi dibidang profesi dan menjalankan tugas dan pekerjaan sesuai dengan kompetensi, kewenangan, serta norma-norma profesi, etika dan sesuai dengan kompetensi norma-norma profesi etika sosial. c. Inovasi Memiliki pemikiran yang bersifat terobosan atau alternatif pemecahan masalah yang kreatif dengan memperlihatkan aturan dan norma yang berlaku. d. Team Work Memiliki kemampuan untuk bekerjasama dengan orang/pihak serta membangun jaringan (network) untuk menunjang dan pekerjaan.
51
BAB IV PEMBAHASAN
4.1.
Prosedur Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP di KPP Pratama Medan Timur.
4.1.1. Dasar Hukum 1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tanggal 31 Desember 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir menjadi Undang-undang Nomor 16 Tahun 2009 2. Peraturan
Menteri
Keuangan
Republik
Indonesia
Nomor
189/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Tagihan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir menjadi Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 84/PMK.03/2010 3. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 23/PMK.03/2008 tanggal 6 Februari 2008 tentang Tata Cara Penerbitan Surat Ketetapan sebagaimana telah diubah terakhir menjadi Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 83/PMK.03/2010 4. Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-36/PJ/2010 tanggal 30 Juli 2010 tentang Prosedur Penerbitan Kembali Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan/atau Surat Tagihan Pajak. 5. Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-82/PJ/2010 tanggal 30 Juli 2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-36/PJ/2010 tentang Prosedur Penerbitan Kembali Surat
52
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan/atau Surat Tagihan Pajak.
4.1.2. Tata Cara Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP di Seksi Penagihan. 1. Pelaksana pada Seksi Penagihan meneliti data SKPKB, SKPKBT dan/atau STP pada sistem informasi yang digunakan, selanjutnya menelusuri fisik SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP. 2. Jika fisik SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP diketemukan dalam kondisi tidak rusak dan dapat terbaca, tidak perlu dilakukan usulan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP. 3. Jika fisik SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP tidak diketemukan atau diketemukan dalam kondisi rusak dan/atau tidak terbaca, Pelaksana Seksi Penagihan melakukan penelitian atas data, informasi dan/atau fisik dokumen pendukung melalui sistem informasi yang digunakan maupun dengan penelusuran kepada pihak terkait. 4. Penelusuran fisik dokumen pendukung melalui sistem informasi yang digunakan maupun dengan penelusuran kepada pihak terkait, antara lain : -
Seksi Pelayanan atau Seksi Pengawasan dan Konsultasi KPP untuk dokumen berhubungan dengan penerbitan SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP.
-
Seksi Pemeriksaan KPP atau Bidang Pengurangan Keberatan dan Banding Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, untuk dokumen yang berhubungan dengan penerbitan dokumen sebelum penerbitan
53
SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP, seperti
Nota Penghitungan,
Laporan Hasil Pemeriksaan, atau Kertas Kerja Pemeriksaan. -
Dalam hal wajib pajak pindah, konfirmasi juga dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP.
Data dan/atau dokumen pendukung meliputi : a. Data dan/atau dokumen pendukung sebelum penerbitan SKPKB, SKPKBT dan/atau STP, seperti Nota Penghitungan, Laporan Hasil Pemeriksaan, atau Kertas Kerja Pemeriksaan. b. Data dan/atau dokumen pendukung setelah penerbitan SKPKB, SKPKBT dan/atau STP, seperti data tindakan penagihan aktif antara lain berupa Surat Teguran dan/atau Surat Paksa. 5. Berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran sebagaimana dimaksud pada angka 3 dan 4, Pelaksana Seksi Penagihan menentukan kategori informasi yang diperoleh dengan ketentuan sebagai berikut : a. Kategori I, jika diketemukan data dan dokumen pendukung sebelum dan setelah penerbitan SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP pada sistem informasi dan/atau secara fisik. b. Kategori II, jika hanya diketemukan data dan dokumen pendukung sebelum penerbitan SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP, pada sistem informasi dan/atau secara fisik. c. Kategori III, jika hanya diketemukan data dan dokumen pendukung setelah penerbitan SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP, pada sistem informasi secara fisik.
