BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah Di Indonesia semakin banyak masyarakat yang mempelajari bahasa Jepang untuk kebutuhan akademik maupun profesional. Tarigan (dalam Restoeningrum 2011: 271) menjelaskan bahwa bahasa digunakan sebagai alat untuk menyampaikan suatu ide, pikiran dan gagasan dari satu sama lain. Selain itu, bahasa juga digunakan manusia sebagai sarana komunikasi. Bahasa Jepang memiliki peran penting di Indonesia dalam dunia pariwisata. Mari Pangestu, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Indonesia ke-13, mengungkapkan bahwa terdapat peningkatan jumlah wisatawan asal Jepang ke Indonesia, yakni mencapai 400 ribu wisatawan pada tahun 2011 (Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Jepang)
1
. Dengan adanya peningkatan jumlah
wisatawan Jepang ke Indonesia, maka dibutuhkan lebih banyak orang yang menguasai bahasa Jepang. Pada umumnya orang yang menguasai bahasa Jepang akan berprofesi sebagai pemandu wisata atau penerjemah. Hal ini merupakan salah satu bentuk komunikasi dengan wisatawan Jepang. Saat mempelajari bahasa Jepang, banyak yang perlu dikuasai untuk mencapai kemampuan berkomunikasi dalam bahasa Jepang. Dalam pembelajaran bahasa terdapat empat aspek yang perlu dikuasai yaitu mendengar (listening), berbicara (speaking), membaca (reading), dan menulis (writing). Begitu halnya 1
Kedutaan Besar Republik Indonesia untuk Jepang: http://kbritokyo.jp/jepang-semakin-tertarikdengan-wisata-dan-potensi-produk-kreatif-indonesia/
1
2 dalam bahasa Jepang ke empat aspek tersebut yaitu, kiku, hanasu, yoru, dan kaku (Putri, 2013: 1). Selain itu, orang yang berprofesi dalam bidang tertentu, misalnya pemandu wisata, juga perlu menguasai sejarah dan kebudayaan Jepang. Menanggapi hal tersebut, orang yang belajar bahasa Jepang mungkin akan menemukan kesulitan. Kesulitan yang dimaksud seperti mempelajari sejarah dan kebudayaan Jepang serta perbedaan penggunaan huruf hiragana2, katakana3 dan kanji 4 di Jepang dengan penggunaan huruf alfabet di Indonesia. Sebagai orang asing untuk dapat mempelajari huruf tersebut dalam waktu singkat bisa dikatakan bukanlah hal yang mudah. Hal itu disebabkan hiragana, katakana, dan kanji berbeda dengan huruf dalam bahasa ibu yang biasa dipelajari dalam kehidupan sehari-hari (Fauzia, 2009: 3). Selain itu, para pelajar tingkat pemula pasti merasakan kesulitan dalam menerapkan struktur tata bahasa Jepang yang berbeda dengan struktur bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang lebih dahulu dipelajari (Sari, 2012)5 Pendidikan bahasa Jepang di Indonesia diselenggarakan dari tingkat Sekolah Menengah Atas (SMA) sampai tingkat perguruan tinggi. Dalam kegiatan belajar bahasa Jepang, tidak sedikit siswa SMA maupun mahasiswa mengalami kesulitan belajar. Pada penjelasan sebelumnya disebutkan orang yang belajar bahasa Jepang mungkin menemukan kesulitan dalam menguasai empat aspek pembelajaran bahasa. Secara umum kesulitan itu muncul dari segi materi seperti 2
Hiragana adalah suata cara penulisan bahasa Jepang dan mewakili sebutan sukukata. Katakana biasanya digunakan untuk menulis kata-kata yang berasal dari bahasa asing yang sudah diserap ke dalam bahasa Jepang. 4 Kanji secara harifah berarti “aksara dari Han” adalah aksara Tionghoa yang digunakan dalam bahasa Jepang. 5 Pengajaran Tata Bahasa Jepang pada Tahap Pemula: http://www.imccsub.com/tentangjepang/pendidikan-jepang/172-pengajaran-tata-bahasa-jepang-pada-tahap-pemula.html 3
