BAB I PENDAHULUAN A.
Alasan Pemilihan Judul Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga.1 Dilihat dari agunannya, kredit terbagi menjadi dua yaitu kredit tanpa agunan dan kredit dengan agunan. Yang dimaksud dengan agunan itu sendiri yaitu jaminan tambahan yang diserahkan nasabah debitur kepada bank dalam rangka pemberian fasilitas kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah.2
Pada dasarnya eksistensi agunan dalam suatu hubungan kredit adalah sebagai sarana menjamin keamanan asset kreditur yang dialihkan kepada debitur dalam wujud kredit. Sehingga apabila dalam kemudian hari suatu kredit berkembang menjadi kredit bermasalah maka ada jaminan keamanan bagi pihak bank sebagai kreditur untuk dapat menarik kembali assetnya melalui likuidasi agunan, yang dimaksud dengan likuidasi agunan adalah proses menjadikan suatu agunan menjadi uang kas baik melalui penjualan secara lelang maupun diluar lelang ataupun penyerahan agunan secara sukarela. Oleh karenanya agunan sering
1
Pasal 1 angka 11 Undang-Undang Perbankan.
2
Pasal 1 angka 23 Undang-Undang Perbankan
1
disebut dengan jalan keluar alternatif apabila suatu waktu kredit mengalami penurunan kualitas.
Dalam perkembangannya, produk kredit dengan berbasis agunan asset dirasakan tidak memadai dengan kebutuhan pasar karena adanya pertimbangan keterbatasan calon debitur yang tidak mempunyai asset yang layak untuk dipergunakan sebagai agunan atau biaya kredit yang terlalu mahal pada kredit berbasis agunan. Biaya kredit yang muncul dalam suatu kredit dengan agunan diantaranya adalah biaya pengikatan agunan, asuransi agunan dan biaya penyimpanan agunan dalam suatu kredit. Berdasarkan problema yang terdapat dalam kredit dengan agunan maka banyak bank yang kemudian mengarahkan bisnisnya pada kredit tanpa agunan. Kebijakan bisnis ini tentunya telah diperhitungkan untung ruginya terutama terkait manajemen risiko yang terkait dengan kredit tanpa agunan.
Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga, adalah salah satu divisi yang ada pada Bank Danamon yang menyediakan fasilitas kredit tanpa agunan, dengan nama produknya yaitu Solusi Modal, dengan tujuan pinjaman yaitu konsumtif investasi dan modal kerja. Sepanjang tahun 2011, pada DSP Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga ini terdapat kasus kredit macet sebanyak 99 debitur prioritas tunggak DPD (Day Past Due). Para debitur tersebut memiliki keterlambatan dalam pembayaran angsuran pinjaman yang telah melebihi 30 hari, dimana hal ini telah melebihi batas waktu pembayaran angsuran kredit yang telah ditetapkan oleh pihak DSP. Adanya kredit macet tersebut sebagian besar terjadi
2
karena debitur kredit mengalami kemunduran, kerugian atau kendala dalam kegiatan usahanya sehingga tidak dapat menghasilkan uang, serta adanya masalah pribadi seperti masalah keluarga.3
Pihak DSP dalam menghadapi permasalahan tersebut menempuh berbagai cara untuk dapat menyelamatkan kredit macet ini dengan tujuan agar dana yang dipinjam baik sebagian atau bahkan seluruh dana tersebut dapat diselesaikan pengembaliannya oleh pihak debitur. Mengenai bagaimana cara penyelamatan atau penyelesaian kredit tanpa agunan macet yang ditempuh oleh pihak DSP Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga inilah yang penulis ingin untuk mengetahuinya. Hal tersebut mendorong penulis untuk lebih mendalami persoalan penyelesaian kredit tanpa agunan dengan melakukan penelitian, yang dituangkan dalam tulisan “Penyelesaian Kredit Tanpa Agunan di Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga”.
