BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Letak sungsang adalah keadaan dimana janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong berada dibagian bawah kavum uteri. Kejadian letak sungsang berkisar antara 2% sampai 3% bervariasi di berbagai tempat. Sekalipun kejadiannya kecil tetapi mempunyai penyulit yang besar dengan angka kematian sekitar 20% sampai 30% (Winkjosastro, 1999). Pertolongan persalinan letak sungsang melalui jalan vaginal memerlukan perhatian karena dapat menimbulkan komplikasi kesakitan, cacat permanen sampai dengan kematian bayi. Memperhatikan komplikasi pertolongan persalinan letak sungsang melalui jalan vaginal, maka sebagian besar pertolongan persalinan letak sungsang dilakukan dengan sectio caesaria. Bedah Caesar merupakan pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding abdomen dan dinding uterus dan merupakan prosedur untuk menyelamatkan kehidupan. Operasi ini memberikan jalan keluar bagi kebanyakan kesulitan yang timbul bila persalinan pervaginaan tidak mungkin atau berbahaya (Winkjosastro, 1999). Sectio Caesaria menempati urutan kedua setelah ekstraksi vakum dengan frekuensi yang dilaporkan 6% sampai 15% (Gerhard Martius, 1997). Sedangkan menurut statistik tentang 3.509 kasus sectio caesaria yang disusun oleh Peel dan Chamberlein, indikasi untuk sectio caesaria adalah disproporsi janin -
1
panggul 21 %, gawat janin 14%, plasenta previa 11%, pernah sectio caesaria 11%, kelainan letak janin 10%, pre eklamsi dan hipertensi 7%, dengan angka kematian ibu sebelum dikoreksi 17% dan sesudah dikoreksi 0,5% sedangkan kematian janin 14,5% (Winkjosastro, 1999). Angka kejadian sectio caesaria atas indikasi letak sungsang di Rumah Sakit Roemani Semarang pada tahun 2007 dari bulan Januari sampai Mei sebanyak 12 kasus dengan rincian pada bulan Januari 0 kasus, bulan Februari 0 kasus , bulan Maret sebanyak 3 kasus, bulan April sebanyak 4 kasus dan pada bulan Mei sebanyak 5 kasus (Data dari RS Roemani, 2007). Ibu hamil yang menjalani bedah Caesar akibat letak sungsang harus diberikan perawatan dan pengawasan yang intensif. Disinilah peran perawat sangat diperlukan, perawat harus mampu memberikan perawatan yang komprehensif, berkesinambungan, teliti dan penuh kesabaran. Berdasarkan berbagai masalah yang dihadapi klien, maka penulis tertarik untuk mengambil karya tulis "Asuhan Keperawatan Klien Ny. E dengan Pasca Sectio Caesaria atas Indikasi Letak Sungsang di Ruang Fatimah Rumah Sakit Roemani Semarang".
B. Tujuan Penulisan Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis menyusun tujuan sebagai berikut : 1 . Tujuan umum :
2
Untuk mengetahui Asuhan Keperawatan pada Ny . E dengan Sectio Caesaria atas indikasi Letak Sungsang 2. Tujuan khusus : a) Mengetahui pengkajian pada Ny. E dengan Sectio Caesaria atas indikasi Letak Sungsang b) Mengetahui perumusan diagnosa masalah pada Ny. E dengan Sectio Caesaria atas indikasi Letak Sungsang c) Mengetahui rencana tindakan pada Ny. E dengan Sectio Caesaria atas indikasi Letak Sungsang d) Mengetahui tindakan keperawatan pada Ny. E dengan Sectio Caesaria atas indikasi Letak Sungsang e) Mengetahui evaluasi keperawatan pada Ny.E dengan Sectio Caesaria atas indikasi Letak Sungsang
C. Metode Penulisan Dalam penyusunan karya tulis ini menggunakan metode deskriptif dalam bentuk studi kasus dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan yang meliputi pengkajian, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Adapun pengumpulan datanya dilakukan dengan cara : 1. Observasi Partisipasi Dengan menggunakan pengamatan dan melaksanakan asuhan keperawatan kepada klien selama dirawat dirumah sakit. Dan bersifat obyektif dengan melihat respon klien setelah dilakukan tindakan
3
2. Wawancara Diperoleh dengan cara mengadakan tanya jawab dengan klien, keluarga klien serta tenaga kesehatan lain untuk mendapatkan keterangan 3. Studi Dokumenter Diperoleh dengan mempelajari buku catatan medik serta hasil pemeriksaan yang ada. 4. Studi Kepustakaan Dengan mempelajari buku-buku yang ada untuk membantu menegakkan diagnosa keperawatan serta intervensi
D. Sistematika Untuk mendapatkan gambaran yang jelas mengenai pembuatan karya tulis ini, maka akan diuraikan secara singkat dalam bentuk bab per bab. Penulisan ini disusun dalam 5 bab yaitu : Bab satu, Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, tujuan penulisan, metode penulisan serta sistematika penulisan. Bab dua, Konsep dan teori yang meliputi anatomi dari fisiologi, sectio caesaria
yang
meliputi
pengertian sectio caesaria, macam macam
pembedahan sectio caesaria, indikasi, manifestasi, klinik, fase – fase penyembuhan luka, komplikasi, pengkajian fokus pola kesehatan fungsional, pemeriksaan diaganostik, pathways, diagnosa keperawatan, dan fokus intervensi.