3 penulisan huruf hiragana, katakana dan kanji, penggunaan pola kalimat, perbendaharaan kosakata dan lain-lain (Restoeningroem, 2011: 271). Kesulitan belajar tidak hanya muncul dari segi materi bahasa Jepang tetapi dapat muncul dari faktor-faktor di luar materi tersebut. Oemar Hamalik (1983: 112) mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang bisa menimbulkan kesulitan itu dapat digolongkan menjadi: 1) faktor yang bersumber dari diri sendiri; 2) faktor yang bersumber dari lingkungan sekolah; 3) faktor yang bersumber dari lingkungan keluarga; dan 4) faktor yang bersumber dari lingkungan masyarakat. Dalam menanggapi hal tersebut, penulis melakukan survey awal untuk mengetahui apa saja kesulitan yang dihadapi siswa SMA dan ketertarikan pada bahasa Jepang. Survey awal yang dilakukan berupa pertanyaan kepada enam siswa SMA di Cilegon yang sedang belajar bahasa Jepang. Satu siswa dari SMA Al-Ishlah Cilegon, dua siswa dari SMKN Cilegon, dan tiga siswa dari SMA Negeri 3 Cilegon. Ada lima pertanyaan yang disebar melalui pesan singkat atau SMS. Dari pertanyaan yang diberikan hampir semua siswa menjawab bahwa mereka mengalami kesulitan dalam mempelajari hiragana, katakana dan kanji serta kurang tertarik dalam belajar bahasa Jepang. Berdasarkan penjelasan di atas memunculkan sebuah pertanyaan yaitu apakah benar kesulitan yang terjadi hanya saat mempelajari huruf hiragana, katakana, dan kanji pada siswa SMA terutama siswa kelas XII IPS SMA Negeri 3 Cilegon. Selain itu, apakah ketertarikan terhadap budaya Jepang juga mempengaruhi siswa dalam belajar bahasa Jepang.
Oleh karena itu, penulis
tertarik untuk membahas apa saja kesulitan yang dialami siswa SMA dalam
4 mempelajari bahasa Jepang dengan judul penelitian “Kesulitan Belajar Bahasa Jepang Pada Siswa Kelas XII IPS Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Cilegon” dalam tugas akhir ini.
1.2 Rumusan Masalah Bertitik tolak dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka rumusan masalah penelitian ini adalah apakah kesulitan yang dialami siswa kelas XII IPS di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Cilegon dalam belajar bahasa Jepang.
1.3 Batasan Masalah Untuk memudahkan penelitian ini maka penulis membatasi masalah sebagai berikut: 1.
Penelitian ini hanya akan membahas kesulitan belajar bahasa Jepang yang dialami siswa SMA Negeri 3 Cilegon.
2.
Penelitian ini dilakukan di kelas XII IPS SMA Negeri 3 Cilegon Tahun Ajaran 2014/2015
1.4 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan kesulitan yang dialami siswa kelas XII IPS di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Cilegon dalam belajar bahasa Jepang.
5 1.5 Hipotesis Menurut Russefendi (1994: 21) hipotesis adalah penjelasan tentatif (sementara) tentang tingkah laku, fenomena (gejala), atau kejadian yang akan terjadi; bisa juga mengenai kejadian yang sedang berjalan. Penulisan tugas akhir ini dilandasi dengan sebuah hipotesis yaitu adanya kesulitan belajar bahasa Jepang terkait dengan huruf Jepang di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Cilegon terutama di kelas XII IPS.