Skripsi serupa mengenai penyelesaian kredit bermasalah pernah ditulis dan diteliti di Fakultas Hukum UKSW, dengan judul Penyelesaian Kredit Macet di PD. BPR BKK Wonogiri Kota, oleh Andhika Purwaka Putra dengan NIM 312004017. Akan tetapi topik dalam skripsi ini berbeda. Jika dilihat secara garis besarnya, yang membedakan antara skripsi yang ditulis oleh sdr. Andhika tersebut dengan skripsi yang akan penulis tulis adalah terletak pada ruang lingkup kreditnya, dimana penulis akan meneliti mengenai kredit tanpa agunan sedangkan sdr. Andhika meneliti mengenai kredit dengan agunan. 3
Nanda Ferri K, Credit Analyst Officer Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga, (wawancara di Salatiga : 11 April 2012)
3
B.
Latar Belakang Masalah Pada prinsipnya kegiatan suatu bank terdiri dari 3 (tiga) golongan, yaitu
kegiatan penyaluran dana kepada masyarakat, kegiatan penarikan dana kepada masyarakat, serta kegiatan pemberian jasa tertentu yang dapat menghasilkan fee based income.4 Fungsi utama perbankan di Indonesia adalah sebagai penghimpun dan penyalur dana masyarakat.5 Sebagai penghimpun dana masyarakat, pihak bank menyediakan layanan dalam bentuk simpanan atau tabungan, giro, deposito, dan sebagainya. Sedangkan sebagai penyalur dana masyarakat, bank menyediakan layanan dalam bentuk pemberian kredit kepada masyarakat. Salah satu bank swasta nasional yang memberikan kredit mikro (pelayanan keuangan yang diperuntukkan bagi pengusaha mikro berpenghasilan rendah) adalah Bank Danamon, melalui salah satu divisinya yaitu Danamon Simpan Pinjam (DSP). Pemberian kredit ini adalah tanpa agunan, yang dinamakan dengan program Solusi Modal. Solusi modal adalah pinjaman jangka pendek tanpa agunan untuk modal usaha atau keperluan lainnya. Dalam hal penyaluran kredit, tidak terlepas dari adanya resiko kredit yaitu resiko kerugian yang disebabkan oleh ketidakmampuan dari debitur atas kewajiban pembayaran utangnya baik utang pokok maupun bunganya ataupun keduanya6. Untuk menghindari resiko kredit tersebut maka pihak bank perlu untuk menerapkan prinsip kehati-hatian dalam menyalurkan dana kredit, yang salah satunya adalah dengan dilakukan melalui kegiatan penyidikan dan analisis 4
Munir Fuady. 2003. Hukum Perbankan Modern. Buku Kesatu. Bandung : PT Citra Aditya Bakti.Hlm 8. 5 Pasal 3 Undang-Undang Perbankan 6 http://id.m.wikipedia.org/wiki/Risiko_kredit (diunduh pada 4 Juni 2012)
4
kredit. Analisis kredit berperan sebagai saringan pertama untuk menangkal munculnya kredit bermasalah.7 Tujuan utama analisis permohonan kredit adalah untuk memperoleh keyakinan apakah nasabah mempunyai kemauan dan kemampuan memenuhi kewajibannya kepada bank secara tertib sesuai dengan yang telah diperjanjikan dengan pihak bank. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian kredit adalah prinsip 6C’s Analysis, yaitu :8 1. Character, adalah keadaan watak dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana kemauan nasabah untuk memenuhi kewajibannya sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan. 2. Capital, adalah jumlah dana atau modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah. Modal sendiri diperlukan bank sebagai alat kesungguhan dan tanggung jawab nasabah dalam menjalankan usahanya karena ikut menanggung resiko terhadap gagalnya usaha. 3. Capacity, adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk mengetahui sampai sejauh mana calon nasabah mampu untuk mengembalikan atau melunasi utang-utangnya secara tepat waktu dari usahanya. 4. Collateral, adalah barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap kredit yang diterimanya. 7