4
Bab tiga, Tinjauan kasus meliputi pengkajian, pengelompokan data, analisa data, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan / implementasi dan evaluasi. Bab empat, Pembahasan kasus yang berisi tentang kesesuaian dan kesenjangan antara masalah yang timbul saat memberi asuhan keperawatan pada kasus dibanding dengan teori yang ada dalam kepustakaan dan pengkajian
perencanaan
keperawatan
melaksanakan
tindakan
yang
direncanakan sampai evaluasi. Bab lima, Penutup yang berisi tentang kesimpulan dan saran yang mungkin dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan bersama untuk masa yang akan datang.
5
BAB II KONSEP DASAR SECTIO CAESARIA DENGAN INDIKASI KELAINAN
A.
Pengertian Sectio Caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut atau vagina; atau sectio caesaria adalah suatu histerektomia untuk janin dari dalam rahim. ( Mochtar, R 1998 ) Post Partum ( masa pelerperium ) juga disebut masa setelah partus selesai dan berakhir setelah kira-kira 6 minggu, akan tetapi seluruh alat genetalia baru pulih kembali sebelum kehamilan dalam waktu 3 bulan. ( Sarwono, 1999 ) Letak janin adalah bagaimana sumbu janin berada terhadap sumbu ibu, misalnya letak lintang dimana sumbu janin tegak lurus pada sumbu ibu, letak membujur dimana sumbu janin sejajar dengan sumbu, ini bisa letak kepala atau letak sungsang. ( Mochtar, R 1998 ) Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa Post Partum Sectio Caesaria dengan kelainan letak adalah suatu cara melahirkan janin dengan cara pembedahan pada dinding uterus untuk memudahkan proses kelahiran janin karena sumbu janin berada terhadap sumbu ibu atau karena tidak ada kemajuan dari persalinan.
6
B.
Anatomi dan Fisiologi 1.
Organ Internal a. Vagina Vagina merupakan saluran fibromuskuler elastis yang membentang ke atas dan kebelakang dari vulva hingga uterus. Dinding anterior vagina memiliki panjang kurang dari 7,5 cm dan dinding posteriornya 9 cm. Vagina mempunyai banyak fungsi yaitu sebagai saluran keluar dari uterus, dilalui sekresi uterus dan kotoran menstruasi, sebagai organ kopulasi dan sebagai bagian jalan lahir saat persalinan. Dinding Vagina terdiri atas empat lapisan : 1. Lapisan epitel gepeng berlapis; pada lapisan ini tidak terdapat kelenjar tetapi cairan akan merembes melalui epitel untuk memberi kelembaban. 2. Jaringan konektif areolor yang dipasok pembuluh dengan baik. 3. Jaringan otot polos berserabut longitudinal dan sirkuler. 4. Lapisan luar jaringan ikat fibrosa berwarna putih. Fornik berasal dari kata latin yang artinya selokan. Pada tempat serviks menjalur ke dalam kubah vagina terbentuk sebuah selokan melingkar yang mengelilingi serviks. Fornik ini terbagi menjadi empat bagian : Fornik posterior, anterior dan dua buah fornik lateral.