1.6 Metode Penelitian Dalam penulisan tugas akhir ini, penulis menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif. Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan/ melukiskan keadaan subyek atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat, dan lain-lain) pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya (Nawawi, 1998: 63). Penelitian kuantitatif digunakan untuk pengolahan dan penyajian data secara sistematik (Nawawi, 1998: 28) Tidak hanya menggunakan metode penelitian deskriptif kuantitatif, penulis juga menerapkan metode studi pustaka pada penulisan tugas akhir. Data-data yang diperoleh melalui buku, makalah penelitian/ilmiah, jurnal ilmiah, dan artikel. Selain itu, penulis juga memperoleh data dari internet untuk menambah referensi penulisan tugas akhir. Data-data yang diperoleh akan dianalisis kembali untuk dapat menjawab pertanyaan dalam penelitian dan menghasilkan kesimpulan yang
6 relevan. Pada Bab selanjutnya penulis akan menjelaskan lebih rinci mengenai metode penelitian yang akan digunakan dalam tugas akhir.
1.7 Tinjauan Pustaka Kesulitan belajar merupakan kendala yang dialami anak-anak maupun remaja untuk mencapai prestasi, namun tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan. Dalam belajar bahasa Jepang tidak menutup kemungkinan orang yang belajar bahasa Jepang menemukan kesulitan. Ada beberapa analisis mengenai kesulitan belajar bahasa Jepang yang sudah pernah dilakukan. Sri Kurniah (2013) dengan judul penelitian “Faktor Kesulitan Belajar Huruf Hiragana Pada Siswa Kelas X SMAN 3 Pekalongan”. Penelitian ini menjelaskan bahwa kesulitan yang dialami para pembelajar biasanya berupa kesulitan membaca atau mengucapkan huruf, kesulitan menuliskan huruf dengan urutan yang benar, kesulitan mengingat bentuk huruf dan membedakan bentuk huruf yang mirip. Kenyataan menunjukkan bahwa siswa kelas X SMAN 3 Pekalongan masih kesulitan dalam mempelajari huruf hiragana karena mereka menganggap lebih mudah belajar bahasa Jepang tanpa mempelajari hurufnya. Peneliti mencoba meneliti kesulitan belajar dari faktor intern dan faktor ekstern siswa serta beberapa faktor yang dapat menghambat proses belajar mengajar. Oleh karena itu, penelitian ini difokuskan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kesulitan belajar huruf hiragana. Rifa Fauziah (2009) dengan judul “Analisis Kesulitan Belajar Huruf Hiragana Pada Siswa Kelas X SMAN 24 Bandung” menjelaskan kesulitan belajar
7 bahasa Jepang khususnya belajar huruf hiragana pada siswa kelas X SMAN 24 Bandung. Dalam latar belakang analisisnya disebutkan bahwa hampir semua orang yang belajar bahasa Jepang berpendapat bahwa bahasa Jepang itu sulit dipelajari, karena bahasa Jepang mempunyai huruf tersendiri, yaitu, hiragana, katakana, kanji dan romaji. Masing-masing huruf tersebut memiliki kekhasan tersendiri baik cara penulisan maupun cara membacanya. Akibat hal tersebut, tidak sedikit orang yang belajar bahasa Jepang tanpa ingin belajar hurufnya. Sebagai orang asing untuk dapat mempelajari huruf tersebut dalam waktu singkat dapat dikatakan bukanlah suatu hal yang mudah karena berbeda dengan huruf dalam bahasa ibu yang biasa dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini merupakan salah satu hambatan bagi pembelajar bahasa Jepang pemula sehingga pembelajar menjadi terbiasa menggunakan huruf romaji dalam pembelajaran sehari-hari. Penelitian lain yang dilakukan oleh Restoeningrum (2011) dalam penelitian yang berjudul “Analisis Kesulitan Belajar Bahasa Jepang