Siswanto Sutojo.2008. Menangani Kredit Bermasalah : Konsep dan Kasus. Jakarta : PT Damar Mulia Pustaka. Hlm. 95. 8 http://arsasi.wordpress.com/2008/09/21/analisa-kredit-6c/ (diunduh pada 14 Juni 2012)
5
5. Condition of economy, yaitu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinannya mempengaruhi kelancaran usaha calon debitur. 6. Constraints, adalah batasan atau hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis untuk dilaksanakan pada tempat tertentu, misalnya pendirian suatu usaha pompa bensin yang disekitarnya terdapat bengkel las atau pembakaran batu bara. Dari keenam prinsip diatas, yang terpenting untuk diperhatikan adalah character. Apabila prinsip ini tidak terpenuhi, maka dapat dikatakan kelima prinsip lainnya adalah tidak berarti. Karena yang terpenting dari seorang debitur kredit adalah kemauan dan itikad baiknya dalam melaksanakan kewajibannya sesuai dengan yang telah diperjanjikan dengan pihak bank sebagai kreditur. Hal ini menunjukkan bahwa agunan atau Collateral bukanlah menjadi yang terpenting dalam suatu perjanjian kredit. Mengenai Collateral, hal tersebut diperlukan sebagai salah satu upaya dalam mengurangi resiko ketidakpastian yang ditimbulkan dari adanya jeda waktu antara pemberian dan pengembalian dalam perjanjian kredit. Selama ini masyarakat awam mempersamakan pengertian “jaminan kredit” dengan “agunan kredit”, padahal keduanya berbeda. Jaminan kredit adalah jaminan utama yang berwujud tidak nyata, yaitu jaminan yang berupa “keyakinan” bank atas “itikad baik” nasabah debitur untuk melunasi hutangnya sesuai perjanjian, sedangkan agunan kredit adalah jaminan tambahan yang pada
6
umumnya berwujud fisik (misalnya : rumah, tanah, mobil, surat berharga, dan lain-lain) yang dicadangkan untuk pelunasan hutang. Agunan merupakan salah satu unsur pemberian kredit yang digunakan sebagai alternatif dalam pembayaran kredit apabila debitur tidak melakukan kewajibannya. Agunan kredit terdiri dari agunan pokok dan agunan tambahan. Agunan pokok dapat berupa barang, surat berharga, atau garansi, yang berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, seperti barang-barang yang dibeli dengan kredit yang bersangkutan, maupun tagihantagihan debitur kepada pihak lain. Sedangkan agunan tambahan dapat berupa barang, surat berharga, atau garansi, yang tidak berkaitan langsung dengan objek yang dibiayai dengan kredit yang bersangkutan, yang ditambahkan sebagai agunan. Agunan tambahan tidak bersifat pokok, artinya tanpa agunan itu pun bank tetap dapat memberikan kredit kepada nasabah debitur, asalkan syarat jaminan kredit dan agunan pokok telah dipenuhi.9 Istilah Collateral oleh UU Perbankan No 10 Tahun 1998 diartikan dengan “agunan”.
10
Pengertian agunan kredit dapat dilihat pada Pasal 1 angka 23 UU
Perbankan, sedangkan pengertian jaminan kredit secara implisit dapat kita lihat dalam Pasal 8 ayat (1) UU Perbankan yang menyatakan “Dalam memberikan kredit atau pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah, Bank Umum wajib mempunyai keyakinan berdasarkan analisis yang mendalam atas itikad dan
9
http://www.advokatmuhammadjoni.com/opini/tulisan/189-hak-kekayaan-intelektual-sebagaijaminan-hutang.html (diunduh pada 24 Mei 2012) 10 Rachmadi Usman. 2001. Aspek-aspek Hukum Perbankan di Indonesia. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Hlm. 282.