7
b. Uterus Uterus merupakan organ muskuler yang sebagaian tertutup oleh peritonium atau serosa. Bentuk uterus mnyerupai buah pir yang gepeng. Uterus wanita tidak hamil terletak pada rongga panggul antara kandung kemih di anterior dan rektum di posterior. Uterus wanita nullipora panjang 6 – 8 cm, dibandingkan dengan 9 – 10 cm pada wanita multipara. Berat uterus wanita yang pernah melahirkan antara 50 – 70 gram, sedangkan pada yang belum pernah melahirkan beratnya 80 gram atau lebih. ( Langlois, 1975 ) Uterus terdiri atas : 1). Fundus Uteri Merupakan bagian uterus proksimal, disitu kedua tuba falopi berinsersi ke uterus. Didalam klinik penting diketahui sampai di mana fundus uteri berada oleh karena tuanya kehamilan dapat diperkirakan dengan perabaan fundus uteri. 2). Korpus Uteri Merupakan bagian uterus yang terbesar. Rongga yang terdapat pada korpus uteri disebut kavum uteri. Dinding korpus uteri terdiri dari 3 lapisan : serosa, muskula dan mukrosa. Mempunyai fungsi utama sebagai janin berkembang. 3). Servik Uteri
8
Servik merupakan bagian uterus dengan fungsi khusus, terletak di bawah isthmus. Servik memiliki serabut otot polos, namun terutama terdiri atas jaringan kologen, ditambah jaringan elastin serta pembuluh darah. Kelenjar ini berfungsi mengeluarkan sekret yang kental dan kental dari kanalis servikalis. Jika saluran kelenjar servilis tersumbat dapat terbentuk kista refensi berdiameter beberapa milimeter yang disebut sebagai folikel nabothian. Secara histologik uterus terdiri atas : a. Endometrium di corpus uteri dan endoserviks diserviks uteri Merupakan bagian terdalam dari uterus yaitu lapisan mukosa yang melapisi rongga uterus pada wanita yang tidak hamil. Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar dan jaringan dengan banyak pembuluh darah yang berkeluk-keluk. Ukuran endometrium bervariasi yaitu 0,5 cm hingga 5 mm. Endometrium terdiri dari epitel permukaan, kelenjar dan jaringan mesenkim antar kelenjar yang didalamnya banyak terdapat pembuluh darah. Epitel permukaan endometrium terdiri dari satu lapisan sel kolumner tinggi, bersilia dan tersusun rapat. Kelenjar uterina berbentuk tubuler merupakan invaginasi dari epitel,
9
kelenjar ini menghasilkan cairan alkalis encer yang berfungsi menjaga rongga uterus tetap lembab. b. Miometrium Miometrum
merupakan
jaringan
pembentuk
sebagian besar uterus dan terdiri dari kumpulan otot polos yang disatukan jaringan ikat dengan banyak serabut elastin didalamnya. Menurut Schwalm dan Dubrauszky, 1996 banyaknya serabut otot pada uterus sedikit demi sedikit berkurang ke arah kaudal, sehingga pada serviks otot hanya merupakan 10% dari massa jaringan. Selama masa kehamilan terutama malalui proses hipertrofi, miometrium sangat membesar, namun tidak terjadi perubahan yang berarti pada otot di serviks. c. Lapisan serosa, yakni peritonium viseral Uterus sebenarnya terapung-apung dalam rongga pelvis dengan jaringan ikat dan ligamentrum yang menyokongnya. Ligamentum yang memfiksasi uterus adalah : i). Ligamentum Kardinal Sinistra et Dextra ( Mackenroat ) Yaitu ligamentum yang terpenting mencegah suplay uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal dan berjalan dari serviks dan puncak vagina kearah
10