Dalam Mata Kuliah Sakubun Pada Mahasiswa Semester VI Program Studi Pendidikan Bahasa Jepang FKIP-UHAMKA Tahun Ajaran 2010/2011” membahas kesulitan belajar bahasa Jepang berdasarkan faktor-faktor, yaitu faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik adalah faktor dari dalam diri mahasiswa, yakni keadaan jasmani dan rohani mahasiswa, antara lain aspek psikologia 6 (tonus jasmani, mata dan telinga) dan aspek psikologis (intelegensi, sikap, bakat, minat dan motivasi mahasiswa). Faktor ekstrinsik adalah faktor dari luar siswa, yakni kondisi
6
Berkenan dengan psikologi; bersifaat kejiwaan
8 lingkungan di sekitar siswa, antara lain lingkungan sosial (keluarga, guru, masyarakat, teman) dan lingkungan non sosial (rumah, sekolah, fasilitas dan alam). Pada tahun 1993 Sudjianto mengadakan penelitian kecil terhadap 34 orang siswa yang telah selesai mengikuti program pengajaran (kursus) bahasa Jepang tingkat dasar. Dari penelitian tersebut dapat diketahui bahwa enam orang siswa (17,65%) menyatakan partikel sangat sulit, 21 orang siswa (61,76%) menyatakan partikel sulit, tujuh orang siswa (20,59%) menyatakan partikel mudah, dan tidak ada siswa (0%) yang menyatakan partikel sangat mudah (Sudjianto, 1996: 5). Berikut ini merupakan alasan-alasan yang menyatakan partikel dianggap (sangat) sulit (Sudjianto, 1996: 6): 1. Dikarenakan jumlah partikel dalam bahasa Jepang banyak. 2. Dikarenakan sebuah partikel memiliki fungsi dan cara pemakaian yang banyak. 3. Dikarenakan partikel memiliki beberapa kelompok (jenis). Ada kata yang termasuk pada satu kelompok partikel dan termasuk juga pada kelompok yang lain sehingga memiliki fungsi dan makna ganda. Hal ini mempersulit dalam mengartikan partikel tersebut. 4. Dikarenakan ada beberapa partikel yang berbeda dan memiliki makna yang hampir sama sehingga sulit menentukan pemakaian partikel mana yang lebih tepat.
9 5. Dikarenakan sering terjadi penghilangan partikel dalam suatu kalimat terutama dalam kalimat percakapan. Akibatnya sering timbul keraguan tentang pentingnya mempelajari partikel. 6. Dikarenakan ada kata yang termasuk partikel dan termasuk juga pada kelas kata lain sehingga mempersulit dalam menentukan arti, fungsi dan cara pemakaiannya. Dengan melihat alasan-alasan tersebut, maka tidak aneh jika pembelajar bahasa Jepang mengalami kesulitan dalam pemakaian partikel. Dalam penelitian sebelumnya telah membuktikan bahwa banyak orang yang belajar bahasa Jepang mengalami kesulitan. Tidak hanya siswa SMA tetapi mahasiswa juga mengalami kesulitan belajar bahasa Jepang. Kesulitan yang dialami seperti kesulitan belajar huruf Jepang, kesulitan dalam mata kuliah sakubun 7dan pemakaian partikel. Oleh karena itu, penulisan Tugas Akhir ini akan memfokuskan kesulitan yang dialami siswa XII IPS di SMAN 3 Cilegon dalam belajar bahasa Jepang.
1.8 Sistematika Penulisan Untuk memudahkan dalam memahami tugas akhir ini, maka sistematika penulisan dibagi menjadi 5 bab. Secara ringkas, Bab I berisi latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan penelitian, metode penelitian, hipotesis dan sistematika penulisan. Pada Bab II berisi penjelasan metode penelitian yang akan digunakan dalam tugas akhir. Bab III berisi penjelasan
7
Sakubun (mengarang) merupakan salah satu kegiatan pembelajaran bahasa Jepang.
10 definisi belajar, kesulitan belajar, pengertian partikel, dan kesulitan belajar huruf Jepang. Pada Bab IV berisi penjelasan hasil dan keterbatasan penelitian dan Bab V berisi kesimpulan dan saran dari penelitian.