7
kemampuan serta kesanggupan nasabah debitur untuk melunasi utangnya atau mengembalikan pembiayaan dimaksud sesuai dengan yang diperjanjikan.” Sedangkan pada Pasal 2 ayat (1) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No. 23/69/KEP/DIR tanggal 2 Februari 1991 tentang Jaminan Pemberian Kredit, dapat kita temukan bahwa yang dimaksud dengan jaminan adalah suatu keyakinan bank atas kesanggupan debitur untuk melunasi kredit sesuai dengan yang diperjanjikan.11 Jadi, dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa kredit tanpa agunan adalah kredit yang tidak memerlukan agunan, namun tetap memerlukan jaminan yaitu berupa keyakinan bank atas debiturnya. Untuk memperoleh keyakinan atas debiturnya tersebut, maka bank sebelum memberikan kredit harus melakukan penilaian yang seksama terhadap watak, kemampuan, model dan prospek usaha dari debitur.12 Dalam kasus kredit bermasalah, debitur mengingkari janji mereka membayar bunga dan/atau kredit induk yang telah jatuh tempo, sehingga terjadi keterlambatan pembayaran atau sama sekali tidak ada pembayaran, (sehingga memungkinkan kreditur terpaksa melakukan tindakan hukum).13 Sedangkan istilah kredit macet umumnya muncul setelah pihak debitur macet dan gagal melakukan pelunasan kredit sesuai dengan yang diperjanjikan. Di
dalam
Surat
Keputusan
Direksi
Bank
Indonesia
Nomor
:
30/267/KEP/DIR jo Surat Edaran Bank Indonesia Nomor : 30/16/UPPB tanggal 11
Hermansyah. 2005. Hukum Perbankan Nasional Indonesia. Jakarta : Kencana. Hlm. 69. Muhamad Djumhana. 2000. Hukum Perbankan di Indonesia. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Hlm. 394. 13 Siswanto Sutojo. Op.Cit. Hlm. 13. 12
8
27 Febuari 1998 yang telah diperbaharui dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor :7/2/PBI/2005, Pasal 12 ayat (3) tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum, ditetapkan secara tegas penggolongan kualitas kredit, yaitu14 : 1. Lancar (pass), apabila memenuhi kriteria : a) Pembayaran angsuran pokok dan/atau bunga tepat waktu, dan b) Memiliki mutasi rekening yang aktif, atau c) Bagian dari kredit yang dijamin dengan agunan tunai (cash collateral). 2. Dalam perhatian khusus (special mention), apabila memenuhi kriteria : a) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang belum melampaui 90 (Sembilan puluh) hari, atau b) Kadang-kadang terjadi cerukan, atau c) Mutasi rekening relatif aktif, atau d) Jarang terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan, atau e) Didukung oleh pinjaman baru. 3. Kurang lancar (substandard), apabila memenuhi kriteria : 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (Sembilan puluh) hari, atau 2) Terjadi cerukan, atau 3) Frekuensi rekening relatif rendah, atau
14
Mudhofar, August. 2008. “Penanganan Kredit Bermasalah pada PT. Bank Jateng Cabang Utama, Pemuda, Semarang Setelah Piutang Bank Daerah Bukan Lagi Piutang Negara”. Tesis: Program Studi Magister Kenotariatan, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro Semarang. hal 48.