54
d. Kategori IV, jika tidak diketemukan data dan dokumen pendukung baik sebelum maupun setelah penerbitan SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP, baik sistem informasi maupun secara fisik. 6. Terhadap hasil penelitian dengan kategori I dan II : a. Pelaksana Seksi Penagihan memastikan kembali bahwa fisik SKPKB, SKPKBT dan/atau STP benar-benar rusak, tidak terbaca, hilang, atau tidak diketemukan. b. Apabila fisik SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP benar-benar rusak, tidak terbaca, hilang, atau tidak diketemukan, Pelaksana Seksi Penagihan berdasarkan hasil penelitian dan konfirmasi yang telah dilaksanakan, membuat konsep berita acara mengenai hasil penelitian termasuk menjelaskan hal-hal yang mengakibatkan fisik SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP rusak, tidak terbaca, hilang, atau tidak diketemukan, baik karena diluar kekuasaan Kepala Kantor Pelayanan Pajak maupun karena sebab lainnya. Konsep berita acara tersebut dibuat rangkap 3 (tiga), masing-masing untuk Seksi Penagihan, Seksi Pelayanan dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. c. Pelaksana Seksi Penagihan menandatangani dan menyerahkan konsep berita acara sebagaimana dimaksud pada huruf b kepada Kepala Seksi Penagihan. d. Kepala Seksi Penagihan meneliti, menandatangani, dan menyerahkan konsep berita acara sebagaimana dimaksud pada huruf c kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak.
55
e. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani konsep berita acara. f. Daftar Nominatif usunlan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP dengan dilampiri berita acara dikirimkan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak untuk medapat persetujuan. Pengiriman dilakukan sesuai dengan SOP Tata Cara Penyampaian Dolumen di Kantor Pelayanan Pajak. 7. Terhadap hasil penelitian dengan kategori III dan IV : a. Pelaksana Seksi Penagihan memastikan kembali bahwa SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP benar-benar rusak, tidak terbaca, hilang, atau tidak diketemukan. b. Apabila fisik SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP ternyata benar-benar rusak, tidak terbaca, hilang, atau tidak diketemukan. Pelaksana Seksi Penagihan membuat surat konfirmasi data piutang pajak kepada wajib pajak. c. Setelah ditandatangani Kepala Kantor, surat konfirmasi dikirimkan kepada wajib pajak sesuai SOP Tata Cara Penyampaian dokumen di KPP. d. Apabila
wajib
pajak
memberikan
jawaban
konfirmasi
yang
menyatakan bahwa wajib pajak mempunyai utang pajak disertai dengan data pendukung berupa SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP, Pelaksana Seksi Penagihan meneliti data pembayaran utang wajib pajak.
56
Apabila utang pajak belum dilakukan pelunasan, Pelaksana Seksi Penagihan melakukan perekaman data SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP hasil konfirmasi tersebut kemudian membuat : 1. Konsep berita acara mengenai hasil penelitian rangkap 3, masingmasing untuk Seksi Penagihan, Seksi Pelayanan dan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal pajak. 2. Daftar nominatiif usulan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP. e. Pelaksana Seksi Penagihan menandatangani dan menyerahkan konsep berita acara sebagaimana dimaksud huruf d kepada Kepala Seksi Penagihan. f. Kepala Seksi Penagihan meneliti, menandatangani dan menyerahkan konsep berita acara sebagaimana dimaksud pada huruf e kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. g. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani konsep berita acara. h. Daftar nominatif usulan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP dilampiri dengan berita acara dan surat jawaban konfirmasi utang pajak wajib pajak selanjutnya dikirimkan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak untuk mendapat persetujuan. Pengiriman dilakukan sesuai dengan SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP. 8. Apabila wajib pajak memberikan jawaban konfirmasi yang menyatakan bahwa wajib pajak tidak mempunyai utang pajak atau wajib pajak tidak
57
memberikan jawaban konfirmasi dalam jangka waktu yang ditentukan, maka atas hasil penelitian kategori III dan IV tersebut tidak diusulkan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP. 9. Berdasarkan disposisi Kepala Kantor Pelayanan Pajak, Kepala Seksi Penagihan menerima dan menelaah putusan berupa persetujuan dan/atau penolakan penerbtan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal pajak serta meneruskannya kepada Pelaksana Seksi Penagihan. 10. Tindak lanjut atas putusan berupa persetujuan dan/atau penolakan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP dari Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak sebagai berikut : a. Pelaksana Seksi Penagihan melakukan perekaman nomor dan tanggal putusan berupa persetujuan dan/atau penolakan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP disampaikan kepada Kepala Seksi Pelayanan untuk dilakukan pencetakan. b. Dalam hal daftar nominatif usulan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP tidak disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, daftar nominatif ditindaklanjuti oleh Seksi Penagihan sesuai dengan penjelasan dan rekomendasi yang dikemukakan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak. c. Dalam hal daftar nominatif usulan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak, daftar nominatif disertai fotocopy
58
putusan berupa persetujuan dan/atau penolakan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP disampaikan kepada Kepala Seksi Pelayanan untuk dilakukan pencetakan. 11. Kepala Seksi Penagihan menerima daftar (register) hasil pencetakan dalam rangka penerbitan kembali dari Kepala Seksi Pelayanan dan memberikan arahan kepada Pelaksana Seksi Penagihan dalam rangka penyusunan laporan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP. 12. Pelaksana Seksi Penagihan menyiapkan konsep laporan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP dan menyampaikannnya kepada Kepala Seksi Penagihan. 13. Kepala Seksi Penagihan meneliti dan memaraf konsep laporan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP kemudian menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 14. Kepala Kantor Pelayanan Pajak menyetujui dan menandatangani laporan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP. 15. Laporan Penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP dikirimkan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dengan SOP Tata Cara Penyampaian Dokumen di KPP. 16. Proses Selesai.