loteral dinding pelvis. Didalamnya ditemukan banyak pembuluh darah antara lain vena dan arteri uterina. ii). Ligamentum Sakro Uterium Sinistra et Dextra Yaitu ligamentum yang menahan uterus agar tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian belakang, kiri dan kanan, ke arah os sakrum kiri dan kanan. iii). Ligamentum Rotundum Sinistra et Dextra Yaitu ligamentum yang menahan uterus dalam antefleksi dan berjalan dari sudut fundus uteri kiri dan kanan , kedaerah inguinal kiri dan kanan. iv). Ligamentum Latum Sinistra at Dextra Yaitu ligamentum yang meliputi tuba, berjalan dari uterus ke arah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat dibagian dorsal ligamentum ini ditemukan indung telur (Ovarium Sinistra at Dextra). v). Ligamentum Infudibula Pelvicum Yaitu ligamentum yang menahan tuba falopi berjalan dari arah infudibulum ke dinding pelvis. Didalamnya terdapat urat-urat syaraf, saluran-saluran limfe, orteri dan vena ovarica. Istmus adalah bagian uterus antara servik dan corpus uteri diliputi oleh peritorium viseral yang mudah
11
sekali digeser dari dasarnya atau digerakkan di daerah plika vesiaka uterina. Uterus diberi darah oleh arteri uterina sinistra et dextra yang terdiri dari ramus eksenden dan desenden. Pembuluh darah yang lain yang memperdarahi uterus adalah arteri ovarica sinistra et dextra. Inversasi uterus terdiri dari atas sistem saraf simpatis, parasimpatis dan serebrospinal. Yang dari sistem parasimpatis ini berada dalam panggul disebelah kiri dan kanan os sakrum, berasal dari saraf sakral 2,3 dan 4- dan selanjutnya memasuki frankenhauser yang dari sistem simpatis masuk ke dalam rongga panggul sebagai pleksus hipogastrikus
melalui
bifurkasio
aorta
dan
promontorium terus ke bawah dan menuju pleksus frankenhauser. Serabut saraf tersebut memberi inervosi pada meometrium dan endometrium. Kedua sistem simpatik dan parasimpatik mengandung unsur motorik dan sensorik. Simpatik menimbulkan kontraksi dan vaso kontriksi sedangkan parasimpatik mencegah kontraksi dan menimbulkan vosodillatasi. c. Tuba Falopi Tuba falopi merupakan saluran ovum yang terentang antara kornu uterina hingga suatu tempat di dekat ovarium dan
12
merupakan jalan ovum mencapai rongga uterus. Panjang tuba falopi antara 8 – 14 cm, tuba tertutup oleh peritonium dan lumennya dilapisi membran mukosa. Tuba falopi terdiri atas : a. Pars Interstisialis Bagian yang terdapat didinding uterus b. Pars Ismika Merupakan bagian medial tuba yang sempit seluruhnya. c. Pars Ampularis Bagian yang terbentuk agak lebar tempat konsepsi terjadi. d. Pars Infudibulum Bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan mempunyai fimbria. Fimbria penting artinya bagi tuba untuk menangkap telur untuk kemudian menyalurkan kedalam tuba. d. Ovarium Ovarium merupakan organ yang berbentuk seperti buah amandel, fungsinya untuk perkembangan dan pelepasan ovum, serta sintetis dan sekresi hormon steroid. Ukuran ovarium, panjang 2,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 3 cm, dan tebal 0,6 – 1 cm. Setelah menopause ovarium sangat kecil. Normalnya, ovarium terletak pada bagian atas rongga panggul dan menempel pada lekukan dinding lateral pelvis diantara iliaka eksternal yang divergen dan
13
pembuluh darah hipogastrik fossa ovarica woldeyer. Ovarium melekat pada ligamentum latum melalui mesovarium. Struktur umum pada ovarium dapat dibedakan menjadi : 1). Korteks Ketebalannya sesuai dengan usia dan menjadi semakin tipis dengan bertambahnya usia. Dalam lapisan inilah terletak ovarium dan folikel de graaf. Bagian yang paling luar dari kortek yang kusam dan keputih-putihan sebagai tunika albuginea, dimana permukaannya terdapat lapisan tunggal epitel kuboit yaitu epitel germinal dari woldeyer. 2). Medula Terdiri
dari
jaringan
penyambung
longgar
yang
berkesinambungan dengan yang dari mesovarium. Terdapat sejumlah besar arteri dan vena dalam medula dan sejumlah kecil serat otot polos yang berfungsi dalam pergerakan ovarium-ovarium disuplai oleh saraf simpatis dan saraf parasimpatis. Ovarium sangat kaya dengan serat saraf tak bermyelin, yang untuk sebagaian besar menyertai pembuluh darah
2.