9
4) Terjadi pelanggaran terhadap kontrak yang diperjanjikan lebih dari 90 (Sembilan puluh) hari, atau 5) Terjadi indikasi masalah keuangan debitur, atau 6) Dokumentasi pinjaman lemah. 4. Diragukan (doubtful), apabila memenuhi kriteria : 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari, atau 2) Terjadi cerukan yang bersifat permanen, atau 3) Terjadi wanprestasi lebih dari 180 (seratus delapan puluh) hari, atau 4) Terjadi kapitalisasi bunga, atau 5) Dokumentasi hukum yang lemah baik untuk perjanjian kredit maupun pengikatan jaminan. 5. Macet (loss), apabila memenuhi kriteria : 1) Terdapat tunggakan angsuran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari, atau 2) Kerugian operasional ditutup dengan pinjaman baru, atau 3) Dari segi hukum kondisi pasar, jaminan tidak dapat dicairkan pada nilai wajar. Sedangkan menurut ketentuan yang telah ditetapkan di DSP Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga, terdapat dua penggolongan kualitas kredit, yaitu lancar dan macet. Yang digolongkan dalam kualitas kredit lancar adalah jika pengembalian kredit atau
pembayaran angsuran pinjaman berjalan tepat waktu, atau jika
10
terdapat keterlambatan hanya dari 1 hingga 30 hari. Sedangkan yang digolongkan dalam kualitas kredit macet adalah jika terdapat keterlambatan yang lebih dari 30 hari. Kredit yang bermasalah dapat diselamatkan melalui beberapa cara, tergantung dari kesulitan yang dihadapi debiturnya. Cara-cara tersebut yaitu :15 a. Penjadwalan Kembali (rescheduling) Adalah perubahan persyaratan kredit yang hanya menyangkut jadwal pembayaran atau jangka waktunya. b. Persyaratan kembali (reconditioning) Adanya perubahan sebagian atau keseluruhan syarat-syarat kredit yang tidak terbatas pada perubahan jadwal pembayaran, jangka waktu dan/atau persyaratan lain sepanjang menyangkut perubahan maksimum saldo kredit. c. Penataan Kembali (restructuring) Adalah perubahan syarat-syarat kredit yang menyangkut penambahan dana bank, konversi seluruh atau sebagian tunggakan bunga menjadi pokok kredit baru dan/atau konversi seluruh atau sebagian dari kredit menjadi penyertaan dalam perusahaan, yang disertai dengan penjadwalan kembali dan/atau persyaratan kembali. d. Tindakan penyelamatan dapat juga merupakan kombinasi dari ketiga usaha yang telah disebutkan diatas.
15
C. Timon Yunianti Ananda.1997. Dasar-dasar Perkreditan. Jakarta : PT.Gramedia. Hlm. 115117.
11
Apabila usaha penyelesaian kredit bermasalah secara non litigasi yaitu melalui rescheduling, reconditioning, restructuring tersebut tidak berhasil, maka selanjutnya pihak bank sebagai kreditur berhak untuk menempuh upaya litigasi dengan mengajukan gugatan perdata kepada debitur ke pengadilan. Dalam hal perjanjian kredit yang tidak menggunakan agunan, maka kreditur berhak menagih debitur sampai pada harta kekayaannya. Yang menjadi dasarnya adalah Pasal 1131 KUHPerdata, yang menyatakan “Segala barang-barang bergerak dan tak bergerak milik debitur, baik yang sudah ada maupun yang akan ada, menjadi jaminan untuk perikatan-perikatan perorangan debitur itu”. Namun berdasarkan pengalaman yang ada, penyelesaian melalui jalur hukum ini kurang diminati karena selain memakan waktu lama, yang sering terjadi nilainya jauh dibawah nilai yang diinginkan, sehingga tidak banyak yang melakukannya.16 Dengan semakin meningkatnya pertumbuhan (penyaluran) kredit biasanya disertai pula dengan meningkatnya kredit yang bermasalah. Seperti yang terjadi di Salatiga, walaupun tidak semua nasabah kredit bermasalah, tetapi tetap saja timbul beberapa kasus kredit yang bermasalah. Penulis mengambil contoh yang terjadi di Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga. Pada DSP ini terdapat kasus kredit yang bermasalah. Sepanjang tahun 2011, terdapat kasus kredit tanpa agunan macet sebanyak 99 debitur prioritas tunggak DPD (Day Past Due).
16
Sri Laksmi Sukarsa. Eksistensi dan Permasalahan Debt Collector Dalam Perekonomian dan Perbankan. Hlm. 3.