59
4.1.3. Tata Cara Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT, dan /atau STP di Seksi Pelayanan 1. Berdasarkan daftar nominatif dan fotocopy putusan berupa persetujuan dan/atau penolakan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP yang diterima dari Seksi Penagihan, Kepala Seksi Pelayanan menugaskan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk melakukan Pelaksana Seksi Pelayanan untuk melakukan pencetakan SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP. 2. Pelaksana Seksi Pelayanan mencetak SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP. SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP dicetak dalam 3 (tiga) rangkap dengan rincian: Lembar 1 dan 2 : Untuk Seksi Penagihan Lembar 3
: Untuk Seksi Pelayanan
3. Pelaksana Seksi Pelayanan membubuhkan stempel pengesahan pada SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP hasil pencetakan dalam rangka penerbitan kembali yang mencantumkan informasi sebagai berikut : a. Tanggal dan Nomor Pengesahan b. Nama, Jabatan, dan NIP Kepala KPP c. Frasa “Penerbitan Kembali” 4. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan memaraf SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP hasil penerbitan kembali kemudian menyampaikannya kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak. 5. Kepala Kantor Pelayanan Pajak mengesahkan SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP hasil pencetakan dalam rangka penerbitan kembali dengan menandatanganinya.
60
6. Pelaksana Seksi Pelayanan menatausahakan SKPKB, SPKBT, dan/atau STP hasil pencetakan dalam rangka penerbitan kembali. 7. Pelaksana Seksi Pelayanan menyiapkan daftar (register) hasil pencetakan dalam rangka penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP serta menyampaikannya kepada Kepala Seksi Pelayanan. 8. Kepala Seksi Pelayanan meneliti dan menandatangani daftar (register) hasil pencetakan dalam rangka penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP serta meneruskannya kepada Kepala Seksi Penagihan. 9. Proses Selesai.
4.1.4. Jangka Waktu Penyelesaian 1. Jangka waktu penerbitan daftar nominatif usulan penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP dilakukan di awal tahun paling lambat tanggal 20 januari. 2. Jangka waktu penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP paling lama 14 hari sejak persetujuan penerbitan kembali diterima di KPP.
4.1.5. Keterangan Data Penerbitan Kembali SKPKB,SKPKBT, dan/atau STP di KPP Pratama Medan Timur. SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP dapat diterbitkan kembali karena kesalahan, kekeliruan, dan/atau kelalaian baik yang berasal dari wajib pajak maupun secara jabatan oleh pihak KPP. Direktorat Jenderal Pajak dapat membetulkan SKPKB, SKPBT, dan/atau STP baik secara permohonan wajib
61
pajak maupun secara jabatan dalam menjalankan tugas pemerintahan serta memberikan kepastian hukum, Apabila SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP ditemukan dalam kondisi rusak dan/atau tidak terbaca, hilang dan/atau tidak ditemukan maka Seksi Penagihan akan melakukan penelitian atas data dan informasi fisik dokumen pendukung melalui sistem informasi serta melakukan penelusuran dengan pihak yang terkait. Sehingga berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran tersebut Pelaksana Seksi Penagihan dapat menentukan kategori informasi yang diperoleh mengenai kondisi data dan/atau dokumen tersebut. Berikut merupakan data yang diterbitkan oleh KPP Pratama Medan Timur dalam Penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP secara jabatan.