Fisiologi Post Partum Perubahan fisiologi post partum menurut (Farrel, 2002: 225) antara lain :
14
1. Involusio Yaitu suatu proses fisiologis pulihnya kembali alat kandungan ke keadaan sebelum hamil terjadi karena masing-masing sel menjadi lebih kecil karena sytoplasmanya yang berlebihan dibuang. a. Involusio uterus Terjadi setelah placenta lahir, uterus akan mengeras karena kontraksi dan reaksi pada otot-ototnya, dapat diamati dengan pemeriksaan tinggi fundus uteri. - Setelah plasenta lahir hingga 12 jam pertama TFU 1 – 2 jari di bawah pusat. - Pada hari ke –6 TFU normalnya berada dipertengahan simpnisis pubis dan pusat. - Pada hari ke –9 TFU sudah tidak teraba. b. Involusio tempat melekatnya placenta Setelah plasenta dilahirkan, tempat melekatnya plasenta menjadi tidak beraturan dan ditutupi oleh vaskuler yang kontraksi serta trobosis pada endometrium terjadi pembekuan skar sebagai proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan luka pada endometrium ini memungkinkan untuk implantasi dan pembentukan plasenta pada kehamilan yang akan datang. 2. Lochea
15
Yaitu kotoran yang keluar dari liang senggama dan terdiri dari jaringan-jaringan mati dan lendir berasal dari rahim dan liang senggama. Menurut pembagiannya : -
Lochea rubra Berwarna merah, terdiri dari lendir dan darah, terdapat pada hari kesatu dan kedua.
-
Lochea sanguilenta Berwarna coklat, terdiri dari cairan bercampur darah dan pada hari ke 3 – 6 post partum.
-
Lochea alba Berwarna putih atau jernih, berisi leukosit, sel epitel, mukosa servik dan bakteri atau kuman yang telah mati, pada hari ke 1 – 2 minggu setelah melahirkan.
3. Adaptasi fisik a. Tanda-tanda vital Suhu meningkat ehidrasi karena perubahan hormonal tetapi bila suhu di atas 38oc dan selama 2 hari dalam 10 hari pertama post partum perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, endometritis dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3 post partum dapat menyebabkan kenaikan suhu, walaupun tidak selalu. b. Adaptasi kardiovaskuler
16
1. Tekanan darah stabil, penurunan tekanan darah sistolik ± 20 mmHg dapat terjadi pada saat ibu berubah posisi berbaring ke
duduk.
Keadaan
sementara
sebagai
kompensasi
kardiovaskuler terhadap penurunan tekanan dalam rongga panggul dan pendarahan. 2. Denyut nadi berkisar 60 – 70 kali per menit, berkeringat dan menggigil mengeluarkan cairan yang berlebihan dari sisa-sisa pembakaran melaui kulit sering terjadi terutama malam hari. c. Adaptasi traktus uranius Selama proses persalinan kandung kemih mengalami trauma yang
dapat
mengakibatkan
oedem
dan
menghilangkan
sensifitas terhadap tekanan cairan. Perubahan ini dapat menyebabkan tekanan yang berlebihan dan pengosongan yang tidak sempurna. Biasanya ibu mengalami ketidak mampuan untuk buang air kecil selama 2 hari pertama setelah melahirkan.