12
Dalam skripsi ini, penulis akan meneliti mengenai upaya penyelesaian kredit tanpa agunan macet yang telah ditempuh oleh pihak DSP Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga terhadap 23 debitur pada tahun 2011. Penulis mengambil contoh dalam permasalahan Ny. En (memiliki usaha warung sembako dengan keterlambatan 61 hari) yang omset usahanya tidak memadai karena ternyata keadaan debitur tersebut tidak sama dengan data yang diambil pada saat survey awal. Ny. En memiliki pinjaman awal sebesar Rp. 10.000.000,00 dalam jangka waktu 24 bulan dengan angsuran sebesar Rp. 697.000,00 tiap bulannya. Melihat dari hasil analisa ulang terhadap kemampuan bayar debitur Ny. En, maka pihak DSP Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga mengambil keputusan untuk mengubah persyaratan kredit, yaitu mengubah sisa pokok pinjaman sebesar Rp. 5.000.000,00 menjadi suatu kredit baru. Jadi pinjaman baru sebesar Rp. 5.000.000,00 dalam jangka waktu 24 bulan dengan angsuran sebesar Rp. 300.000,00. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pihak DSP Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga melakukan tindakan Restructuring yang dikombinasikan dengan Rescheduling terhadap debitur Ny. En dengan keringanan yang diberikan yaitu penurunan jumlah untuk setiap angsuran yang mengakibatkan perpanjangan jangka waktu kredit yang dilakukan dengan cara mengkonversi seluruh tunggakan/sisa pinjaman menjadi pokok kredit baru. Selanjutnya penulis mengambil contoh dalam permasalahan Tn. Jk (dengan keterlambatan 91 hari) memiliki usaha bengkel sepeda motor namun mengalami kecelakaan dan mengalami cacat tubuh permanen, sehingga bengkelnya pun ditutup. Melihat dari keadaan Tn. Jk yang sudah tidak lagi
13
melakukan kegiatan usahanya tersebut, maka pihak DSP Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga menyarankan kepada Tn. Jk untuk melunasi sisa pinjamannya dengan mendapat potongan. Sisa pinjaman yang dimiliki Tn. Jk adalah Rp. 5.000.000,00 jadi yang harus dibayarkan oleh BB adalah sebesar 70% dari Rp. 5.000.000,00 tersebut yaitu Rp. 3.500.000,00. Potongan yang diberikan kepada Tn. Jk sebesar 30% dianggap sebagai bunga yang dibebaskan atau tidak perlu dibayar oleh Tn. Jk jika melakukan pelunasan sisa pinjamannya. Berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa pihak DSP Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga melakukan tindakan Reconditioning atau persyaratan kembali terhadap debitur Tn. Jk dengan perubahan peryaratan kredit yang diberikan yaitu berupa pembebasan bunga, dalam hal ini debitur dinilai memang tidak sanggup membayar bunga karena debitur hanya mencapai tingkat kembali pokok.17 Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian guna mengetahui dan menggambarkan mengenai bagaimana penyelesaian kredit tanpa agunan bermasalah yang terdapat pada suatu bank. Penulis memilih untuk melakukan penelitian di Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga karena pihak DSP tersebut, sebagai sebuah divisi dari Bank Danamon, pernah menghadapi permasalahan mengenai kredit tanpa agunan yang macet dan telah memiliki kebijakan-kebijakan dalam menyelesaikan kredit tanpa agunan macet tersebut.
17
Nanda Ferri K, Credit Analyst Officer Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga, (wawancara di Salatiga : 11 Juni 2012)
14
C.
Rumusan Masalah
Bagaimana penyelesaian kredit tanpa agunan di Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga ?
D.
Tujuan Penelitian
Penelitian yang dilakukan oleh penulis adalah bertujuan untuk memperoleh gambaran mengenai mekanisme dan pola penyelesaian yang telah dilakukan oleh Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga terhadap masalah-masalah hukum yang muncul dalam pelaksanaan perjanjian kredit tanpa agunan.