Tabel 4.1
1)
Data Penerbitan Kembali SKPKB Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur Tahun 2011 Nomor dan Tanggal Pajak No Nomor 1 2
00002/202/05/113/07 00011/206/97/113/98
Masa/Tahun Pajak
Tanggal Penerbitan
Nilai SKPKB, SPKBT, dan/atau STP
0112/2005
22/01/2007
59.174.846
0000/1997
18/09/1998
7.155.285
3
00097/201/01/113/03
0000/2001
19/06/2003
720.000
4
00057/206/01/113/03
0000/2001
24/06/2003
71.239.626
5
00097/207/96/113/99
0112/1996
14/10/1999
211.479.582
6 7
00082/207/94/113/99
0112/1994
11/10/1999
33.631.200
62
00016/207/97/113/98
0112/1997
26/12/1998
1.331.777.698
8
00049/201/96/113/97
0000/1996
17/11/1997
399.503
9
00227/207/02/113/05
0105/2002
30/03/2005
84.306.032
10
00147/207/98/113/05
1010/1998
value
418.181.818
11
00007/206/99/113/00
0000/1999
31/10/2000
90.835.650
12
00086/207/96/113/98
1212/1996
26/10/1998
430.969.906
13
00159/207/00/113/02
0611/2000
26/09/2002
13.143.480
14
00138/207/03/113/05
1212/2003
20/05/2005
56.342.525
15
00211/207/04/113/07
0112/2004
09/04/2007
27.362.000
16
00052/206/99/113/01
0000/199
30/04/200
19.466.700
17
00039/207/99/113/01
0112/1999
01/05/2001
79.669.656
18
00078/207/01/113/03
1212/2001
05/02/2003
59.596.900
19
00013/206/06/113/08
0000/2006
24/04/2008
40.995.338
20
00020/202/01/113/03
0000/2001
17/09/2003
36.468
21
00017/207/04/113/05
0107/2004
07/04/2005
142.443.232
22
00008/202/04/113/07
0000/2004
23/07/2007
189.230.356
23
00084/206/04/113/07
0000/2004
23/07/2007
593.703.776
24
00039/257/04/113/07
0112/2004
23/07/2007
46.400.000
25
00088/207/05/113/07
0708/2005
11/12/2007
78.917.226
26
00053/201/05/113/07
0000/2005
22/02/2007
3.200.000
27
00199/207/04/113/07
0205/2004
05/02/2007
2.238.500
28
00121/207/03/113/05
0509/2003
30/03/2005
230.221.360
29
00096/207/04/113/06
0406/2004
14/02/2006
33.064.369
30
00240/205/02/113/05
0000/2002
30/03/2005
1.195.840
31
00175/207/01/113/04
0506/2001
04/01/2004
586.866.000
32
00158/207/00/113/02
0909/2000
26/09/2002
6.210.094
63
33
00021/205/04/113/05
0000/2004
30/12/2005
449.150.179
34
00058/207/04/113/05
0112/2004
30/12/2005
290.867.752
35
00229/207/04/113/07
0303/2004
11/12/2007
8.969.244
36
00160/205/96/113/98
0000/1996
26/06/1998
77.652.393
37
00119/207/00/113/02
0112/2000
18/01/2002
969.625.796
38
00108/205/00/112/02
0000/2000
28/06/2002
72.000
39
00003/257/04/113/04
0404/2004
28/12/2004
809.123.200
40
00010/207/07/113/08
1212/2007
19/05/2008
84.553.800
41
00036/257/04/113/07
0307/2004
09/04/2007
80.786.800
Jumlah
7.720.976.130
Sumber : Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Timur Berdasarkan tabel 4.1. Penerbitan Kembali SKPKB di KPP Pratama Medan Timur yang terbit pada tahun 2011 adalah sebanyak 41 Wajib Pajak dengan total nilai SKPKB sebesar Rp. 7.720.976.130. Dalam hal ini SKPKB diterbitkan kembali karena fisik data dan/atau dokumen hilang atau tidak diketemukan sehingga Pelaksana Seksi Penagihan melakukan penelitian atas data dan/atau dokumen pendukung melalui sistem informasi yang digunakan maupun dengan pihak terkait. Data dan/atau dokumen pendukung meliputi; Nota Penghitungan dan Laporan Hasil Pemeriksaan. Hasil penelitian dan penelusuran tersebut menentukan bahwa kategori informasi yang diperoleh merupakan kategori II, yaitu apabila diketemukan data dan dokumen pendukung sebelum penerbitan SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP secara fisik maka Pelaksana Seksi Penagihan memastikan kembali data dan/atau dokumen tersebut dan jika berdasarkan penelitian dan konfirmasi SKPKB benar-benar hilang dan/atau tidak
64
diketemukan, Pelaksana Seksi Penagihan membuat konsep berita acara yang mengakibatkan fisik SKPKB hilang atau tidak diketemukan.