d. Adaptasi sistem gastrointestinal Diperlukan waktu 3 – 4 hari sebelum faal usus kembali normal meskipun kadar progesteron menurun setelah melahirkan namun asupan makanan juga mengalami penurunan selama 1 – 2 hari. e. Adaptasi sistem endokrin
17
Perubahan
buah
dada,
umumnya
produksi
ASI
baru
berlangsung pada hari ke 2 – 3 post partum, buah dada tampak membesar, keras dan nyeri. f. Adaptasi sistem muskuloskeletal Otot diding abdomen teregang secara bertahap selama kehamilan mengakibatkan hilangnya kekenyalan otot. Keadaan ini terlihat jelas setelah melahirkan dinding perut tampak lembek dan kendor. g. Perinzum Setelah partus perineum menjadi kendor karena sebelumnya meregang oleh tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada post ratal hari ke 5, perineum sudah mendaptkan kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendor dari keadaan sebelum melahirkan (Nuliparia). h. Laktasi Setelah
partus,
pengaruh
menekan
dari
estrogen
dan
progesceron terhadap hipofisis hilang pengaruh hormonhormon hipofisis kembali antara lain, laktogenik hormon (prolaktin) yang akan menghasilkan pula mammae yang telah dipersiapkan pada masa hamil terpengaruh akibat kelenjarkelenjar susu dilaksanakan umumya produksi air susu baru berlangsung betul pada hari ke 2 – 3 post partum. 4. Adaptasi psikososial
18
Ada 3 fase pada ibu post partum, yaitu : 1. Fase taking in (fase dependen) a. Selama 1 – 2 hari pertama, dependensi sangat dominan pada ibu dan ibu lebih memfokuskan pada dirinya sendiri. b. Beberapa hari setelah melahirkan akan menangguhkan keterlibatannya dalam tanggung jawab sebagai ibu dan lebih mempercayakan kepada orang lain dan ibu akan lebih baik meningkatkan kebutuhan akan nutrisi dan istirahatnya. c. Menunjukkan
kegembiraan
yang
sangat,
misalnya
menceritakan tentang pengalaman kehamilan, melahirkan dan rasa ketidaknyamanan. 2. Fase taking hold (fase independent) a. Ibu sudah menunjukkan perluasan fokus perhatiannya yaitu dengan memperlihatkan bayinya. b. Ibu mulai tertarik melakukan perawatan pada bayinya. c. Ibu mulai terbuka menerima pendidikan kesehatan bagi dirinya dan bayinya. 3. Fase letting go (fase interdependent) Fase ini merupakan suatu keadaan menuju peran baru. a. Ketidaktergantungan dalam merawat diri dan bayinya lebih meningkat. b. Mengenal bayi bahwa bayi terpisah dari dirinya. ( Bobak, 2004 )
19
C.
Etiologi Penyebab letak sungsang dapat berasal dari : 1. Sudut ibu a. Keadaan rahim : •
Rahim Arkuatus
•
Septum pada rahim
•
Uterus duplek
•
Mioma bersama kehamilan
b. Keadaan placenta : •
Placenta letak rendah
•
Placenta previa
c. Keadaan janin lahir : •
Kesempitan panggul
•
Deformitas tulang panggul
•
Terdapat tumor menghalangi jalan lahir dan perputaran ke posisi kepala.
2. Sudut janin Pada janin terdapat berbagai keadaan yang menyebabkan letak sungsang : •
Tali pusat pendek atau lilitan tali pusar
•
Hidrosefalus atau anensepalus
•
Kehamilan kembar
•
Hidromnion atau oligohidranion
20
•
Prematuritas Dalam keadaan normal, bokong mencari tempat yang lebih luas
sehingga terdapat kedudukan letak kepala. Disamping itu kepala janin merupakan bagian tersebar dan keras serta paling berat memalui hukum gaya berat, kepala janin akan menuju kearah itu atas pinggul. Dengan gerakan kaki janin, ketegangan ligamentum rotundum dan kontraksi braxon hicks, kepala janin berangsur-angsur masuk ke pintu atas panggul. (
Manuaba,
1998:
361) Indikasi Sectio Caesaria a. Placenta previa sentralis dan lateralis (posterior) b. Panggul sempit Holmer mengambil batas terendah untuk melahirkan janin vias naturalis ialah CV : 8 cm panggul depan CV : 8 cm dapat dipastikan tidak dapat melahirkan janin yang normal, harus diselesaikan dengan sectio caesaria. CV antara 8 – 10 cm boleh dicoba dengan partus percobaan, baru setelah gagal dilakukan sectio caesaria sekunder. c. Dispoporsi sefalo pelvik, yaitu ketidakseimbangan antara ukuran kepala dengan panggul. d. Ruptur uteri mengancam e. Partus lama (prolanged labor) f. Partus tak maju
21
g. Jistorsia servik h. Pre eklamsi dan hipertensi i. Mal presensi janin : 1). Letak lintang Greenhill dan Easman sama-sama sependapat : a). Bila ada kesempitan panggul, maka sectio caesaria adalah cara yang terbaik dalam segala letak lintang dengan janin hidup dan besar biasa. b). Semua baru pertama kali hamil primigravida dengan letak lintang harus ditolong dengan sectio caesaria, walau tidak ada perkiraan panggul sempit. c). Sudah pernah melahirkan lebih dari 1 kali multipara dengan letak lintang dapat lebih dulu ditolong dengan cara-cara lain.