E.
Metode Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penulis memilih untuk melakukan penelitian di Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga, yang bertempat di Jalan Jendral Sudirman ruko Shoping Centre nomor 5 lantai 2.
2. Jenis Penelitian
Penelitian Deskriptif, yaitu penelitian yang bertujuan untuk menganalisa data yang ada seteliti mungkin, menguraikannya secara sistematis, serta menjelaskan keadaan yang sesungguhnya. Penelitian yang penulis lakukan dalam penyusunan skripsi ini adalah dengan menguraikan serta menganalisa data-data
15
mengenai langkah penyelesaian kredit tanpa agunan pada Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga pada tahun 2011.
3. Pendekatan Masalah
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan pendekatan yuridis sosiologis. Yuridis sosiologis adalah penelitian yang bertitik tolak dari pemasalahan dengan melihat kenyataan yang terjadi di lapangan, kemudian menghubungkannya dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam skripsi ini, data-data mengenai penyelesaian kredit tanpa agunan yang penulis dapatkan dari Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga akan penulis uraikan dan analisa dengan mengacu pada Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, UndangUndang Perbankan, serta peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia.
4. Jenis Data
a. Data Primer, data yang diperoleh dengan melakukan penelitian lapangan, yaitu melakukan wawancara langsung dengan pihak Danamon Simpan Pinjam
Solusi
Modal
unit
Pasaraya
Salatiga
yang
mengalami
permasalahan kredit tanpa agunan. b. Data Sekunder, data yang diperoleh penulis dari Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga untuk mendapatkan informasi dimana data tersebut telah dikumpulkan dan dinventarisir oleh pihak DSP, serta data yang diperoleh dengan mempelajari literatur dan peraturan (bahan
16
hukum) yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti. Peraturan yang digunakan sebagai bahan hukum primer adalah Undang-Undang Perbankan, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, dan sebagai bahan hukum sekunder meliputi buku-buku mengenai hukum perdata, hukum perbankan, dan untuk selanjutnya data sekunder tersebut merupakan landasan teori dalam mengadakan analisa data serta pembahasan masalah.18
5. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan wawancara. Wawancara adalah cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu.19 Wawancara merupakan suatu proses interaksi dan komunikasi, pewawancara menyampaikan pertanyaan-pertanyaan kepada yang diwawancara untuk dijawab, menggali jawaban lebih dalam dan mencatat jawaban yang diwawancarai.20 Wawancara tersebut dilakukan kepada pihak yang terkait dengan permasalahan yang diangkat, yaitu Nanda Ferri K. (Credit Officer Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga). Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh melalui studi kepustakaan yang berupa teori-teori, pandangan dari para ahli dibidangnya, penelaahan hukum yang ada, serta data-data yang diperoleh dari sumber internet.
18
Soerjono Soekanto. 1981. Metode Penelitian Ilmu Hukum. Jakarta : UI. Hlm. 9. Burhan Ashshofa. 2001. Metode Penelitian Hukum. Jakarta : PT Asdi Mahasatya. Hlm. 95. 20 Ronny H.S.. 1990. Metodologi Penelitian Hukum. Jakarta : Ghalia. Hlm. 57. 19
17
Bahan-bahan hukum yang biasanya hanya tersedia di berbagai ruang perpustakaan, sekarang sudah dapat diakses secara mudah melalui internet.21
6. Unit Amatan
a. Pihak kreditur yaitu Bank Danamon Simpan Pinjam unit Pasaraya Salatiga. b. Pihak debitur yaitu 23 nasabah kredit tanpa agunan yang telah diberi tindakan penyelesaian oleh Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga pada tahun 2011.
7. Unit Analisis
Pola penyelesaian kredit tanpa agunan macet di Danamon Simpan Pinjam Solusi Modal unit Pasaraya Salatiga.
21
Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metode Penelitian Hukum Normatif. Malang : Bayumedia Publishing. Hlm. 323.
18