2)
Tabel 4.2. Data Penerbitan Kembali SKPKBT Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Medan Timur Tahun 2011 Nomor dan Tanggal Pajak
No Nomor
Masa/Tahun Pajak
Tanggal Penerbitan
Nilai SKPKB, SPKBT, dan/atau STP
1
00009/307/00/113/02
0112/2000
10/11/2002
75.613.004
2
00001/340/00/113/03
0112/2000
28/07/2003
6.312.484
3
00001/340/01/113/03
0112/2001
18/12/2003
47.787.388
4
00001/303/00/113/03
0112/2000
28/07/2003
864.000
5
00002/303/00/113/03 jumlah
0106/2000
18/12/2003
864.000 131.440.876
Sumber : Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Medan Timur Berdasarkan tabel 4.2. SKPBT yang diterbitkan kembali pada tahun 2011 adalah sebanyak 5 (lima) Wajib Pajak dengan total nilai SKPKBT sebesar Rp. 131.440.876. Dalam hasil penelitian dan penulusuran oleh Pelaksana Seksi Penagihan tidak jauh berbeda dengan SKPKBT bahwa penerbitan kembali SKPKBT dikarena fisik (kohir) data dan/atau dokumen hilang atau tidak diketemukan.
Hasil penelitian dan penelusuran tersebut menentukan bahwa
kategori informasi yang diperoleh merupakan kategori II, yaitu apabila diketemukan data dan dokumen pendukung sebelum penerbitan SKPKB,
65
SKPKBT, dan/atau STP secara fisik maka Pelaksana Seksi Penagihan memastikan kembali data dan/atau dokumen tersebut. Berdasarkan data yang di KPP Pratama Medan Timur STP yang diterbitkan kembali pada tahun 2011 adalah sebanyak 218 wajib pajak dengan total nilai STP sebesar Rp 917.548.255. Data yang diperoleh dari hasil penelitian dan penelusuran yang dilakukan oleh Pelaksana Seksi Penagihan tergolong ke dalam kategori II (dua) dengan data dan/atau dokumen pendukung berupa Nota Penghitungan. Rincian data Penerbitan Kembali STP di KPP Pratama Medan Timur tahun 2011 dapat dilihat di lampiran I. Berdasarkan keterangan diatas disimpulkan bahwa penerbitan kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP di KPP Medan Timur diterbitkan karena hilang atau tidak ditemukan fisik (kohir) data dan/atau dokumen. Adapun hal yang menyebabkan hilang atau tidak ditemukan fisik (kohir) karena penempatan data dan/atau dokumen tersebut tidak disusun ditempat sebagaimana mestinya tempat penyimpanan berkas data dan/atau dokumen, selain itu hilangnya data/atau dokumen dikarenakan administrasi pemindahan data yang terjadi dari KPP Pratama Medan Timur ke KPP Lainnya. Apabila fisik SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP hilang dan/atau tidak ditemukan maka Pelaksana Seksi Penagihan berdasarkan hasil penelitian dan penelusuran yang telah dilaksanakan akan membuat konsep berita acara mengenai hasil penelitian termasuk menjelaskan hal-hal yang mengakibatkan fisik SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP hilang atau tidak ditemukan.
66
Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP atas permohonan wajib pajak belum pernah terjadi di KPP Pratama Medan Timur. Sedangkan prosedur pelaksanaan dalam penerbitan kembali di KPP Pratama Medan Timur tidak mengalami gangguan karena pelaksanaanya telah sesuai dengan prosedur yang telah di tetapkan baik secara SOP dan undang-undang yang berlaku.
67
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.
Kesimpulan Berdasarkan penjelasan dari hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut : 1. Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT, dan/atau STP merupakan upaya Direktorat Jenderal Pajak dalam menerapkan penegakan hukum dalam pelaksanaanya. 2. SOP sebagai pedoman dan/atau petunjuk yang digunakan oleh Seksi Penagihan dan Seksi Pelayanan termasuk seksi lainnya serta menjadi standar pelayanan sehingga terciptanya kinerja yang secara efektif dan efisien. 3. Penerbitan Kembali SKPKB, SKPKBT dan/atau STP di KPP Medan Timur telah sesuai dengan prosedur yang ditetapkan.
68
5.2.
Saran Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, penulis memberikan saran
untuk KPP Medan Timur dalam meningkatkan pelaksanaannya yang dirincikan sebagai berikut : 1. Pemahaman kembali SOP yang sudah diberikan, sehingga pelaksanaanya memang sesuai dengan standar kerja yang ada. 2. Memberikan pelatihan terhadap tiap seksi terutama seksi yang berkaitan dengan penerbitan kembali SKP dan STP agar tiap seksi lebih memahami dan menguasai prosedur-prosedur dalam proses penerbitan SKP dan STP.
69