2). Letak sungsang Macam-macam letak sungsang Berdasarkan komposisi dan bokong dan kaki dapat ditentukan beberapa bentuk letak sungsang sebagai berikut: a). Letak bokong murni (Frank Breech) Terjadi bila diperiksa teraba bokong, kedua kaki mengungkit keatas sampai kepala bayi, kedua kaki bertindak sebagai spalk. b). Letak bokong kaki sempurna (Complete Breech)
22
Terjadi bila diperiksa teraba bokong kedua kaki berada disamping bokong.
D.
Manifestasi Klinik 1. Pernapasan : - Pernapasan meningkat karena hipoventilasi, posisi salah, pembalut ketat pada dada dan abdomen atas, kegemukan. - Kecepatan pernapasan turun karena pengaruh obat : anestesi, narkotika, sedatifa. 2. Tekanan Darah : - Meningkat jika dalam keadaan cemas, nyeri, distensi kandung kemih. - Tekanan darah turun jika terjadi shock karena kehilangan cairan atau hemoragi.
3. Suhu : - Terjadi kenaikkan karena reaksi stress. - Suhu turun karena dinginnya ruang operasi dan ruang pemulihan. 4. Nadi - Meningkat karena nyeri, cemas, dilatasi perut. - Kecepatan nadi turun karena kebanyakan dosis digitalis. 5. Kenyamanan - Terdapat nyeri, mual, tumpah. - Sikap tidur nyaman dan memperlancar ventilasi.
23
( Long, 1996 ) E.
Fase-fase Penyembuhan Luka 1. Fase I ( Termasuk respon inflammatory ) berlangsung selama 3 hari •
Penutupan luka (darah membeku)
•
Fagositoris saringan rusak dan bakteri
•
Pembentukan jaringan fibrin
•
Pembentukan arus darah ke luka.
2. Fase II berlangsung 3 – 14 hari setelah bedah : •
Kolagen dikumpulkan
•
Regenerasi sel epitel
•
Luka granulasi jaringan
3. Fase III berlangsung dari minggu kedua sampai minggu ke enam •
Tambahan pengumpulan kolagen
•
Pembuluh darah terjepit
•
Luka pertumbuhan jaringan menarik tinggi
4. Fase IV berlangsung beberapa bulan setelah bedah •
Kolagen menciut dan memadat
•
Luka : membentuk perut, tipis dan putih ( Barbara C. Long, 1996 :
69 )
F.
Penatalaksanaan 1. Saat kehamilan melakukan versi luar
24
2. pertolongan persalinan dilakukan secara per vaginam, jika pertolongan persalinan melalui jalan banyak terjadi komplikasi persalinan dengan sectio caesaria. ( Ida Bagus, 1998 )
G.
Komplikasi Komplikasi akibat sectio caesaria antara lain : 1. Infeksi puerperal ( nifas ) Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum keadaan pembedahan sudah ada gejala-gejala infeksi intra parfum atau ada faktor-faktor yang merupakan gejala infeksi. - Infeksi bersifat ringan, kenaikan suhu beberapa hari saja. - Sedang dengan kenaikan suhu yang lebih tinggi, disertai dengan dehidrasi dan perut sedikit kembung. - Berat dengan peritonitis septis ileus paralitik, hal ini sering kita jumpai pada partus terlambat, dimana sebelumnya telah terjadi infeksi intraportal karena ketuban yang telah lama. Penanganannya adalah dengan pemberian cairan elektrolik dan antibiotik yang adekuat dan tepat. 2. Pendarahan Rata-rata darah hilang akibat sectio caesaria 2 kali lebih banyak dari pada yang hilang dengan kelahiran melalui vagina. Kira-kira 800 – 1000
25
ml yang disebabkan oleh banyaknya pembuluh darah yang terputus dan terbuka, atonia uteri dan pelepasan pada plasenta. 3. Emboli pulmonal Terjadi karena penderita dengan insisi abdomen kurang dapat mobilisasi di bandingkan dengan melahirkan melaui vagina (normal). 4. Luka kandung kemih, emboli paru dan keluhan kandung kemih bila reperitonialisasi terlalu tinggi. 5. Kemungkinan ruptur uteri spontan pada kehamilan mendatang.
26